Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR RASA

AMAN DAN NYAMAN DI RUANGAN TERATAI RSUD UNDATA


PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH

DISUSUN OLEH :
SARTINA
NIM: 2022031031

CI LAHAN CI INSTITUSI

Ns. Putu Alit Yastika, S.Kep Ns. Elifa Ihda Rahmayanti, S.Kep.,M.Kep
NIP: 2000031005 NIP: 20120901025

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA
2022

A. Konsep Kebutuhan Dasar


1. Pengertian
Kebutuhan rasa aman adalah keadaan bebas dari segala fisik fisiologis yang
merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Sedangkan nyaman
adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu
kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan
sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan
tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri). Meningkatkan kebutuhan
rasa aman dan nyaman diartikan perawat telah memberikan kekuatan, harapan,
hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan. Secara umum kebutuhan rasa aman
dan nyaman adalah bebas dari rasa nyeri, dan hipertermia. Hal ini disebabkan
karena kondisi nyeri dan hipertermia merupakan kondisi yang mempengaruhi
perasaan tidak nyaman pasien yang ditunjukkan dengan timbulnya gejala gejala
dan tanda pasien.
2. Anatomi urethra
Urethra laki-laki dan wanita memiliki struktur yang berbeda. Pada pria, urethra
memiliki panjang 18-20cm, dibagi menjadi: urethra pars preprostatica, urethra
pars prostatica, urethra pars membranasea (intermediate), dan urethra pars
cavernosa (spongy). Pada wanita, urethra lebih pendek dan ditutupi oleh
transitional epithelium dan stratified squamous epithelium. Urethra wanita
mempunyai panjang sekitar 2,5-4 cm sehingga tidak dibagi.
a. Urethra wanita
Urethra wanita pendek dan berjalan di sebelah anteroinferior dari internal
urethral orifice bladder, di sebelah posterior dan inferior pubic symphysis
terhadap external urethral orifice pada vestibulum vagina. Urethra berjalan
di sebelah anterior vagina. Aksisnya paralel dengan vagina. Urethral glands
ada di bagian superior part; yaitu paraurethral glands, yang homolog dengan
prostat. Kelenjar ini memiliki common paraurethral duct, yang bermuara
dekat external urethral orifice. Bagian setengah inferior urethra ada dalam
perineum.
1) Vaskularisasi urethra wanita Vaskularisasi urethra wanita berasal dari
internal pudendal artery dan vaginal arteries, vena mengikuti arteri dan
memiliki nama yang serupa, sebagian besar pembuluh limfe dari urethra
melewati sacral and internal iliac lymph nodes. Sebagian kecil mengalir
ke inguinal lymph nodes.
2) Inervasi urethra wanita
Saraf pada urethra berasal dari vesical (nerve) plexus and the pudendal
nerve.
Polanya serupa dengan pada laki-laki, namun tidak memiliki prostatic
plexus dan internal urethral sphincter. Visceral afferents dari pelvic
splanchnic nerves. Somatic afferents berasal dari pudendal nerve.
b. Urethra pria
Merupakan tabung muscular yang mengalirkan urine dari internal urethral
orifice bladder menuju ke luar melalui external urethral orifice pada ujung
glans penis. Urethra juga sebagai tempat keluarnya semen (sperma dan
sekresi kelenjar). Untuk tujuan deskriptif, urethra dibagi menjadi 4 bagian,
yaitu: intramural, prostatic part, intermediate part, dan spongy part.
Preprostatic urethra dikelilingi oleh internal urethral sphincter dan terdiri
oleh otot polos (diatur oleh saraf simpatis). Terdapat spinchter untuk
mencegah semen memasuki bladder selama ejakulasi (retrograde
ejaculation). Prostatic urethra terdapat di sekitar prostat. Intermediate
(membranous) part of the urethra dikelilingi oleh external urethral sphincter
dan diinervasi secara volunteer. Kontraksi tonik dan fasik akan mengontrol
inkontinensia
urine. Spongy (penile) part of the urethra ada di bagian paling ujung.
1) Vaskularisasi Urethra Pria
Bagian intramural dan prostatic urethra mendapatkan vaskularisasi dari
cabang prostatic inferior vesical dan middle rectal arteries. Intermediate
and spongy parts of the urethra mendapatkan vaskularisasi dari internal
