PENDAHULUAN
Cedera uretra merupakan cedera yang jarang dan paling sering terjadi pada
laki-laki. Cedera uretra jarang terjadi pada wanita. Beberapa bagian dari uretra
dapat mengalami laserasi, terpotong, atau memar. Penatalaksaannya bermacam-
macam tergantung pada derajat cedera. 1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Uretra anterior pada pria dimulai dari meatus uretra, pendulans uretra dan
bulbus uretra. Uretra anterior ini berupa tabung yang lurus, terletak bebas diluar
tubuh, sehingga kalau memerlukan operasi atau reparasi relatif mudah. Uretra
posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika dan uretra pars membranasea.
Uretra yang dikelilingi kelenjar prostat dinamakan uretra prostatika. Bagian
selanjutnya adalah uretra membranasea, yang memiliki panjang terpendek dari
semua bagian uretra, sukar untuk dilatasi dan pada bagian ini terdapat otot yang
membentuk sfingter. Sfingter ini bersifat volunter sehingga kita dapat menahan
kemih dan berhenti pada waku berkemih. Uretra membranasea terdapat dibawah
dan dibelakang simpisis pubis, sehingga trauma pada simpisis pubis dapat
mencederai uretra membranasea. 1,2,3
2
Uretra dapat dibedakan ke dalam 5 segmen yaitu :
a. Uretra posterior
- Uretra pars prostatika
- Uretra pars membranasea
b. Uretra anterior
- Uretra pars bulbosa
- Uretra pars pendulosa
- Fossa naviculare 7
Uretra pars prostatika berjalan menembusi prostat, mulai dari basis prostat
sampai pada apeks prostat. Panjang linea mediana terdapat crista urethralis, yang
kearah cranialis berhubungan dengan uvula vesicae, dan ke arah caudal
melanjutkan diri pada pars membranasea. Pada crista urethralis terdapat suatu
tonjolan yang dinamakan collicus seminalis (verumontanum), berada pada
perbatasan segitiga bagian medial dan sepertiga bagian caudal uretra pars
prostatika. Pada puncak dari colliculus terdapat sebuah lubang, disebut utriculus
prostaticus, yang merupakan bagian dari suatu diverticulum yang menonjol sedikit
ke dalam prostat. Bangunan tersebut tadi adalah sisa dari pertemuan kedua ujung
caudalis ductus paramesonephridicus (pada wanita ductus ini membentuk uterus
dan vagina). Di sisi-sisi utriculus prostaticus terdapat muara dari ductus
ejaculatorius (dilalui oleh semen dan secret dari vesicula seminalis). Saluran yang
berada di sebelah lateral utriculus prostaticus, disebut sinus prostaticus, yang pada
dinding posteriornya bermuara saluran-saluran dari glandula prostat (kira-kira
sebanyak 30 buah). 6
3
Glandula bulbourethralis terletak di sebelah cranial membrana perinealis,
berdekatan pada kedua sisi uretra. Saluran keluar dari kelenjar tersebut berjalan
menembusi membrana perinealis, bermuara pada pangkal uretra pars spongiosa. 6
4
Lumen uretra terletak di tengah bagian posterior korpus spongiosum
melalui uretra pars bulbosa, tetapi terpusat pada uretra pars pendulosa.
Berdasarkan defenisinya, uretra pars bulbosa tidak hanya ditutupi oleh korpus
spongiosum, tetapi juga oleh penggabungan garis tengah dari otot
ischiokavernosus. Otot bulbospongiosum berakhir hanya pada proksimal sampai
penoskrotal junction, dimana uretra berlanjut ke distal sebagai uretra pars
pedunlosa. Uretra pars pendulosa dekat dengan korpus korporal di bagian dorsal.
Di distal sebagian besar bagian dari uretra anterior adalah fossa naviculare, yang
dikelilingi oleh jaringan spongiosa dari glans penis. 4
Pada uretra maskulina, pars prostatika mendapat suplai darah terutama dari
arteri vesikalis inferior dan arteri rektalis media. Uretra pars membranasea diberi
suplai darah dari cabang-cabang arteri dorsalis penis dan arteri profunda penis.
Aliran darah venous menuju pleksus venosus prostatikus dan ke vena pudenda
interna. Aliran limfe dari uretra pars prostatika dan pars membranasea dibawa
oleh pembuluh-pembuluh limfe yang berjalan mengikuti vasa pudenda interna
menuju ke lymphonodus iliaka interna (sebagian besar) dan ke lymphonodus
iliaka eksterna (sebagian kecil). Aliran limfe dari uretra pars spongiosa, sebagian
besar dibawa menuju lymphonodus inguinalis profunda dan sebagian besar
dibawa menuju ke lymphonodus iliaka interna. 6
5
cabang dari arteri uterine, sedangkan pars kaudalis disuplai oleh arteri pudenda
interna. Pembuluh darah vena membawa aliran darah venous menuju ke plexus
venosus vesikalis dan vena pudenda interna. 6
Innervasi
Ruptur uretra adalah trauma yang terjadi pada uretra baik anterior maupun
posterior. Ruptur uretra merupakan suatu kegawatdaruratan bedah yang sering
terjadi oleh karena fraktur pelvis akibat kecelakaan lalulintas atau jatuh dari
ketinggian. Sekitar 70% dari kasus fraktur pelvis yang terjadi akibat dari
kecelakaan lalulintas/kecelakaan kendaraan bermotor, 25% kasus akibat jatuh dari
ketinggian, dan 90% kasus cedera uretra akibat trauma tumpul. Secara
6
keseluruhan pada fraktur pelvis akan terjadi pula cedera uretra bagian posterior
(3,5%-19%) pada pria, dan (0%-6%) pada uretra perempuan.1,2
Fraktur pada daerah pelvis biasanya karena cedera akibat terlindas (crush
injury), dimana kekuatan besar mengenai pelvis. Trauma ini juga seringkali
disertai dengan cedera pada anggota tubuh lainnya seperti cedera kepala, thorax,
intra abdomen, dan daerah genitalia. Angka kematian sekitar 20 % kasus fraktur
pelvis akibat robekan pada vena dan arteri dalam rongga pelvis.2
Fraktur pelvis yang tidak stabil atau fraktur pada ramus pubis bilateral
merupakan tipe fraktur yang paling memungkinkan terjadinya cedera pada urethra
posterior. Dilaporkan, cedera pada urethra posterior sekitar 16% pada fraktur
pubis unilateral dan meningkat menjadi 41% pada fraktur pubis bilateral. Cedera
urethra prostatomembranaceus bervariasi mulai dari jenis simple ( 25%), ruptur
parsial ( 25%) dan ruptur komplit ( 50%).2
2.3 Etiologi
Terjadinya ruptur uretra dapat disebabkan oleh cedera eksternal yang
meliputi fraktur pelvis atau cedera tarikan (shearing injury). Selain itu, juga dapat
disebabkan oleh cedera iatrogenik, seperti akibat pemasangan kateter, businasi,
dan bedah endoskopi.
Ruptur uretra anterior biasanya terjadi karena trauma tumpul (paling
sering) atau trauma tusuk. Dan terdapat sekitar 85% kasus rupture uretra anterior
pars bulbosa akibat trauma tumpul.
1. Fraktur pelvis
Cedera urethra posterior utamanya disebabkan oleh fraktur pelvis. Yang
menurut kejadiannya, terbagi atas 3 tipe, yaitu :
Cedera akibat kompresi anterior-posterior
Cedera akibat kompresi lateral
Cedera tarikan vertikal.
Pada fraktur tipe I dan II mengenai pelvis bagian anterior dan
biasanya lebih stabil bila dibandingkan dengan fraktur tipe III dengan tipe
tarikan vertical. Pada fraktur tipe III ini seringkali akibat jatuh dari
ketinggian, paling berbahaya dan bersifat tidak stabil. Fraktur pelvis tidak
stabil (unstable) meliputi cedera pelvis anterior disertai kerusakan pada
7
tulang posterior dan ligament disekitar articulation sacroiliaca sehingga
salah satu sisi lebih ke depan dibanding sisi lainnya (Fraktur Malgaigne).
Cedera urethra posterior terjadi akibat terkena segmen fraktur atau paling
sering karena tarikan ke lateral pada uretra pars membranaceus dan
ligamentum puboprostatika.
2. Cedera tarikan ( shearing injury)
Cedera akibat tarikan yang menimbulkan rupture urethra di
sepanjang pars membranaceus (5-10%). Cedera ini terjadi ketika tarikan
yang mendadak akibat migrasi ke superior dari buli-buli dan prostat yang
menimbulkan tarikan di sepanjang urethra posterior. Cedera ini juga terjadi
pada fraktur pubis bilateral (straddle fraktur) akibat tarikan terhadap
prostat dari segmen fraktur berbentuk kupu-kupu sehingga menimbulkan
tarikan pada urethra pars membranaceus.
3. Cedera uretra karena pemasangan kateter
Cedera uretra karena kateterisasi dapat menyebabkan obstruksi
karena edema atau bekuan darah. Abses periuretral atau sepsis dapat
mengakibatkan demam. Ekstravasasi urin dengan atau tanpa darah dapat
lebih meluas. Pada ekstravasasi ini, mudah timbul infiltrate urin yang
mengakibatkan sellulitis dan septisemia bila terjadi infeksi.
2.4 Klasifikasi
8
Terletak di distal dari diafragma urogenital. Terbagi atas 3 segmen, yaitu:8
a. Bulbous urethra
b. Pendulous urethra
c. Fossa navicularis
Namun, yang paling sering terjadi adalah rupture uretra pada pars bulbosa
yang disebabkan oleh Saddle Injury, dimana robekan uretra terjadi antara
genitourinaria
2.4 Diagnosis
Dapat diduga terjadi cedera urethra dari anamnesis atau trauma yang nyata
pada pelvis atau perineum. Pada penderita yang sadar , riwayat miksi perlu
9
diketahui untuk mengetahui waktu terakhir miksi, pancaran urine, nyeri saat miksi
pelvis.12
- Perdarahan per uretra
Merupakan tanda utama dari rupture uretra posterior,
urethra.12
-
Retensi urin 12
-
Pada pameriksaan Rectal Toucher didapatkan Floating prostat
diafragma urogenital.12
-
Pada pemeriksaan uretrografi didapatkan ekstravasasi kontras dan
10
2. Ruptur uretra anterior
Trauma uretra anterior yang terdiri dari uretra pars glanularis,
Buck dan fasia Colles. Jika terjadi rupture uretra beserta korpus spongiosum
darah dan urin keluar dari uretra tetapi masih terbatas pada fasia Buck, dan
11
secara klinis terlihat hematoma yang terbatas pada penis. Namun jika fasia
Buck ikut robek, ekstravasasi urin dan darah hanya dibatasi oleh fasia
abdomen. Oleh karena itu robekan ini memberikan gambaran seperti kupu-
2.5 Penatalaksanaan
Pertama kali yang perlu dilakukan dalam mengatasi kegawatan
.Syok sering terjadi akibat perdarahan rongga pelvis. Bila hal ini terjadi,
yaitu :
- Realignment primer
Awalnya teknik ini dilakukan repair secara open dengan
12
menimbulkan banyak kehilangan darah selama operasi, meningkatkan
13
lainnya yaitu urethra yang avulse dan prostat yang awalnya berjauhan
suprapubik.1
- Uretroplasty Primer
Repair primer dengan end-to-end anastomosis hanya dapat
dilakukan pada penderita non trauma atau tidak disertai dengan fraktur
urethra posterior.7
Standar baku dalam penanganan rekonstruksi uretra posterior
pada tempat disrupsi urethra sudah stabil dan matang menjadi indikasi
sehingga bladder neck terbuka dan defek rupture dapat dievaluasi lebih
akurat. Pemeriksaan yang lebih akurat yaitu dengan MRI. Teknik yang
14
digunakan yaitu transperineal, dimana pasien ditempatkan pada posisi
1. Impotensi
cedera uretra yang dirawat dengan pemasangan kateter. Cedera pada saraf
pelvis.
2. Inkontinesia
Insiden terjadinya inkontinensia urine rendah ( 2-4 %), dan disebabkan
dilakukan operasi.
15
3. Striktur
Setelah dilakukan rekonstruksi rupture uretra posterior, 12-15% penderita
DAFTAR PUSTAKA
16
7. Schreiter F, et al. Reconstruction of the bulbar and membranous urethra. In :
Schreiter F, et al, editors. Urethral reconstructive surgery. Germany : Springer
Medizin Verlag Heidelberg; 2006 . p.107-20
8. Smith JK, Kenney P. Urethra trauma. 2009. [cited 2011 October 11].
Available from :URL : www.emedicine.com
9. Brandes S. Initial management of anterior and posterior urethral injuries . In :
McAninch JW, Resinck MI, editors. Urologic clinics of north america.
Philadelpia : Elseivers Sanders; 2006. p. 87-95
10. Sjamsuhidajat R, Jong WM. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC;
2005. p. 770-2
11. Reksoprodjo S, et al. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta : FK UI; 2004. p.
149-52
12. Reynard J, Brewster S, Biers S. Oxford handbook of urology. England:
Oxford University; 2006. p. 442-7
13. Kawashima A, Sandler CM, Wasserman NF, et al. Imaging of urethral
disease: a pictorial review. 2004. [cited 2011 October 20]. Available from:
URL : http://radiographics.rsna.org/content/24/suppl_1/S195.full.pdf+html
14. Palinrungi AM. Lecture notes on urological emergencies & trauma.
Makassar: Division of Urology, Departement of Surgery, Faculty of
Medicine, Hasanuddin University; 2009. p. 131-6
15. Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA. Campbell-walsh
urology. 9th Edition. Philadelphia : Saunders elsevier; 2007
17