OLEH :
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
JURUSAN KEPERAWATAN
2019
1. Pengertian
Stroke adalah serangan otak yang timbul secara mendadak dimana terjadi
gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh sebagai akibat dari gangguan
aliran darah oleh karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah tertentu di
otak sehingga menyebabkan sel-sel otak kekurangan darah, oksigen atau zat -
zat makanan dan akhirnya dapat terjadi kematian sel-sel tersebut dalam waktu
relatif singkat. (Yayasan Stroke Indonesia 2009). Di bawah ini merupakan
penjelasan stroke dari beberapa ahli, diantaranya :
Menurut WHO, Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi
cerebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung dengan cepat,
berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya
penyebab selain daripada gangguan vaskuler.
Menurut Chang (2010), Serangan otak merupakan istilah kontemporer
untuk stroke atau cedera serebrovaskuler yang mengacu kepada gangguan suplai
darah otak secara mendadak sebagai akibat dari oklusi pembuluh darah parsial
atau total, atau akibat pecahnya pembuluh darah otak.
Menurut Williams (2008), Stroke merupakan gangguan mendadak pada
sirkulasi serebral di satu pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak. Stroke
menginterupsi atau mengurangi suplai oksigen dan umumnya menyebabkan
kerusakan serius atau nekrosis di jaringan otak.
Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke
adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau
penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan
serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara
mendadak. Stroke dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke non
hemoragik (ischemic strokes) dan stroke hemoragik (primary hemorrhagic
strokes). Stroke hemoragik adalah suatu gangguan peredaran darah otak yang
ditandai dengan adanya perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid.
Tanda yang terjadi adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat,
gejala fokal berupa hemiplegi, pupil mengecil, dan kaku kuduk (Wanhari,
2008). Sedangkan pengertian dari stroke non hemoragik dapat diartikan dari
beberapa ahli dibawah ini, diantaranya :
Menurut Padila (2012), stroke non haemoragik adalah cedera otak yang
berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan
trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain
di tubuh.
Menurut Arif Muttaqin (2008), stroke non hemoragik merupakan proses
terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah
lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi
perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa stroke non
hemoragik adalah gangguan cerebrovaskular yang disebabakan oleh sumbatnya
pembuluh darah akibat penyakit tertentu seperti aterosklerosis, arteritis, trombus
dan embolus.
3. Etiologi
Stroke non hemoragik biasanya di akibatkan dari salah satu tempat
kejadian, yaitu :
1. Trombosis serebri (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau
leher).
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang
paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada
daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan
resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan
perlengketan platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel,
defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap
proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan
terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik,
arteritis).
2. Emboli serebri (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari
bagian otak atau dari bagian tubuh lain).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari emboli
paradoksikal (right-sided circulation). Penyebab terjadinya emboli
kardiogenik adalah trombi valvuvar seperti pada mitral stenosis,
endokarditis, troombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi,
kardiomiopati, gagal jnatung kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-
3% stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85% diantaranya
terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard. Embolisme
serebri sering dimulai mendadak tanpa adanya tanda-tanda disertai dengan
nyeri kepala atau berdenyut.
Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :
1. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan
lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah.Selain dari
endapan lemak, aterosklerosis ini juga mungkin karena arteriosklerosis,
yaitu penebalan dinding arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium
yang kemudian mengakibatkan bertambahnya diameter pembuluh darah
dengan atau tanpa mengecilnya pembuluh darah.
2. Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama
yang menuju ke otak.
3. Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke
seperti: amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen
pembuluh darah ke otak.
4. Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan.
Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.
Menurut Smeltzer , faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke non
hemoragik yaitu :
1. Faktor resiko terkendali
Beberapa faktor resiko terkendali yang menyebabkan stroke non
hemoragik sebagai berikut :
a. Hipertensi
b. Penyakit kardiovaskuler, embolisme serebral yang berasal dari
jantung, penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi
ventrikel kiri, abnormalitas irama (khususnya fibrasi atrium), penyakit
jantung kongestif.
c. Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke.
d. Kolesterol tinggi
e. Infeksi
f. Obesitas
g. Peningkatan hemotokrit meningkatkan resiko infark serebral
h. Diabetes
i. Kontrasepsi oral (khusunya dengan disertai hipertensi, merokok, dan
estrogen tinggi
j. Penyalahgunaan obat (kokain)
k. Konsumsi alkohol
2. Faktor resiko tidak terkendali
Beberapa faktor resiko tidak terkendali yang menyebabkan stroke non
hemoragik sebagai berikut :
a. Usia, merupakan foktor resiko independen terjadinya strok, dimana
refleks sirkulasi sudah tidak baik lagi.
b. Keturunan / genetic
6. Penatalaksanaan Medis
Menurut Smeltzer dan Bare, penatalaksanaan stroke dapat dibagi menjadi
dua, yaitu :
1. Phase Akut :
a. Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi
dan sirkulasi.
b. Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop.
Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / embolik.
c. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
d. Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
e. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan
kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral
berkurang
2. Post phase akut
a. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
b. Program fisiotherapi
c. Penanganan masalah psikososial
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital
dengan melakukan tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lender yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk
untuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
6. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
4. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/
memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem
kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
7. Pengkajian Keperawatan
a) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
b) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak badan sebagian , bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
c) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, obat-obat adiktif dan
kegemukan.
e) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
f) Pengkajian Fokus:
Aktivitas/istirahat
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya
rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF,
polisitemia dan hipertensi arterial.
Integritas Ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK . Misalnya inkoontinentia urine,
anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus
menghilang.
