Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIK (SNH)


DI RUMAH SAKIT ISLAM MUHAMMADIYAH

OLEH :
Nama : Misbah
NPM : 1714201110025
Kelas : 6A
Kelompok : 14
CT : Yurida O.,Ns.,M,Kep

CI : Hj.Norlatifah S.Kep., Ners

PRAKTEK PRE NERS 1 PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

1
2

TAHUN 2020 – 2021


LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE NON HEMORAGIK (SNH)

I. Konsep Penyakit Stroke Non Hemoragik (SNH)


1.1 Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C. Suzanne,
2002). Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui
system suplai arteri otak (Sylvia A Price, 2006).
Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak,
progresi cepat berupa defisit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24
jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak non traumatik (Arif Mansjoer, 2000).
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif
Muttaqin, 2008).

Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan
proses patologik (kausal):
1.1.1 Berdasarkan manifestasi klinis
a. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
b. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic
Neurological Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih
lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
c. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
3

d. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)


Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
1.1.2 Berdasarkan kausal
a. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh
darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang
besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar
trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya
gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan
oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein
(LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi
karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait
dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
b. Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau
lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh
darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan
nutrisi ke otak.

1.2 Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan
oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non
hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada
tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak
menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya
kematian neuron dan infark serebri.
1.2.1 Emboli
4

a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat


berasal dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari
trombus yang melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada
daerah leher.
b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
1. Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian
kanan dan bagian kiri atrium atau ventrikel.
2. Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang
meninggalkan gangguan pada katup mitralis.
3. Fibrilasi atrium
4. Infarksio kordis akut
5. Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
6. Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik
c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
1. Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis
2. Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
3. Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti
penyakit “caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-
sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli
kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis,
endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial
fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma.
Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan
85 persen di antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya
infark miokard.
1.2.2 Thrombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang
paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada
daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan
5

resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan


perlengketan platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel,
defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap
proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan
terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik,
arteritis).
1.3 Manifestasi klinis
Tanda dan gejala dari stroke adalah (Baughman, C Diane.dkk, 2000):
1.3.1 Kehilangan motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia 
1.3.2 Kehilangan komunikasi
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara)
atau afasia (kehilangan berbicara).
1.3.3 Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan
penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan
kehilangan sensori.
1.3.4 Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).
1.3.5 Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius transier,
inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik
dari kerusakan otak bilateral), Inkontinensia urinarius  dan defekasiyang
berlanjut (dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang
terkena:
1.3.6 Penngaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah
1.3.7 Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi,
gangguan penglihatan
1.3.8 Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.

Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:

Hemisfer kiri Hemisfer kanan


·Mengalami hemiparese kanan ·Hemiparese sebelah kiri tubuh
6

·Perilaku lambat dan hati-hati


·Kelainan lapan pandang kanan ·Penilaian buruk
·Disfagia global ·Mempunyai kerentanan terhadap sisi
kontralateral sehingga memungkinkan
·Afasia terjatuh ke sisi yang berlawanan
·Mudah frustasi tersebut

1.4 Patofisiologi
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis dan
arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam
manifestasi klinis dengan cara:
1.4.1 Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi
aliran darah.
1.4.2 Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan
perdarahan aterm.
1.4.3 Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
1.4.4 Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau
menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:
1.4.5 Keadaan pembuluh darah.
1.4.6 Keadaan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran
darah ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak
menjadi menurun.
1.4.7 Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi
otak. Otoregulasi otak yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak
untuk mengatur agar pembuluh darah otak tetap konstan walaupun ada
perubahan tekanan perfusi otak.
1.4.8 Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena
lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia
karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering/cenderung sebagai
faktor penting terhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik
atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat
atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
7

menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan hypertensi


pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan
kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia
serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible
dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest.

1.5 Pemeriksaan penunjang


1.5.1 Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri.
1.5.2 Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
1.5.3 CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
1.5.4 MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik.
1.5.5 EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik
dalam jaringan otak.
1.5.6 Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
8

e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu


sendiri.

1.6 Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalami komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1.6.1 Berhubungan dengan immobilisasi disebabkan infeksi pernafasan, nyeri
pada daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
1.6.2 Berhubungan dengan paralisis disebabkan nyeri pada daerah punggung,
dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh
1.6.3 Berhubungan dengan kerusakan otak disebabkan epilepsi dan sakit
kepala.
1.6.4 Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol
respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.

