Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN

CVD NON HEMORAGIK

A. DEFINISI
Stroke non hemoragik terjadi pada pembuluh darah yang mengalami sumbatan
sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah pada jaringan otak, trombosis otak,
aterosklerosis, dan emboli serebral. Penyumbatan pembuluh darah yang timbul
tersebut mengakibat pembentukkan plak sehingga terjadi penyempitan pembuluh
darah yang dikarenakan oleh penyakit jantung, diabetes, obesitas, kolesterol,
merokok, stress, gaya hidup, rusak atau hancurnya neuron motorik atas (upper motor
neuron), dan hipertensi (Mutaqqin, 2011).

B. ETIOLOGI
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) stroke non hemoragik biasanya di akibatkan
oleh:
1. Trombotik : proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
2. Embolik : tertutupnya pembuluh arteri oleh pembekuan darah.
3. Hipoperfusion sistemik: berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh
karena adanya gangguan denyut jantung.

C. PATOFISIOLOGI
Stroke non haemorhagic dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis
serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi
hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder (Smeltzer & Bare, 2010).
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus
atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis pada
dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area
thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks
iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus
yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis (Smeltzer & Bare, 2010).
Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba
berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat
ddisebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli (Smeltzer & Bare,
2010).
D. TANDA DAN GEJALA
Menurut (Smeltzer & Bare, 2010) stroke non hemoragik memiliki tanda dan
gejala sebagai berikut:
1) Defisit motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah paralisis pada salah satu sisi atau
hemiplegia karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
2) Defisit komunikasi
Difungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut :
a. Kesulitan dalam membentuk kata (disartria), ditunjukkan dengan bicara yang
sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
untuk menghasilkan bicara.
b. Bicara defektif atau kehilangan bicara (disfasia atau afasia), yang terutama
ekspresif atau reseptif
3) Defisit persepsi sensori
Gangguan persepsi sensori merupakan ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi.
4) Defisit fungsi kognitif dan efek psikologi
Disfungsi ini ditunjukkan dalam lapang pandang terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa, dan kurang motivasi yang menyebabkan penderita ini
menghadapi masalah stress dalam program rehabilitasi.
5) Defisit kandung kemih
Kerusakan kontrol motorik dan postural menyebabkan penderita pasca stroke
mengalami ketidakmampuan menggunakan urinal, mengalami inkontinensia
urinarius sementara karena konfusi.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostic pada penderita stroke non hemoragik (Mutaqqin, 2011),
yaitu:
1. CT Scan (Computer Tomografi Scan) Pembidaian ini memperlihatkan secara
spesifik letak edema, posisi hematoma adanya jaringan otak yang infark atau
iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemerikasaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke
permukaan otak.
2. Angiografi serebral Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan atau obstruksi arteri adanya titik okulasi atau raftur.
3. Pungsi Lumbal Menunjukan adanya tekanan normal, tekanan meningkat dan
cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahan.
4. Magnatik Resonan Imaging (MRI): Menunjukan daerah yang mengalami
infark, hemoragik.
5. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6. Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.
7. Elektro Encephalografi (EEG) Mengidentifikasi masalah didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS

Menurut (Smeltzer & Bare, 2010) untuk penatalaksanaan penderita Stroke fase
akut jika penderita Stroke datang dengan keadaan koma saat masuk rumah sakit dapat
dipertimbangkan mempunyai prognosis yang buruk. Penderita sadar penuh saat masuk
rumah sakit menghadapi hasil yang dapat diharapkan. Fase akut berakhir 48 sampai
72 jam dengan mempertahankan jalan napas dan ventilasi adekuat adalah prioritas
pada fase akut ini. Penatalaksanaan dalam fase akut meliputi:
1. Penderita ditempatkan pada posisi lateral dengan posisi kepala tempat tidur agak
ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang.
2. Intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik perlu untuk penderita dengan Stroke
masif, karena henti napas dapat menjadi faktor yang mengancam kehidupan pada
situasi ini.
3. Pantau adanya kompliaksi pulmonal seperti aspirasi, atelektasis, pneumonia yang
berkaitan dengan ketidakefektifan jalan napas, imobilitas atau hipoventilasi.
4. Perikasa jantung untuk mengetahui ada tidaknya abnormalitas dalam ukuran dan
irama serta tanda gagal jantung kongetif. Tindakan medis terhadap penderita
Stroke meliputi pemberian diuretik untuk menurunkan edema serebral, yang
mencapai tingkat maksimum tiga sampai lima hari setelah infark serebral.
Antikoagulan diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskular. Medikasi
anti trombosit dapat diresepkan karena trombosit berperan penting dalam
mencegah pembentukan trombus dan embolisasi. Setelah fase akut berakhir dan
kondisi pasien Stroke stabil dengan jalan nafas adekuat pasien bisa dilakukan
rehabilitasi dini untuk mencegah kekakuan pada otot dan sendi pasien serta
membatu memperbaiki fungsi motorik dan sensorik yang mengalami gangguan
untuk mencegah terjadinya komplikasi (Smeltzer & Bare, 2010).

G. KOMPLIKASI
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,
konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas,
terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus

H. PROGNOSIS
1. Tingkat Kesadaran
2. Pada usia 70 tahun atau lebih, angka kelemahan meningkat tajam.
3. Jenis kelamin laki-laki lebih banyak (61%) yang meninggal dari pada wanita
(41%).
4. Tekanan darah tinggi prognosis jelek.
5. Gangguan tatapan.
6. Mortalitas maupun kecacatan akan lebih tinggi jika ada deviasi konjugala, jadi
adanya gangguan kesadaran, hemipelgi yang berat dan deviasi konjungtiva
menunjukkan adanya infark yang lurus akibat penyempitan arteri serebris medis.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan O2 otak menurun
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan denganhemiparesis, kehilangan
keseimbangan dan koordinasi, spastisitas dan cedera otak.
3. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bed rest total
4. Nyeri akut b.d peningkatan TIK
5. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya akumulasi sekret
di jalan napas
6. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. disfagia.
7. Gangguan sensori penglihatan b.d diplopia.
8. Hambatan komunikasi verbal b.d disatria, afasia, amourasis fulgaks
Daftar Pustaka

Muttaqin, Arif. 2011 . Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis &
NANDA NIC – NOC Edisi revisi jilid 3. Yogyakarta: Mediaction

Smeltzer & Bare. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8
Vol 2. Alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin Asih. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai