Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus
ditangani secara cepat dan tepat.Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak
dan biasa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stroke merupakan penyakit
yang paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak,
gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat, dan bentuk-bentuk kecacatan
yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak.
Stroke dapat berdampak pada berbagai fungsi tubuh, diantaranya
adalah defisit motorik berupa hemiparese.Stroke merupakan masalah
kesehatan utama di masyarakat.Kondisi abnormal pembuluh darah otak, yang
dikarakteristikkan oleh adanya pendarahan di dalam otak atau pembentukan
embolus atau trombus yang menyumbat arteri, mengakibatkan iskemik
jaringan otak yang pada kondisi normal diperdarahi oleh pembuluh darah
tersebut (Astrid, dkk, 2011).
Stroke apabila tidak segera ditangani maka dapat mengakibatkan
kematian sel-sel otak, biasanya dalam hitungan menit dan dapat mengaktifkan
kematian.Hal ini bisa terjadi karena kekurangan darah atau kekurangan perfusi
suatu jaringan di sebabkan kurangnya atau tidak adanya suplai darah maka
keadaan ini disebut iskemia.Jika yang terkena sebagian dari otak disebut
iskemia fokal dan apanila seluruh otak yang terkena disebut iskemia
global.Akibat dari iskemia adalah kekurangan atau defisiensi dari fungsi
neuron otak, yang disebut deficit neurologis. Yang dapat menyebebkan
hipoksia, jika terjadi hipoksia terlalu lama maka sel-sel saraf (neuron) yang
terkena tidak mampu lagi melaksanakan fungsi metabolism yang penting
dengan baik sehingga mengakibatkan pembentukan energy dan regenerasi sel
akan terhenti dan sel akan mati yang disebut nekrosis. Lama-kelamaan
akanmenjadi sekumpulan sel atau neuron yang mati semakin luas yang disebut
infark (Junaidi, 2011).
Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
sebesar 7 per seribu penduduk dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau
gejala sebesar 12,1 per seribu penduduk. Prevalensi Stroke berdasarkan
diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8 per seribu penduduk), diikuti
DI Yogyakarta (10,3 per seribu penduduk), Bangka Belitung dan DKI Jakarta
(masing-masing 9,7 per seribu penduduk). Prevalensi Stroke berdasarkan
terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9 per
seribu penduduk), di Yogyakarta (16,9 per seribu penduduk), Sulawesi
Tengah (16,6 per seribu penduduk), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per seribu
penduduk. Kasus stroke di provinsi Jawa Tengah tahun 2013 sebesar 12,3 per
seribu penduduk
Kasus yang dijumpai oleh penulis di RS Hermina Solo menunjukan
bahwa pasien stroke mengalami kelemahan anggota gerak, aktifitas latiahan
tergantung total, pasien bedrest total di atas tempat tidur.
Berdasarkan uraian diatas dan melihat pentingnya peran perawat maka
penulis merasa tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai bagaimana
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke di instalasi gawat
darurat RS Hermina Solo, dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang penulis tuangkan dalam bentuk makalah.

B. Tujuan Penelitian
A. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Perawat dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien Stroke Non
Hemoragik.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian Stroke Non Hemoragik
b. Mengetahui etiologi Stroke Non Hemoragik
c. Mengetahui tanda dan gejala Stroke Non Hemoragik
d. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada pasien Stroke Non
Hemoragik
e. Mengetahui komplikasi pada pasien Stroke Non Hemoragik
f. Mengetahui patofisiologi Stroke Non Hemoragik
g. Mengetahui penatalaksanaan pada pasien Stroke Non Hemoragik
h. Mengetahui pengkajian keperawatan pada kasus Stroke Non
Hemoragik
i. Mengetahui diagnosa yang muncul pada pasien Stroke Non
Hemoragik
j. Mengetahui rencana tindakan keperawatan pada pasien Stroke Non
Hemoragik
k. Mampu mengimplementasikan tindakan keperawatan pada pasien
Stroke Non Hemoragik
l. Mengetahui dan mampu melakukan evaluasi keperawatan pada
pasien Stroke Non Hemoragik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Medis
1. Definisi
Stroke merupakan gangguan peredaran darah otak yang
menyebabkan deficit neuroligis mendadak sebagai akibat iskemia atau
hemoragi sirkulasi saraf otak (Sudoyo Aru, NANDA2015).
Stroke merupakan hilangnya fungsi otak diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak, biasanya akumulasi penyakit
serebrovaskulear selama beberapa tahun (Ariani, 2012).
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia
akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi
perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder (Muttaqin, 2008).
Jadi dapat disimpulkan bahwa stroke adalah suatu penyakit
defisit neurologis akut yang diakibatkan oleh berkurangnya atau
berhentinya suplai oksigen ke otak baik karena embolus maupun
thrombus yang mengakibatkan kematian jaringan dapat menyebabkan
kelumpuhan maupun kematian bagi penderitanya. Sedangkan stroke
dibagi menjadi dua yaitu stroke hemoragik dan non hemoragik. Yang
membedakan yaitu stroke hemoragik adalah stroke yang ditandai
dengan adanya perdarahan intra serebral sedangkan stroke non
hemoragik tidak terjadi perdarahan.

2. Etiologi
Etiologi Stroke menurut Taufan Nugrohodkk (2012) adalah :
a) Trombosis serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat
menimbulkan odem dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya
terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini
dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan
gejala neurologis sering kali memburuk pada 48 jam setelah
trombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan
trombosis otak :
1) Ateroklerosis
2) Hiperkoagulasi pada polisitemia
3) Arterisis (radang pada arteri)
4) Emboli
b) Hemoragi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk
perdarahan dalam ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak
sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan
hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan
otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan
otak tertekan, sehingga infark otak, odema dan mungkin herniasi
otak.
c) Hipoksia umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia
umum adalah :
1) Hipertensi yang parah
2) Henti jantung-paru
3) Curah jantung turun akibat aritmia
d) Hipoksia setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia
setempat adalah :
1) Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subaraknoid
2) Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren

3. Tanda dan Gejala


Stroke menyebabkan defisit neurologik,bergantung pada lokasi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tersumbat, dan jumlah aliran darah.Adapun tanda dan gejala stroke non
hemoragik menurut Smeltzer dan Bare (2012) adalah:
a. Kehilangan motorik
Gangguan kontrol volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang
berlawanan pada otak. Disfungsi motor paling umum adalah
hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak
yag berlawanan. Hemiparesisi, atau kelemahan salah satu sisi tubuh
adalah tanda yang lain.
b. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa
dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum.
Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal
berikut :
1) Disartia (kesulitan berbicara)
2) Disfasia atau afasia (kehilangan bicara)
c. Gangguan persepsi
Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi verbal, sisi
visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis yaitu
kesulitan menilai jarak, tidak menyadari orang atau objek ditempat
kehilangan penglihatan.
d. Kehilangan sensori
Terjadi pada sisi yang berlawanan dari lesi yaitu kehilangan
kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh
serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual,
auditorius.
e. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik
Bila kerusakan terjadi pada lobus frontal, mempelajari
kapasitas, memori, atau fungsi intelektual yang lebih tinggi
mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang
perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang
motivasi.
f. Disfungsi kandung kemih
Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia ani
dan urine karena kerusakan neurologik yang luas.

4. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Taufan Nugroho (2016) ada dua pemeriksaan
penunjang yaitu pemeriksaan diagnostik dan pemeriksaan laboratorium
yang dapat dilakukan pada klien dengan stroke non hemoragik:
a. Pemeriksaan Diagnostik
1) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan
untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskular.
2) Lumbal pungsi
Pada pemeriksaan lumbal pungsi untuk pemeriksaan
diagnostic diperiksa kimia sitologi, mikrobiologi, dan virology.
Di samping itu dilihat pula tetesan cairan serebrospinal saat
keluar baik kecepatan, warna dan tekanan, yang
menggambarkan proses terjadinya di intraspinal. Tekanan yang
meningkatkan dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukan adanya hemoragik pada subarachnoid atau
perdarahan pada intracranial. Pada stroke non hemoragik akan
ditemukantekanan normal dari cairan serebrospinal jernih.
3) CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak
edema, posisi henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau
iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
4) MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan
gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas
terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari
hemoragik.
5) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis).
6) EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang
timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
b. Pemeriksaan Laboraturium
1) Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-
hari pertama.
2) Pemeriksaan darah rutin.
3) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam
serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
4) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah
itu sendiri.
5. Komplikasi
Menurut Taufan Nugroho (2016) komplikasi yang sering terjadi
pada pasien stroke yaitu:
a. Dekubitus merupakan tidur yang terlalu lama karena kelumpuh
dapat mengakibatkan luka/lecet pada bagian yang menjadi tumpuan
saat berbaring, seperti pinggul, sendi kaki, pantat dan tumit. Luka
dekubitus jika dibiarkan akan menyebabkan infeksi.
b. Bekuan darah merupakan bekuan darah yang mudah terjadi pada
kaki yang lumpuh dan penumpukan cairan.
c. Kekuatan otot melemah merupakan terbaring lama akan
menimbulkan kekauan pada otot atau sendi. Penekanan saraf
peroneus dapat menyebabkan drop foot. Selain itu dapat terjadi
kompresi saraf ulnar dan kompresi saraf femoral.
d. Osteopenia dan osteoporosis, hal ini dapat dilihat dari
berkurangnya densitas mineral pada tulang. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh imobilisasi dan kurangnya paparan terhadap sinar
matahari.
e. Depresi dan efek psikologis dikarenakan kepribadian penderita atau
karena umur sudah tua. 25% menderita depresi mayor pada fase
akut dan 31% menderita depresi pada 3 bulan paska stroke s dan
keadaan ini lebih sering pada hemiparesis kiri.
f. Inkontinensia dan konstipasi pada umumnya penyebab adalah
imobilitas, kekurangan cairan dan intake makanan serta pemberian
obat.
g. Spastisitas dan kontraktur pada umumnya sesuai pola hemiplegi
dan nyeri bahu pada bagian di sisi yang lemah. Kontraktur dan
nyeri bahu (shoulder hand syndrome) terjadi pada 27% pasien
stroke.
6. Patofisiologi & Pathways
Stroke adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infak bergantung pada factor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap
area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.Suplai darah ke
otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan local
(thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung)
(Muhammad Irfan, 2012).
Mekanisme stroke non hemoragik terjadi karena adanya oklusi
atau sumbatan ke pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke
otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Keadaan tersebut
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti.
80% stroke adalah stroke iskemik. Penyumbatan dapat terjadi karena
penumpukan timbunan lemak yang mengandung kolesterol (plak)
dalam pembuluh darah besar atau pembuluh darah sedang (arteri
serebri) atau pembuluh darah kecil.
Plak menyebabkan dinding dalam arteri menebal dan kasar
sehingga aliran darah tidak lancar, mirip aliran air yang terhalang oleh
batu. Darah kental akan tertahan dan menggumpal (trombosis),
sehingga aliran menjadi semakin lambat. Akibatnya otak akan
mengalami kekurangan pasokan oksigen. Jika kelambatan pasokan ini
berlarut, sel-sel jaringan otak akan mati. Tidak heran ketika bangun
tidur, korban stroke akan merasa sebelah badannya kesemutan. Jika
berlanjut akan mneyebabkan kelumpuhan (Muttaqin, 2008).
Pathways

Faktor-faktor resiko stroke (Mutaqin 2008)

Kelainan pembuluh darah, Katup jantung rusak, Kelainan pembuluh


penebalan dan penggumpalan terhentinya aliran darah, darah, perkembangan
dinding darah, kelainan denyut jantung cepat abnormal jaringan
fungsi otak atau kacau

Perdarahan otak
Penyumbatan pembuluh Penyumbatan pembuluh
darah otak darah otak oleh bekuan
Perembesan darah ke dalam
darah, lemak, dan udara
kulit otak
Sumbatan
Hambatan Penekanan jaringan otak
Kekurangan oksigen di
jaringan otak Sumbatan, penimbunan
cairan punggung ke otak
Stroke (cerebrovascular
Penimbunan cairan jaringan accident)
sekitar

Defisit neurologis

Kehilangan kontrol Kemampuan batuk menurun, Disfungsi bahasa dan Infark cerebral
kurang mobilitas fisik komunikasi
Kekuatan otot hilang
Gg perfusi
Resiko bersihan jalan Disartria difasia/afasia,
jaringan tidak
Hambatan mobilitas nafas tidak efektif apraksia
fisik efektif

Gangguan
komunikasi verbal Dapat menyebabkan
koma

Defisit perawatan diri Resiko kekurangan


(ADL) pemenuhan nutrisi
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis pada pasien stroke menurut Muttaqin
(2008) adalah:
Penatalaksanaan medis
1) Membatasi atau memulihkan infark akut yang sedang berlangsung
dengan menggunakan trombolisis dengan rt-PA (recombinant
tissue-Plasminogen Activator).
2) Mencegah perburukan neurologis
Penatalaksanaan keperawatan
Untuk penatalaksanaan keperawatan perlu diperhatikan
faktor-faktor kritis seperti mengkaji status pernafasan,
mengobservasi tanda-tanda vital, memantau fungsi usus dan
kandung kemih, melakukan keteterisasi kandung kemih,
mempertahankan tirah baring.
3 Penatalaksanaan diet
Nutrisi yang dianjurkan pada klien dengan stroke infark
yaitu dengan memberikan cair agar tidak terjadi aspirasi dan cairan
hendaknya dibatasi dari hari pertama setelah terjadi CVA sebagai
untuk mencegah edema otak, serta memberikan diet rendah garam
dan hindari makanan tinggi lemak dan kolesterol.

A. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer Pasien Stroke
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan
melalui kegiatan mengumpulkan data atau perolehan data yang akurat
dari pasien guna mengetahui permasalahan yang ada (Junaidi, 2011)
1) Airway
Jalan nafas adalah yang pertama kali harus dinilai untuk mengkaji
kelancaran nafas. Keberhasilan jalan nafas merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi proses ventilasi (pertukaran gas antara
atmosfer dengan paru-paru. Jalan nafas seringkali mengalami
obstruksi akibat benda asing, serpihan tulang akibat fraktur pada
wajah, akumulasi sekret dan jatuhnya lidah ke belakang.
Data yang berhubungan dengan status jalan nafas adalah :
a) sianosis (mencerminkan hipoksemia)
b) retraksi interkota (menandakan peningkatan upaya nafas)
Pernafasan cuping hidung.
a) bunyi nafas abnormal (menandakan ada sumbatan jalan
nafas)
b) tidak adanya hembusan udara (menandakan obstuksi total
jalan nafas atau henti nafas)
2. Breathing
Kebersihan jalan nafas tidak menjamin bahwa pasien dapat
bernafas secara adekuat. Inspirasi dan eksprasi penting untuk
terjadinya pertukaran gas, terutama masuknya oksigen yang
diperlukan untuk metabolisme tubuh. Inspirasi dan ekspirasi
merupakan tahap ventilasi pada proses respirasi. Fungsi ventilasi
mencerminkan fungsi paru, dinding dada dan diafragma.
Pengkajian pernafasan dilakukan dengan mengidentifikasi :
a) pergerakan dada
b) adanya bunyi nafas
c) adanya hembusan/aliran udara
3. Circulation
Sirkulasi yang adekwat menjamin distribusi oksigen ke jaringan
dan pembuangan karbondioksida sebagai sisa metabolisme.
Sirkulasi tergantung dari fungsi sistem kardiovaskuler.
Status hemodinamik dapat dilihat dari:
a) tingkat kesadaran
b) nadi
c) warna kulit
Pemeriksaan nadi dilakukan pada arteri besar seperti pada arteri
karotis dan arteri femoral.
4. Disability
Kaji :Tingkat kesadaran
a) GCS
b) AVPU (Alert, respon verbal, respon pain, Unrespon)
Ukuran pupil, respon terhadap cahaya
Gangguan sensorik motorik
5. Exposure
Kaji :
a) Tanda-tanda trauma
b) Oedema
b. Pemeriksaan fisik
Menurut Muttaqin (2008) pemeriksaan fisik sebaiknya
dilakukan persistem (B1-B6) dengan focus pemeriksan fisik pada
pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan
pasien :
1) Keadaan umum :
2) Kesadaran :
3) Tanda-tanda vital :
4) Status gizi :
5) Pemeriksaan Head to toe
a) Kulit, rambut, dan kuku
(1) Inspeksi warna kulit, jaringan parut, lesi dan
vaskularisasi
(2) Inspeksi dan palpasi kuku tentang warna, bentuk, dan
catat adanya abnormalitas
(3) Palasi kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur
(halus/kasar)edema, dan massa
b) Kepala:
(1) Inspeksi kesimetrisan muka, tengkorak, kulit kepala
(lesi, massa)
(2) Palpasi dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari
ke bawah dari tengah garis kepala ke samping. Untuk
mengetahui adanya bentuk kepala, pembengkakan,
massa, dan nyeri tekan, kekuatan akar rambut.
c) Mata
(1) Inspeksi kelopak mata, perhatikan bentuk dan
kesimetrisannya.
(2) Inspeksi daerah orbital adanya edema, kemerahan, atau
jaringan lunak dibawah bidang orbital.
(3) Inspeksi konjungtiva dan sklera dengan menarik/
membuka kelopak mata. Perhatikan warna, edema, dan
lesi.
(4) Inspeksi kornea (kejernihan dan tekstur kornea) dengan
berdiri disamping klien dengan menggunakan sinar
cahaya tidak langsung.
(5) Inspeksi pupil terhadap sinar cahaya langsung dan tidak
langsung. Amati kesimetrisan, ukuran, bentuk, dan
reflek terhadap cahaya (nervus okulomotorius)
(6) Inspeksi iris terhadap bentuk dan warna
(7) Inspeksi dan palpasi kelenjar lakrimal adanya
pembengkakakn dan kemerahan.
(8) Uji ketajaman penglihatan (visus), dengan menggunakan
snellen card/jari tangan pemeriksa. Pemeriksa berdiri 6
M dari pasien (nervus optikus).
(9) Uji lapang pandang dengan pasien berdiri atau duduk 60
cm dari pemeriksa.
(10) Uji gerakan mata pada delapan arah pandangan
dengan menggerakkan jari pemeriksa secara perlahan
(nervus okulomotorius, nervus trokhlearis, nervus
abduscen)
d) Hidung
(1) Inspeksi hidung eksterna dengan melihat bentuk,
kesimetrisan, adanya deformitas atau lesi, dan cairan
yang keluar.
(2) Palpasi lembut batang dan jaringan lunak hudung adanya
nyeri, massa dan nyeri, massa dan penyipangan bentuk,
serta palpasi sinus-sinus hidung.
(3) Periksa patensi neres dengan meletakkan jari di depan
lubang hidung dan minta pasien bernapas melalui
hidung. Bandingkan antara neres kanan dan kiri, kaji
kemampuan pasien membau (nervus olfaktorius).
(4) Masukkan spekulum hidung dengan minta pasien
mengangkat kepala kebelakang. Dengan bantuan
penlight amati warna, lesi, cairan, massa, dan
pembengkakan.
e) Telinga
(1) Inspeksi kesimetrisan dan letak telinga
(2) Inspeksi telinga luar, ukuran, bentuk, warna, dan adanya
lesi.
(3) Palpasi kartilago telinga untuk mengetahui jaringan
lunak. Tekan tragus kedalam dan tulang telinga ke
bawah daun telinga (bila peradangan akan nyeri).
(4) Palpasi tulang telinga (prosesus mastoideus)
(5) Tarik daun teinga secara perlahan ke atas dan ke
belakang. Pada anak-anak daun telinga ditarik ke bawah,
kemudian amati liang telinga adanya kotoran, serumen,
cairan, dan peradangan.
(6) Uji fungsi pendengaran dengan menggunakan arloji,
suara/ bisikan dan garpu tala (tes Webber, Rinne,
Swabacch). (nervus auditorius).
f) Mulut
(1) Inspeksi warna dan mukosa bibir, lesi, dan kelainan
koninetal
(2) Minta pasien membuka mulut, jika pasien tidak sadar
bantu dengan sudup lidah. Inpeksi keberihan jumlah, dan
adanya caries.
(3) Minta pasien buka mulut, inpeksi lidah akan
kesimetrisan, warna, mukosa, lesi, gerakan lidah (nervus
hipoglosus)
(4) Inspeksi faring terhadap warna, lesi, peradangan tonsil
(5) Melakukan pemeriksaan pembedaan rasa pada ujung
lidah (nervus fasialis)
(6) Meminta pasien menelan dan membedakan rasa pada
pangkal lidah (nervus glosofaringeal).
g) Leher
(1) Inspeksi bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya
pembengkakakn, jaringan parut atau massa (muskulus
sternokleidomastoideus)
(2) Inspeksi gerakan leher ke kanan dan ke kiri (nervus
aksesorius)
(3) Inspeksi kelenjar tiroid dengan minta pasien menelan
dan amati gerakan kelenjar tiroid pada takik suprasternal
(normalnya tidak dapat dilihat)
(4) Palpasi kelenjar limfe/kelenjar getah bening
(5) Palpasi kelenjar tiroid
h) Paru posterior, lateral, anterior
(1) Inspeksi kesimetrisan paru
(2) Palpasi (taktil fremitus) dengan meminta pasien
menebutkan angka atau huruf yang bergetar (contoh
777). Bandingkan paru kanan dan kiri.
(3) Palpasi pengembangan paru dengan meletakkankedua
ibu jari tangan ke prosesus xifoideus dan minta pasien
bernapas panjang. Ukur pergeseran kedua ibu jari.
(4) Perkusi dari puncak paru ke bawah (supraskapularis/3-4
jari dari pundak sampai dengan torakal 10). Catat suara
perkusi: sonor/hipersonor/redup.
(5) Auskultasi bunyi paru saat inspirasi dan akspirasi
(vesikuler, bronhovesikuler, bronchial, tracheal; suara
abnormal: whezzing, ronchi, krekles.
i) Jantung dan pembuluh darah
(1) Inspeksi titik impuls maksimal, denyutan apical.
(2) Palpasi area aorta pada interkosta ke-2 kanan, pulmonal
pada interkosta ke-2 kiri, dan pindah jari-jari ke
interkosta 3, dan 4 kiri daerah trikuspidalis, dan mitral
pada interkosta 5 kiri. Kemudian pindah jari dari mitral
5-7 cm ke garis midklavikula kiri (denyut apkal).
(3) Perkusi untuk mengetahui batas jantung (atas-bawah,
kanan-kiri).
(4) Auskultasi bunyi jantung I dan II pada 4 titik (tiap katup
jantung), dan adanya bunyi jantung tambahan.
(5) Periksa vaskularisasi perifer dengan meraba kekuatan
denyut nadi.
j) Abdomen
(1) Inspeksi dari depan dan samping pasien (adanya
pembesaran, datar, cekung, kebersihan umbilikus).
(2) Auskultasi 4 kuadran (peristaltik usus diukur dalam 1
menit, bising usus)
(3) Palpasi: epigastrium, lien, hepar, ginjal, dan suprapubik.
(4) Perkusi: 4 kuadran (timpani, hipertimpani, pekak)
(5) Melakukan pemeriksaan turgor kulit abdomen
(6) Mengukur lingkar perut
k) Genitourinari
(1) Inspeksi anus (kebersihan, lesi,massa,perdarahan) dan
lakukan tindakan rectal touche (khusus laki-laki untuk
mengetahui pembesaran prostat).
(2) Inspeksi alat kelamin/genitalia wanita: kebersihan,
lesi,massa, keputihan, perdarahan, ciran, bau.
(3) Inspeksi alat kelamin/genitalia pria: kebersihan, lesi,
massa, cairan, bau, pertumbuhan rambut , bentuk dan
ukuran penis, keabnormalan prepusium dan gland penis.
(4) Palpasi skrotum dan testis sudah turun atau belum
l) Ekstremitas
(1)Inspeksi ekstremitas atas dan bawah: kesimetrisan, lesi,
massa
(2)Palpasi: tonus otot, kekuatan otot
(3)Kaji sirkulasi: akral hangat/dingin, warna, capillary reffil
time, danedema
(4)Kaji kemampuan pergerakan sendi
(5)Kaji reflek fisiologis: bisep, trisep, patela, arcilles
(6)Kaji reflek patologis: reflek plantar (babinsky)
(7)Pada pasien dengan stroke hemoragik biasnya ditemukan
hemiplegi paralisa atau hemiparase, mengalami
kelemahan otot dan perlu juga dilakukan pengukuran
kekuatan otot normal 5. Pengukuran kekuatan otot
menurut (Arif mutaqqin, 2008)
Nilai 0: Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali
Nilai 1: Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada
gerakan pada sendi
Nilai 2: Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa
melawan grafitasi
Nilai 3: Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat
melawan tekanan pemeriksaan
Nilai 4: Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi
kekuatanya berkurang
Nilai 5: bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan
kekuatan penuh

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan perdarahan
intraserebral, oklusi otak, vaso spasme dan oedem otak.
b. Resiko tinggi ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan
dengan akumulasi secret, kemampuan batuk menurun, penurunan
mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran..
c. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi ke otak.
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipearese atau
hemiplagia, kelemahan neuromoskuler pada ekstremitas.

3. Intervensi Keperawatan
1) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan perdarahan
intraserebral, oklusi otak, vaso spasme dan oedem otak.
Tujuan: Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
perfusi jaringan tercapai secara optimal.
Kriteria hasil:
 klien tidak gelisah
 tidak ada keluhan nyeri kepala
 mual dan kejang
 GCS 15
 pupil isokor
 refleks cahaya positif
 TTV normal
Intervensi:
 Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab peningkatan
TIK dan akibatnya
Rasional: keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
 Baringkan klien (bed rest) total dengan posisi tidur telentang tanpa
bantal
Rasional: monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS
 Monitor tanda-tanda vital
Rasional: untuk mengetahui keadaan umum klien
 Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk, anjurkan klien menarik
nafas apabila bergerak atau berbalik dari tempat tidur
Rasional: aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intracranial,
intraabdoment dan dapat melindungi diri diri dari valsava
 Ajarkan klien untuk mengindari batuk dan mengejan berlebihan
Rasional: Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan
intrakranial dan potensial terjadi perdarahan ulang
 Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
Rasional: rangsangan aktivitas dapat meningkatkan tekanan
intracranial
 Kolaborasi: pemberian terapi sesuai intruksi dokter, seperti steroid,
aminofel, antibiotika
Rasional: tujuan yang di berikan menurunkan premeabilitas kapiler,
menurunkan edema serebri, menurunkan metabolik sel dan kejang.
2) Resiko tinggi ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
akumulasi secret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik
sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran.
Tujuan: Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien
mampu meningkatkan dan memepertahankan keefektifan jalan nafas agar
tetap bersih dan mencegah aspirasi.
Kriteria hasil:
 bunyi nafas terdengar bersih
 ronkhi tidak terdengar
 trakeal tube bebas sumbatan
 menunjukan batuk efektif
 tidak ada penumpukan secret di jalan nafas
 frekuensi pernafasan 16-20x/menit
Intervensi:
 Kaji keadaan jalan nafas
Rasional: obstruksi munkin dapat di sebabkan oleh akumulasi secret
 Lakukan pengisapan lendir jika di perlukan
Rasional: pengisapan lendir dapay memebebaskan jalan nafas dan
tidak terus menerus di lakukan dan durasinya dapat di kurangi untuk
mencegah hipoksia
 Ajarkan klien batuk efektif
Rasional: batuk efektif dapat mengeluarkan secret dari jalan nafas
 Lakukan postural drainage perkusi/penepukan
Rasional: mengatur ventilasi segmen paru-paru dan pengeluaran secret
 Kolaborasi: pemberian oksigen 100%
Rasional: denagn pemberiaan oksigen dapat membantu pernafasan dan
membuat hiperventilasi mencegah terjadinya atelaktasisi dan
mengurangi terjadinya hipoksia
3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke
otak.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan klien mampu untuk berkomunikasi.
Kriteria hasil:
 Klien mampu menjawab pertanyaan yang diajukan oleh perawat
 Dapat mengekspresikan perasaan secara verbal maupun non verbal

Intervensi:
 Libatkan keluarga untuk membantu penyampaian informasi dari atau
ke pasien
 Gunakan kata-kata sederhana dalam berkomunikasi dengan pasien
 Dengarkan setiap ucapan pasien dengan penuh perhatian
 Kolaborasi dengan dokter untuk terapi wicara

4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipearese atau


hemiplagia, kelemahan neuromoskuler pada ekstremitas.
Tujuan: Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
mobilitas fisik teratasi.
Kriteria hasil: klien dapat mempertahan atau meningkatkan kekuatan dan
fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi.
Intervensi:
 Kaji kemampuan secara fungsional dengan cara yang teratur
klasifikasikan melalui skala 0-4
Rasional: untuk mengidentifikasikan kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan
 Ubah posisi setiap 2 jam dan sebagainya jika memungkinkan bisa lebih
sering
Rasional: menurunkan terjadinya terauma atau iskemia jaringan
 Lakukan gerakan ROM aktif dan pasif pada semua ekstremitas
 Rasional: meminimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi dan
mencegah terjadinya kontraktur
 Bantu mengembangkan keseimbangan duduk seoerti meninggikan
bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur
Rasional: membantu melatih kembali jaras saraf, meningkatkan respon
proprioseptik dan motorik.
 Konsultasi dengan ahli fisiotrapi
Rasional: program yang khusus dapat di kembangkan untuk
menemukan kebutuhan klien
BAB III
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S DENGAN STROKE NON


HAEMORAGIK DI INSTALASI GAWAT DARURAT RS HERMINA SOLO

A. Pengkajian
Tanggal masuk/Jam : 13 Juli 2020 / Jam 18.30
Tanggal pengkajian/Jam : 13 Juli 2020 / Jam 18.31
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : Tn. S
Umur : 54 tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Jagalan, Surakarta.
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMP
Diagnose medis : Stroke Non Haemoragik
Nama DPJP : dr. R Sp.S
Di antar oleh : Keluarga

b. Identitas penanggung jawab


Nama : Ny. S
Umur : 50 tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jagalan, Surakarta.
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMP
2. Keluhan utama
Pasein mengeluh lemas di bagian ekstremitas kiri
3. Data riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien datang ke IGD RS Hermina Solo dengan keluhan lemas di bagian
tangan dan kaki kiri, tangan dan kaki sulit digerakkan sekitar 1 hari SMRS.
Pasien juga mengeluh pusing dan sulit untuk berkomunikasi, bicara pelo.
b. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan sebelumnya pernah mengalami stroke pada tahun
2017, setelah sembuh pasien jarang kontrol ke Rumah Sakit. Pasien juga
menderita Hipertensi kurang lebih 5 tahun ini. Riwayat gula, asma, dan
jantung disangkal.

Pengkajian Primer / Primery Survey


a. Airway
Tidak ada sumbatan jalan nafas yang berupa benda asing, terdapat bekas
lendir dan sputum. Pasien muntah di IGD sebanyak 2 kali, pasien mengeluh
mual, tidak terdapat suara nafas tambahan baik berupa suara snoring
maupun gurgling.
b. Breathing
Didapatkan hasil yakni pasien mengatakan sesak nafas disangkal, frekuensi
nafas 22 kali/menit, irama teratur, kedalaman pernafasan dangkal, tidak
terdapat reflek batuk, tidak ditemukan pernafasan cuping hidung, bunyi
nafas vesikuler, SPO2 99 %, pasienn mendapatkan terapi oksigen 3
liter/menit dengan binassal canule
c. Circulation
Akral hangat, nadi teraba kuat, irama teratur, CRT <3 detik, TD: 152/92
mmhg, N: 90 x/menit, saturasi 99%, suhu 37 C
d. Disability
Kesadaran: composmentis GCS: 15 E: 4 M: 6 V:5
e. Exsplosure
Tidak ada memar, tidak ada benjolan
f. Folly Cath
Terpasang follcath no. 16, balon pengunci 25cc
g. Gastric Tube
Pasien tidak terpasang NGT