1.7 Penatalaksanaan
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
1.7.1 Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan.
1.7.2 Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
1.7.3 Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
1.7.4 Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
1.7.5 Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan.
Pengobatan Konservatif:
1.7.6 Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
9

1.7.7 Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra


arterial.
1.7.8 Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
1.7.9 Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
1.7.10 Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
1.7.11 Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
1.7.12 Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
1.7.13 Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
10

1.8 Pathway

II. Rencana asuhan klien dengan Stroke Non Hemoragik (SNH)


2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
11

a. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
b. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
c. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-
obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
d. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus.
2.1.2 Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas/istirahat : klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat
kelemahan, hilangnya rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan
susah tidur.
b. Sirkulasi : adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia,
CHF, polisitemia, dan hipertensi arterial.
c. Integritas Ego : emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah,
kesulitan untuk mengekspresikan diri.
d. Eliminasi : perubahan kebiasaan BAB dan BAK misalnya,
inkoontinentia urine, anuria, distensi kandung kemih, distensi
abdomen, suara usus menghilang.
e. Makanan/cairan : nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi,
tenggorokan, dysfagia.
f. Neuro Sensori : pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub
arachnoid, dan intrakranial. Kelemahan dengan berbagai tingkatan,
gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit.
Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian
ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
g. Nyaman/nyeri : sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan,
tegang pada otak/muka
12

h. Respirasi : ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas.


Suara nafas, whezing, ronchi.
i. Keamanan : sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi
injury. Perubahan persepsi dan orientasi Tidak mampu menelan
sampai ketidakmampuan mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak mampu
mengambil keputusan.
j. Interaksi sosial : gangguan dalam bicara, ketidakmampuan
berkomunikasi.
2.1.3 Pemeriksaan penunjang
a. Angiografi serebral
b. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
c. CT scan
d. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
e. EEG
f. Pemeriksaan laboratorium

2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
2.2.1 Definisi
Penurunan pemberian oksigen dalam kegagalan memberi makan
jaringan pada tingkat kapiler
2.2.2 Batasan Karaktersitik
Renal
a. Perubahan tekanan darah di luar batas parameter
b. Hematuria
c. Oliguri/anuria
d. Elevasi/penurunan BUN/rasio kreatinin
e. Gastro Intestinal 
f. Secara usus hipoaktif atau tidak ada
g. Nausea
h. Distensi abdomen
i. Nyeri abdomen atau tidak terasa lunak (tenderness)
j. Peripheral 
k. Edema
l. Tanda Homan positif
13

m. Perubahan karakteristik kulit (rambut, kuku, air/kelembaban)


n. Denyut nadi lemah atau tidak ada
o. Diskolorisasi kulit
p. Perubahan suhu kulit
q. Perubahan sensasi
r. Kebiru-biruan
s. Perubahan tekanan darah di ekstremitas
t. Bruit
u. Terlambat sembuh
v. Pulsasi arterial berkurang
w. Warna kulit pucat pada elevasi, warna tidak kembali pada penurunan
kaki

Cerebral

a. Abnormalitas bicara
b. Kelemahan ekstremitas atau paralis
c. Perubahan status mental
d. Perubahan pada respon motoric
e. Perubahan reaksi pupil
f. Kesulitan untuk menelan
g. Perubahan kebiasaan

Kardiopulmonar 

a. Perubahan frekuensi respirasi di luar batas parameter


b. Penggunaan otot pernafasan tambahan
c. Balikkan kapiler > 3 detik (Capillary refill)
d. Abnormal gas darah arteri
e. Perasaan ”Impending Doom” (Takdir terancam)
f. Bronkospasme
g. Dyspnea
h. Aritmia
i. Hidung kemerahan
j. Retraksi dada
k. Nyeri dada
14

2.2.3 Faktor-faktor yang berhubungan


a. Hipovolemia
b. Hipervolemia
c. Aliran arteri terputus
d. Exchange problems
e. Aliran vena terputus
f. Hipoventilasi
g. Reduksi mekanik pada vena dan atau aliran darah arteri
h. Kerusakan transport oksigen melalui alveolar dan atau membran
kapiler
i. Tidak sebanding antara ventilasi dengan aliran darah
j. Keracunan enzim
k. Perubahan afinitas/ikatan O2 dengan Hb
l. Penurunan konsentrasi Hb dalam darah

