Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS STROKE NON

HEMORAGIK (NHS) DI RUANGAN ICU RSD TORABELO


KABUPATEN SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH

DISUSUN OLEH :
Stevi Elen
NIM: 20210302108

CI LAHAN CI INSTITUSI

Andi Ulfiana, S.Kep.,NS Ns. NI Nyoman Elfiyunai. S.Kep.,M.Kes


NIK: 20210901130

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA
2022

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi

Stroke non hemoragik merupakan keadaan sementara atau


temporer dari disfungsi neurologik yang dimanifestasikan oleh
kehilangan fungsi motorik, sesorik atau visual secara tiba-tiba. Stroke
iskemik atau stroke non hemoragik terjadi akibat obstruksi atau bekuan
(thrombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau
pembuluh organ distal.Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia
yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder1.
B. Etiologi

Penyebab stroke non hemoragik disebabkan oleh faktor yaitu


1. Peningkatan kolesterol
Peningkatan kolesterol tubuh dapat menyebabkan aterosklerosis
dan terbentuknya thrombus sehingga aliran darah menjadi lambat
untuk menuju ke otak, kemudian hal itu dapat menyebabkan
perfusi otak menurun.
2. Obesitas
Obesitas atau kegemukan merupakan seseorang yang memiliki
berat badan berlebih dengan IMT lebih besar daripada 27,8 kg/m²
3. Merokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh
nikotin sehingga memungkinkan penumpukan aterosklerosis dan
kemudian berakibat pada stroke2.
C. Patofisiologi

Stroke non hemoragik terjadi karena sumbatan yang diakibatkan


oleh bekuan di dalam arteri besar pada sirkulasi sereberum, sumbatan
atau obstruksi ini dapat disebabkan oleh emboli maupun
thrombus.Thrombus terbentuk akibat plak dari arteosklerosis sehingga
sering kali terjadi penyumbatan pasokan darah ke organ di tempat
terjadinya thrombosis. Aterosklerosis merupakan insiator utama
thrombosis yang berikatan dengan kehilangan endotel dan aliran
vascular abnormal, selain itu akan menimbulkan obstruksi.
Potonganpotongan thrombus terutama thrombus kecil yang biasanya
disebut dengan emboli akan lepas dan berjalan mengikuti aliran darah.
Trombus dan emboli di dalam pembuluh darah akan terlepas dan
terbawa hingga terperangkap dalam pembuluh darah distal, sehingga
hal itu menyebabkan aliran darah menuju ke otak menjadi berkurang.
Sel otak yang kekurangan oksigen dan glukosa dapat menyebabkan
asidosis, akibat asidosis natrium, klorida dan air masuk ke dalam sel
otak dan kalium meninggalkan sel otak. Hal tersebut dapat
mengakibatkan edema setempat. Kalsium akan masuk dan memicu
serangkaian radikal bebas, kemudian terjadi kerusakan membrane sel
dan tubuh mengalami gangguan neuromuscular3.
D. Manifestase Klinik

Manifestasi klinis stroke menurut adalah


1. Defisit Lapang Penglihatan
a. Homonimus hemianopsia ( kehilangan setengah lapang
penglihatan). Tidak menyadari orang atau obyek ditempat
kehilangan, penglihatan, mengabaikan salah satu sisi tubuh,
kesulitan menilai jarak.
b. Kesulitan penglihatan perifer Kesulitan penglihatan pada
malam hari, tidak menyadari obyek atau batas obyek.
c. Diplopia Penglihatan ganda4.
2. Defisit Motorik
a. Hemiparese Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang
sama. Paralisis wajah (karena lesi pada hemisfer yang
berlawanan).
b. Ataksia
1) Berjalan tidak mantap, tegak.
2) Tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiri yang
luas.
c. Disartria Kesulitan membentuk dalam kata.
d. Disfagia Kesulitan dalam menelan4.
3. Defisit Verbal
a. Afasia Ekspresif Tidak mampu membentuk kata yang mampu
dipahami, mungkin mampu bicara dalam respon kata tunggal.
b. Afasia Reseptif Tidak mampu memahami kata yang
dibicarakan, mampu bicara tetapi tidak masuk akal.
c. Afasia Global Kombinasi baik afasia ekspresif dan afasia
reseptif4.
4. Defisit Kognitif Pada penderita stroke akan kehilangan memori
jangka pendek dan panjang, penurunan lapang perhatian,
kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi, alasan abstrae buruk,
perubahan penilaian.
5. Defisit Emosional Penderita akan mengalami kehilangan kontrol
diri, labilitas emosional, penurunan toleransi pada situasi yang
menimbulkan stress, depresi, menarik diri, rasa takut, bermusuhan
dan marah, perasaan isolasi.
E. Pathway

Penyakit yang mendasari stroke (alkohol,


hiperkolestroid,merokok, stress, depresi, kegemukan)

Anoreksi (elastitas pembuluh Kepekatan darah Pembentukan thrombus


darah menurun) meningkat

Obstrusi thrombus di otak

Penurunan darah ke otak

Hipoksia cerebri

Infark jaringan otak

Kerusakan pusat gerakan Kelemahan pada nervus


motorik dilobus frontalis V, VII, IX, X
hemisphere/hemiplagia

Penurunan kemampuan otot


Hambatan mengunyah/menelan
Mobilitas
mobilitas fisik
menurun

Gangguan Defisit nutrisi


Kerusakan
Tirah baring menelan
integritas
kulit/jaringan

Defisit
perawatan diri
F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita


stroke menurut adalah sebagai berikut:
1. Head CT Scan Tanpa kontras dapat membedakan stroke iskemik,
perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid.Pemeriksaan
ini sudah harus dilakukan sebelum terapi spesifik diberikan.
2. Elektro Kardografi (EKG) Sangat perlu karena insiden penyakit
jantung seperti: atrial fibrilasi, MCI (myocard infark) cukup tinggi
pada pasienpasien stroke.
3. Ultrasonografi Dopller Dopller ekstra maupun intrakranial dapat
menentukan adanya stenosis atau oklusi, keadaan kolateral atau
rekanalisasi. Juga dapat dimintakan pemeriksaan ultrasound
khususnya echocardiac misalnya: transthoracic atau
transoespagheal jika untuk mencari sumber thrombus sebagai
etiologi stroke4.
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin
1) Darah perifer lengkap dan hitung petelet
2) INR, APTT
3) Serum elektrolit
4) Gula darah
5) CRP dan LED
6) Fungsi hati dan fungsi ginjal
b. Pemeriksaan khusus atau indikasi
1) Protein C, S, AT III
2) Cardioplin antibodies
3) Hemocystein
4) Vasculitis-screnning (ANA, Lupus AC)
5) CSF
G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien stroke non


hemoragik dengan gangguan mobilitas fisik yaitu melakukan
mobilisasi sedini mungkin saat kondisi neurologis dan hemodinamik
penderita sudah membaik atau stabil. Mobilisasi harus dilakukan
secara rutin dan terus-menerus. Latihan Range of Motion (ROM)
merupakan salah satu bentuk latihan untuk rehabilitasi yang dinilai
cukup efektif untuk mencegah dampak yang timbul akibat gangguan
mobilitas fisik. Latihan ROM adalah jenis latihan yang dilakukan
untuk memperbaiki dan meningkatkan ketahanan gerak sendi
normal(Mustaqib, 2013). Selain itu, ROM merupakan suatu latihan
yang dilakukan pada sendi untuk dapat memungkinkan terjadinya
kontraksi dan pergerakan otot, pasien akan menggerakkan masing- 14
masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara pasif maupun
aktif .
ROM pasif adalah latihan yang diberikan kepada pasien yang
mengalami kelemahan otot lengan maupun otot kaki berupa latihan
pada tulang maupun sendi karena pasien tidak dapat melakukannya
sendiri, sehingga pasien memerlukan bantuan perawat atau keluarga.
ROM aktif adalah latihan ROM yang dilakukan sendiri oleh
pasientanpa bantuan perawat dari setiap gerakan yang dilakukan.
Tujuan ROM yaitu mempertahankan atau memelihara kekuatan
otot, memelihara mobilitas persendian, merangsang sirkulasi darah,
mencegah kelainan bentuk Latihan ini merupakan salah satu bentuk
intervensi fundamental perawat yang dapat dilakukan untuk
keberhasilan regimen terapeutik bagi penderita dan dalam upaya
pencegahan terjadinya kondisi cacat permanen di rumah sakit,
sehingga dapat menurunkan tingkat ketergantungan penderita pada
keluarga, meningkatkan harga diri dan mekanisme koping penderita4.
H. Komplikasi

Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:


1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada
daerah tertekan, konstipasi.
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi,
deformitas, terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus
ASUHAN KEPERAWATAN

Proses Keperawatan merupakan cara yang sistematis yang dilakukan oleh


perawat bersama klien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan dengan
melakukan pengkajian, manentukan diagnosa, merencanakan tindakan yang akan
dilakukan, melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil asuhankeperawatan
yang telah diberikan dengan berfokus pada klien, berorientasi pada tujuan pada
setiap tahap saling terjadi ketergantungan dan saling berhubungan2.
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan melalui
kegiatan mengumpulkan data atau perolehan data yang akurat dari pasien guna
mengetahui permasalahan yang ada2. Pengkajian pada pasien stroke meliputi:
1. Defisit Lapang Penglihatan
a. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan).
Tidak menyadari orang atau obyek ditempat kehilangan, penglihatan,
mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak.
b. Kesulitan penglihatan perifer Kesulitan penglihatan pada malam hari,
tidak menyadari obyek atau batas obyek
c. Diplopia Penglihatan ganda
2. Defisit Motorik
a. Hemiparese Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama.
Paralisis wajah (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan)
b. Ataksia Berjalan tidak mantap, tegak.Tidak mampu menyatukan kaki,
perlu dasar berdiri yang luas.
c. Disatria Kesulitan membentuk dalam kata.
d. Disfagia Kesulitan dalam menelan.
3. Defisit Verbal
a. Afasia Ekspresif Tidak mampu membentuk kata yang mampu
dipahami, mungkin mampu bicara dalam respon kata tunggal.
b. Afasia Reseptif Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan,
mampu bicara tetapi tidak masuk akal.
c. Afasia Global Kombinasi baik afasia ekspresif dan afasia reseptif.
4. Defisit Kognitif Pada penderita stroke akan kehilangan memori jangka
pendek dan panjang, penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan
untuk berkonsentrasi, perubahan penilaian.
5. Defisit Emosional Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri,
labilitas emosional, penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan
stress, depresi, menarik diri, rasa takut, bermusuhan dan marah, perasaan
isolasi2.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan saraf kranialis
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas
C. Rencana keperawatan stroke hemoragik
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran
darah arteri terhambat.
 Tujuan : Kesadaran penuh, tidak gelisah
 Kriteria hasil: Tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital stabil
tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan
Intracranial.
 Intervensi :
a. Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala koma
glascow
Rasional: Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran.
b. Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.
Rasional: Autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang
konstan.
c. Pertahankan keadaan tirah baring.
Rasional: Aktivitas/ stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan
Tekanan Intra Kranial (TIK).
d. Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam posisi
anatomis (netral).
Rasional: Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan
drainase dan meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.
e. Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)