pudendal artery. Vena mengikuti arteri dan memiliki nama yang serupa.
Sebagian besar pembuluh limfe dari urethra menuju internal iliac lymph
nodes. Sebagian kecil mengalir ke external iliac lymph nodes. Pembuluh
limfe dari spongy urethra menuju deep inguinal lymph nodes.
2) Inervasi urethra pria
Saraf pada urethra berasal dari prostatic nerve plexus (mixed
sympathetic,
parasympathetic, and visceral afferent fibers). Plexus ini merupakan
salah satu dari pelvic plexuses (perluasan inferior vesical plexus) dan
perluasan inferior hypogastric plexus.
3. Fisiologi urethra
Uretra merupakan sebuah saluran yang berfungsi sebagai saluran keluaran
urine yang tertampung dari vesika urinaria. Secara anatomis uretra dibagi
menjadi dua bagian, yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria,
saluran ini berfungsi juga dalam menyalurkan air mani. Uretra dilengkapi
dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan vesika urinaria
dan uretra, serta terdapat sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan
uretra posterior dan anterior. Sfingter uretra interna tersusun atas otot polos
yang dipersyarafi oleh sistem simpatik sehingga saat vesika urinaria penuh,
sfingter ini akan membuka. Sfingter eksterna tersusun atas otot bergaris yang
dipersyarafi oleh sistem syaraf somatik Aktifitas sfingter eksterna ini dapat
dikontrol sesuai kemauan orang. Pada saat ingin kencing maka sfingter ini
terbuka dan akan tetap menutup saat menahan kencing. Panjang uretra wanita
kurang lebih 3-5 cm, sedangkan pada pria dewasa bisa memiliki panjang
kurang lebih 23-25 cm. Perbedaan inilah yang menyebabkan keluhan
hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria dibanding dengan
wanita (Purnomo, 2011).
4. Etiologi striktur uretra
Striktur atau penyempitan uretra disebabkan oleh munculnya jaringan parut
(bekas luka) pada saluran kencing. Bekas luka tersebut dapat muncul akibat
hal-hal berikut ini:
a. Prosedur medis yang dilakukan dengan memasukkan alat ke uretra, seperti
endoskopi saluran kemih atau brakiterapi pada pasien kanker prostat
b. Penggunaan kateter dalam jangka panjang
c. Operasi pengangkatan kelenjar prostat
d. Radioterapi atau terapi radiasi
e. Kelainan bawaan pada uretra
f. Cedera pada uretra, penis, selangkangan, atau panggul
g. Infeksi atau peradangan pada prostat (prostatitis)
h. Infeksi menular seksual, seperti gonore dan chlamydia
i. Uretritis atau peradangan uretra yang sering kambuh
j. Benign prostatic hyperplasia (pembesaran prostat jinak)
k. Kanker uretra atau kanker prostat
5. Perubahan fungsi
Vesika urinaria memiliki kemampuan untuk menyimpan urine sementara
dan mengosongkannya jika sudah melewati batas kompensasi. Kemampuan
ini didukung oleh kemampuan otot-otot detrusor dalam vesika untuk
berkontraksi guna mengeluarkan urine. Kontraksi vesika akan semakin
meningkat seiring dengan bertambah beratnya obstruksi. Kejadian yang
berlangsung lama akan menyebabkan hipertrofi dari otot-otot sehingga
terbentuklah trabekulasi dan jika sudah melebihi batas kemampuan
(dekompensasi) akan timbul divertikuli. Penyempitan yang terus mengecil
akan memperberat kerja vesika dan jika sudah melebihi batas kemampuan
vesika, maka akan ada residu urine yang tidak bisa diekresikan. Residu urine
yang sedikit mungkin tidak akan menimbulkan gangguan, namun jika banyak
dan melebihi batas kapasitas vesika urinaria memungkinkan terjadinya refluks
dan jika berlangsung kronis kemungkinan menimbulkan hidroneprhosis.
Selain itu, stagnasi urine yang lama menimbulkan sedimentasi sehingga
kemungkinan akan terjadi urolithiasis. Hal yang paling kompleks dari dampak
striktur adalah terjadinya gagal ginjal. Hal ini dikarenakan refluks pada ginjal
akan memperberat kerja ginjal untuk melakukan fungsinya. begitu pula
dengan akumulasi urine yang semakin bertambah dengan adanya striktur.
Urine yang bersifat asam/basa akan berusaha mencari jalan baru sebagai
saluran dengan meningkatkan iritabilitas pada mukosa jaringan sekitar dan
terbentuklah fistel. (Prabowo & Pranata, 2014, hal. 148)
6. Pemeriksaan fisik urologi

