Anda di halaman 1dari 22

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Stroke non hemoragik merupakan keadaan sementara atau


temporer dari disfungsi neurologik yang dimanifestasikan oleh
kehilangan fungsi motorik, sesorik atau visual secara tiba-tiba. Stroke
iskemik atau stroke non hemoragik terjadi akibat obstruksi atau bekuan
(thrombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau
pembuluh organ distal.Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia
yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder (Price & Patofisiologi, 2018).
B. Etiologi

Penyebab stroke non hemoragik disebabkan oleh faktor yaitu


1. Peningkatan kolesterol
Peningkatan kolesterol tubuh dapat menyebabkan aterosklerosis
dan terbentuknya thrombus sehingga aliran darah menjadi lambat
untuk menuju ke otak, kemudian hal itu dapat menyebabkan
perfusi otak menurun.
2. Obesitas
Obesitas atau kegemukan merupakan seseorang yang memiliki
berat badan berlebih dengan IMT lebih besar daripada 27,8 kg/m²
3. Merokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh
nikotin sehingga memungkinkan penumpukan aterosklerosis dan
kemudian berakibat pada stroke(Puspitariani, 2017).
C. Patofisiologi

Stroke non hemoragik terjadi karena sumbatan yang diakibatkan


oleh bekuan di dalam arteri besar pada sirkulasi sereberum, sumbatan
atau obstruksi ini dapat disebabkan oleh emboli maupun
thrombus.Thrombus terbentuk akibat plak dari arteosklerosis sehingga
sering kali terjadi penyumbatan pasokan darah ke organ di tempat
terjadinya thrombosis. Aterosklerosis merupakan insiator utama
thrombosis yang berikatan dengan kehilangan endotel dan aliran
vascular abnormal, selain itu akan menimbulkan obstruksi.
Potonganpotongan thrombus terutama thrombus kecil yang biasanya
disebut dengan emboli akan lepas dan berjalan mengikuti aliran darah.
Trombus dan emboli di dalam pembuluh darah akan terlepas dan
terbawa hingga terperangkap dalam pembuluh darah distal, sehingga
hal itu menyebabkan aliran darah menuju ke otak menjadi berkurang.
Sel otak yang kekurangan oksigen dan glukosa dapat menyebabkan
asidosis, akibat asidosis natrium, klorida dan air masuk ke dalam sel
otak dan kalium meninggalkan sel otak. Hal tersebut dapat
mengakibatkan edema setempat. Kalsium akan masuk dan memicu
serangkaian radikal bebas, kemudian terjadi kerusakan membrane sel
dan tubuh mengalami gangguan neuromuscular(Chang, 2019).
Pathway

Stroke Non Hemoragic

Peningkatan Tekanan
Sistemik

Aneurisme

Perdarahan
Arakhnoid/Ventrikel

Penurunan Vasospasme
kapasitas adaptif Hematoma Cerebal arteri cerebal
intrakranial
PTIK/ Herniasi cerebal
Iskemik infark

Penurunan Penekanan
Risiko Deficit neurologi
cedera kesadaran saluran
pernafasan
Hemisfer kanan
Pola Nafas Tidak
Efektif
Area grocca
Defisit Hambatan
perawatan diri mobilitas fisik
Kerusakan fungsi
N.VII