Pengkajian sekunder / secondary survey

a. Resume
Pasien mengeluh lemas dibagian tangan dan kaki kiri sejak 1 hari SMRS,
kaki tangan kaku, pasien juga mengeluh pusing. Alergi terhadap obat dan
makanan disangkal.Pasien mengatakan pernah dirawat di RS 3 tahun yang
lalu dengan keluhan yang sama, setelah dirawat pasien kemudian tidak
pernah kontrol, pasien tidak pernah dioperasi.
b. Riwayat penyakit masa lalu
Pasien mengatakan pernah dirawat di RS 3 tahun yang lalu dengan keluhan
yang sama, setelah dirawat pasien kemudian tidak pernah kontrol, pasien
tidak pernah dioperasi. Diketahui pasien memiliki riwayat hipertensi dan
tidak rutin minum obat.
c. Riwayat penyakit keluarga
Dalam susuan keluarga diketahui tidak ada riwayat dari keluarga pasien
yang menderita penyakit stroke, hipertensi, gula, astma, dan jantung.
d. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien dibawa ke RS Hermina Solo oleh keluarga karena mengalami
kelemahan ekstermitas bagian kiri. Pasien tiba di IGD pada tanggal 13 Juli
2020. Pasien mengatakan bagian tangan dan kaki kiri sulit digerakkan,
lemas, tidak bisa diangkat, pasien tidak mampu berpindah dari kursi ke
tempat tidur, mobilisasi dibantu oleh keluarga, pasien juga tampak pucat,
sulit bicara. Keadaan umum lemah, keasadaran composmentis GCS E4M65
dengan kelemahan pada ekstermitas bagian tubuh sebelah kiri, pasien
tampak kesuliatan bicara. TTV pasien tekanan darah 152/92mmHg, Suhu
37°C, Nadi 98 kali/menit, Respirasi 22 kali/menit, pasien terpasang infuse
Asering 500cc 20tpm.
e. Pemeriksaan head to toe
1) Kepala
Bentuk mesocephal, simetris, rambut hitam, tidak ada bekas luka
maupun bekas jahitan, tidak ada oedem dan perdarahan.
2) Mata
Mata kanan dan kiri simetris, sclera tidak ikterik, konjungtiva anemis,
kedua pupil miosis, reflek pupil +/+, reflek cahaya +/+
3) Telinga
Kedua telinga, kanan dan kiri simetris, tidak ada jejas, tidak ada bekas
luka, tidak ada serumen.
4) Hidung
Sektum hidung lurus, tidak ada massa, tidak ada pembesaran polip,
tidak ada pernafasan cuping hidung.
5) Mulut
Bibir pucat, tampak kotor, tidak ada gigi yang tanggal, tidak ada
stomatitis, mukosa bibir kering.
6) Leher
Leher lurus, tidak ada bekas luka, perdarahan dan bekas jahitan, tidak
ada pembesaran tiroid, tidak ada pembesaran limfe.
7) Thorax
a) Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS ke 4 midclavicula
sinistra
Perkusi : Bunyi jantung Pekak
Auskultasi : Bunyi jantung I & II reguler, tidak ada suara
tambahan.
b) Paru
Inspeksi : Paru-paru kanan dan kiri simetris, tidak terdapat
retraksi interkosta, tidak terdapat penggunaan otot bantu
pernafasan, respirasi 22 kali per menit.
8) Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus 8 kali per menit
Perkusi : Timpani
Palpasi : Tidak ada nyeritekan, tidak terdapat distensi abdomen.
9) Ekstremitas
Terdapat kelemahan anggota gerak kiri, tangan dan kaki kiri lemah,
tampak sulit digerakkan, mobilisasi pasien dibantu keluarga, tidak
terdapat bekas luka di ekstremitas kanan maupun kiri, kekuatan otot
kanan 4/4 kiri 3/3
10) Genetalia
Normal, tidak terdapat pembengkakan kelenjar prostat.

4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 13 Juli 2020

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal Satuan


Hemoglobin 16.00 13,2-17,3 g/dl
Hematokrit 44 40-52 %
Leukosit 7.600 3.800-10.600 /ul
Trombosit 259.000 150.000-440.000 /ul
GDS 123 100-199 Mg/dl
Ureum 29 18-55 Mg/dl
Kreatinin 0.83 0.00-0.95 Mg/dl

Hasil pemeriksaan EKG : Normo Synus Rhytm


Hasil CT-SCAN Kepala non kontras kesan:

Infark pada lobus frontal kanan

Tak tampak perdarahan maupun SOL intracranial

5. Penatalaksanaan
 Oksigen binassal canulle 3 lpm
 Inf. Assering 60cc/jam
 Aspilet 80 mg
 Elevasi kepala 30 derajat
 Inj. Citicolin 500 mg (IV)
 Inj. Omeprazole 1x40 mg (IV)
 Inj. Mecobalamin 5000 iu (IV)
 Pasang folley cateter
 Konsul dokter spesialis syaraf

6. Analisa data

N Data Masalah Etiologi


o
1 DS: Pasien mengatakan pusing Gangguan Peningkatan tekanan
DO: perfusi jaringan intrakranial
Ku: Sedang , Kes: Composmentis serebral
GCS: 15,
Pasien tampak , lemah, pucat,
TD:152/92 mmHg, N: 92
kali/menit, R:22 kali/menit, S:
37°C, SPO2:99% terpasang nassal
canule 3 lpm, repleks cahaya
positif

Hasil CT-SCAN kepala non


kontras kesan: Infark pada lobus
frontal kanan
Tak tampak perdarahan maupun
SOL intracranial

2 DS: Hambatan Kelemahan neuromuskuler


Pasien mengeluh lemas dibagian mobilitas fisik pada ekstremitas
tangan dan kaki kiri sejak 1 hari
SMRS, kaki tangan kaku
DO:
Kaki tangan tidak bisa diangkat,
pasien tidak mampu berpindah dari
kursi ke tempat tidur, mobilisasi
dibantu oleh keluargakekuatan otot
kanan 4/4 kiri 3/3
3 DS: Gangguan Kelemahan neuromuskuler
Pasien mengatakan sulit untuk komunikasi pada ekstrimi
berkomunikasi, bicara pelo verbal tas
DO:
Pasien dapat menyebutkan
beberapa kata yang penulis
ucapkan seperti “busa, bisu, piring,
sendok, taman”, tetapi pasien
kesulitan menyebutkan kata
“pagar, bubur, subur” kondisi
wajah merot, bicara pelo

4 DS : Resiko bersihan Kemampuan batuk


Pasien mengeluh mual jalan nafas tidak menurun, mual
DO : efektif
Terdapat bekas lendir dan sputum.
Pasien muntah di IGD sebanyak 2
kali

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan perdarahan
intraserebral, oklusi otak, vaso spasme dan oedem otak
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipearese atau
hemiplagia, kelemahan neuromoskuler pada ekstremitas
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke
otak
4. Resiko tinggi ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan
kemampuan batuk menurun, mual
C. Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa dan Data Tujuan Kriteria hasil Intervensi


