OLEH
NIM : 010117A079
TA 2019/2020
LAPORAN KASUS
DISERTAI
OLEH
NIM : 010117A079
TA 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Penyakit/Gangguan/Trauma
1. Pengertian
Serangan otak merupakan istilah kontemporer untuk stroke atau cedera
serebrovaskuler yang mengacu kepada gangguan suplai darah otak secara
mendadak sebagai akibat dari oklusi pembuluh darah parsial atau total, atau
akibat pecahnya pembuluh darah otak (Chang, 2010). Stroke merupakan
gangguan mendadak pada sirkulasi serebral di satu pembuluh darah atau lebih
yang mensuplai otak.Stroke menginterupsi atau mengurangi suplai oksigen dan
umumnya menyebabkan kerusakan serius atau nekrosis di jaringan otak
(Williams, 2008). Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik
(primary hemorrhagic strokes) dan stroke non hemoragik (ischemic strokes).
Menurut Price, (2006) stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan
sirkulasi cerebri yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh
misalnya trombus, embolus atau penyakit vaskuler dasar seperti artero sklerosis
dan arteritis yang mengganggu aliran darah cerebral sehingga suplai nutrisi dan
oksigen ke otak menurun yang menyebabkan terjadinya infark.
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif
Muttaqin, 2008).
2. Tanda dan Gejala
Gejala yang paling sering dijumpai pada penderita umumnya dikelompokan atas 4
macam :
a. Dystensia ( gangguan fungsi motorik ) berupa :
Kelumpuhan (hemiplegi atau paraplegi)
Paralisis (kehilangan total dari gangguan kekuatan motoriknya)
Paresis (kehilangan sebagian kekuatan otot motoriknya)
b. Disnestasia ( gangguan fungsi sensorik ) berupa :
Hipoarasthesia dan Arasthesia.
Gangguan penciuman, penglihatan dan gangguan rasa pada lidah.
c. Dyspasia ( gangguan berbicara )
d. Dymentia ( gangguan mental ) dengan manifestasi :
Gangguan neurologis
Gangguan psikologis.
Keadaan kebingungan.
Reaksi depresif
3. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer (2001) manifestasi klinis stroke terdiri atas:
a. Defisit Lapang Penglihatan
Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan),
sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis yaitu
kesulitan menilai jarak, tidak menyadari orang atau objek ditempat
kehilangan penglihatan, mengabaikan salah satu sisi tubuh.
Kehilangan penglihatan perifer, Kesulitan melihat pada malam hari,
tidak menyadari objek atau batas objek.
Diplopia (Penglihatan ganda).
b. Defisit Motorik
Stroke adalah penyakit neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter. Gangguan kontrol volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukan kerusakan pada neuron atas pada sisi yang belawanan dari otak.
Hemiplegi (paralisis pada salah satu sisi tubuh)
Hemiparesis
Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama. Paralisis
wajah (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan).
Ataksia
Berjalan tidak mantap atau tegak, Tidak mampu menyatukan kaki,
perlu dasar berdiri yang luas.
Disartria (kesulitan berbicara)
Kesulitan dalam membentuk kata, ditunjukan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
menghasilkan bicara.
Disfagia
Kesulitan dalam menelan.
c. Verbal
Fungsi otak lain yang yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan
komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi
bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut :
Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif
atau reseptif :
- Afasia Ekspresif
Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami, mungkin
mampu bicara dalam respon kata tunggal.
- Afasia Reseptif
Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu bicara
tetapi tidak masuk akal.
Afasia Global
Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif.
Apraksia
Ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya.
Defisit Kognitif dan efek psikologis
Pada penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek dan
panjang, penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan untuk
berkonsentrasi , alasan abstrak buruk, perubahan penilaian dan
kurang motivasi
Defisit Emosional
Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas
emosional, penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan
stress, depresi, menarik diri, rasa takut, bermusuhan dan marah,
perasaan isolasi
d. Defisit sensori, terjadi pada sisi berlawanan dari lesi yaitu kehilangan
kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh.
e. Disfungsi kandung kemih, setelah stroke pasien mungkin mengalami
inkontenensia urinarius karena kerusakan kontrol motorik.
4. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak.Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat.Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan
spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant
dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pad-a otak.
Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area
yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi
(Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah.Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai
oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar
area.Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark
itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang
sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan
perbaikan.Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi
perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
.menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai;
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan
intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk
serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin, 2008)
5. Pathway
Hipoksia
Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
STROKE NON HEMORAGIK
Gangguan Broncha’s
Gangguan premotor area motorspeech area Reflek batuk menurun
Pemeriksaan laboratorium
b. Secondary Survey
Anamnesis
Anamnesis yang harus diingat :
A : Alergi
M : Mekanisme dan sebab trauma
M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini)
P : Past illness
L : Last meal (makan minum terakhir)
E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.
TAMBAHAN PADA SECONDARY SURVEY
Sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan, periksa keadaan penderita
dengan teliti dan pastikan hemodinamik stabil
Selalu siapkan perlengkapan resusitasi di dekat penderita karena
pemeriksaan tambahan biasanya dilakukan di ruangan lain
Pemeriksaan tambahan yang biasanya diperlukan :
CT scan kepala, abdomen
USG abdomen, transoesofagus
Foto ekstremitas
Foto vertebra tambahan
Urografi dengan kontras
Re-Evaluasi Penderita
C. DAFTAR PUSTAKA