Gangguan
komunikasi
verbal
D. Manifestase Klinik

Manifestasi klinis stroke menurut adalah


1. Defisit Lapang Penglihatan
a. Homonimus hemianopsia ( kehilangan setengah lapang
penglihatan). Tidak menyadari orang atau obyek ditempat
kehilangan, penglihatan, mengabaikan salah satu sisi tubuh,
kesulitan menilai jarak.
b. Kesulitan penglihatan perifer Kesulitan penglihatan pada
malam hari, tidak menyadari obyek atau batas obyek.
c. Diplopia Penglihatan ganda(Redwidra, 2018).
2. Defisit Motorik
a. Hemiparese Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang
sama. Paralisis wajah (karena lesi pada hemisfer yang
berlawanan).
b. Ataksia
1) Berjalan tidak mantap, tegak.
2) Tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiri yang
luas.
c. Disartria Kesulitan membentuk dalam kata.
d. Disfagia Kesulitan dalam menelan(Redwidra, 2018).
3. Defisit Verbal
a. Afasia Ekspresif Tidak mampu membentuk kata yang mampu
dipahami, mungkin mampu bicara dalam respon kata tunggal.
b. Afasia Reseptif Tidak mampu memahami kata yang
dibicarakan, mampu bicara tetapi tidak masuk akal.
c. Afasia Global Kombinasi baik afasia ekspresif dan afasia
Sumber (Price & Patofisiologi, 2018)
reseptif(Redwidra, 2018).
4. Defisit Kognitif Pada penderita stroke akan kehilangan memori
jangka pendek dan panjang, penurunan lapang perhatian,
kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi, alasan abstrae buruk,
perubahan penilaian.
5. Defisit Emosional Penderita akan mengalami kehilangan kontrol
diri, labilitas emosional, penurunan toleransi pada situasi yang
menimbulkan stress, depresi, menarik diri, rasa takut, bermusuhan
dan marah, perasaan isolasi.
E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita


stroke menurut adalah sebagai berikut:
1. Head CT Scan Tanpa kontras dapat membedakan stroke iskemik,
perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid.Pemeriksaan
ini sudah harus dilakukan sebelum terapi spesifik diberikan.
2. Elektro Kardografi (EKG) Sangat perlu karena insiden penyakit
jantung seperti: atrial fibrilasi, MCI (myocard infark) cukup tinggi
pada pasienpasien stroke.
3. Ultrasonografi Dopller Dopller ekstra maupun intrakranial dapat
menentukan adanya stenosis atau oklusi, keadaan kolateral atau
rekanalisasi. Juga dapat dimintakan pemeriksaan ultrasound
khususnya echocardiac misalnya: transthoracic atau
transoespagheal jika untuk mencari sumber thrombus sebagai
etiologi stroke(Redwidra, 2018).
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin
1) Darah perifer lengkap dan hitung petelet
2) INR, APTT
3) Serum elektrolit
4) Gula darah
5) CRP dan LED
6) Fungsi hati dan fungsi ginjal
b. Pemeriksaan khusus atau indikasi
1) Protein C, S, AT III
2) Cardioplin antibodies
3) Hemocystein
4) Vasculitis-screnning (ANA, Lupus AC)
5) CSF
F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien stroke non


hemoragik dengan gangguan mobilitas fisik yaitu melakukan
mobilisasi sedini mungkin saat kondisi neurologis dan hemodinamik
penderita sudah membaik atau stabil. Mobilisasi harus dilakukan
secara rutin dan terus-menerus. Latihan Range of Motion (ROM)
merupakan salah satu bentuk latihan untuk rehabilitasi yang dinilai
cukup efektif untuk mencegah dampak yang timbul akibat gangguan
mobilitas fisik. Latihan ROM adalah jenis latihan yang dilakukan
untuk memperbaiki dan meningkatkan ketahanan gerak sendi
normal(Mustaqib, 2013). Selain itu, ROM merupakan suatu latihan
yang dilakukan pada sendi untuk dapat memungkinkan terjadinya
kontraksi dan pergerakan otot, pasien akan menggerakkan masing- 14
masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara pasif maupun
aktif .
ROM pasif adalah latihan yang diberikan kepada pasien yang
mengalami kelemahan otot lengan maupun otot kaki berupa latihan
pada tulang maupun sendi karena pasien tidak dapat melakukannya
sendiri, sehingga pasien memerlukan bantuan perawat atau keluarga.
ROM aktif adalah latihan ROM yang dilakukan sendiri oleh
pasientanpa bantuan perawat dari setiap gerakan yang dilakukan.
Tujuan ROM yaitu mempertahankan atau memelihara kekuatan
otot, memelihara mobilitas persendian, merangsang sirkulasi darah,
mencegah kelainan bentuk Latihan ini merupakan salah satu bentuk
intervensi fundamental perawat yang dapat dilakukan untuk
keberhasilan regimen terapeutik bagi penderita dan dalam upaya
pencegahan terjadinya kondisi cacat permanen di rumah sakit,
sehingga dapat menurunkan tingkat ketergantungan penderita pada
keluarga, meningkatkan harga diri dan mekanisme koping
penderita(Redwidra, 2018).
ASUHAN KEPERAWATAN