1 Gangguan perfusi Setelah di lakukan 1. TTV dalam batas 1. Monitor tanda-
jaringan serebral tindakan keperawatan normal, TD: tanda vital.
berhubungan dengan 3x24 jam perfusi 160/80 mmhg 2. Berikan
perdarahan jaringan tercapai N:70-100x/menit penjelasan
intraserebral, oklusi secara optimal. RR:20-24x/menit kepada
otak, vaso spasme S:36,8 Spo2: 98% keluarga klien
dan oedem otak klien tidak gelisah tentang sebab
DS: Pasien 2. tidak ada keluhan peningkatan
mengatakan pusing nyeri kepala TIK dan
DO: 3. mual dan kejang akibatnya
Ku: Sedang , Kes: tidak ada 3. Baringkan klien
Composmentis GCS: 4. ku baik, kes : (bed rest) total
15, compos mentis dengan posisi
Pasien tampak , tidur telentang
lemah, pucat, GCS 15 tanpa bantal.
TD:152/92 mmHg, 5. pupil isokor 4. Bantu pasien
N: 92 kali/menit, 6. refleks cahaya untuk
R:22 kali/menit, S: positif membatasi
37°C, SPO2:99% muntah, batuk,
terpasang nassal anjurkan klien
canule 3 lpm, menarik nafas
repleks cahaya apabila
positif bergerak atau
berbalik dari
Hasil CT-SCAN tempat tidur.
kepala non kontras 5. Ajarkan klien
kesan: Infark pada untuk
lobus frontal kanan mengindari
Tak tampak batuk dan
perdarahan maupun mengejan
SOL intracranial berlebihan.
6. Libatkan
keluarga untuk
Ciptakan
lingkungan
yang tenang
dan batasi
pengunjung.
7. Kolaborasi
dalam
pemberian
terapi sesuai
intruksi dokter,
seperti steroid,
aminofel,
antibiotika.

2 Hambatan mobilitas Setelah di lakukan Klien dapat 1. Kaji


fisik berhubungan tindakan mempertahan atau kemampuan
dengan hemipearese keperawatan selama meningkatkan secara
atau hemiplagia, 3x24 jam mobilitas kekuatan dan fungsional
kelemahan fisik teratasi fungsi bagian dengan cara
neuromoskuler pada tubuh yang terkena yang teratur
ekstremitas kompensasi klasifikasikan
melalui skala 0-
DS: 4.
Pasien mengeluh 2. Ubah posisi tiap
lemas dibagian 2 jam dan
tangan dan kaki kiri sebagainya jika
sejak 1 hari SMRS, memungkinkan
kaki tangan kaku bisa lebih
DO: sering.
Kaki tangan tidak 3. Lakukan
bisa diangkat, pasien gerakan ROM
tidak mampu aktif dan pasif
berpindah dari kursi pada semua
ke tempat tidur, ekstremitas.
mobilisasi dibantu 4. Bantu
oleh mengembangka
keluargakekuatan n keseimbangan
otot kanan 4/4 kiri duduk seperti
3/3 meninggikan
bagian kepala
tempat tidur,
bantu untuk
duduk di sisi
tempat tidur.
Kolaborasi untuk
Konsultasi dengan
ahli fisiotrapi.
3 Gangguan Setelah dilakukan Klien mampu 1. Libatkan
komunikasi verbal tindakan keperawatan menjawab pertanyaan keluarga untuk
berhubungan dengan selama 3x24 jam yang diajukan oleh membantu
penurunan sirkulasi diharapkan klien perawat dan dapat penyampaian
ke otak mampu untuk mengekspresikan informasi dari
DS: berkomunikasi lagi perasaan secara verbal atau ke pasien.
Pasien mengatakan maupun non verbal 2. Gunakan kata-
sulit untuk kata sederhana
berkomunikasi, dalam
bicara pelo berkomunikasi
DO: dengan pasien.
Pasien dapat 3. Dengarkan
menyebutkan setiap ucapan
beberapa kata yang pasien dengan
penulis ucapkan penuh perhatian.
seperti “busa, bisu, Kolaborasi dengan
piring, sendok, dokter untuk terapi
taman”, tetapi pasien wicara
kesulitan
menyebutkan kata
“pagar, bubur,
subur” kondisi
wajah merot, bicara
pelo
4 Resiko tinggi Setelah di lakukan 1. TTV dalam batas 1. Observasi
ketidakefektifan tindakan keperawatan normal, TD : TTV.
bersihan jalan napas selama 3x24 jam klien 160/80 mmhg 2. Kaji keadaan
berhubungan dengan mampu meningkatkan N:70-100x/menit jalan nafas.
kemampuan batuk dan mempertahankan RR:20-24x/menit 3. Lakukan
menurun keefektifan jalan nafas S:36,8 Spo2: 98% pengisapan
DS : agar tetap bersih dan bunyi nafas lendir/suction
Pasien mengeluh mencegah aspirasi terdengar bersih jika diperlukan.
mual 2. ronkhi tidak 4. Ajarkan klien
DO : terdengar batuk efektif.
Terdapat bekas 3. trakeal tube bebas 5. Libatkan
lendir dan sputum. sumbatan keluarga untuk
Pasien muntah di 4. menunjukan batuk melakukan
IGD sebanyak 2 kali efektif postural
5. tidak ada drainage
penumpukan perkusi atau
secret di jalan penepukan.
nafas 6. Kolaborasi
dalam
pemberian
oksigen secara
adekuat.
D. Implementasi Keperawatan

Hari/tanggal No DX Tindakan kerawatan Respon Paraf/


Jam nama jelas
13/07/2020 1, 2, 3 1. Mengobservasi 1. Ku: sedang, kes: CM Br. J
TTV dan GCS: 15 akral hangat nadi
mengkaji KU teraba kuat, TD: 152/92
pasien mmhg N:92 x/menit
RR:22 x/menit S; 37 C
Spo2: 99%
2. Memberi Br. J
2. Terpasang oksigen 3 lpm
therapy oksigen dengan nassal canule 3
lpm

Br. J
3. Kolaborasi 3. Terpasang infuse assering
dengan dokter 60 cc/jam, inj. Citicolin
untuk 500 mg, Inj. NB 5000 iu,
pemasangan Inj. OMZ 40 mg, Aspilet
infus dan 80 mg (PO)
pemberian obat
antihipertensi

Br. J
4. Memasang 4. Terpasang folley kateter
folley kateter no.16 balon 25 CC
Br. J
5. Mendampingi Hasil CT-SCAN kepala non
pasien kontras kesan: Infark pada
melakukan CT lobus frontal kanan
scan kepala, Tak tampak perdarahan
laboratorium maupun SOL intracranial.
Hasil pemeriksaan
laboratorium : Hb ; 16.00
g/dl, Ht ; 44 %, Leukosit
7.600/mm3, Trombosit ;
259.000/mm3, GDS; 123
mg/dl, Kreatinin 0,83 mg/dl,
Ureum ; 29 mg/dl,
Br. J
Cholesterol total ; 296 mg/dl
6. Melakukan EKG
Hasil EKG Normo Synus
Br. J
Rhytm
7. Melibatkan
Keluarga terlibat
keluarga untuk
menciptakan
lingkungan yang
nyaman dengan
hanya 1 orang
yang
mendampingi
pasien

