Oleh :
RAHMAN
20201440120070
A. PENGERTIAN
□ Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak
yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system
suplai arteri otak
□ Stroke non hemoregik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak,
progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24
jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2000)
□ Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif
Muttaqin, 2008)
B. KLASIFIKASI
Menurut Tarwoto, dkk (2007) Stroke non hemoragik dapat diklasifikasikan
berdasarkan perjalanan penyakitnya, yaitu:
a) TIA (Trans Ischemic Attack)
Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan
gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b) Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defisit)
Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1
minggu dan maksimal 3 minggu.
c) Stroke in Volution (progresif)
Perkembangan stroke terjadi perlahan – lahan sampai akut, munculnya gejala
makin memburuk, proses progresif berjalan dalam beberapa jam atau beberapa
hari.
d) Stroke Komplit
Merupakan Gejala gangguan neurologis dengan lesi -lesi yang stabil selama
periode waktu 18-24 jam, tanpa adanya progesifitas lanjut. Gangguan neurologist
yang timbul bersifat menetap atau permanent, dari sejak awal serangan dan sedikit
tidak ada perbaikan
C. ETIOLOGI
Stroke Non Hemorajik dapat di klasfikasikan menjadi 2 bagian di tinjau dari
penyebabnya Yaitu:
a) Stroke embolik
Stroke embolik adalah bekuan atau gumpalan darah yang terbawa aliran darah
bagian lain tubuh ke dalam otak sumber embolik selebral yang paling sering
adalah jantung dan arteri karotis riwayat penyakit demam reumatik, fibrirasi
atrium ( tersering) infrark miokardium dan kelainan katup jantung biasanya rentan
terkena stroke embolik khususnya bila mereka mengalami kelainan irama jantung
( arit Mia) (Thomas DJ 1996)
b) Sroke trombotik
Trombotik selebral dapat menjadi akibat proses penyempitan ( arterioskleosis).
Pembuluh nadi otak dengan derajat yang sedang / berat dan adanya perlambatan
sirkulasi selebral keadaan ini sangat berhubungan erat dengan usia, tetapi dapat
pula di timbulkan oleh tekanan darah tinggi dan resiko lainnya seperti diabetes
beserta kadar lemak termasuk kolesterol yang tinggi dalam darah.
– Hipertensi
– Penyakit jantung
– h karotis, klaudikasio intermiten ( nyeri yang hilang timbul), denyut nadi perifer
tidak ada
– Diabetes melitus
– Hematrokit tinggi
– Merokok
– Obesitas
E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Suzzane C. Smelzzer, dkk, (2001) menjelaskan ada enam tanda dan
gejala dari stroke non hemoragik yang mana tergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan jumlah
aliran darah kolateral. Adapun gejala Stroke non hemoragik adalah:
a) Kehilangan motorik: stroke adalah penyakit neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter. Gangguan kontrol volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukan kerusakan pada neuron atas pada sisi yang belawanan dari
otak. Disfungsi neuron paling umum adalah hemiplegi (paralisis pada salah satu
sisi tubuh) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan dan hemiparises
(kelemahan salah satu sisi tubuh)
b) Kehilangan komunikasi: fungsi otak lain yang yang dipengaruhi oleh stroke
adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum.
Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:
1) Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti
yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab menghasilkan
bicara.
2) Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif.
3) Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya.
c) Defisit lapang pandang, sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang
paralisis yaitu kesulitan menilai jarak, tidak menyadari orang atau objek ditempat
kehilangan penglihatan
d) Defisit sensori, terjadi pada sisi berlawanan dari lesi yaitu kehilangan kemampuan
untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh
e) Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, bila kerusakan pada lobus frontal,
mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual mungkin terganggu.
Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa dan kurang motivasi.
f) Disfungsi kandung kemih, setelah stroke pasien mungkin mengalami
inkontenensia urinarius karena kerusakan kontrol motorik.
F. PATHOFISIOLOGI
Adanya aterotrombosis atau emboli dapat memutuskan aliran darah otak
(cerebral blood flow/CBF). Nilai normal CBF adalah 53 ml/100 mg jaringan
otak/menit, Jika CBF < 30 ml/100 mg/menit maka dapat mengahkibatkan terjadinya
iskemik, Dan jika CBF < 10 ml/100 mg/menit maka otak kekurangan oksigen lalu
terjadi proses fosforilasi oksidatif terhambat dan produksi ATP (energi) berkurang
mengahkibatkan pompa Na-K-ATPase tidak berfungsi, hal ini memicu depolarisasi
membran sel saraf berupa pembukaan kanal ion Ca disertai kenaikan influks Ca secara
cepat yang berakibat gangguan Ca homeostasis (Ca merupakan signalling molekul
yang mengaktivasi berbagai enzim) dapat memicu proses biokimia yang bersifat
eksitotoksik dimana dapat terjadi kematian sel saraf (nekrosis maupun apotosis),
gejala yang timbul tergantung pada saraf mana yang mengalami kerusakan/kematian.