Rasional: Meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral dan
selanjutnya dapat mencegah pembekuan.
2. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke
otak.
 Tujuan : Hambatan komunikasi verbal tidak terjadi.
 Kriteria Hasil : Mengidentifikasi pemahaman tentang masalah
komunikasi dank lien dapat menunjukkan komunikasi dengan baik.
 Intervensi :
a. Kaji derajat disfungsi.
Rasional : Membantu menentukan daerah atau derajat kerusakan
serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam proses
komunikasi.
b. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah.
Rasional : Melakukan penelitian terhadap adanya kerusakan
sensori.
c. Anjurkan keluarga untuk berkomunikasi dengan pasien.
Rasional : Untuk merangsang komunikasi pasien, mengurangi
isolasi sosial dan meningkatkan penciptaan komunikasi yang
efektif.
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting
berhubungan kerusakan neurovaskuler Gangguan menelan
berhubungan dengan kelemahan otot menelan.
 Tujuan : Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
 Kriteria hasil : Klien bersih dan klien dapat melakukan kegiatan
personal hygiene secara minimal
 Intervensi :
a. Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.
Rasional: Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan
keluarga membantu dalam perawatan diri
b. Bantu klien dalam personal hygiene.
Rasional: Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa
nyaman pada klien
c. Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian
klien setiap hari
Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat
rapi
d. Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene
Rasional: Ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam
program peningkatan aktivitas klien
e. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi
Rasional: Memberikan bantuan yang mantap
untukmengembangkan rencana terapi
4. Hambatan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler.
 Tujuan : Dapat melakukan aktivitas secara minimum
 Kriteria hasil: Mempertahankan posisi yang optimal,
meningkatkankekuatan dan fungsi bagian tubuh yang
terkena,mendemonstrasikan perilaku yang
memungkinkanaktivitas.
 Intervensi :
a. Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Rasional: Mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan
dapatmemberikan informasi bagi pemulihan
b. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
Rasional: Menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia
jaringan.
c. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada
semua ekstremitas
Rasional: Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontraktur.
d. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan
dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.
Rasional: Dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit
tidak menjadi lebih terganggu.
e. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan
resistif, dan ambulasi pasien.
Rasional: Program khusus dapat dikembangkan untuk
menemukan kebutuhan yang berarti/ menjaga kekurangan
tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
fisik.
 Tujuan : Integritas jaringan: kulit dan membrane mukosa
 Kriteria hasil : - Tidak ada ulkus decubitus
- Integritas kulit baik
 Intervensi
a. Monitor adanya kemerahan pada kulit.
Rasional: melihat adanaya tanda-tanda kerusakan integritas
kulit.
b. Ubah posisi pasien setiap dua jam sekali.
Rasional: mengubah posisi dapat mengurangi lama penekanan
jaringan yg dapat menyebabkan dekubitus dan dapat
meningkatkan sirkulasi darah.
c. gunakan kasur penurun tekanan jika perlu
Rasional: mengurangi tekanan kulit/jaringan.

6. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.


 Tujuan :Diharapkan pasien dapat mengurangi disstres pernafasan.
 Kriteria hasil : Mempertahankan pola pernafasan normal/efektif.
 Intervensi
a. Kaji dan pantau frekuensi pernafasan, kedalaman dan irama.
Rasional : Perubahan (seperti takipnea, dyspnea, penggunaan
otot aksesoris) dapat mengindikasikan berlanjutnya
keterlibatan/pengaruh pernafasan yang membutuhkan upaya
intevensi.
b. Tempatkan pasien pada posisi yang nyaman.
Rasional : Memaksimalkan ekspansi paru, menurunkan kerja
pernafasan dan menurunkan resiko aspirasi.
c. Bantu pasien untuk mengubah posisi secara periodic.
Rasional : Meningkatkan ekspansi pada semua segmen paru
dan mobilisasi sekresi.
d. Bantu dengan teknik nafas dalam.
Rasional : Membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi
jalan nafas kecil.

D. Implementasi
Implementasikeperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat
melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan sebelumnya.
Berdasarkan terminologi SIKI, implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan yang merupakan tindakan khusus yang digunakan untuk
melaksanakan intervensi
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas
perawat. Sebelum melakukan tindakan, perawat harus mengetahui alasan
mengapa tindakan tersebut dilakukan. Implementasi keperawatan berlangsung
dalam tiga tahap. Fase pertama merupakan fase persiapan yang mencakup
pengetahuan tentang validasi rencana, implementasi rencana, persiapan pasien
dan keluarga. Fase kedua merupakan puncak 1 2 3 4 3) Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus dilakukan (misalnya duduk ditempat tidur, duduk di sisi
tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi) Pengaturan posisi Observasi 1)
Monitor status oksigenasi Terapeutik 1) Motivasi melakukan ROM aktif atau
pasif 2) Hindari gerakan menempatkan klien yang dapat meningkatkan nyeri
24 implementasi keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Fase ketiga
merupakan transmisi perawat dan pasien setelah implementasi keperawatan
selesai dilakukan Evaluasi2.
E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tindakan akhir dalam proses
keperawatan. Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil.
Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama
program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program
selesai dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan keputusan.
Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP.
Data Subjektif (S) dimana perawat menemui keluhan pasien yang masih
dirasakan setelah diakukan tindakan keperawatan, O (Objektif) adalah data
yang berdasarkan hasilpengukuran atau observasi perawat secara langsung
pada pasien dan yangdirasakan pasien setelah tindakan keperawatan, A
(Assesment) yaitu interpretasi makna data subjektif dan objektif untuk menilai
sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana keperawatan tercapai.
Dapat dikatakan tujuan tercapai apabila pasien mampu menunjukkan perilaku
sesuai kondisi yang ditetapkan pada tujuan, sebagian tercapai apabila perilaku
pasien tidak seluruhnya tercapai sesuai dengan tujuan, sedangkan tidak
tercapai apabila pasien tidak mampu menunjukkan perilaku yang diharapkan
sesuai dengan tujuan, dan yang terakhir adalah planning (P) merupakan
rencana tindakan berdasarkan analisis. Jika tujuan telah dicapai, maka perawat
akan menghentikan rencana dan apabila belum tercapai, perawat akan
melakukan modifikasi rencana untuk melanjutkan rencana keperawatan
pasien. Evaluasi ini disebut juga evaluasi proses
Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan masalah yang pasien hadapi yang
telah dibuat pada perencanaan tujuan dan kriteria hasil. Evaluasi penting
dilakukan untuk menilai status kesehatan pasien setelah tindakan keperawatan.
Selain itu juga untuk menilai pencapaian tujuan, baik tujuan jangka panjang
maupun jangka pendek, dan mendapatkan informasi yang tepat dan jelas
untuk meneruskan, memodifikasi, atau menghentikan asuhan keperawatan
yang diberikan2.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin Elizabeh.J.2016Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9 Alih bahasa


Tim penerbit PSIK UNPAD, EGC, Jakarta,
Harsono.(2015). Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Hudak C.M.,Gallo B.M. (2016). Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi
VI, Volume II, EGC, Jakarta.
Lismidar, (2016).Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.
MansJoer, Arif 2015Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius. Jakarta.
Price S.A., Wilson L.M. (2015). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta.
Susilo, Hendro. (2015). Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke,
Suatu Pendekatan Baru Millenium III.Bangkalan.
Widjaja, Linardi. (2015). Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke. Lab/UPF
Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Wilkinson,Judith M. (2016). Diagnosis Keperawatan : Diagnosis Nanda-I,
Intervensi NIC, Hasil NOC. Edisi x. EGC, Jakarta.
Butcher, Howard K. Et al. 2017. Nursing Interventions Classification (NIC). Ed
7. Jakarta. Elsevier
Herdman, T. Hether. 2020. Dignosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi
2021-2023. Ed 12. Jakarta. EGC
Moorhead, Sue. Et al. 2018. Nursing Outcome Classification (NOC). Ed 6.
Jakarta. Elsevier.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat

Anda mungkin juga menyukai