MELAKUKAN PEMERIKSAAN UROLOGI


A. PEMERIKSAAN ABDOMEN
  1. Pemeriksaan regio costo-vertebralis : dilakukan dalam posisi
baring terlentang (supine position) atau duduk
 
a. Inspeksi : Perhatikan tanda radang hebat, trauma (luka
  lecet/gores), benjolan di regio costo-vertebralis
  (RCV)/lateral abdomen yg ikut gerak nafas (tumor)

  b. Palpasi : Pemeriksaan posisi baring, 1 tangan di costo-


vertebralis dan satu tangan di depan dinding perut.
  Pemeriksaan dalam keadaan inspirasi dan ekspirasi. Ginjal
kanan lebih rendah, kadang teraba "ballotement" pada
 
inspirasi maksimal. Periksa adanya nyeri saat palpasi dan
  konsistensi ginjal

  c. Perkusi : regio costo-vertebralis (lateral dinding perut),

  1) Pada kasus trauma ginjal : tentukan perluasan dan


progresivitas daerah pekak (dullness) dinding lateral
 
abdomen
 
2) Pada kasus perdarahan retroperitoneal : pekak pada
perkusi tidak berubah dengan perubahan posisi,
sedangkan pekak berpindah sesuai perubahan posisi jika
perdarahan intraperitoneal

d. Auskultasi : gunakan stetoskop, terdengar suara bising


(systolic bruit) bila ada stenosis/aneurisma arteri renalis

e. Transiluminasi : terutama anak < 1tahun dengan massa


besar di supra pubis atau RCV. Gunakan senter pada sisi
massa di kamar gelap.
Tes transluminasi (+) : kista ginjal atau hidronefrosis
dengan cairan transparant. (Contoh lain : transluminasi tes
(+)pada hydrocele)
2. Pemeriksaan Supra Pubik
a. Inspeksi :
1) Normal : kosong atau volume < 150 cc  tidak terlihat.
2) Bila tampak penonjolan yg bulat antara sympisis os
pubis dan umbiliku : vesica urinaria penuh
3) Benjolan tidak teratur di supra pubis  tumor buli-buli
besar
4) Periksa testis di skrotum → bila kosong/hanya 1 →
seminoma testis intra abdominal

b. Palpasi :
1) Nyeri tekan supra pubis → sistitis
2) Tumor buli-buli, uterus, ovarium yg besar dan
seminoma teraba di supra pubis
3) Urin sisa yg banyak → teraba dengan colok dubur
bimanual

c. Perkusi :

1) Buli-buli kosong → tidak dapat diidentifikasi dgn


perkusi

2) Pekak (dullness) di supra pubis → isi buli-buli > 150


cc atau kista ovarium pada wanita

B. PEMERIKSAAN GENITALIA EKSTERNA LAKI-LAKI


  1. PENIS
  a. Inspeksi :
1) Perhatikan dari ujung penis sampai pangkal
2) Apakah sudah disirkumsisi atau belum.
3) Bila belum disirkumsisi perhatikan:
a) Preputium : preputium terlalu panjang (hipospadia)
→ Redundant prepuce
b) Orificium kecil dan konstriksi ketat hingga
preputium tidak dapat ditarik ke belakang melewati
glans penis→ phymosis
c) Preputium yg phymosis kalau dipaksa ditarik ke
belakang corona glandis dan tidak segera direposisi
kembali → paraphymosis
Bila sudah disirkumsisi, perhatikan :
a) Glans penis : periksa apakah ada Herpes
progenitalis (Virus Herpes tipe 2) atau radang glans
penis (balanitis)
b) Meatus uretra
i. irritasi khronis pada meatus → Erythro-plasma
of Queyrat
ii. Condyloma acuminata = verruca acuminate
iii. Urethral discharge. Cairan yang keluar dari
meatus urethra : nanah (urethritis), darah
(ruptura urethra, corpus alienum, batu, tumor
urethra)
c) Sulcus coronarius : Chancroid ( infeksi basil Ducrey
), scar ( sifilis primer), tumor (ca. penis),
Condylomata acuminate
d) Letak meatus uretra : Hipospadia ada 3 tipe :
glandular (meatus uretra pada corona glandis),
penile (meatus pada batang penis sampai
penoskrotalis), perineal (meatus pada perineum
hingga penis terlipat sama sekali membelah
skrotum), epispadia (meatus urethra terletak di
dorsum penis), fistel urethra akibat periurethritis
atau trauma, Hypoplasia of the penis (micro penis)
(penis yang tidak berkembang, tetap kecil),
curvatura penis : hypospadia penis akan bengkok
kearah ventral