G. PATHWAY
ISKEMIK
Gangguan
penglihatan, Kelumpuhan Area pada Terkena
area motorik pusat bicara pada syaraf
disorientasi:
di otak ke VII
ataksia
(Nervus VII)
motoris
Gangguan Kelumpuhan
Kerusakan (fasialis)
persepsi anggota
sensori gerak komunikasi
badan/tubuh verbal Fungsi
pengecap
menurun
Terkena
pada saraf
ke-12 Ansietas Harga diri Imobilitas Defisit
(Hipoglosus) rendah fisik perawatan
diri
Menelan Kurang
terganggu/ pengetahuan
tidak simetris
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan diagnostik
a) CT scan (Computer Tomografi Scan) : Pembidaian ini memperlihatkan secara
spesifik letak edema, posisi hematoma adanya jaringan otak yang infark atau
iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemerikasaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang-kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar
ke permukaan otak.
b) MRI (Magnatik Resonan Imaging) untuk menunjukkan area yang mengalami
infark, hemoragik.
c) Angiografi serebral: Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
d) Pemeriksaan foto thorax dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi
kronis pada penderita stroke.
e) Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.
f) Elektro Encephalografi (EEG) Mengidentifikasi masalah didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
2. Pemeriksaan laboratorium
a) Fungsi lumbal: Menunjukan adanya tekanan normal dan cairan tidak
mengandung darah atau jernih.
b) Pemeriksaan darah rutin
c) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. (Gula
darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur
turun kembali.)
d) Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
J. PENATALAKSANAAN
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:
a) Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh
dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
b) Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan
ogsigen sesuai kebutuhan
c) Tanda-tanda vital diusahakan stabil
d) Bed rest
e) Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
f) Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
g) Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
h) Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan
glukosa murni atau cairan hipotonik
i) Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK
j) Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT
k) Penatalaksanaan spesifik berupa:
Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat
hemoragik
Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan
pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke non hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah, seak nafas muabahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti
Rochani, 2000)
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna
D.Ignativicius, 1995)
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus (Hendro Susilo, 2000)
6) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.
7) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi dan metabolism
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah
pada fase akut.
b) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
c) Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah
d) Pola tidur dan istirahat
e) Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
f) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
h) Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang
sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses
berpikir.
i) Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis
histamin.
j) Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh
l) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
c. Analisa Data
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx 1 : Ketidak seimbangan perfusi jaringan jaringan serebral berhubungan dengan
berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah ke otak
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi jaringan
efektif.
NOC : Perfusi jaringan : serebral
Kriteria hasil:
NIC :
Latihan : gerakan sendi (ROM)
1. Kaji kemampuan klien dalam melakukan mobilitas fisik
2. Jelaskan kepada klien dan keluarga manfaat latihan
3. Kolaborasi dengan fisioterapi untuk program latihan
4. Kaji lokasi nyeri/ ketidaknyamanan selama latihan
5. Jaga keamanan klien
6. Bantu klien untuk mengoptimalkan gerak sendi pasif manpun aktif.
7. Beri reinforcement positif setipa kemajuan
NIC :
Mendengar aktif:
1. Kaji kemampuan berkomunikasi
2. Jelaskan tujuan interaksi
3. Perhatikan tanda nonverbal klien
4. Klarifikasi pesan bertanya dan feedback.
5. Hindari barrier/ halangan komunikasi
Peningkatan komunikasi: Defisit bicara
1. Libatkan keluarga untuk memahami pesan klien
Rasional : Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan
kemampuan klien
2. Sediakan petunjuk sederhana
Rasional : Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan
kemampuan klien
3. Perhatikan bicara klien dengan cermat
Rasional : Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan
komunikasi
4. Gunakan kata sederhana dan pendek
Rasional : Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan
kemampuan klien
5. Berdiri di depan klien saat bicara, gunakan isyarat tangan.
Rasional : Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat
komunikasi
6. Beri reinforcement positif
Rasional : Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan
komunikasi
7. Dorong keluarga untuk selalu mengajak komunikasi dengan klien
Rasional : Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi
yang efektif
8. Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara
Rasional : Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan
benar
Keterangan skala :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
D. EVALUASI
DX I
- Tidak ada tanda – tanda peningkatan TIK (skala 4 )
DX III
- Tidak terjadi penurunan berat badan (skala 4)
- Asupan nutrisi adekuat (skala 4)
- Tidak terjadi tanda-tanda malnutrisi (skala 4)
DX IV
DX V
DX VI
DX VII
DX VIII
- Pasien tidak mengalami injury (skala 4)
DAFTAR PUSTAKA
Pernafasan.Jakarta:Salemba Medika.
Persarafan.Jakarta:Sagung Seto