E. Evaluasi Keperawatan

Hari/tanggal Evaluasi Paraf dan nama


Jam/DX
Senin S : Pasien mengatakan pasien masih agak pusing, tetapi Br. J
13 Juli 2020 tidak seperti saat datang.
Jam: 19.00 O: Keadaan umum pasien lemah, pasien tampak pucat,
DX: I pasien terpasang O2 3liter/menit, respirasi : 22 kali/menit,
SPO2 : 99%, TD : 140/80 mmHg, Nadi : 80 x/menit
A: Gangguan perfusi jaringan serebral belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan

Senin S : Pasien mengatakantangan dan kaki kiri masih lemas Br. J


13 Juli 2020 O: Pasien tampak lemah, kaki dan tangan bagian kiri
Jam: 19.00 lemah, pasien tampak kesulitan untuk mengangkat kaki
DX: II dan tangan kiri, mobilisasi tampak dibantu oleh keluarga
A: Hambatan mobilitas fisik belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan

Senin S : Pasien mengatakan bicara pelo Br. J


13 Juli 2020 O:
Jam: 19.00 Pasien dapat menyebutkan beberapa kata yang penulis
DX : III ucapkan seperti “busa, bisu, piring, sendok, taman”, tetapi
pasien kesulitan menyebutkan kata “pagar, bubur, subur”
kondisi wajah merot.
A: Gangguan Komunikasi Verbal belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan

Senin S: Pasien mengatakan rasa ingin muntah masih ada Br. J


13 Juli 2020 O: Keadaan umum pasien lemah, pasien tampak pucat,
Jam: 19.30 pasien terpasang O2 3liter/menit, respirasi : 22 kali/menit,
DX: IV SPO2 : 99%, TD : 140/80 mmHg, Nadi : 80 x/menit,
terdapat bekas muntahan pasien
A : Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif belum
teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan yang
telah di berikan pada Tn. S usia 54 th dengan kasus stroke non hemoragik di RS
Hermina Solo. Lingkup kasus ini sesuai dengan pendekatan proses keperawatan
yang dilaksanakan pada tanggal13 Juli 2020.

A. Pengkajian

Dalam melakukan pengkajian, penulis mengacu pada pengkajian yang di dapat


pada teoritis. Pengkajian yang dilakukan sebagai dasar merumuskan diagnosa
keperawatan berdasarkan masalah yang dihadapi pasien dan keluarga. Penulis
melakukan pengkajian pada tanggal 13 Juli 2020. Data pengkajian ditemukan
kesamaan antara teori dan kasus. Etiologi pada kasus sama dengan teori. Stroke
terbagi atas dua macam yaitu stroke hemoragik dan stroke non hemoragik.
Penyebab dari stroke non hemoragik adalah pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
odem dan kongesti di sekitarnya. Pada saat pengkajian data ditemukan bahwa
pasien mengalami hipertensi (TD: 152/92mmhg) dan pada teori penyebab stroke
adalah hipertensi, ini menunjukan bahwa tidak ada kesenjangan antar teori dan
kasus. Untuk pemeriksaan penunjang sesuai dengan teori yaitu pemeriksaan Hasil
CT-SCAN kepala non kontras kesan: Infark pada lobus frontal kanan, tak tampak
perdarahan maupun SOL intracranial. Pada penatalaksanaan medis pada kasus Tn.
S sesuai dengan teori yaitu dengan pemberian oksigen, mengendalikan hipertensi
dengan pemberian therapy antihipertensi, pantau kesadaran pasien, ini
menunjukan tidak adanya kesenjangan.

B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan respon
manusia dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas
dapat mengidentifikasi dan memberikan perencanaan secara pasti untuk
menjaga status kesehatan.
Dalam kemunculan diagnosa secara teori terdapat 6 diagnosa yaitu:
a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan perdarahan
intraserebral, oklusi otak, vaso spasme dan oedem otak.
b. Resiko tinggi ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
akumulasi secret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik
sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran..
c. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke
otak.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipearese atau hemiplagia,
kelemahan neuromoskuler pada ekstremitas

Sedangkan diagnosa yang muncul pada kasus yaitu:

a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan perdarahan


intraserebral, oklusi otak, vaso spasme dan oedem otak.
c. Resiko tinggi ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
akumulasi secret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik
sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran..
d. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke
otak.
e. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipearese atau hemiplagia,
kelemahan neuromoskuler pada ekstremitas
Semua diagnosa keperawatan yang ada pada teori, sesuai dan muncul pada
kasus. Faktor pendukung yang memudahkan dalam menegakkan diagnosa
keperawatan adalah di perolehnya data-data yang menunjang untuk menegakkan
suatu diagnosa keperawatan.
C. Perencanaan Keperawatan
Setelah diagnosa dapat di tegakan, maka diperlukan penetapan rencana
keperawatan. Kegiatan perencanaan ini meliputi memprioritaskan masalah,
merumuskan tujuan, kriteria hasil, serta rencana tindakan. Pada perencanaan
tidak didapatkan kesenjangan antara teori dengan kasus dalam
memprioritaskan masalah, merumuskan tujuan, kriteria hasil, serta rencana
tindakan. Karena penulis dalam menegakkan diagnosa sampai dengan
intervensi mengacu pada teori.
D. Implementasi Keperawatan
Dalam pelaksanaan, penulis dapat melaksanakan rencana keperawatan
sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Dalam melaksanakan tindakan
keperawatan, penulis mengacu pada tindakan yang telah ditentukan
sebelumnya dan disesuaikan dengan kondisi serta keperluan pasien. Dalam
melakukan tindakan keperawatan tidak terdapat kesenjangan antara teori dan
kasus.
E. Evaluasi Keperawatan
Tahap evaluasi adalah tahap terakhir dan merupaka alat ukur untuk
menilai keberhasilan pemberian asuhan keperawatan, apakah tujuan
keperawatan berhasil. Tujuan sebagian diagnosa teratasi dan sebagiannya lagi
masih belum teratasi dan masih membutuhkan intervensi lebih lanjut
dikarenakan pasien akan segera ditransfer ke unit intensive untuk pemantauan
lebih lanjut.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadinya gangguan


peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan
otak sehingga mengakibatkan seseorang mengalami kelumpuhan atau
kematian.

Secara garis besar stroke terbagi menjadi dua yaitu stroke iskemik dan
stroke hemoragik. Penyebab utama dari stroke adalah aterosklerosis,
embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intra cerebri dan
ruptur aneurisma seluler.

B. Saran
Saran untuk perawat IGD adalah:
1. Lebih memperluas lagi pengetahuan mengenai stroke hemoragik.
2. Mempertahankan kinerja dan kualitas dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang telah di
tentukan.
3. Lebih meningkatkan kerjasama dan komunikasi baik dengan perawat
lain maupun dengan tim kesehatan lainnya.
Saran untuk rumah sakit adalah lebih meningkatkan mutu dalam
pelayanan, sehinggga kualitas rumah sakit dalam menangani kasus stroke
lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai