Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Stroke
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan
oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan
dapat menimbulkan cacat atau kematian (Munir, 2015).
Definisi stroke menurut World Health Organization adalah tanda-tanda
klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak baik fokal
maupun global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih, dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
selain vaskuler (Munir, 2015).
B. Etiologi Dan Faktor Resiko
1. Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak)

2. Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain)

3. Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak)

4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan

perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak. Akibatnya

adalah penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan

kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir, memori , bicara

atau sensasi.

Faktor resiko pada penyakit stroke :

1. Hipertensi

2. Penyakit kardiovaskuler
3. Kolesterol tinggi

4. Obesitas

5. Peningkatan hematokrit

6. Diabetes

7. Kontrasepsi oral

8. Merokok

9. Penyalahgunaan obat

10. Konsumsi alkohol

C. Tanda Dan Gejala


Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
1. Kehilangan motorik Stroke adalah penyakit motor neuron dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
2. Kehilangan komunikasi Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke
adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling
umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh
hal berikut:
a. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang
sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara), yang
terutama ekspresif atau reseptif.
c. Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika pasien mengambil
sisir dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
d. Ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Stroke dapat
mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam
hubungan visual-spasial dan kehilangan sensori.
e. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik Disfungsi ini dapat
ditunjukkan dengan kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang
motivasi, yang menyebabkan pasien ini menghadapi masalah
frustasi dalam program rehabilitasi mereka.
f. Disfungsi kandung kemih Setelah stroke pasien mungkin
mengalami inkontinensia urinarius sementara karena konfusi,
ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal/bedpan
D. Patofisiologi
Oksigen sangat penting untuk otak, jika terjadi hipoksia seperti yang
terjadi pada stroke, di otak akan mengalami perubahan metabolik,
kematian sel dan kerusakan permanen (AHA, 2015). Pembuluh darah
yang paling sering terkena adalah arteri serebral dan arteri karotis interna
yang ada di leher (Guyton & Hall, 2014). Adanya gangguan pada
peredaran darah otak dapat mengakibatkan cedera pada otak melalui
beberapa mekanisme, yaitu :
1. Penebalan dinding pembuluh darah (arteri serebral) yang
menimbulkan penyembitan sehingga aliran darah tidak adekuat yang
selanjutnya akan terjadi iskemik.
2. Pecahnya dinding pembuluh darah yang menyebabkan hemoragik.
3. Pembesaran satu atau sekelompok pembuluh darah yang menekan
jaringan otak.
4. Edema serebral yang merupakan pengumpulan cairan pada ruang
interstitial jaringan otak (Smeltzer & Bare, 2013).
Penyempitan pembuluh darah otak mula-mula menyebabkan
perubahan pada aliran darah dan setelah terjadi stenosis cukup hebat dan
melampaui batas krisis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat.
Obtruksi suatu pembuluh darah arteri di otak akan menimbulkan reduksi
suatu area dimana jaringan otak normal sekitarnya masih mempunyai
peredaran darah yang baik berusaha membantu suplai darah melalui jalur-
jalur anastomosis yang ada. Perubahan yang terjadi pada kortek akibat
oklusi pembuluh darah awalnya adalah gelapnya warna darah vena,
penurunan kecepatan aliran darah dan dilatasi arteri dan arteriola (AHA,
2015).
Penyempitan atau penyumbatan pada arteri serebri media yang sering
terjadi menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralaterla, serta
defisit sensorik(hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis
dan 2 postsentralis. Kelemahan tangan maupun kaki pada pasien stroke
akan mempengaruhi kontraksi otot. Berkurangnya kontraksi otot
disebabkan karena berkurangnya suplai darah ke otak belakang dan otak
tengah, sehingga dapat menghambat hantaran jarasjaras utama antara otak
dan medula spinalis. Kekuatan otot adalah kemampuan otot atau group
otot menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik
secara dinamis maupun statis sedangkan fungsi paling utama lengan dan
tangan adalah untuk berinteraksi dengan lingkungan.
E. Manifestasi Klinis
1. Defisit lapang penglihatan (mengabaikan salah satu sisi tubuh)
2. Defisit motorik (kelemahan wajah, lengan dan kaki)
3. Defisit verbal (tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami,
mungkin mampu bicara dalam respon kata tunggal)
4. Defisit kognitif (penurunan lapang perhatian
5. Defisit emosional (akan mengalami kehilangan kontrol diri, stress,
depresi, rasa takut)
F. Komplikasi
1. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)
a. Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan
akhirnya menimbulkan kematian.
b. Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium
awal.
2. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama)
a. Pneumonia: akibat immobilisasi lama
b. Infark miokard
c. Emboli paru: cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali
pada saat penderita mulai mobilisasi.
d. Stroke rekuren: dapat terjadi pada setiap saat
3. Komplikasi jangka panjang
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain: penyakit
vascular perifer.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/
ruptur.
2. Ct-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan
adanya infark.
3. Fungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada
thrombosis, emboli serebral, dan tia (transient ischaemia attack) atau
serangan iskemia otak sepintas
4. MRI ( magnetic resonance imaging): nunjukkan daerah yang galami
infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
5. Ultrasonografi doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6. Eeg (electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan
pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
7. Sinar x: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah
yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna
terdapat pada thrombosis serebral.

H. Penatalaksanaan Medis Dan Keperawatan


Menurut Smeltzer dan Bare (2002), penatalaksanaan stroke dapat dibagi
menjadi dua, yaitu :
1. Fase Akut :
a. Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan,
oksigenisasi dan sirkulasi.
b. Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation : Nimotop.
Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik/emobolik.
c. Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
d. Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
e. Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan
kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral
berkurang
2. Post Fase akut
a. Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
b. Program fisiotherapi
c. Penanganan masalah psikososiaL
BAB III

ASKEP

A. Konsep Asuhan Perawatan Paliatif Pada Klien Stroke


1. Pengkajian
Perawat harus menghindari membuat asumsi bahwa perilaku tertentu
menandakan duka cita, sebaliknya perawat harus memberi kesempatan
pada klien untuk menceritakan apa yang sedang terjadi dengan cara
mereka sendiri.
Perawat mewawancarai klien dengan keluarga dengan menggunakan
komunikasi yang tulus dan terbuka, dengan menekankan keterampilan
mendengar dan mengamati respond an perilaku mereka.

2. Diagnosa Keperawatan
Langkah-langkah menentukan diagnosa:
a. Perawat mengumpulkan data untuk membuat diagnose keperawatan
mengenai duka cita atau reaksi klien terhadap duka cita
b. Perilaku yang menandakan duka cita maladaptive termasuk yang
berikut ini:
1) Aktivitas berlebihan tanpa rasa kehilangan
2) Perubahan dalam hubungan dengan teman dan keluarga
3) Permusuhan terhadap orang tertentu
4) Depresi, agitasi dengan ketenangan, agitasi, insomnia, perasaan
tidak berharga, rasa bersalah yang berlebihan, dan kecenderungan
untuk bunuh diri
5) Hilang keikutsertaan dalam aktivitas keagamaan dan ritual yang
berhubungan dengan budaya klien.
6) Ketidakmampuan untuk mendiskusikan kehilangan tanpa
menangis (terutama lebih dari 1 tahun) serta terjadi kehilangan
7) Rasa kesejahteraan yang salah.

Diagnosa keperawatan yang muncul berdasarkan SDKI

a. Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien


1) Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif- 454
2) Gangguan Eliminasi Urin- 459
3) Intoleransi Aktivitas- 472
4) Resiko Defisit Nutrisi- 497
5) Resiko Jatuh- 506
b. Diagnosa keperawatan yang muncul pada keluarga
1) Ansietas
2) Berduka
3) Kesiapan Peningkatan Proses Keluarga

3. Perencanaan
Perawat harus lebih toleran dan rela untuk meluangkan waktu lebih
lama bersama klien menjelang ajal untuk mendengarkan klien dalam
mengekspresikan duka cita dan untuk mempertahankan kualitas hidup
mereka.
Tujuan tambahan bagi klien menjelang ajal antara lain:
a. Mencapai kembali dan mempertahankan kenyamanan kemandirian
dalam aktivitas sehari-hari
b. Mempertahankan harapan,
c. Mencapai kenyamanan spiritual
d. Meraih kelegaan akibat kesepian dan isolasi
Diagnosa Keperawatan Evaluasi Perencanaan
(Kriteria Hasil)
D.0119 I.13492 L.13118
Gangguan komunikasi verbal Promosi Komunikasi: Setelah dilakukan tindakan
berhubungan dengan Defisit Bicara asuhan keperawatan
penurunan sikulasi serebral Observasi selama ... jam diharapkan
- Monitor kecepatan, nyeri berkurang dengan
tekanan, kuantitas, volume kriteria hasil:
dan diksi bicara - - Kemampuan berbicara
Identifikasi perilaku meningkatkan dari 2 menjadi
emosional dan fisik 4
sebagai bentuk - Kemampuan mendengar
komunikasi meningkat dari 2 menjadi 4
Terapeutik - Pemahaman komunikasi
- Berikan dukungan membaik dari 2 menjadi 4
psikologis - Gunakan juru
bicara, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan berbicara
perlahan - Ajarkan pasien
dan keluarga proses
kognitif, anatomis dan
fisiologis yang
berhubungan dengan
kemampuan bicara
Kolaborasi
- Rujuk ke ahli patologi
bicara atau terapis
D..0109 I.11348 L.11103
Defisit perawatan diri Dukungan Perawatan Setelah dilakukan Tindakan
berhubungan dengan Diri keerawatan dalam ... jam
neuromuskuler Observasi dihaarapkan :
- Identifikasi kebiasaan - Kemampuan mandi
aktivitas Observasi - meningkat dari 2 menjadi 4
Identifikasi kebiasaan - Kemampuan menggunakan
aktivitas pakaian meningkat dari 2
- Monitor tingkat menjadi 4
kemandirian - Kemampuan makan
Terapeutik meningkatkan dari 2 menjadi
- Dampingi dalam 4
melakukan perawatan diri - Kemampuan ke toilet
sampai mandiri meningkat dari 2 menjadi 4
- Jadwalkan rutinitas
perawatan diri
sesuai usia
- Monitor tingkat
kemandirian
Terapeutik
- Dampingi dalam
melakukan perawatan diri
sampai mandiri
- Jadwalkan rutinitas
perawatan diri
Edukasi
- Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
D.0054 I.05173 L.05042
Gangguan mobilitas fisik Dukungan Mobilisasi Setelah dilakukan tindakan
berhubungan dengan Observasi asuhan keperawatan
neuromuskular - Monitor kondisi umum selama ... jam diharapkan
selama melakukan dengan kriteria hasil:
mobilisasi - Identifikasi - Pergerakan ekstremitas
toleransi fisik melakukan meningkat dari 2 manjadi 4
pergerakan - Kekuatan otot meningkat
Terapeutik dari 2 menjadi 4
- Fasilitasi aktivitas - Rentang gerak (ROM)
mobilisasi dengan alat meningkat dari 2 menjadi 4
bantu
- Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
D.0005 I.01011 L.01004
Pola nafas tidak efektif Manajemen Jalan Nafas Setelah dilakukan tindakan
berhubungan dengan Observasi asuhan keperawatan
gangguan neuromuskular - Monitor pola nafas selama ... jam diharapkan:
(frekuensi, kedalaman, - Dispnea membaik dari 2
usaha nafas) menjadi 4
- Monitor sputum (jumlah, - Penggunaan otot bantu
warna, aroma) nafas membaik dari 2
Terapeutik - Posisikan menjadi 4
semifowler atau fowler - Frekuensi nafas membaik
- Berikan minum hangat dari 2 menjadi 4
- Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
Edukasi
- Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

AHA (2015). Heart Disease And Stroke Statistic. American Heart Asociation
Journal.
Anggun Dika Pradani (2017). Konsep Perawatan Paliataif Care Pada Pasien Stroke.
Diaskes Dari https://id.scribd.com/presentation/375331966/ppt-askep-paliatif-care-
stroke

Fepi Susilawati (2018). Jurnal Faktor Resiko Kejadian Stroke Di Rumah Sakit

Khairunnisa (2017). Jurnal Faktor Resiko Yang Berhubugan Dengan Kejadian Stroke
Pada Pasien Di Rsud H.Sahudin Kutacane Kabupaten Aceh Tenggara

Nur’aeni Yuliatun Rini, (2017). Asuhan Keperawatan Pada Klien Stroke Non
Hemoragik Dengan Masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral Di
Ruang Kenanga RSUD Dr. Soedirman Kebumen, Program Studi DIII Akademi
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong
Oktavianus. (2015). Asuhan Keperawatan pada Sistem Neurobehavior. Yogyakarta:
Graha Ilmu
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Sofyan A.M. dkk (2012). Hubungan Umur, Jenis Kelamin, dan Hipertensi dengan
Kejadian Stroke. Universitas negeri Haluole. Sulawesi Tenggara

Anda mungkin juga menyukai