Proses Keperawatan merupakan cara yang sistematis yang dilakukan oleh


perawat bersama klien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan dengan
melakukan pengkajian, manentukan diagnosa, merencanakan tindakan yang akan
dilakukan, melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil asuhankeperawatan
yang telah diberikan dengan berfokus pada klien, berorientasi pada tujuan pada
setiap tahap saling terjadi ketergantungan dan saling berhubungan(Puspitariani,
2017).
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan melalui
kegiatan mengumpulkan data atau perolehan data yang akurat dari pasien guna
mengetahui permasalahan yang ada(Puspitariani, 2017). Pengkajian pada
pasien stroke meliputi:
1. Anamnesa
Pada bagian ini, perawat mencari tahu mengenai identitas dan
mendapatkan keterangan sebanyak-banyaknya mengenai penyakit klien,
serta membantu menegakkan diagnose. Pada bagian ini meliputi:
a. Identitas klien
b. Keluhan utama
c. Keluhan saat dikaji
d. Riwayat penyakit
e. Pola pemenuhan sehari-hari
2. Pemeriksaan fisik
a. Defisit Lapang Penglihatan
1) Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang
penglihatan). Tidak menyadari orang atau obyek ditempat
kehilangan, penglihatan, mengabaikan salah satu sisi tubuh,
kesulitan menilai jarak.
2) Kesulitan penglihatan perifer Kesulitan penglihatan pada malam
hari, tidak menyadari obyek atau batas obyek
3) Diplopia Penglihatan ganda
b. Defisit Motorik
1) Hemiparese Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang
sama. Paralisis wajah (karena lesi pada hemisfer yang
berlawanan)
2) Ataksia Berjalan tidak mantap, tegak.Tidak mampu menyatukan
kaki, perlu dasar berdiri yang luas.
3) Disatria Kesulitan membentuk dalam kata.
4) Disfagia Kesulitan dalam menelan.
c. Defisit Verbal

Afasia Ekspresif Tidak mampu membentuk kata yang mampu


dipahami, mungkin mampu bicara dalam respon kata tunggal.

1) Afasia Reseptif Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan,


mampu bicara tetapi tidak masuk akal.
2) Afasia Global Kombinasi baik afasia ekspresif dan afasia reseptif.
d. Defisit Kognitif Pada penderita stroke akan kehilangan memori
jangka pendek dan panjang, penurunan lapang perhatian, kerusakan
kemampuan untuk berkonsentrasi, perubahan penilaian.
e. Defisit Emosional Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri,
labilitas emosional, penurunan toleransi pada situasi yang
menimbulkan stress, depresi, menarik diri, rasa takut, bermusuhan
dan marah, perasaan isolasi(Puspitariani, 2017).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
(akumulasi udara/cairan)
2. Penurunan kapasitas adaptif intracranial yang berhubungan dengan
perdarahan intraserebral oklusi otak, vasospasme, dan edema otak 
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler.
4. kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan  neuromuskuler, penurunan
kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot
6. Risiko cedera berhubungan dengan sinkop
C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional

1 Pola napas tidak efektif Tupan : 1. identifikasi etiologi atau 1. Pemahaman penyebab kolaps
berhubungan dengan penurunan Pola napas efektif. faktor pencetus. perlu untuk pemasangan
ekspansi paru (akumulasi 2. Evaluasi fungsi pernapasan selang dada yang tepat dan
udara/cairan) Tupen : (napas cepat, sianosis, memilih tindakan terpeutik
setelah dilakukan intervensi perubahan tanda vital) yang lain.
keperawatan selama 3x24 jam 3. Auskultasi bunyi napas. 2. Disteres pernafasan dan
pasien bisa bernapas dengan 4. Kaji pasien adanya nyeri tekan perubahan pada tanda- tanda
normal bila batuk, nafas dalam vital dapat terjadi karena stress
dengan kriteria hasil: 5. Pertahankan posisi nyaman foisiologis dan nyeri qatau
Menunjukkan pola napas biasanya peninggian kepala dapat menunjukan terjadinya
normal/efektif dengan GDA tempat tidur syok sehubungan dengan
normal, 6. Bila selang dada dipasang : hipoksia/ perdarahan .
-     Bebas sianosis dan - periksa pengontrol 3. Bunyi nafas dapat menurun
tanda gejala hipoksia penghisap, batas cairan. atau tak ada pada lobus,
- Observasi gelembung segmen paru atau seluruh area
udara botol penampung. paru ( unilateral). Area
- Klem selang pada bagian atelektasis tak ada bunyi nafas,
bawah unit drainase bila dan sebagian area kolaps
terjadi kebocoran. menurun bunyinya
- Awasi pasang surutnya air 4. Sokongan terhadap dada dan
penampung. otot abnormal membuat batuk
- Catat karakter/jumlah efektif/ mengurangi trauma.
drainase selang dada. 5. menurunkan resiko obstruksi
7. Kolaborasi untuk pmberian drainase/ terlepasnya selang
oksigen melalui kanul/masker 6. Mempertahankan tekanan
negative intrapleural sesuai
yang diberikan , yang
meningkatkan ekspansi
optimum dan drainase cairan
dan melakukan intervensi
selanjutnya.
7. Alat dalam menurunkan kerja
nafas; meningkatkan
penghilangan distres respirasi
dan sianosis sehubungan
dengan hipoksemia.
2. Penurunan kapasitas adaptif Tujuan : 1) Tentukan faktor penyebab 1) Mempengaruhi  penetapan
intrakranial yang berhubungan Perfusi jaringan otak dapat penurunan perfusi serebral dan intervensi
dengan perdarahan intraserebral  tercapai secara maksimal tanda peningkatan TIK kerusakan/kemunduran
oklusi otak, vasospasme, dan tanda/gejala neurologi atau
Kriteria hasil :
edema otak kegagalan memperbaiki setelah
 Tingkat kesadaran
fase awalmemerlukan tindakan
komposmentis
pembedahan atau pasien
  Tidak ada tanda tanda penin 2) Tinggikan posisi kepala tempat
dipindahkan ke ruang  ICU.
gkatan tekanan Intrakranial tidur 30 derajat
2) Menurunkan tekanan arteri dan
 Tanda vital stabil dalambatas meningkatkan drainase serta m
normal (BP: 90/60-140/90 eningkatkan sirkulasi/ perfusi
mmHg, HR 60-100x/m ) serebral. Untuk
3) Monitor status neurologis  (ting
 Tidak ada tanda deficit
kat kesadaran, reflek patologis
mencegah peningkatan tekanan

neurologis dan perburukan intrakranial


dan fisiologis, pupil) secara
3) Mengetahui kecenderungan
berkala dan bandingkan dengan
penurunan kesadaran
nilai normal.
dan potensial peningkatan TIK
4) Monitor tanda-tanda vital dan mengetahui luas serta
lokasi dan kerusakan SSP.
4) Adanya penyumbatan  pada
arteri subklavikula
dapat dinyatakan dengan
adanya perbedaan tekanan
darah pada kedua
lengan.  Frekuensi dan irama
jantung. Kemungkinan adanya 
bradikardi sebagai akibat
adanya kerusakan
5) Pertahankan suhu tubuh tetap otak. Ketidakteraturan pernapas
normal an memberikan gambaran
lokasi kerusakan serebral
5) Peningkatan suhu tubuh dapat
meningkatkan metabolisme tub
uh sehingga kebutuhan oksigen
6) Catat perubahan dalam penglih tubuh meningkat. Hal ini dapat
atan, seperti adanya kebutaan, p memperburuk gangguan
enurunan lapang pandang bila serebral.
pasien telah sadar. 6) Gangguan penglihatan yang
spesifik mencerminkan
daerah otak yang terkena,
mengindikasikan keamanan
yang harus mendapat perhatian
Dan mempengaruhi intervensi
yang akan
dilakukan. Pengkajian persepsi
ini penting dilakukan, karena
stroke dapat mengakibatkan
disfungsi persepsi visual dan
kehilangan sensori.
Homonimus hemianopsia
(kehilangan setengah lapang
pandang) sisi yang terkena
sama dengan sisi yang
mengalami paralysis.
3 Gangguan komunikasi Tujuan : 1) Kaji tingkat kemampuan klien 1) Perubahan dalam isi kognitif
verbal berhubungan dengan keru Dapat berkomunikasi dalam berkomunikasi dan bicara merupakan
sakan neuromuskuler. sesuai dengan keadaannya indikator dari derajat
2) Minta klien untuk mengikuti gangguan serebral
perintah sederhana 2) Melakukan penilaian
Kriteria Hasil :
3) Tunjukkan objek dan minta terhadap adanya kerusakan
 Klien dapat
pasien menyebutkan nama sensorik
mengemukakan
benda tersebut 3) Melakukan penilaian
bahasa isyarat dengan tepat
4) Ajarkan klien tekhnik berkomu terhadap adanya kerusakan
 Tidak Terjadi kesalapaham nikasi non verbal (bahasa motorik
an bahasa antara klien, pera isyarat)
wat dan keluarga 4) Bahasa isyarat dapat
5) Konsultasikan dengan/ rujuk membantu untuk
kepada ahli terapi wicara menyampaikan isi pesan
yang dimaksud
5) Untuk mengidentifikasi
kekurangan/ kebutuhan terapi