  b. Palpasi : raba seluruh penis mulai dari preputium, glans


dan batang penis serta urethra :
1) Phymosis teraba massa lunak atau keras dibawah
preputium pada glans penis atau sulcus caronarius.
2) Uretra spt tali dan pancaran kencing kurang →striktur
uretra
3) Teraba batu pada fossa navicularis glandis dan peno-
scrotalis
  2. SKROTUM & ISINYA
  a. Inspeksi :
1) Normal : kanan lebih tinggi dari kiri
2) Cari : abses, fistel, edema, gangren (skrotum tegang,
kemerahan nyeri, panas, mengkilap, hilang rasa,
basah → gangren, ca skrotum
3) Pembesaran skrotum :
a) orchitis/epididimitis: nyeri dgn tanda radang,
skrotum edema, merah
b) Ca testis : skrotum besar berbenjol, tidak ada
tanda radang dan tidak nyeri
c) Hydrocele testicularis : skrotum besar dan rata,
tidak berbenjol
d) Hydrocele funicularis : sisi yg hidrocele ada 2
biji, jadi terlihat 3 benjolan dengan testis
sebelahnya
e) Hernia Inguinalis : usus dapat masuk atau
didorong masuk ke dalam rongga abdomen
ketika berbaring
f) Varicocele : gambaran kebiruan menonjol dan
berkelok-kelok sepanjang skrotum, menghilang
bila berbaring
g) Hematocele : perdarahan akibat trauma,
skrotum bengkak kebiruan, ada bekas trauma
h) Torsi testis : testis yang terpuntir lebih tinggi
dari yg normal (Deming's sign) dan posisi lebih
horisontal dari yang normal (Angell's sign)
  b. Palpasi
1) Raba jumlah testis, monorchidism/anorchidism,
kriptokismus uni/ bilateral
2) Testis teraba keras sekali,tidak nyeri tekan →
seminoma
3) Hydrocele → testis tidak teraba, fluktuasi, tes
transluminasi (+)
4) Hernia skrotalis → teraba usus/massa dari skrotum
sampai kanalis inguinalis
5) Varicocele → seperti meraba cacing dalam kantung
(bag of worm)
6) Torsio testis → teraba horisontal dan nyeri, diangkat
ke atas lewat sympisis os pubis nyeri tetap/bertambah
(Prehn's sign)
7) Vas deferens teraba seperti benang besar dan keras
dalam skrotum. Tidak teraba → agenesis vas
deferens; TBC → teraba seperti tasbih
C. PEMERIKSAAN GENITALIA EKSTERNA PEREMPUAN
  1. Vulva → labia mayora: mungkin ada bartolinitis atau kista
Nucki
2. Muara uretra :
a. Urethral discharge → nanah pada uretritis
b. Caruncula uretra → proliferasi mukosa urethra posterior
dekat meatus dan menonjol keluar
c. Prolapsus urethra → eversi mukosa urethra terutama
bagian anterior
d. Vagina (Perhatikan orificium dan vestibulum vaginae) :
Ada flour albus/keputihan/nanah → vaginitis; masih ada
himen atau himen imperforata

7. Pemeriksaan fisik pada striktur uretra


Diagnosis striktur uretra dapat kita tegakkan dengan cara anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Gejala penyakit ini mirip
seperti gejala penyebab retensi urine tipe obstruktif lainnya. Diawali dengan
sulit kencing atau pasien harus mengejan untuk memulai kencing namun urine
hanya keluar sedikit-sedikit. Gejala tersebut harus dibedakan dengan
inkontinensia overflow, yaitu keluarnya urine secara menetes, tanpa disadari,
atau tidak mampu ditahan pasien. Gejala-gejala lain yang harus ditanyakan ke
pasien adalah adanya disuria, frekuensi kencing meningkat, hematuria, dan
perasaan sangat ingin kencing yang terasa sakit. Jika curiga penyebabnya
adalah infeksi, perlu ditanyakan adanya tanda-tanda radang seperti demam
atau keluar nanah. Pemeriksaan fisik dilakukan lewat inspeksi dan palpasi.
Pada inspeksi kita perhatikan meatus uretra eksterna, adanya pembengkakan
atau fistel di sekitar penis, skrotum, perineum, dan suprapubik. Kemudian kita
palpasi apakah teraba jaringan parut sepanjang uretra anterior pada ventral
penis, jika ada fistel kita pijat muaranya untuk mengeluarkan nanah di
dalamnya. Kemudian pemeriksaan colok dubur berguna untuk menyingkir
diagnosis lain seperti pembesaran prostat.
8. Pemeriksaan penunjang striktur uretra
a. Uroflowmetri
alat untuk mengetahui pancaran urine secara obyektif. Derasnya pancaran
diukur dengan membagi volume urine saat kencing dibagi dengan lama
proses kencing. Kecepatan pancaran normal adalah 20 ml/detik. Jika
kecepatan pancaran kurang dari 10 ml/detik menandakan adanya obstruksi.
b. pemeriksaan foto Retrograde Uretrogram dikombinasikan dengan Voiding
Cystouretrogram tetap dijadikan standar pemeriksaan untuk menegakan
diagnosis, Radiografi ini dapat menentukan panjang dan lokasi dari
striktur.