Diagnosa 2 : Defisit perawatan diri; mandi, berpakaian, makan, eliminasi


2.2.4 Definisi
Hambatan kemampuan untuk melakukan/memenuhi aktivitas:
mandi/hygiene, berpakaian, makan dan eliminasi.
2.2.5 Batasan karakteristik
Objektif
Ketidakmampuan untuk :
a. Mempertahankan kebersihan pribadi dan penampilan
b. Mengenakan pakaian sendiri
c. Menyiapkan dan memakan makanan dan cairan
d. Melakukan aktivitas eliminasi
2.2.6 Faktor yang berhubungan
a. Penurunan motivasi
b. Kendala lingkungan
c. Ketidakmampuan untuk merasakan bagian tubuh
d. Ketidakmampuan untuk merasakan hubungan spasial
e. Gangguan muskuloskeletal
f. Kerusakan neurovaskuler
g. Nyeri
15

h. Gangguan persepsi/kognitif
i. Ansietas hebat
j. Kelemahan dan kelelahan
Diagnosa 3 : Gangguan reflek menelan
2.2.7 Definisi
Fungsi mekanisme menelan yang tidak normal, berhubungan dengan
defisit struktur atau fungsi mulut, faring atau esophagus.
2.2.8 Batasan karakteristik
Gangguan fase faring:
- ketidaknormalan fase faring pada pemeriksaan menelan
- perubahan posisi kepala
- tersedak, batuk, dan muntah
- penundaan menelan
- penolakan makanan
- suara serak
- elevasi laring yang tidak adekuat
- menelan berulang-ulang
- refluks hidung
- infeksi paru berulang
- demam yang tidak jelas penyebabnya
Gangguan fase esofagus:
- ketidaknormalan fase esofagus pada pemeriksaan menelan
- napas berbau asam
- gemeretak
- keluhan adanya “sesuatu yang tersangkut”
- penolakan makanan atau membatasi volume
- nyeri epigastrik atau nyeri ulu hati
- hematemesis
- hiperekstensi kepala (misalnya, mendongak ketika atau setelah
makan)
- bangun atau batuk dimalam hari
- tampak mengalami kesulitan dalam menelan
- regurgitasi isi lambung atau sendawa
- menelan berulang-ulang
- iritabilitas yang tidak dapat dijelaskan saat makan
16

- muntah

Gangguan fase mulut


- ketidaknormalan fase mulut pada pemeriksaan menelan
- batuk, tersedak, dan muntah sebelum menelan
- makanaan jatuh dari mulut
- makanan dikeluarkan dari mulut
- ketidakmampuan membersihkan rongga mulut
- penutupan bibir tidak sempurna
- kurang mengunyah
- kurangnya aktivitas lidah untuk membentuk bolus
- waktu makan lama dengan konsumsi sedikit
- refleks hidung
- menelan sedikit demi sedikit
- genangan pada sulkus lateral
- pemasukan bolus lambat
2.2.9 Faktor yang berhubungan
Defisit kongenital
- masalah perilaku pemberian makan
- masalah hipotonia yang signifikan
- penyakit jantung kongenital
- riwayat pemberian makan melalui slang
- obstruksi mekanis (misalnya edema, slang trakeostomi, tumor)
- gangguan neuromuscular (misalnya penurunan atau ketiaadaan
refleks muntah, gangguan perseptual, paralisis wajah)
- gangguan pernapasan
- anomali jalan napas atas
Masalah neurologis
- kelainan anatomis dapatan
- paralisis serebri
- keterlibatan saraf cranial
- penyakit refleks gastroesofagus
- abnormalitas laring atau orofaring
- defek rongga hidung atau nasofaring
- defek trakea, laring, atau esofagus
17

- trauma
- cedera kepala akibat trauma
- anomali jalan napas atas
Diagnosa 4: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2.2.10 Definisi
Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
2.2.11 Batasan Karakteristik
Penggunaan diagnosis ini hanya jka terdapat satu diantara tanda
NANDA berikut:
- Berat badan kurang dari 20% atau lebih dibawah berat badan ideal
untuk tinggi badan dan rangka tubuh
- Asupan makanan kurang dari kebutuhan metabolik, baik kalori total
maupun zat gizi tertentu
- Kehilangan berat badan dengan asupan makanan yang adekuat
- Melaporkan asupan makanan yang tidak adekuat kurang dari
recommended daily allowance (RDA).
Subjektif:
- kram abdomen
- nyeri abdomen
- menolak makan
- indigesti
- persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan
- melaporkan perubahan sensasi rasa
- melaporkan kurangnya makanan
- merasa cepat kenyang setelah mengkonsumsi makanan
Objektif:
- pembuluh kapiler rapuh
- diare
- adanya bukti kekurangan makanan
- kehilangan rambut yang berlebihan
- bising usus hiperaktif
- kurang informasi, informasi yang salah
- kurangnya minat terhadap makanan
- membrane mukosa pucat
- tonus otot buruk
18