4 Kerusakan mobilitas fisik Tujuan : 1)  Kaji kemampuan klien dalam 1) Mengidentifikasi kelemahan/


berhubungan dengan Dapat melakukan melakukan aktifitas kekuatan dan dapat
aktivitas secara minimum 2) Ubah posisi minimal setiap 2 memberikan informasi bagi
kelemahan jam (telentang, miring) pemulihan
Kriteria Hasil :
3) Mulailah melakukan latihan re 2) Menurunkan resiko terjadinya
 Mempertahankan
ntang gerak aktif dan pasif trauma/ iskemia jaringan
posisi yang
pada semua  ekstremitas
optimal, 3) Meminimalkan atrofi otot, me
4) Anjurkan pasien untuk
  Meningkatkan kekuatan dan membantu pergerakan dan ningkatkan sirkulasi,
fungsi bagian tubuh yang latihan dengan menggunakan membantu mencegah
terkena ekstremitas yang tidak sakit. kontraktur.
 Mendemonstrasikan perilaku  5) Konsultasikan dengan 4) Dapat berespons dengan baik

yang memungkinkan ahli fisioterapi secara aktif, jika daerah yang sakit tidak
latihan resistif, dan ambulasi menjadi lebih terganggu.
aktivitas.
pasien.

5) program khusus dapat


dikembangkan
untuk menemukan kebutuhan 
yang berarti/ menjaga
kekurangan tersebut dalam
keseimbangan, koordinasi, dan
kekuatan.
5 Defisit perawatan diri Tujuan : 1) Kaji kemampuan klien dan 1) Jika klien tidak mampu
berhubungan Kebutuhan perawatan diri keluarga dalam perawatan diri perawatan diri perawat dan
dengan  neuromuskuler, klien  terpenuhi keluarga membantu dalam
penurunan kekuatan dan 2) Bantu klien dalam personal perawatan diri
Kriteria Hasil :
ketahanan, kehilangan kontrol/ hygiene 2) Klien terlihat bersih dan rapi
 Klien bersih
koordinasi otot 3) Rapikan klien jika klien terlihat dan memberi rasa nyaman
 Klien dapat melakukan
berantakan dan ganti pakaian pada klien
kegiatan personal hygiene klien setiap hari 3) Memberi kesan yang indah
secara minimal 4) Libatkan keluarga dalam melak dan klien tetap terlihat rapi
ukan personal hygiene
5) Konsultasikan dengan ahli fisio 4) Dukungan keluarga sangat
terapi/ ahli terapi okupasi dibutuhkan dalam program
peningkatan aktivitas klien
5) Memberikan bantuan yang
mantap untuk
mengembangkan rencana
terapi
6 Risiko cedera berhubungan Tujuan : 1) Identifikasi area lingkungan 1) Mengetahui lingkungan yang
dengan sinkop Tingkat cedera menurun yang berpotensi menyebabkan dapat menyebabkan cedera
cedera dapat mengurangi risiko
Kriteria Hasil :
2) Identifikasi obat yang cedera
 Kejadian cedera menurun
menyebabkan cedera 2) Mengurangi risiko cedera
 Klien dapat melakukan
3) Diskusikan mengenai latihan
luka/lecet menurun
dan terapi fisik yang 3) Latihan fisik serta terapi yang
diperlukan diberikan perlu didiskusikan
4) Tingkatkan frekuensi sesuai dengan tolernasi pasien
observasi dan pengawasan
4) Mengurangi risiko cedera
pasien, sesuai kebutuhan
D. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat
melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan sebelumnya.
Berdasarkan terminologi SIKI, implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan yang merupakan tindakan khusus yang digunakan untuk
melaksanakan intervensi
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas
perawat. Sebelum melakukan tindakan, perawat harus mengetahui alasan
mengapa tindakan tersebut dilakukan. Implementasi keperawatan berlangsung
dalam tiga tahap. Fase pertama merupakan fase persiapan yang mencakup
pengetahuan tentang validasi rencana, implementasi rencana, persiapan pasien
dan keluarga. Fase kedua merupakan puncak 1 2 3 4 3) Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus dilakukan (misalnya duduk ditempat tidur, duduk di sisi
tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi) Pengaturan posisi Observasi 1)
Monitor status oksigenasi Terapeutik 1) Motivasi melakukan ROM aktif atau
pasif 2) Hindari gerakan menempatkan klien yang dapat meningkatkan nyeri
24 implementasi keperawatan yang berorientasi pada tujuan. Fase ketiga
merupakan transmisi perawat dan pasien setelah implementasi keperawatan
selesai dilakukan Evaluasi(Puspitariani, 2017).
E. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tindakan akhir dalam proses
keperawatan. Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil.
Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama
program berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program
selesai dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan keputusan.
Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP.
Data Subjektif (S) dimana perawat menemui keluhan pasien yang masih
dirasakan setelah diakukan tindakan keperawatan, O (Objektif) adalah data
yang berdasarkan hasilpengukuran atau observasi perawat secara langsung
pada pasien dan yangdirasakan pasien setelah tindakan keperawatan, A
(Assesment) yaitu interpretasi makna data subjektif dan objektif untuk menilai
sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana keperawatan tercapai.
Dapat dikatakan tujuan tercapai apabila pasien mampu menunjukkan perilaku
sesuai kondisi yang ditetapkan pada tujuan, sebagian tercapai apabila perilaku
pasien tidak seluruhnya tercapai sesuai dengan tujuan, sedangkan tidak
tercapai apabila pasien tidak mampu menunjukkan perilaku yang diharapkan
sesuai dengan tujuan, dan yang terakhir adalah planning (P) merupakan
rencana tindakan berdasarkan analisis. Jika tujuan telah dicapai, maka perawat
akan menghentikan rencana dan apabila belum tercapai, perawat akan
melakukan modifikasi rencana untuk melanjutkan rencana keperawatan
pasien. Evaluasi ini disebut juga evaluasi proses
Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan masalah yang pasien hadapi yang
telah dibuat pada perencanaan tujuan dan kriteria hasil. Evaluasi penting
dilakukan untuk menilai status kesehatan pasien setelah tindakan keperawatan.
Selain itu juga untuk menilai pencapaian tujuan, baik tujuan jangka panjang
maupun jangka pendek, dan mendapatkan informasi yang tepat dan jelas
untuk meneruskan, memodifikasi, atau menghentikan asuhan keperawatan
yang diberikan(Puspitariani, 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Chang, E. (2019). Patofisiologi aplikasi pada praktik keperawatan. EGC.


Price, S. A., & Patofisiologi, W. L. (2018). Konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta: EGC, 2(6), 1385–1389.
Puspitariani. (2017). Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik Dengan Gangguan Mobilitas Fisik. In Journal of Chemical
Information and Modeling.
Redwidra. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Ny. “D”
DENGAN STROKE ISKHEMIK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
SURANTIH KECAMATAN SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN
SUMATERA BARAT. In Karya Tulis Ilmiah. STIKES Perintis Padang.

Anda mungkin juga menyukai