c. ultrasonografi (USG)
berguna dalam mengevaluasi striktur pada pars bulbosa. Dengan alat ini
kita juga bisa mengevaluasi panjang striktur dan derajat luas jaringan parut,
contohnya spongiofibrosis. Ini membantu kita memilih jenis tindakan
operasi yang akan dilakukan kepada pasien. Kita dapat mengetahui jumlah
residual urine dan panjang striktur secara nyata, sehingga meningkatkan
keakuratan saat operasi.
d. uretroskopi dan sistoskopi
yaitu penggunaan kamera fiberoptik masuk ke dalam uretra sampai ke buli
buli. Dengan alat ini kita dapat melihat penyebab, letak, dan karakter
striktur secara langsung.
9. Penanganan striktur uretra
Tujuan dari pengobatan striktur uretra adalah kesembuhan permanen,
tidak hanya sembuh sementara. Pengobatan terhadap striktur uretra tergantung
pada lokasi striktur, panjang/pendek striktur, dan kedaruratannya. Contohnya,
jika pasien datang dengan retensi urine akut, secepatnya lakukan sistostomi
suprapubik untuk mengeluarkan urine dari buli-buli. Sistostomi adalah
tindakan operasi dengan membuat jalan antara buli-buli dan dinding perut
anterior. Jika dijumpai abses periuretra, kita lakukan insisi untuk
mengeluarkan nanah dan berikan antibiotika.1 Jika lokasi striktur di uretra
pars bulbosa dimana terdapat korpus spongiosum yang lebih tebal daripada di
uretra pars pedularis, maka angka kesuksesan prosedur uretrotomi akan lebih
baik jika dikerjakan di daerah tersebut. Penanganan konvensional seperti
uretrotomi atau dilatasi masih tetap dilakukan, walaupun pengobatan ini
rentan menimbulkan kekambuhan. Hasil sebuah studi mengindikasikan 80%
striktur yang ditangani dengan internal uretrostomi mengalami kekambuhan
dalam 5 tahun berikutnya. Pemasangan stent adalah alternatif bagi pasien
yang sering mengalami rekurensi striktur. Namun tidak menutup
kemungkinan untuk terjadi komplikasi seperti hiperplasia jaringan uretra
sehingga menimbulkan obstruksi sekunder.

Beberapa pilihan terapi untuk striktur uretra adalah sebagai berikut:


a. Dilatasi uretra
Ini merupakan cara yang paling lama dan paling sederhana dalam
penanganan striktur uretra. Direkomendasikan pada pasien yang tingkat
keparahan striktur masih rendah atau pasien yang kontra indikasi dengan
pembedahan. Dilatasi dilakukan dengan menggunakan balon kateter atau
busi logam dimasukan hati-hati ke dalam uretra untuk membuka daerah
yang menyempit. Pendarahan selama proses dilatasi harus dihindari karena
itu mengindikasikan terjadinya luka pada striktur yang akhirnya
menimbulkan striktur baru yang lebih berat. Hal inilah yang membuat
angka kesuksesan terapi menjadi rendah dan sering terjadi kekambuhan.
b. Uretrotomi interna
Teknik bedah dengan derajat invasive minim, dimana dilakukan tindakan
insisi pada jaringan radang untuk membuka striktur. Insisi menggunakan
pisau otis atau sasche. Otis dikerjakan jika belum terjadi striktur total,
sedangkan pada striktur lebih berat pemotongan dikerjakan secara visual
menggunakan kamera fiberoptik dengan pisau sasche. Tujuan uretrotomi
interna adalah membuat jaringan epitel uretra yang tumbuh kembali di
tempat yang sebelumnya terdapat jaringan parut. Jika tejadi proses
epitelisasi sebelum kontraksi luka menyempitkan lumen, uretrotomi interna
dikatakan berhasil. Namun jika kontraksi luka lebih dulu terjadi dari
epitelisasi jaringan, maka striktur akan muncul kembali. Angka kesuksesan
jangka pendek terapi ini cukup tinggi, namun dalam 5 tahun angka
kekambuhannya mencapai 80%.6 Selain timbulnya striktur baru,
komplikasi uretrotomi interna adalah pendarahan yang berkaitan dengan
ereksi, sesaat setelah prosedur dikerjakan, sepsis, inkontinensia urine, dan
disfungsi ereksi
c. Pemasangan stent
Stent adalah benda kecil, elastis yang dimasukan pada daerah striktur. Stent
biasanya dipasang setelah dilatasi atau uretrotomi interna. Ada dua jenis
stent yang tersedia, stent sementara dan permanen. Stent permanen cocok
untuk striktur uretra pars bulbosa dengan minimal spongiofibrosis.
Biasanya digunakan oleh orang tua, yang tidak fit menjalani prosedur
operasi. Namun stent permanen juga memiliki kontra indikasi terhadap
pasien yang sebelumnya menjalani uretroplasti substitusi dan pasien
straddle injury dengan spongiosis yang dalam. Angka rekurensi striktur
bervariasi dari 40%-80% dalam satu tahun. Komplikasi sering terjadi
adalah rasa tidak nyaman di daerah perineum, diikuti nyeri saat ereksi dan
kekambuhan striktur.
d. Uretroplasti
Uretroplasti adalah rekonstruksi uretra terbuka berupa pemotongan
jaringan fibrosis. Ada dua jenis uretroplasti yaitu uretroplasti anastomosis
dan substitusi. Uretroplasti anastomosis dilakukan dengan eksisi bagian
striktur kemudian uretra diperbaiki dengan mencangkok jaringan atau flap
dari jaringan sekitar. Teknik ini sangat tepat untuk striktur uretra pars
bulbosa dengan panjang striktur 1-2 cm. Uretroplasti substitusi adalah
mencangkok jaringan striktur yang dibedah dengan jaringan mukosa bibir,
mukosa kelamin, atau preputium. Ini dilakukan dengan graft, yaitu
pemindahan organ atau jaringan ke bagian tubuh lain, dimana sangat
bergantung dari suplai darah pasien untuk dapat bertahan.
e. Prosedur rekonstruksi multiple
Adalah suatu tindakan bedah dengan membuat saluran uretra di perineum.
Indikasi prosedur ini adalah ketidakmampuan mencapai panjang uretra,
bisa karena fibrosis hasil operasi sebelumnya atau teknik substitusi tidak
bisa dikerjakan. Ketika terjadi infeksi dan proses radang aktif sehingga
teknik graft tidak bisa dikerjakan, prosedur ini bisa menjadi pilihan operasi.
Rekonstruksi multiple memang memerlukan anestesi yang lebih banyak
dan menambah lama rawat inap pasien, namun berguna bila pasien kontra
indikasi terhadap teknik lain.