- menolak untuk makan


- rongga mulut terluka (inflamasi)
- kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau mengunyah
2.2.12 Faktor yang berhubungan
- ketergantungan zat kimia
- penyakit kronis
- kesulitan mengunyah atau menelan
- faktor ekonomi
- intoleransi makanan
- kebutuhan metabolik tinggi
- refleks mengisap pada bayi tidak adekuat
- kurang pengetahuan dasar tentang nutrisi
- akses terhadap makanan terbatas
- hilang nafsu makan
- mual dan muntah
- pengabaian oleh orang tua
- gangguan psikologis

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
2.3.1 Hasil & NOC
a. Status sirkulasi; aliran darah yang tidak obstruksi dan satu arah, pada
tekanan yang sesuai melalui pembuluh darah besar sirkulasi pulmonal
dan sistemik
b. Keparahan kelebihan beban cairan; keparahan kelebihan cairan
didalam kompartemen intrasel dan ekstrasel tubuh
c. Fungsi sensori kutaneus; tingkat stimulasi kulit dirasakan denga tepat
d. Integritas jaringan: kulit dan membrane mukosa; keutuhan structural
dan fungsi fisiologis normal kulit dan membrane mukosa
e. Perfusi jaringan: perifer; keadekuatan aliran darah melalui pembuluh
darah kecil ekstremitas untuk mempertahankan fungsi jaringan

Tujuan dan criteria hasil


19

a. Menunjukkan keseimbangan cairan, integritas jaringan: kulit dan


membrane mukosa dan perfusi jaringan perifer yang dibuktikan oleh
indicator sebagai berikut:
1) gangguan eksterm
2) berat
3) sedang
4) ringan
5) tidak ada gangguan

Indikator 1 2 3 4 5
Tekanan darah
Nadi perifer
Turgor kulit
Suhu, sensasi, elastisitas,
hidrasi, keutuhan, dan
ketebalan kulit
Pengisian ulang kapiler
Warna kulit
Integritas kulit

b. pasien akan mendeskripsikan rencana perawatan dirumah


c. ekstremitas bebas dari lesi

Intervensi NIC:
Pengkajian
a. Kaji ulkus statis dan gejala selulitis
b. Perawatan sirkulasi (NIC):
1) Lakukan pengkajian komprehensif terhadap sirkulasi perifer
2) Pantau tingkat ketidaknyamanan atau nyeri saat melakukan latihan
fisik
3) Pantau status cairan termasuk asupan dan haluaran
Manajemen sensasi perifer (NIC):
a. Pantau perbedaan ketajaman atau ketumpulan, panas atau dingin
b. Pantau parestesia, kebas, kesemutan, hiperestesia dan hipoestesia
c. Pantau tromboflebitis dan thrombosis vena profunda
d. Pantau kesesuaian alat penyangga, prosthesis, sepatu dan pakaian
Penyuluhan untuk pasien dan keluarga
a. Ajarkan pasien dan keluarga tentang:
20

b. Menghindari suhu yang eksterm pada ekstremitas


c. Pentingnya mematuhi program diet dan program pengobatan
d. Tanda dan gejala yang dapat dilaporkan pada dokter
e. Perawatan sirkulasi (NIC): ajarkan pasien untuk melakukan perawatan
kaki yang tepat
f. Pentingnya pencegahan ststis vena
Manajemen sensasi perifer (NIC):
a. Anjurkan pasien atau keluarga untuk memantau posisi bagian tubuh
saat pasien mandi, duduk, berbaring atau mengubah posisi
b. Ajarkan pasien atau keluarga untuk memeriksa kulit setiap hari untuk
mengetahui perubahan integritas kulit
Aktivitas kolaboratif:
a. Beri obat nyeri, beritahu dokter jika neri tidak kunjung reda
b. Perawatan sirkulasi (NIC): beri obat antitrombosit atau antikoagulan,
jika perlu
Aktivitas lain:
a. Hindari trauma kimia, mekanik, atau panas yang melibatkan
ekstremitas
b. Kurangi rokok dan penggunaan stimulant
c. Perawatan sirkulasi: insufisiensi arteri (NIC): letakkan ekstremitas
pada posisi menggantung, jika perlu
d. Perawatan sirkulasi: insufisiensi vena (NIC):
1) Lakukan modaitas terapi kompresi, jika perlu
2) Evaluasi ekstremitas yang terkena 20 derajat atau lebih diatas
jantung jika perlu
3) Dorong latihan rentang pergrakan sendi aktif dan pasif, terutama
pada ekstremitas bawah, saat tirah baring
4) Penatalaksanaan sensasi perifer (NIC):
 Hindari atau pantau penggunaan alat yang panas atau dingin
 Letakkan ayunan diatas bagian tubuh yang terkena dan tidak
menyentuh linen tempat tidur
 Diskusikan dan identifikasi penyebab sensasi tidak normal atau
perubahan sensasi
21