Makanan/cairan
Nausea, vomiting, daya sensori hilang di lidah, pipi dan tenggorokan
serta dysphagia.
Neuro Sensori
Pusing, sakit kepala, perdarahan sub intrakranial. Kelemahan dengan
berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang
pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian yang
berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang
sama di muka.
Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada
otak/muka.
Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas.
Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury.
Perubahan persepsi dan orientasi.
Interaksi social
Gangguan dalam bicara dan ketidakmampuan berkomunikasi.
1. Pengkajian Tingkat Kesadaran
a. Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
1) CMC → sadar akan diri dan punya orientasi penuh
2) APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
3) LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
4) DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai penurunan
abnormal aktifitas psikomotor → gaduh gelisah
5) SOMNOLEN → keadaan pasien yang selalu ingin tidur →
dirangsang bangun lalu tidur kembali
6) KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
b. Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
1) Respon membuka mata ( E = Eye )
a) Spontan (4)
b) Dengan perintah (3)
c) Dengan nyeri (2)
d) Tidak berespon (1)
2) Respon Verbal ( V= Verbal )
a) Berorientasi (5)
b) Bicara membingungkan (4)
c) Kata-kata tidak tepat (3)
d) Suara tidak dapat dimengerti (2)
e) Tidak ada respons (1)
3) Respon Motorik (M= Motorik )
a) Dengan perintah (6)
b) Melokalisasi nyeri (5)
c) Menarik area yang nyeri (4)
d) Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
e) Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
f) Tidak berespon (1)
2. Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan
bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.
a. Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah,
dan aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya
status mental klien mengalami perubahan.
b. Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan
kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu
kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu
nyata.
c. Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang
memengaruhi fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang
dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area
Wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien tidak dapat
memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada
bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan
disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan
berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan
tindakan yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien
mengambil sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
d. Lobus Frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika
kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau
fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak. Disfungsi
ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini
menghadapi masalah frustrasi dalam program rehabilitasi mereka.
Depresi umum terjadi dan mungkin diperberat oleh respons alamiah
klien terhadap penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga
umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang labil, bermusuhan,
frustrasi, dendam, dan kurang kerja sama.
e. Hemisfer
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh,
penilaian buruk dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral
sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada
stroke hemifer kiri, mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan
sangat hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah kanan, disfagia
global, afasia, dan mudah frustrasi.
3. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
kranial I-XII.
a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer
di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada
satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan
konjugat unilateral di sisi yang sakit.
d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,
penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu
sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris,
dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,
serta indra pengecapan normal.
4. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari
otak.
a. Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau
kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b. Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c. Tonus Otot. Didapatkan meningkat.
5. Pengkajian Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan
jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual.
6. Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
a. Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan
Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan
tangan, tubuh sampai kaki. Periksa tonus otot dan kekuatan. Kekualan
otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan
gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan
tahanan pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi
kekuatannya berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan
maksimal
b. Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya
dalam posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan.
Evaluasi respon klien dengan menggunakan skala 0 – 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
4 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
1) Reflek Fisiologis
a) Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang lebih
dari 300. tendon patella (ditengah-tengah patela dan Tuberositas
tibiae) dipukul dengan reflek hamer. respon berupa kontraksi otot
guardrisep femoris yaitu ekstensi dari lutut.
b) Reflek Bisep
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 supinasi dan
lengan bawah ditopang ada atas (meja periksa) jari periksa
ditempat kan pada tendon m.bisep (diatas lipatan siku) kemudian
dipukul dengan reflek hamer.normal jika ada kontraksi otot biceps,
sedikit meningkat bila ada fleksi sebagian ada pronasi, hiperaktif
maka akan tejadi penyebaran gerakan-gerakan pada jari atau sendi.
c) Reflek trisep
Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan
dengan reflek hamer (tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekronon) respon yang normal adalah kontraksi otot trisep, sedikit
meningkat bila ada ekstensi ringan dan hiperaktif bila ekstensi bila
ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai ke otot – otot bahu.
d) Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan pemeriksaan
reflek ini kaki yang diperiksa diletakan/disilangkan diatas tungkai
bawah kontral lateral.tendon achiles dipukul dengan reflek hamer,
respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
e) Reflek Superfisial
(1) Reflek kulit perut
(2) Reflek kremeaster
(3) Reflek kornea
(4) Reflek bulbokavernosus
(5) Reflek plantar
2) Reflek Patologis
a) Babinski
Merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada
penyakit traktus kortikospital.
b) Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada
meningitis) dilakukan pemeriksaan :
(1) Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu
tidak dapat menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
(2) Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan
tangan lain di dada klien untuk mencegah badan tidak
terangkat. Kemudian kepala klien di fleksikan kedada secara
pasif. Brudzinsky I positif (+)
(3) Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi
panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya
pada sendi panggul dan lutut.
(4) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai
bawah pada sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut
1350 terhadap tungkai atas. Kerniq + bila ekstensi lutut pasif
akan menyebabkan rasa sakit tibia ekstensi lutut pasif akan
menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
(5) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan
menimbulkan nyeri sepanjang Mischiadicus.
menurun
menurun
Muttaqin, Arif. 2008 . Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Yanti, Fardi. 2015. Laporan Pendahuluan Klien Dengan Stroke Non Haemoragik
(SNH). (Online) Available :
https://www.academia.edu/10077081/LAPORAN_PENDAHULUAN_KLI
EN_DENGAN_STROKE_NON_HAEMORAGIK_SNH (diakses pada
tanggal 30 Januari 2016 pukul 20.00 Wita)