B. Konsep Keperawatan teori


1. Pengkajian
a. Biodata
b. Status kesehatan saat ini
c. Keluhan Utama
Keluhan pada klien berbeda-beda antara klien yang satu dengan yang lain.
Kemungkinan keluhan yang bisa timbul pada klien adalah keluhan rasa tidak
nyaman, nyeri karena spasme kandung kemih atau karena adanyabekas insisi
pada waktu pembedahan. Hal ini ditunjukan dari ekspresi klien dan ungkapan
dari klien sendiri. Antara lain seperti nyeri akibat kelainan pada saluran
perkemihan, keluhan miksi(keluhan iritasi dan keluhan obstruksi), disfungsi
seksual, retensi urin dan sebagainya. (Muttaqin, 2012, hal. 269)
d. Alasan Masuk Rumah Sakit
Keluhan muncul karena adanya rasa tidak nyaman, Adanya rasa nyeri: lokasi,
karakter, durasi, dan faktor yang memicunya. (Suharyanto, 2013, hal. 49)
e. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien penyakit striktur uretra keluhan-keluhan yang ada adalah frekuensi,
nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, kencing bercabang, rasa tidak
puas sehabis miksi, dan waktu miksi memanjang dan akhirnya menjadi
retensio urine. (Muttaqin, 2012, hal. 273)
f. Riwayat penyakit dahulu\
g. Riwayat penyakit sebelumnya: Perawat menanyakan tentang penyakit-
penyakit yang dialami sebelumnya, terutama yang mendukung atau
memperberat kondisi gangguan sistem perkemihan pada klien saat ini seperti
pernahkah klien menderita kencing manis, hipertensi, kencing batu, diabetes
mellitus dan sebagainya (Muttaqin, 2012, hal. 273)\
h. Riwayat Penyakit Keluarga: Riwayat penyakit pada keluarga yang memicu
terajadinya striktur misalnya batu ginjali. (Suharyanto, 2013, hal. 50)
i. Riwayat pengobatan: Perawat perlu mengklarifikasi pengobatan masa lalu dan
riwayat alergi, catat adanya efek samping yang terjadi dimasa lalu. (Muttaqin,
2012, hal. 273)
j. Tanda-tanda vital: Adanya sensasi nyeri yang hebat menyebabkan pasien
mengalami peningkatan tekanan darah >120/80mmHg, suhu > 37,5 0C,
peningkatan nadi >100x /menit, dan biasanya RR normal. (Muttaqin, 2012,
hal. 270)
k. Body System
l. Sistem pernapasan: Pada klien dengan striktur uretra, biasanya fungsi
pernapasan normal kecuali disertai oleh penyakit penyerta lainnya. Namun,
pada klien post operasi businasi/striktur uretra pengkajian pernapasan harus
dilakukan dengan optimal karena mempengaruhi proses sistematik. (Prabowo
& Pranata, 2014, hal. 151-152)
m. Sistem Neurosensory: Tidak ada gangguan kecuali ada penyakit penyerta. Jika
penyempitan lumen uretra dikarenakan gangguan kontraksi otot-otot
genetalia,bisa terjadi striktur karena penyempitan saluran kemih,misalnya pria
pismus. (Prabowo & Pranata, 2014, hal. 152-153)
n. Sistem kardiovaskuler: Tidak ada gangguan kecuali penyakit penyerta
lainnya. Pada klien post op kaji warna konjungtiva, warna bibir dan distensi/
kolaps vena jugularis. Selain itu, monitor nadi dan tekanan darah secara
periodik untuk memantau hemodinamika tubuh. (Prabowo & Pranata, 2014,
hal. 152)
o. Sistem pencernaan: Tidak ada gangguan kecuali ada penyakit penyerta
lainnya. Palpasi abdomen regio vesika urinaria (hipogastric) terjadi distensi
karena bendungan urine pada bladder, nyeri (+), dan perkusi menunjukan
bunyi yang redup, ballotement (+). Jika berlanjut pada kondisi hidronephrosis
(komplikasi) biasanya ditemukan nyeri daerah pinggang dan nyeri ketok (jika
terjadi batu ginjal/ ureter). Gangguan sering diakibatkan karena dampak
sekunder dari penyakit, misalnya nyeri (disuria) sering menyebabkan
anoreksia, sehingga HCL meningkat dan terjadilah nausea dan vomiting. Pada
klien post op struktur uretra kaji peristiltik usus untuk tolok ukur normalisasi
pasca operasi. (Prabowo & Pranata, 2014, hal. 152).
p. Sistem perkemihan: Pengkajian fokus pada pola BAK (frekuensi, output,
warna urine, gangguan eliminasi urine). Untuk pola lainnya biasanya
gangguan terjadi sebagai dampak sekunder gangguan eliminasi
urine. (Prabowo & Pranata, 2014, hal. 153).
q. Sistem musculoskeletal: Secara fisiologi tidak ada gangguan, namun
intoleransi sering terjadi karena klien mengalami nyeri. Intoleransi akan
meningkat jika distensivesika tidak segera diatasi. (Prabowo & Pranata, 2014,
hal. 152)
r. Sistem integument: Pada sistem integumen turgor kulit buruk, kering, bersisik,
rambut kusam, kuku tidak berwarna pink, serta suhu badan klien biasanya
meningkat secara signifikan namun hilang timbun. (Muttaqin, 2012, hal. 125)
s. Sistem Endokrin: Tidak terdapat pembesaran tiroid, nafas tidak berbau keton,
tidak terdapat luka gangren. (Muttaqin, 2012, hal. 125)
t. Sistem Reproduksi: Adanya atau riwayat lesi pada genital atau penyakit
menular seksual. (Suharyanto, 2013, hal. 50)
u. Sistem Imun: Tidak ada gangguan dalam sistem imun. (Muttaqin, 2012, hal.
125)
v. Pemeriksaan Penunjang: Pemeriksaan pada striktur uretra utamanya adalah
pemeriksaan urine untuk melihat adanya hematuria, infeksi dan bagaimana
pola dari berkemih. Secara klinis pemeriksaan yang membantu untuk
menegakkan diagnosa adalah dengan radiology kontras dengan teknik
Retrograde Urethrogam (RUG) with Voiding Cystourethrogram (VCUG).
Saat ini pemeriksaan untuk urologi telah berkembang dan pemeriksaan terkini
tidak memerlukan invasi bedah, yaitu dengan sistoskopi. (Prabowo & Pranata,
2014, hal. 149-150). Dan pemeriksaan penunjang lainnya adalah Urinalis :
warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang, peznampilan keruh, pH 7
atau lebih besar, bakteria, Kultur urin : adanya staphylococcus aureus, proteus,
klebsiella, pseudomonas, e.coli, BUN atau kreatin: meningkat, Uretrografi:
adanya penyempitan atau pembuntuan uretra. Untuk mengetahui panjangnya
penyempitan uretra dibuat foto iolar (sisto) uretrografi, Uroflowmetri: untuk
mengetahui derasnya saat miksi, Uretroskopi: untuk mengetahui pembuntuan
lumen uretra. (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 160).
2. Diagnosa keperawatan
nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)
Batasan karakteristik (kriteria mayor dan minor) :
a. Data subjektif (DS)
P: pasien mengatakan nyeri saat berkemih
Q: pasien mengatakan nyeri seperti di sayat- sayat.
R: pasien mengatakan nyeri dibagian perut bawah dan kelamin
S: skala nyeri 4 dilihat dari raut muka pasien
T:nyeri di rasa terus menerus
b. Data Objektif (DO)
- Pasien tampak meringis
- KU: Sedang, kesadaran compos mentis
- TD: 90/70 mmHg
- Nadi 88x/menit
- Suhu : 37,6oC
- RR: 20x/me nit
3. Intervensi keperawatan
Tujuan : ManajemenNyeri (D.l.08238)
Setelah dilakukan tindakan Obsevasi
keperawatan selama 1 x 6 jam Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
diharapkan gangguan rasa nyeri frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
berkurang Identifikasi skala nyeri
Identifikasi respons nyeri non verbal
Dengan Kriteria Hasil Terapeutik
(D.L.08066) : Berikan Teknik nonfarmakologis untuk
1. Kemampuan pasien untuk mengurangi rasa nyeri
menuntaskan aktivitas
Edukasi
menurun
2. Keluhan nyeri menurun Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
3. Pasien tampak meringis nyeri Jelaskan strategi meredakan nyeri
menurun Ajarkan Teknik nonfarmakologis
4. Frekuensi nadi membaik mengurangi rasa nyeri
5. Pola nafas membaik Kolaborasi
6. Tekanan darah membaik Kolaborasi pemberian analgetik, jika
7. Fungsi berkemih membaik
perlu
8. Perilaku membaik
9. Pola tidur membaik

4. Implementasi dan evaluasi keperawatan


Waktu Implementasi Evaluasi
Pelaksanaan
Hari 1 Melakukan DS :
Selasa, 21 Pengkajian - Pasien mengeluh nyeri di
september Mengidentifikasi perut bawah dan kelamin
2022 lokasi, karakteristik, - Pasien mengeluh nyeri seperti
18.10 durasi, frekuensi, disayat sayat
WITA - Pasien mengeluh nyeri setiap
kualitas,intensitas
saat
nyeri DO :
- Pasien tampak gelisah
- Pasien bersikap protektif
- Pasien tampak meringis

18.15 Meminta Informed DS :


WITA consent kepada klien Pasien bersedia menjadi klien
dan keluarga kelolaan
DO :
Pasien tampak membaca dan
menandatangani informed
consent
18.15 Identifikasi skala DO :
WITA nyeri - Skala nyeri 6 ( dibuktikan
dengan pain mea surement
scale )
18.15 Identifikasi respons DO :
WITA nyeri non verbal - Pasien tampak
meringis
- Skala nyeri 6 dengan
pain measurement
scale
18.25 Kolaborasi pemberian DS :
analgetik Pasien Memahami anjuran
WITA
DO :
- Ketolorac 1 ampul
19.20 Memonitor tanda- DO :
tanda vital (tekanan - Ku : sedang
WITA
darah, nadi, dan - Kesadaran : compos mentis
pernafasan) - TD : 120/70 mmHg
- Nadi : 97x/menit
- RR : 20x/menit
- SPO2 : 98 %
21.10 Menganjurkan tirah DO : Pasien melakukan tirah baring
WITA baring
22.00 Memonitor keadaan DO :
pasien - Pasien tampak tirah barung
WITA
- Ku : sedang
- Kesadaran : compos mentis
Rabu, 22 Melakukan visite S: Pasien mengatakan nyeri tidak
september keperawatan dirasakan lagi
2022 O: nampak tenang, skala nyeri 2
15.10 WITA A: masalah teratasi
P: intervensi dihentikan
DAFTAR PUSTAKA

1. Https://Onlinelearning.Uhamka.Ac.Id/Pluginfile.Php/466909/
Mod_Resource/Content/1/5.SISTEM%20URINARIA.Pdf
2. Purnomo B. Basuki. Dasar-Dasar Urologi. Edisi Ketiga. Jakarta: CV Sagung
Seto; 2011)
3. Barbagli Guido, Lazerri Masimo. Surgical Treatment Of Anterior Urethral
Stricture Disease: Brief Overview. International Braz J Urol. 2007; 33. P.
461-469.
4. Https://Www.Alomedika.Com/Penyakit/Urologi/Striktur-Uretra/Patofisiologi
5. Https://Samoke2012.Wordpress.Com/2018/09/01/Asuhan-Keperawatan-
Klien-Dengan-Striktur-Uretra-2
6. Https://Simdos.Unud.Ac.Id/Uploads/File_Pendidikan_1_Dir/
46d75388f5eb24f5006b105d372c47d2.Pdf

Anda mungkin juga menyukai