Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Uretra merupakan bagian terpenting dari saluran kemih. Pada pria dan
wanita, uretra mempunyai fungsi utama untuk menyalurkan urin keluar dari bulibuli melalui proses miksi. Pada pria, uretra juga berfungsi dalam menyalurkan
cairan mani.
Pada striktura uretra terjadi penyempitan lumen uretra karena fibrosis pada
dindingnya. Penyempitan lumen ini disebabkan karena dindingnya mengalami
fibrosis dan pada tingkat yang lebih parah terjadi fibrosis korpus spongiosum. 1
Striktura uretra menyebabkan gangguan dalam berkemih, mulai dari aliran
berkemih yang mengecil sampai sama sekali tidak dapat mengalirkan urin keluar
dari tubuh. Urin yang tidak keluar dapat menyebabkan penumpukan urin dalam
kandung kemih yang beresiko tinggi untuk terjadinya infeksi yang dapat
menyebar ke kandung kemih, prostat, dan ginjal. Abses di atas lokasi striktura
juga dapat terjadi, sehingga menyebabkan kerusakan uretra. Selain itu, resiko
terjadinya batu kandung kemih juga meningkat, timbul gejala sulit ejakulasi, dan
gagal ginjal (jarang).2
Striktura uretra dapat disebabkan oleh setiap peradangan kronik atau
cedera.3 Striktura uretra bisa juga akibat inflamasi yang berhubungan dengan
gonore atau infeksi lain dengan pemasangan kateter atau infeksi periureter.4

Radang karena gonore merupakan penyebab penting, tetapi radang lain yang
kebanyakan disebabkan penyakit kelamin lain, juga merupakan penyebab uretritis
dan periuretritis. Kebanyakan striktura ini terletak di uretra pars membranasea,
walaupun bisa juga di tempat lain.3
Trauma uretra dapat terjadi pada fraktur panggul dan karena cedera
langsung, misalnya pada anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedal
sepeda sehingga jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda lelaki sehingga terjadi
cedera kangkang.5 Yang juga tidak jarang terjadi ialah cedera iatrogenik akibat
kateterisasi atau instrumentasi.3
Striktura uretra masih merupakan masalah yang sering ditemukan pada
bagian dunia tertentu. Striktura uretra lebih sering terjadi pada pria dari pada
wanita, karena perbedaan panjang uretra dimana uretra pada wanita lebih pendek
dan jarang terkena infeksi.2
Melihat keadaan diatas, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti tentang
angka kejadian striktura uretra di RSUP Prof. Dr.Kandou Manado periode Januari
2009 Desember 2011.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana angka kejadian striktura uretra di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado periode Januari 2009 Desember 2011?

C. Tujuan
Tujuan umum : Mengetahui angka kejadian striktura uretra di RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado periode Januari 2009 Desember 2011.
Tujuan khusus :
1. Mengetahui jumlah penderita striktura uretra di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado periode Januari 2009 Desember 2011.
2. Mengetahui umur paling sering terjadi striktura uretra di RSUP Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado periode Januari 2009 Desember 2011.
3. Mengetahui jenis penanganan yang sering digunakan pada penderita
striktura uretra di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari
2009 Desember 2011.
D. Manfaat
1. Dapat mengetahui angka kejadian striktura uretra di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado periode Januari 2009 Desember 2011.
2. Dapat mengetahui jumlah penderita, umur dan jenis penanganan paling
sering terjadi striktura uretra di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
periode Januari 2009 Desember 2011
3. Dapat melengkapi data catatan medik tentang angka kejadian striktura
uretra di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2009
Desember 2011.
4. Dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Uretra
1.

Anatomi
Uretra merupakan suatu tabung yang membawa urine keluar dari kandung

kemih melalui proses miksi. Pada pria, sperma juga melalui uretra selama
ejakulasi.6 Panjang uretra pria dewasa kurang lebih 23-25 cm dan melengkung
dari kandung kemih keluar tubuh melewati prostat dan penis. Secara anatomi
uretra dibagi menjadi dua bagian, yaitu uretra anterior dan uretra posterior.

Uretra anterior terdiri atas pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikular, dan
meatus uretra eksterna.7 Di dalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara
kelenjar yang berfunis, dan meatus uretra eksternagsi dalam proses reproduksi,
yaitu kelenjar Cowperi yang berada di dalam diafragma urogenitalis dan bermuara
di uretra pars bulbosa, serta kelenjar littre, yaitu kelenjar parauretralis yang
bermuara di uretra pars pendularis.1
Uretra posterior terdiri atas uretra pars prostatika, yakni bagian uretra yang
dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan pars membranasea. 1 Uretra pars prostatika
terbentang dari vesika urinaria ke uretra pars membranasea, serta mengandung
verumontanum ( daerah meninggi pada bagian distal basis iretra pars prostatika
yang dibentuk oleh masuknya duktus ejakulatorius dan utrikulus, yang merupakan
sisa duktus muller).8
Secara deskriptif uretra juga dapat dibagi atas tiga bagian, antara lain uretra
prostatika, uretra membranasea, dan uretra spongiosa. Uretra prostatika dimulai
dari leher vesika urinaria dan melintas ke kaudal menembus prostata dengan

membentuk sebuah lengkung yang sedikit mencekung ke ventral. Uretra


prostatika merupakan bagian yang paling lebar diantara bagian uretra lainnya. 8
Uretra membranasea adalah uretra yang terpendek dan paling sempit dengan
panjang sekitar 12-19 mm. Pada uretra membranasea terdapat spingter uretra
eksterna, yang berfungsi dalam pengaturan keluar urin yang dikendalikan secara
voluntar. Uretra spongiosa merupakan uretra yang terpanjang, melewati bulbus
penis dan corpus spongiosum penis dan berakhir pada ostium urethrae
externum.8,9
Saraf-saraf berasal dari nervus pudendus dan plexus prostaticus sistem saraf
otonom.8 Persarafan sensoris somatik penis berasal dari S 3 dan S4 melalui saraf
ilioinguinal dan genitofemoralis, persarafan simpatis vasomotor berasal dari
pleksus hipogastrikus dan persarafan parasimpatis berasal dari S2, S3, dan S4
melalui saraf erigentes.10

Gambar 1. Anatomi uretra pria


Sumber : (http://faculty.southwest.tn.edu/rburkett/urinar28.jpg.)
5

Uretra wanita merupakan saluran yang pendek, dimulai dari buli-buli


sampai ke orifisium uretra eksterna, memiliki panjang sekitar 4 cm dengan
diameter 8 mm.9,11 Berada di bawah simfisis pubis dan bermuara di sebelah
anterior vagina.1 Uretra menembus musculus sphincter urethrae dan terletak tepat
di depan vagina.12 Di dalam uretra bermuara kelenjar periuretra, di antaranya
adalah kelenjar skene. Kurang lebih sepertiga medial uretra, terdapat sfingter
uretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris. Tonus otot sfingter uretra eksterna
dan tonus otot levator ani yang berfungsi mempertahankan agar urin tetap berada
di dalam buli-buli pada saat perasaan ingin miksi. Miksi terjadi jika tekanan
intravesika melebihi tekanan intrauretra akibat kontraksi otot detrusor, dan
relaksasi sfingter uretra eksterna.1 Uretra pada wanita memperoleh darah melalui
arteria pudenda interna dan arteria vaginalis.8

Gambar 2. Anatomi uretra wanita

Sumber : (http://faculty.southwest.tn.edu/rburkett/urinar30.jpg.)

2.

Histologi
Sel epitel dari uretra dimulai sebagai sel transisional setelah keluar dari

kantung kemih. Pada pangkal penis, uretra dilapisi epitel bertingkat semu atau
berlapis silindris, namun pada orifisium uretrae eksternum epitelnya berlapis
gepeng.
Uretra prostatika adalah struktur berbentuk bulan sabit dengan divertikula
kecil di dalam lumennya, divertikula ini khususnya mencolok di dalam resesus
uretra. Epitel uretra prostatika umumnya transisional dan terdapat stroma
fibromuskular mengelilingi uretra. Suatu rigi stroma fibromuskular padat tanpa
kelenjar, yaitu kolikulus seminalis menonjol ke dalam lumen uretra membentuk
bulan sabit. Utrikulus prostatikus terdapat di dalam massa kolikulus seminalis dan
ujung distalnya tampak melebar sebelum masuk ke dalam uretra. Membran
mukosanya yang tipis secara khas berlipa-lipat dan epitelnya biasanya selapis
silindris sekretoris atau bertingkat silindris.

Gambar 3. Kelenjar prostat dengan uretra pars prostatika


Sumber : Eroschenko, Victor P. Atlas histologi di fiore dengan korelasi
fungsional. 2003.

Sebagian uretra pars kavernosa tampak dengan epitel bertingkat semu atau
berlapis silindris. Lamina propiria tipis menyatu dengan jaringan ikat di sekitar
korpus spongiosum.
Banyak kantong mukosa atau lakuna uretra dengan berbagai ukuran
membentuk lumen uretra yang tidak teratur. Sebagian lakuna uretra ini
mengandung sel mukosa. Lakuna uretra yang lebih dalam berhubungan dengan
kelenjar uretra (Littre) bercabang yang terdapat di dalam lamina propria
spongiosum. Kelenjar uretra dilapisi epitel yang serupa dengan epitel yang
melapisi lumen uretra pars kavernosa.13

Gambar 4. Uretra pars kavernosa


Sumber : Eroschenko, Victor P. Atlas histologi di fiore dengan korelasi
fungsional. 2003.

3.

Fisiologi
Kandung kemih berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian

mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam


menampung urin, buli-buli mempunyai kapasitas maksimal, yang volumenya
untuk orang dewasa kurang lebih adalah 300-450 ml, sedangkan kapasitas
kandung kemih pada anak-anak menurut formula dari koff adalah :
Kapasitas kandung kemih = {Umur (tahun) + 2} x 30 ml.1
Urin yang keluar dari kandung kemih mempunyai komposisi yang sama
dengan cairan yang keluar dari duktus koligentes, tidak ada perubahan yang

berarti pada komposisi urin tersebut sejak mengalir melalui kaliks renalis dan
ureter sampai kandung kemih.14
Urin mengalir dari duktus koligentes masuk ke kaliks renalis, meregangkan
kaliks renalis dan meningkatkan aktivitas pacemakernya, yang kemudian akan
memicu kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis dan ke arah
kandung kemih.14 kandung kemih terdiri dari sel-sel oto polos, yang dipersarafi
oleh neuron-neuron sensoris yang berespon terhadap peregangan kandung
kemih.15 Kandung kemih yang terisi penuh memberi rangsangan pada saraf aferen
dan mengaktifkan pusat miksi di medula spinalis segmen sakral S 2-4. Hal ini
menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher kandung kemih, dan
relaksasi sfingter uretra sehingga terjadi proses miksi. 1 Selama proses berkemih
atau miksi, otot perineum dan sfingter uretra eksterna melemas, otot detrusor
berkontraksi, dan urin akan mengalir melaui uretra.16

B. Striktura Uretra
1. Definisi
Striktura uretra adalah penyempitan lumen uretra kerena fibrosis pada
dindingnya.1,17 Penyempitan lumen ini disebabkan karena dindingnya mengalami
fibrosis dan pada tingkat yang lebih parah terjadi fibrosis korpus spongiosum.1

2. Etiologi

10

Striktura dapat disebabkan karena suatu infeksi, trauma pada uretra, dan
kelainan bawaan. Infeksi yang paling sering menimbulkan striktura uretra adalah
infeksi oleh kuman gonokokus yang telah menginfeksi uretra beberapa tahun
sebelumya. Keadaan ini sekarang jarang dijumpai karena banyak pemakaian
antibiotika untuk memberantas uretritis.
Trauma yang dapat menyebabkan striktura uretra adalah trauma tumpul
pada selangkangan (straddle injury), fraktur tulang pelvis, dan instrumentasi atau
tindakan transuretra uretra yang kurang hati-hati.18 Tindakan yang kurang hati-hati
pada pemasangan kateter dapat menimbulkan salah jalan (false route) yang
menimbulkan kerusakan uretra. Demikian pula fiksasi kateter yang tidak benar
pada pemakaian kateter menetap yang menyebabkan penekanan kateter pada
perbatasan uretra bulbo-pendulare yang mengakibatkan penekanan uretra terus
menerus, menimbulkan hipoksia uretra di daerah itu, yang pada akhirnya
menimbulkan fistula atau striktura uretra.1
Tabel 1. Letak striktur uretra dan penyebabnya
Letak uretra

Penyebab

Pars membranasea

Trauma panggul, kateterisasi

Pars bulbosa

Trauma / cedera kangkang, uretritis

Meatus uretra

Instrumentasi yang kasar, balanitis / meatitis

Sumber : Sjamsuhidajat R dan Jong Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2004

11

Gambar 5. Lokasi striktur (1,2,3) 1. Pars membranasea, 2. Pars bulbosa, 3.


Meatus uretra, 4. Kandung kemih, 5. Prostat, 6. Rectum, 7. Diafragma urogenital,
8. Simfisis
Sumber : Sjamsuhidajat R dan Jong Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2004

3.

Patofisiologi
Struktura uretra terdiri dari lapisan mukosa dan lapisan submukosa. Lapisan

mukosa pada uretra merupakan lanjutan dari mukosa buli-buli, ureter dan ginjal.
Mukosanya terdiri dari epitel kolumnar, kecuali pada daerah dekat orifisium
eksterna epitelnya skuamosa dan berlapis. Submukosanya terdiri dari lapisan
erektil vaskular.
Apabila terjadi perlukaan pada uretra, maka akan terjadi penyembuhan cara
epimorfosis, artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan ikat (jaringan
sikatrik) yang tidak sama dengan semula.

12

Jaringan sikatriks ini menyebabkan hilangnya elastisitas dan memperkecil


lumen uretra, sehingga terjadi striktura uretra yang menimbulkan hambatan aliran
urin hingga retensi urin.3,4

4.

Gambaran Klinik
Gejala dan tanda striktura biasanya mulai dengan hambatan arus kemih dan

kemudian timbul sindrom lengkap obstruksi leher kandung kemih seperti


digambarkan pada hipertrofia prostat. Struktur akibat radang uretra sering agak
luas dan mungkin multipel.3
gejala yang khas adalah pancaran miksi kecil dan bercabang. Gejala yang
lain adalah iritasi dan infeksi seperti frekuensi, urgensi, disuria, kadang-kadang
dengan infiltrat, abses dan fistel. Gejala lanjut adalah retensio urin.19
Sesuai dengan derajat penyempitan lumennya, striktura uretra dibagi
menjadi tiga tingkatan, yaitu derajat :
1.

Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra.

2.

Sedang : jika terdapat oklusi 1/3 sampai dengan diameter lumen uretra.

3.

Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari diameter lumen uretra.
Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus

spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.1,

13

Gambar 6. Derajat penyempitan lumen (striktura) uretra


Sumber : Purnomo Basuki B. Dasar-dasar Urologi. 2011.

5.

Diagnosa
Diagosa ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesa
Anamnesa dilakukan untuk mencari gejala dan tanda adanya striktura
uretra dan juga mencari penyebab striktura uretra. Anamnesa yang
dilakukan dengan cermat berguna untuk mendapatkan riwayat penyakit
yang di deritanya, meliputi:
i.

Keluhan yang dirasakan dan sudah berapa lama keluhan itu


menggangu.

ii.

Riwayat penyakit lain dan penyakit lain pada saluran urogenital.


(pernah mengalami trauma, infeksi atau pembedahan).
14

b. Pemeriksaan fisik
Untuk mengetahui keadaan penderita dan juga untuk meraba fibrosis,
infiltrat, abses atau fistula di uretra.
c. Pemeriksaan penunjang
i.

Laboratorium
1) Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya
hematuria pada pasien striktura uretra.
2) Kultur urin
Pemeriksaan kultur urin dapat menunjukan adanya infeksi.

ii.

Uroflometri
Uroflometri adalah pemeriksaan untuk menentukan kecepatan
pancaran urin. Volume urin yang dikeluarkan pada saat miksi
dibagi dengan lamanya proses miksi. Kecepatan pancaran pria
normal adalah 20 ml/detik. Jika pancaran kurang dari 10 ml/detik
menandakan ada obstruksi.1,7

iii.