Diagnosa 2 : Defisit perawatan diri


2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil: berdasarkan NOC
o Tujuan:

a. Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi


kebutuhan perawatan diri.
b. Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan
mandiri.
o Kriteria Hasil
e. Perawatan diri Hygiene: Kemampuan untuk mempertahankan
kebersihan pribadi dan penampilan yang rapi secara mandiri dengan
atau tanpa alat bantu.
f. Perawatan diri Berpakaian: Kemampuan untuk mengenakan
pakaian sendiri secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu.
g. Perawatan diri Makan: Kemampuan untuk menyiapkan dan
memakan makanan dan cairan secara mandiri dengan atau tanpa
alat bantu.
h. Perawatan diri Eliminasi: Kemampuan untuk melakukan aktivitas
eliminasi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu.
2.3.2 Intervensi dan Rasional: berdasarkan NIC
1) Kaji kemampuan klien untuk perawatan diri
- Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam perawatan diri
2) Pantau kebutuhan klien untuk alat-alat bantu dalam mandi, berpakaian,
makan dan toileting
- Mengidentifikasi alat-alat bantu yang diperlukan klien untuk
perawatan diri
3) Berikan bantuan pada klien hingga klien sepenuhnya bisa mandiri
- Melatih klien membiasakan diri beraktivitas dari dibantu sampai
mandiri
4) Berikan dukungan pada klien untuk menunjukkan aktivitas normal
sesuai kemampuannya
- Dukungan dapat memicu klien untuk beraktivitas sesuai dengan
kemampuannya
5) Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien
22

- Memfasilitasi keluarga untuk ikut serta dalam memenuhi kebutuhan


perawatan diri klien

Diagnosa 3 : Gangguan reflek menelan


2.3.3 Tujuan dan Kriteria Hasil: berdasarkan NOC
- Menunjukkan status menelan, yang dibuktikan oleh indikator berikut
(sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, tinggi, sedang, rendah dan tidak ada
gangguan)
a. Mempertahankan makanan di dalam mulut
b. Mampu menelan
c. Mampu untuk mengosongkan rongga mulut
2.3.4 Intervensi dan Rasional: berdasarkan NIC
o Mandiri
1) Pantau tingkat kesadaran, refleks batuk, refleks muntah dan
kemampuan menelan
- Menurunkan resiko aspirasi
2) Atur posisi pasien 90̊ selama makan
- Mencegah dan menurunkan resiko aspirasi
3) Kaji mulut dari adanya makanan setelah makan
- Mengetahui kemampuan menelan klien
o Kolaborasi
4) Konsultasikan dengan ahli gizi tentang makanan yang mudah ditelan
- Memfasilitasi klien agar mudah menelan serta mencerna makanan

Diagnosa 4: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


2.3.5 Tujuan dan Kriteria Hasil : berdasarkan NOC
- Memperlihatkan status gizi: asupan makanan dan cairan, yang
dibuktikan oleh indikator sebagai berikut: (sebutkan 1-5: tidak
adekuat, sedikit adekuat, cukup adekuat, sangat adekuat).
a. Makanan oral atau pemberian makanan lewat selang
b. Asupan cairan oral atau IV
- Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
2.3.6 Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
o Mandiri
23

1) Kaji faktor yang mungkin menjadi penyebab kekurangan nutrisi


- Banyak faktor yang mempengaruhi kekurangan nutrisi sehingga
identifikasi faktor penyebab menjadi penting sebagai bahan intervensi
2) Tanyakan kebiasaan makan, pantangan makan, alergi dan jenis
makanan yang disukai
- Data untuk perencanaan makan klien
3) Timbang berat badan pasien
- Berat badan merupakan salah satu indikator status nutrisi
4) Jaga kebersihan badan dan mulut klien
- Meningkatkan selera makan klien
5) Anjurkan pasien makan dengan porsi yang kecil tetapi sering sesuai
dengan diet yang diberikan
- Mengurangi rasa mual dan meningkatkan asupan nutrisi
o Kolaborasi
6) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang sesuai
- Merencanakan jenis dan diet yang sesuai kebutuhan klien
24

III. DAFTAR PUSTAKA

Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI.
Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Price, A. Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4.
Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika.
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin
asih. Jakarta: EGC.
25

Banjarmasin, Juni 2016

Preseptor akademik, Preseptor klinik,

Anda mungkin juga menyukai