DISUSUN OLEH
LILIS SURYANINGSIH
P27220021260
Perubahan perfusi jaringan Hemisfer kiri Hemisfer kanan Infark batang otak
Disfagia Afasia Kelainan Mudah Hemiplagi Hemiplagi Defisit Nervus Nervus Nervus Nervus Nervus Nervus Nervus Nervus
visual frustasi kanan kiri perseptual 1 2 3,4,6 7 8 9,10,11 5 12
kanan
Daya Penurun Penurun Menutup Pendenga Reflek
Kerusakan Gangguan pencuiman nan daya an lapang kelopak ran dan Kemampuan mengunyah
komunikasi konsep Kelemahan Kelainan menurun penglihat pandang mata, keseimban menelan menurun
verbal diri : fisik visual kiri an fungsi gan tubuh menurun
harga diri Reflek pengecap menurun Tersedak
rendah cahaya 2/3 lidah
menurun Obsktruksi
Kerusakan Kurang Organ Resiko jalan nafas
menelan perawatan mobilitas tinggi Perubahan
diri fisik cidera ukuran
pupil Bersihan jalan
Resiko tinggi nafas tidak
Kerusakan Bola mata tdk efektif
integritas kulit dpt mengikuti perintah
Gangguan
persepsi
sensori
Sumber : World
Gangguan nutrisi kurang health, 2012
dari kebutuhan tubuh
4. Manifestasi klinik
Manifestasi klinis dari stroke sangat beragam tergantung dari arteri
serebral yang terkena dan luasnya kerusakan jaringan cerebral, manifestasi
klinis yang sering terjadi diantaranya adalah kelemahan pada alat gerak
penurunan kesadaran gangguan penglihatan, gangguan komunikasi, sakit
kepala dan gangguan keseimbangan. Tanda dan gejala ini biasanya terjadi
secara mendadak, fokal dan mengenai satu sisi.
Menurut Masriadi (2016) tanda dan gejala stroke iskemik dihubungkan dengan
bagian arteri yang terkena sebagai berikut:
a. Arteri Karotis interna
- Paralisis pada wajah, tangan dan kaki bagian sisi yang
berlawanan
- Gangguan sensori pada wajah, tangan dan kaki
b. Arteri cerebra anterior
- Paralisis pada kaki sisi yang berlawanan
- Gangguan sensori kaki dan jari daerah yang berlawanan daerah
terkena
- Gangguan kognitif
- Inkontenensia urin
c. Arteri cerebra posterior
- Gangguan kesadaran sampai koma
- Kerusakan memori
- Gangguan penglihatan
d. Arteri cerebra media
- Hemiplegi pada kedua ektremitas
- Kadang-kadang kebutaan
- Afasia global
5. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan stroke menurut Smeltzer & Bare (2015), yaitu :
a. Fase akut
Fase akut stroke berakhir 48 jam. Pasien yang koma pada saat masuk
dipertimbangkan memiliki prognosis buruk. Sebaliknya pasien sadar
penuh mempunyai prognosis yang lebih dapat diharapkan. Prioritas
dalam fase akut ini adalah mempertahankan jalan nafas dan ventilasi
yang baik.
b. Fase rehabilitasi
Fase rehabilitasi stroke adalah fase pemulihan pada kondisi sebelum
stroke. Program pada fase ini bertujuan untuk mengoptimalkan
kapasitas fungsional pasien stroke, sehingga mampu mandiri dalam
melakukan aktivitas sehari-hari adekuat. Latihan rehabilitasi yang
sering digunakan salah satunya adalah Range of Motion (ROM) yang
merupakan salah satu bentuk intervensi fundamental perawat yang
dapat dilakukan untuk keberhasilan regimen terapeutik bagi pasien dan
dalam upaya pencegahan terjadinya kondisi cacat permanen pada
pasien paska perawatan di rumah sakit sehingga dapat menurunkan
tingkat ketergantungan pasien pada keluarga.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG 12 sandapan dan didapatkan gelombang R monofasik,
menghilang dan melebar pada sandapan I, V₅ & V₄ terutama
gelombang S ini terjadi bila adanya kardiomegali (Liza, 2017).
b. CT Scan didapatkan lesi lebih dari sepertiga wilayah arteri cerebra
media. Hal ini disebabkan karena trombolisis yang dilakukan pada
daerah ireversibel yang luas memiliki resiko tinggi terjadinya
perdarahan. (Mardhiah, 2014).
c. Nilai laboratorium
Menurut Muhammad (2014) nilai rerata kadar guka darah pasien
stroke non hemoragik dengan ketergantungan total ialah 163,50
mg/dL, pada ketergantungan berat 150,25 gr/Dl dan ketergantungan
sedang 156,75 mg/Dl. 37,5 % pasien stroke non hemoragik menglami
penurunan hemoglobin dengan nilai dibawah 12-14 gr/Dl (Rut Pamela,
2015).
d. Thorax Photo
Didapatkan kardiomegali tanpa bendungan paru dengan batas jantung
kanan lebih dari 1/3 diafragma kanan dan sudut kardiofrenikus lancip,
double kontur sisi kanan jantung, aurikel menonjol dan bronkus utama
kiri terangkat. Pada lateral view menekan esofagus kebelakang atau
kesamping atrium kiri menonjol 1/3 bagian tengah belakang tampak
jantung membesar kekiri dengan apek terangkat (CTI >55) dengan
segmen pulmonal menonjol. Double kontur super posisi dengan
certebra (Abdullah 2014).
7. Komplikasi
a. Defisit sensori persepsi
Stroke dapat melibatkan perubahan patologis pada jaras
neurologis yang mengganggu kemampuan untuk menghadirkan saraf
sensori. Pasien dapat mengalami deficit dalam penglihatan,
pendengaran, keseimbangan, rasa, dan indra penciuman. Kemampuan
menerima getaran, nyeri, kehangatan, dingin dan tekanan juga dapat
terganggu. Hal tersebut dapat meningkatkan resiko cedera (LeMone
dkk, 2016, p.1802).
b. Defisit neurologis
Kelainan fungsional tubuh karena penurunan fungsi otak ini
tandanya tidak terlalu disebabkan oleh kurangnya aliran darah otak.
Terapi tersebut bisa karena hemiparase seluruh tubuh, sensasi kepala
terasa ringan, penurunan tingkat kesadaran, bingung serta tinitus
(Setiati dkk, 2014, p. 1559).
c. Gangguan eliminasi
Gangguan eliminasi kandung kemih dan usus lazim terjadi,
stroke dapat menyebabkan kehilangan Sebagian sensasi yang memicu
eliminasi kandung kemih, menyebabkan sering berkemih, urgensi
berkemih, atau inkontinensia. Pengendalian kansung kemih bisa
berubah karena adanya gangguan kognitif. Perubahan eliminasi usus
lazim terjadi, akibat dari perubahan LOC, imobilitas dan dehidrasi
(LeMone dkk, 2016, p.1804).
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Nusatirin, (2018) anamnesa pada stroke meliputi identitas
klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua),
jeniskelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggaldan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhari perubahan
perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat
terjadi letargi, tidak responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian
obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi
yang memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
g. Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan
keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung
data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan
secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada
pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien.
- B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan
peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang
sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat
kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mends,
pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi
toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
- B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan
(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.
Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi
hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
- B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung
pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat),
ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah
kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak
dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
- B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol
motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
- B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
- B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron
motor atas menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada
salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron
motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi
motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda
yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan
tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit
akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tandatanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
- Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling
mendasar dan parameter yang paling penting yang
membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan
respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif
untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan
untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan
keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika
klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan
evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
- Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
- Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap
lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
- Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan
berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami
brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan
perbedaan yang tidak begitu nyata.
- Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer
yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis
superior (area Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu
klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis
inferior (area Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien
dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan
bicaranya tidak lancar.
Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang
sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. Apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.
- Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan
motorik.
Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan
kerusakan pada UMN di sisi berlawanan dari otak.
1) Inspeksi Umum
Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis
atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang
lain.
2) Fasikulasi
Didapatkan pada otot-otot ekstremitas
3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat
h. Pemeriksaan Penunjang
CT scan menggambarkan adanya hipodens, hilangnya
visualisasi pita insular, hilangnya garis tekanan nucleus lentiformis,
penyempitan sulkus korteks (Setiati dkk., 2014, p. 1560).
i. Penatalaksanaan Stroke Non Hemoragik
- Hindari pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau
cairan hipotonik (Masriadi, 2016, p. 129)
- Terapi obat digunakan untuk mencegah terjadinya
penggumpalan trombosit dan terbentuknya trombus atau
pembekuan darah yang dapat menyumbat lumen pembuluh
darah seperti asam asetil salisilat dengan dosis 2x 80-200 mg
per hari dalam 48 jam, tiklopidin dengan dosis 2x 250 mg
sehari dalam 1-2 tahun, clopidogrel dengan dosis 75 mg 1x
sehari (Masriadi, 2016, p. 128).
- Sebelum pemberian nutrisi, periksa reflek muntah sebelum
menawarkan makanan semi padat dengan porsi kecil tetapi
sering. Letakkan baki makanan di tempat yang mudah terlihat
oleh pasien bila pasien mengalami gangguan penglihatan. Bila
pasien masih mampu makan melalui oral, tidak perlu dilakukan
pemasangan selang nasogastric (NGT) (Kowalak, 2011, p.
339).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan mibilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuscular (D.0054)
b. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan penurunan
sirkulasi darah ke otak (D.0017)
c. Resiko jatuh berhubungan dengan hambatan mobilitas (D.0143)
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuscular
(D.0109)
e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuscular (D.0119)
f. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
(D.0111)
3. Perencanaan Keperawatan