Radiologi
Diagnosa pasti terhadap striktura uretra, dapat dilakukan
pemeriksaan radiologi dengan kontras.1,9 Pemeriksaan dapat
mengetahui letak dan derajat strikturanya. Pemeriksaan radiologi

15

dengan kontras yang biasa dilakukan ialah Retrogade Urethrogram


(RUG) with Voiding Cystourethrogram (VCUG).9

Gambar 7. Hasil pemeriksaan urethrogram. Tampak adanya


striktura pada uretra bulbar sepanjang 4 cm.
Sumber :
(http://depts.washington.edu/uroweb/images/stricture_slide1.jpg)

iv.

Sistoskopi
Pemeriksaan yang lebih maju digunakan sistoskopi, yaitu
penggunaan kamera fiberoptik pada uretra. Dengan sistoskopi
dapat dilihat penyebab striktura, letak, dan karakter dari striktura.20

16

Gambar 8. Pemeriksaan sistoskopi


Sumber :
(http://www.mayoclinic.com/images/image_popup/r7_cystoscopy.jpg&imgre fur)

v.

Uretroskopi
Untuk melihat penyumbatan uretra secara langsung, yaitu melihat
uretra striktura transuretra. Jika diketemukan striktura langsung
diikuti dengan uretrotomi interna (sachse) yaitu memotong
Jika jaringan fibrotik dengan memakai pisau sachse.1

6.

Terapi
pasien datang karena retensi urin, secepatnya dilakukan sistostomi

suprapubik untuk mengeluarkan urin. Jika dijumpai abses periuretra dilakukan


insisi dan pemberian antibiotik.1

17

Tindakan khusus yang dilakukan terhadap striktura uretra adalah :


a. Dilatasi
Dilatasi dengan bougie logam harus dilakukan secara hati-hati.
Tindakan yang kasar akan semakin merusak uretra sehingga
menimbulkan luka baru yang pada akhirnya menimbulkan striktura lagi
yang lebih berat. Tindakan ini dapat menimbulkan salah jalan (false
route).1,4

Gambar 9. Dilatasi uretra dengan Bougie


Sumber : Harrison, Gittes, Perlmutter, Stamey Walsh. Campbells
Urology vol 1. 1978.

b. Uretrotomi interna
18

Tindakan ini dilakukan dengan memotong jaringan sikatriks uretra


dengan pisau otis atau dengan pisau sachse. Otis dikerjakan jika belum
terjadi striktura total, sedangkan pada striktura yang lebih berat,
pemotongan striktuta dikerjakan secara visual dengan memakai pisau
sachse.1
c. Uretromi eksterna
Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis,
kemudian dilakukan anastomosis diantara jaringan uretra yang masih
sehat. Cara ini tidak dapat dilakukan bila daerah striktura lebih dari 1
cm.1
d. Prosedur Johanson
Cara Johanson dilakukan bila daerah striktura panjang dan banyak
jaringan fibrotik.
i.

Johanson

I,

daerah

striktura

disayat

longitudinal

dengan

menyertakan sedikit jaringan sehat di proksimal dan distalnya, lalu


jaringan fibrotik di eksisi. Mukosa uretra dijahit ke penis pendulans
dan dipasang kateter selama 5-7 hari.1,17 Kateter diangkat, urin
keluar lewat artificial hipospadia.17
ii.

Johanson II, beberapa bulan kemudian bila daerah striktura telah


melunak, dilakukan pembuatan uretra baru.1

7.

Prognosis

19

Striktura uretra kerap kali kambuh, sehingga pasien harus sering menjalani
pemeriksaan yang teratur oleh dokter. Penyakit ini dikatakan sembuh jika setelah
dilakukan

observasi

selama

satu

tahun

kekambuhan.1

20

tidak

menunjukan

tanda-tanda

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Bentuk Penelitian
Penelitian ini bersifat retrospektif deskriptif.

B. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan Desember 2011 - Januari 2012.

C. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Bagian Bedah dan Rekam Medik RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado.

D. Variabel Penelitian
1. Angka kejadian : jumlah penderita dengan diagnosa striktura uretra di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2009 Desember
2011.
2. Distribusi menurut umur.
3. Jenis kelamin

21

4. Penyebab.
5. Derajat striktura uretra.
6. Panjang striktura.
7. Lokasi striktura.
8. Penanganan.
9.

Lamanya perawatan.

E. Subyek Penelitian
Semua penderita striktura uretra yang datang berobat di RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado periode Januari 2009 Desember 2011.
1. Kriteria inklusi
a. Penderita dengan diagnosis striktura uretra.
b. Penderita dirawat di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode
Januari 2009 Desember 2011.
2. Kriteria eksklusi
a. Penderita dengan diagnosis ruptur uretra.

22

F. Definisi Operasional
1. Angka kejadian adalah jumlah kasus striktura uretra periode Januari 2009
Desember 2011.
2. Striktura uretra : penyempitan lumen uretra karena fibrosis pada
dindingnya. Diagnosa striktura uretra dicari dari diagnosa rekam medik.
3. Distribusi menurut umur : umur penderita saat awal dirawat, dibagi
menjadi 10-24 tahun, 25-39 tahun, 40-54 tahun, 55-69 tahun, 70-84 tahun
dan >85 tahun.
4. Penyebab : sesuatu hal yang dapat menyebabkan terjadinya striktura
uretra, dibedakan atas straddle injury,fraktur pelvis dan instrumentasi.
5. Penanganan : perilaku yang diberikan kepada penderita ketika dirawat.
Penanganan dibedakan atas penanganan secara emergensi ( sistostomi
terbuka dan trokar ) dan elektif ( uretrotomi interna (sachse), uretrotomi
eksterna dan businasi ).
6. Lamanya perawatan : interval waktu antara ketika pasien dilakukan
tindakan uretrotomi interna ( sachse ) hingga pasien keluar rumah sakit.
Dibagi menjadi 0-1 minggu dan >1 minggu. Hal ini dicari dari keterangan
di rekam medik.

23

G. Instrumen Penelitian
1. Status pasien berupa rekam medik di bagian bedah dan bagian rekam
medik RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2009
Desember 2011.
2. Alat tulis menulis.
3. Instrumen hitung dan rekapitulasi data (kalkulator, SPSS).
4. Bahan-bahan referensi (buku, jurnal, internet).

H. Cara Kerja
1. Mengumpulkan literatur yang berhubungan dengan penelitian.
2. Mengumpulkan data kasus secara retrospektif dari catatan medis penderita
di bagian bedah dan bagian rekam medik RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado periode Januari 2009 Desember 2011.
3. Melakukan pengolahan data dan menyusun dalam tabel, diagram,
persentase kemudian dianalisa dan evaluasi lalu disajikan dalam bentuk
laporan penelitian.
4. Melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing

24

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.

Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian retrospektif deskriptif yang telah dilakukan di bagian

Bedah RSUP Prof. Dr. R. D Kandou Manado selama periode Januari 2009
Desember 2011, ditemukan jumlah penderita striktura uretra sebanyak 23 kasus.
Data penderita ditabulasikan dalam bentuk tabel dan diagram dibawah ini.

Tahun
Tahun

Frequency

Percent

2009

26,1

2010

12

52,2

2011

21,7

Total

23

100,0

Tabel 2. Distribusi Angka kejadian striktura uretra di RSUP Prof. Dr. R. D.


Kandou Manado

25

Gambar 10. Diagram frekuensi jumlah penderita striktura uretra berdasarkan


tahun

26

Gambar 11. Diagram persentase jumlah penderita striktura uretra berdasarkan


tahun
Berdasarkan data diatas angka kejadian striktura uretra di RSUP Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado, pada tahun 2009 ditemukan 6 kasus ( 21,1 % ), pada tahun
2010 ditemukan 12 kasus ( 52,1 % ), dan pada tahun 2011 ditemukan 5 kasus
( 21,7 % ).

Umur
Umur

Frequency

Percent

10 24

13,0

25 39

30,4

40 54

17,4

27

55 69

17,4

70 84

17,4

>85

4,4

Total

23

100,0

Tabel 3. Distribusi penderita striktura uretra berdasarkan umur

Gambar 12. Diagram frekuensi jumlah penderita striktura uretra berdasarkan


umur

28

Gambar 13. Diagram persentase jumlah penderita striktura uretra berdasarkan


umur
Dari tabel dan diagram diatas dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi
penderita striktura uretra berdasarkan umur. Kelompok umur 10 24 tahun
terdapat 3 penderita ( 13 % ), kelompok umur 25 39 tahun terdapat 7 penderita
( 30,4 % ), kelompok umur 40 54 tahun terdapat 4 penderita ( 17,4 % ),
kelompok umur 55 69 tahun terdapat 4 penderita ( 17,4 % ), kelompok umur 70
84 tahun terdapat 4 penderita ( 17,4 % ), dan pada kelompok umur > 85 tahun
terdapat 1 penderita ( 4,4 % ).

Penyebab
Penyebab
Straddle injury

Frequency

Percent

10

43,5

29

2
Faktur pelvis

8,7

Instrumentasi

39,1

Tidak diketahui

23

8,7
100,0

Total

Tabel 4. Distribusi penderita striktura uretra berdasarkan penyebab

Gambar 14. Diagram frekuensi jumlah penderita striktura uretra berdasarkan


penyebab

30

Gambar 15. Diagram persentase jumlah penderita striktura uretra berdasarkan


penyebab
Dari tabel dan diagram diatas dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi
penderita striktura uretra berdasarkan penyebab, ditemukan 10 pasien dengan
penyebab straddle injury, 2 pasien dengan penyebab fraktur pelvis, 9 pasien
dengan penyebab instrumentasi, dan 2 pasien dengan penyebab yang tidak
diketahui. Dengan masing masing persentase straddle injury ( 43,5 % ), fraktur
pelvis ( 8,7 % ), instrumentasi ( 39,1 % ), dan penyebab yang tidak diketahui
( 8,7 % ).

Derajat penyempitan
Derajat penyempitan

Frequency

Percent

Partial

4,4

31

Total

30,4

Tidak diketahui

15

65,2

Total

23

100,0

Tabel 5. Distribusi penderita striktura uretra berdasarkan derajat penyempitan

Gambar 16. Diagram frekuensi jumlah penderita pada kasus striktura uretra
berdasarkan derajat penyempitan

32

Gambar 17. Diagram persentase jumlah penderita pada kasus striktura uretra
berdasarkan derajat penyempitan
Distribusi penderita striktura uretra menurut derajat penyempitan sesuai
dengan tabel dan diagram diatas, dimana penyempitan partial terdapat 1 penderita
( 4,4 % ), penyempitan total 7 penderita ( 30,4 % ), dan terdapat 15 ( 65,2 % )
penderita yang tidak diketahui derajat obtruksinya.

Panjang striktura
Panjang striktura

Frequency

Percent

0 1 cm

13

1,5 2,5 cm

22

>2,5 cm

33

Tidak diketahui

14

61

Total

23

100

Tabel 6. Distribusi penderita striktura uretra berdasarkan panjang striktura

Gambar 18. Diagram frekuensi jumlah penderita pada kasus striktura uretra
berdasarkan panjang striktura

34

Gambar 19. Diagram persentase jumlah penderita pada kasus striktura uretra
berdasarkan panjang striktura
Dari tabel dan diagram diatas dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi
penderita striktura uretra berdasarkan panjang striktura. Untuk kelompok 0 1 cm
terdapat 3 penderita ( 13 % ), kelompok 1,5 2,5 cm terdapat 5 penderita
( 22 % ), kelompok > 2,5 terdapat 1 penderita ( 4 % ), dan pada kelompok yang
tidak diketahui terdapat 14 penderita ( 61 % ).

Lokasi striktura
Lokasi striktura

Frequency

Percent

Anterior

22

Posterior

18

78

35

Total

23

100

Tabel 7. Distribusi penderita striktura uretra berdasarkan lokasi striktura

Gambar 20. Diagram frekuensi jumlah penderita pada kasus striktura uretra
berdasarkan lokasi striktura\

36

Gambar 21. Diagram persentase jumlah penderita pada kasus striktura uretra
berdasarkan lokasi striktura
Dari tabel dan diagram diatas dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi
penderita striktura uretra berdasarkan lokasi striktura, dimana terdapat 5 penderita
dengaan lokasi striktura berada di uretra anterior, dan terdapat 18 penderita di
uretra posterior. Dengan masing masing persentase anterior ( 22 % ) dan
posterior ( 78 % ).

Jenis Penanganan
Jenis Penanganan

Frequency

Percent

Sistostomi :

22

44

Sistostomi Terbuka

17

34

Sistostomi Trokar

10

Uretrotomi Interna

20

40

Uretrotomi Eksterna

Businasi

Total

50

100

Emergensi :

Elektif :

37

Tabel 8. Distribusi penderita striktura uretra berdasarkan jenis penanganan

Gambar 22. Diagram frekuensi jumlah penderita striktura uretra berdasarkan


jenis penanganan

38

Gambar 23. Diagram persentase jumlah penderita striktura uretra berdasarkan


jenis penanganan
Berdasarkan data diatas terdapat 50 penanganan kejadian striktura uretra
yang dikelompokan berdasarkan jenis penanganan, dimana terdapat 22
penanganan dengan sistostomi, masing masing 17 penanganan dengan
sistostomi terbuka dan 5 penanganan dengan sistostomi trokar, 20 penanganan
dengan uretrotomi interna ( sachse ), 4 penanganan dengan uretrotomi interna, dan
4 penangan dengan businasi. Dengan persentase masing masing sistostomi 44%
( sistostomi terbuka 34 % dan sistostomi trokar 10 % ), uretrotomi interna
( sachse ) 40 %, uretrotomi eksterna 8 % dan businasi 8 %.

Lamanya perawatan
Lamanya perawatan

Frequency
39

Percent

0 1 minggu

39

>1 minggu

30,5

Tidak diketahui

30,5

Total

23

100,0

Tabel 9. Distribusi penderita striktura uretra berdasarkan lamanya perawatan

Gambar 24. Diagram frekuensi jumlah penderita pada kasus striktura uretra
berdasarkan lamanya perawatan

40

Gambar 25. Diagram persentase jumlah penderita pada kasus striktura uretra
berdasarkan lamanya perawatan
Dari tabel dan diagram diatas dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi
penderita striktura uretra berdasarkan lamanya perawatan, terdapat 18 pasien
dengan lamanya perawatan 0 1 bulan, 2 pasien dengan lamanya perawatan >1
bulan, dan terdapat 3 pasien yang tidak diketahui lama perawatannya. Dengan
persentase masing masing lamanya perawatan kelompok 0 1 bulan ( 78,3 % ),
> 1 bulan ( 8,7 % ), dan tidak diketahui ( 13 % ).

B.

Pembahasan
Kriteria sampel yang diteliti adalah penderita yang didiagnosa menderita

striktura uretra pada catatan rekam medik periode Januari 2009 Desember
2011di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, dimana ditemukan 23 kasus
striktura uretra dalam kurun waktu tersebut.

41

Tabel 2, Gambar 10 dan Gambar 11 menunjukan bahwa distribusi


penderita striktura uretra pada periode Januari 2009 Desember 2011, terbanyak
pada tahun 2010 yaitu sebanyak 12 kasus ( 52,2 % ), lalu diikuti tahun 2009
sebanyak 6 kasus ( 26,1 % ), dan tahun 2011 sebanyak 5 kasus ( 21,7 % ). Hal ini
dinilai dari data yang diambil dari sumber yang menunjukan bahwa tahun 2010
merupakan tahun dengan angka kejadian terbanyak. Pada tahun 2011 hanya
terdapat 5 penderita mungkin disebabkan karena data penderita belum dibawa ke
Bagian Rekam Medik.

Distribusi penderita striktura uretra berdasarkan umur ( Tabel 3, Gambar


12 dan Gambar 13 ) didapatkan bahwa kelompok umur paling sering adalah
kelompok umur 25 - 39 tahun sebanyak 7 kasus ( 30,4 % ), kemudian kelompok
umur 40 54 tahun, 55 69 tahun dan 70 84 tahun yang memiliki jumlah kasus
yang sama yaitu 4 kasus ( 17,4 % ), diikuti kelompok umur 10 24 tahun
sebanyak 3 kasus ( 13 % ), dan terakhir kelompok umur >85 tahun sebanyak 1
kasus ( 4,4 % ). Hal ini berdasarkan data yang diperoleh dari catatan medis
penderita di Bagian Bedah dan Bagian Rekam Medik RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado dan kebetulan ditemukan kelompok umur 25 39 tahun ini yang
paling banyak merawat ke rumah sakit.
Berdasarkan Tabel 4, Gambar 14 dan Gambar 15 diperoleh data distribusi
penderita striktura uretra berdasarkan penyebab yang paling sering adalah
straddle injury sebanyak 10 kasus ( 43,5 % ), kemudian instrumentasi sebanyak 9
kasus

( 39,1 % ), lalu fraktur pelvis sebanyak 2 kasus ( 8,7 % ) dan yang tidak

42

diketahui sebanyak 2 kasus ( 8,7 % ). Hal ini mungkin terjadi karena


meningkatnya angka kejadian kecelakaan lalu lintas di Manado yang
memungkinkan terjadinya trauma tumpul pada selangkangan (straddle injury) dan
juga dari hasil anamnesa yang tercatat di Rekam Medik RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado.
Berkurangnya diameter uretra akibat digantinya jaringan uretra dengan
jaringan ikat ( fibrosis ) menyebabkan sumbatan dan penyempitan pada uretra
yang mengakibatkan timbulnya gejala yang khas pada striktura uretra berupa
pancaran miksi kecil dan bercabang.3,19 . Derajat penyempitan uretra dibagi
menjadi tiga tingkatan, yaitu ringan, sedang dan berat. 1 Pada Tabel 5, Gambar 16
dan Gambar 17, diperoleh data bahwa penyempitan partial terdapat 1 kasus
( 4,4 % ), dan penyempitan total terdapat 7 kasus ( 30,4 % ), sedangkan terdapat
15 kasus ( 65,2 % ) tidak diketahui derajat penyempitannya. Derajat penyempitan
ringan tidak ditemukan pada catatan rekam medik striktura uretra periode Januari
2009 Desember 2011di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, sedangkan
banyaknya kasus yang tidak diketahui derajat penyempitannya mungkin
disebabkan karena kurang telitinya dalam pengisian status penderita.
Distribusi penderita striktura uretra berdasarkan panjang striktura ( Tabel
6, Gambar 18 dan Gambar 19 ) diperoleh data bahwa kelompok panjang striktura
0 1 cm terdapat 3 kasus ( 13 % ), kemudian 1,5 2,5 cm terdapat 5 kasus
( 22 % ), lalu >2,5 cm terdapat 1 kasus ( 4 % ) dan tidak diketahui terdapat 14
kasus ( 61 % ). Hal ini berdasarkan data yang diperoleh dari catatan medis
penderita di Bagian Bedah dan Bagian Rekam Medik RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. Kelompok panjang striktura yang tidak diketahui adalah
43

kelompok dengan jumlah kasus terbanyak, yang mungkin disebabkan karena


kurang telitinya dalam pengisian status penderita.
Secara anatomi uretra dibagi menjadi dua bagian, yaitu uretra anterior dan
uretra posterior. 1 Uretra anterior terdiri atas pars bulbosa, pars pendularis, fossa
navikular, dan meatus uretra eksterna. 7 Uretra posterior terdiri atas uretra pars
prostatika dan pars membranasea. 1Lokasi striktura pada penderita striktura uretra
sesuai Tabel 7, Gambar 20 dan Gambar 21 menunjukan bahwa lokasi tersering
pada uretra posterior, yaitu sebanyak 18 kasus ( 78 % ) dan anterior sebanyak 5
kasus ( 22 % ). Ini berdasarkan data yang ada di Bagian Bedah dan Bagian Rekam
Medik RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Berdasarkan jenis penanganan pada penderita striktura uretra ( Tabel 8,
Gambar 22 dan Gambar 23 ) diperoleh data bahwa penanganan secara emergensi
dalam hal ini sistostomi terdapat 22 kasus ( 44 % ), dimana diantaranya sistostomi
terbuka terdapat 17 kasus ( 34 % ) dan sistostomi trokar terdapat 5 kasus ( 10 % ),
kemudian penanganan secara elektif berupa uretrotomi interna (sachse ) terdapat
20 kasus ( 40 % ) sedangkan uretrotomi eksterna terdapat 4 kasus ( 8 % ), dan
terakhir dengan penanganan businasi terdapat 4 kasus ( 8 % ). Banyaknya pasien
dengan penanganan secara sistostomi ini mungkin terjadi bila pasien datang
sudah dengan retensi urin, sehingga secepatnya dilakukan sistostomi suprapubik
untuk mengeluarkan urin dan biasanya diikuti dengan uretrotomi interna
( sachse ).1 pada penanganan uretrotomi eksterna dan businasi hanya terdapat 4
kasus, ini mungkin terjadi apabila dengan penanganan pertama penderita bisa
ditangani atau sudah sembuh dengan penanganan tersebut, atau bisa juga jika
penderita menolak untuk dilakukan tindakan selanjutnya.
44

Lamanya perawatan berdasarkan Tabel 9, Gambar 24 dan Gambar 25,


ditemukan bahwa kelompok dengan lamanya perawatan 0 1 minggu terdapat 9
kasus ( 39 % ), kemudian kelompok >1 minggu terdapat 7 kasus ( 30,5 % ) dan
terakhir kelompok tidak diketahui terdapat 7 kasus ( 30,5 % ). Banyaknya kasus
yang ditemukan pada kelompok lamanya perawatan 0 1 ini ini mungkin
diakibatkan biaya perawatan yang tinggi sehingga keluarga pasien tidak sanggup
menanggung biaya perawatan atau penderita sudah sembuh dan diijinkan pulang,
sedangkan untuk kelompok tidak diketahui mungkin disebabkan karena kurang
telitinya dalam pengisian status penderita.

BAB V
PENUTUP

A.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian retrospektif deskriptif di RSUP Prof. Dr. R.

D. Kandou Manado dalam kurun waktu 3 tahun, yaitu dari Januari 2009 sampai
Desember 2011, terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan, diantaranya
adalah ditemukan angka kejadian striktura uretra di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
periode Januari 2009 Desember 2011 sebanyak 23 kasus dan paling tinggi pada
tahun 2010 yaitu sebanyak 12 kasus. Ditemukan pula bahwa kelompok umur 2539 tahun adalah kelompok umur penderita striktura uretra tersering dengan
penyebab tersering straddle injury, dan lokasi striktura tersering berada pada
uretra posterior, yaitu sebanyak 18 kasus. Sedangkan untuk derajat penyempitan

45

dan panjang striktura, ditemukan masing-masing sebanyak 15 kasus dan 14 kasus


yang tidak diketahui ataupun tidak tercatat dalam status penderita.
Kesimpulan lain yang dapat diambil dalam penelitian ini juga mengenai
penanganan dan lama perawatan tersering pada penderita striktura uretra selama
periode Januari 2009 Desember 2011. Penanganan yang paling sering
ditemukan adalah penanganan secara emergensi, dalam hal ini sistostomi, dimana
dalam penelitian ditemukan sistostomi terbuka sebanyak 17 kasus dan sistostomi
trokar sebanyak 5 kasus. Sedangkan untuk lamanya perawatan, 0 1 minggu
adalah lama perawatan tersering pada penderita striktura uretra di RSUP Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado periode Januari 2009 Desember 2011.
B.

Saran
1.

Hindari terjadinya trauma pada uretra dan pelvis.

2.

Hindari kontak langsung dengan penderita yang terinfeksi penyakit


menular seksual seperti Gonorrhea, dengan jalan setia pada satu pasangan
dan memakai kondom.

3.

Kepada masyarakat atau pembaca yang mengalami gangguan miksi segera


memeriksakan diri kepada dokter Spesialis Urologi.

4.

Perlu adanya pencatatan yang lebih baik dan lengkap dari setiap kasus,
sehingga dapat digunakan untuk penelitian penelitian selanjutnya.

46

DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo Basuki B. Dasar-dasar Urologi. Edisi 3. CV.Sugeng Seto. Jakarta


; 2011.p.14-15,141-146.
2. Faktor

resiko

dan

bahaya

striktura

uretra.

Available

from:

http://ntparisa.wordpress.com/tag/striktura-uretra. Accessed Desember 3,


2011.
3. Sjamsuhidajat R dan Jong Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2004.p.752.
4. Harrison, Gittes, Perlmutter, Stamey Walsh. Campbells Urology vol 3. Ed
4. W.B. Saunders Company ; 1979.p.2405-2410.
5. Harrison, Gittes, Perlmutter, Stamey Walsh. Campbells Urology vol 2. Ed
4. W.B. Saunders Company ; 1979.p.1655-1656.
6. Jenquera carlos luiz, carneiro jose. Histologi dasar: teks dan atlas. Ed 10.
Jakarta : EGC ; 2007.p.386-387.
7. Schwartz, seymour I. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Jakarta : EGC ;
2000.p.577.
8. Moore, keith L. Anatomi klinik dasar. Jakarta ; 2002.p.161-162.
9. Ekayuda Iwan. Editor. Radiologi Diagnostik. Ed 2. Jakarta ; 2005.p.314316.
10. Schwartz Seymour I, Shires G. Tom, Spencer Frank C. Principles Of
Surgery. Ed 6. McGRAW-HILL ; 1994.p.1727.
11. Anson BJ, McVAY CB. Surgical Anatomy. W.B. Saunders Company.
USA ; 1984.p.857.
12. Snell, Richard S. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Ed 6.
Jakarta : EGC ; 2006.p.399.

47

13. Eroschenko, Victor P. Atlas histologi di fiore dengan korelasi fungsional.


Ed 9. Jakatra : EGC ; 2003.p.288-293.
14. Guyton Arthur C dan Hall Jhon E. Buku ajar fisiologi kedokteran. Ed 11.
Jakarta : EGC ; 2007.p.329.
15. Corwin, Elizabeth J. Buku saku patofisiologi. Jakarta : EGC ; 2000.p.467.
16. Ganong William F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed 22. Jakarta :
EGC ; 2008.p.755.
17. Bedah

Urologi.

Available

http://ilmubedahurologi.wordpress.com/tag/striktura-uretra/.

from:
Accessed

Desember 3, 2011.
18. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah jilid 2. Jakarta : EGC ; 1994.p.488489.
19. Mansjoer Arif, et al. Editors. Kapita Selekta Kedokteran. Ed 3. Jakarta ;
2000.p.336-337.
20. Harrison, Gittes, Perlmutter, Stamey Walsh. Campbells Urology vol 1. Ed
4. W.B. Saunders Company ; 1978.p.358-367.

48

Anda mungkin juga menyukai