Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah


Kanker payudara adalah tumor ganas yang berasal dari kelenjar payudara.
Termasuk saluran kelenjar airsusu dan jaringan penunjangnyayang tumbuh
infiltratif, destruktif, serta dapat bermetastase. Kanker payudara merupakan salah
satu masalah kesehatan di dunia. Kanker payudara merupakan salah satu
keganasan pada wanita yang menyebabkan angka kematian yang tinggi di seluruh
dunia, dan merupakan 22% dari semua tumor ganas pada wanita. Data dari
Surveillance Epidemiology and End Resulys (SEER) tahun 2007, di Amerika
Serikat diperkirakan 62.030 dengan kanker in situ, 178.480 wanita didiagnosis
menderita kanker payudara invasif dan lebih dari 40.000 wanita meninggal karena
penyakit tersebut. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008,
kanker payudara menduduki peringkat keempat penyebab kematian akibat kanker
yaitu 458.000 kasus. Menurut American Cancer Society (ACS) tahun 2012,
kanker payudara merupakan penyebab kematian kedua terbanyak pada wanita
(14%) setelah kanker paru-paru (26%) di Amerika Serikat. Pada tahun 2012
diperkirakan sebanyak 226.870 kasus baru kanker payudara yang invasif terjadi
pada wanita, dan 2190 kasus baru pada pria. Di Indonesia, berdasarkan laporan
Badan Registrasi Kanker-Ikatan Ahli Patologi Indonesia (BRK-IAPI) kanker
payudara merupakan keganasan kedua terbanyak pada wanita setelah kanker
servix dan terdapat kecenderungan insidensnya meningkat dari tahun ke tahun,
tercatat sebesar 16,53% pada tahun 1994, meningkat menjadi 19,18% tahun 1999,
dan 19,88% di tahun 2011.
Karsinoma payudara invasif adalah kelompok tumor ganas epitelial yang
menginvasi jaringan sekitar dan cenderung metastasis ke organ yang jauh. Tumor
berasal dari epitel kelenjar payudara terutama sel-sel pada struktur terminal duct-

1
lobular unit (TDLU) (Ellis et al., 2003). Karsinoma duktal invasif atau infiltratif
adalah tipe histologis terbanyak (70% sampai 80%) karsinoma payudara.
Data di Sulawesi Selatan dalam periode 2008-2012, kanker payudara
menempati urutan pertama angka kejadian kanker. Data dari RS Wahidin
Sudirohusodo Makassar, penderita kanker payudara yang datang berobat dari
tahun 2008-2012 adalah 1497 pasien, dengan rata-rata 299 pasien per tahunnya,
dengan frekuensi usia 40-49 tahun sebesar 39,4%.
Penyebab kanker payudara adalah suatu proses multifaktorial, dan tidak
ada faktor yang dominan, tetapi ada faktor resiko untuk terjadinya KPD antara
lain: usia, usia menarche, usia menopause, usia saat hamil pertama, riwayat
menderita penyakit yang sama dalam keluarga, riwayat tumor jinak payudara,
radiasi, hormonal, dan diet.
Metastasis merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Pada
kanker payudara, metastasis limfogen merupakan rute utama penyebaran sel
kanker (Björndahl et al., 2005). Metastasis sel tumor dimulai dengan invasi tumor
ke pembuluh limfe, kemudian ke limfonodi, dan selanjutnya ke organ jauh
(Schoppmann et al., 2002; Rosen, 2009). Organ yang paling sering terkena
metastasis karsinoma payudara adalah tulang, paru-paru, hati dan otak (Zhou et
al., 2012).
Namun demikian usaha-usaha untuk mendeteksi dini dapat dilakukan
dengan baik dengan mengikutsertakan masyarakat melalui penyuluhan. Selain itu,
kemajuan dalam deteksi dini yang dilengkapi dengan kemajuan terapi, baik teknik
operasi, radiasi, terapi hormonal serta kemoterapi, yang didasarkan pada ketepatan
penentuan stadium dan pengenalan sifat-sifat biologis kanker, semakin membawa
harapan baru untuk penderita kanker payudara ini
Saat ini belum banyak dilaporkan profil kanker payudara di Indonesia
pada umumnya dan Makassar pada khususnya yang memiliki prognosis yang
buruk pada pasien-pasien kanker payudara maka kami melakukan penelitian ini
untuk mengevaluasi pasien-pasien kanker payudara di RS. Wahidin Sudirohusodo
Makassar.

2
I.2 TUJUAN PENELITIAN
o Untuk melakukan deskripsi mengenai profil kanker payudara di
Makassar.
o Diharapkan menambah data dan sebagai data acuan untuk
mengevaluasi, mendeteksi dan menangani dengan lebih baik
kanker payudara

I.3 METODE PENELITIAN


Penelitian ini bersifat retrospektif deskriptif dengan mengambil
data rekam medis dengan mengumpulkan data penderita kanker payudara
dan penderita metastase kanker payudara.

I.4 TEMPAT PENELITIAN


Rumah Sakit Umum Pusat Wahidin Sudirohusodo Makassar.

I.5 WAKTU PENELITIAN


Waktu penelitian periode Januari 2015 – Juni 2015 dengan
mengumpulkan data pasien kanker payudara periode Januari 2011 - Desember
2014.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi Payudara

3
Payudara dewasa normalnya terletak di hemithoraks kanan dan kiri
dengan dasarnya terletak dari kira-kira iga kedua sampai iga keenam.
Bagian medial payudara mencapai pinggir sternum dan di lateral sejajar
garis aksilaris anterior. Payudara meluas ke atas melalui suatu ekor aksila
berbentuk piramid. Payudara terletak di atas lapisan fascia otot pektoralis
mayor pada dua pertiga superomedial dan otot seratus anterior pada
sepertiga lateral bawah. Pada 15% kasus jaringan payudara meluas ke
bawah garis tepi iga dan 2% melewati pinggir anterior otot latissimus dorsi.4
Payudara yang asimetri sering dijumpai diantara wanita normal dan
penderita tidak begitu menyadarinya atau mungkin menerimanya sebagai
variasi normal. Setengah wanita mempunyai perbedaan volume 10% antara
payudara kiri dan kanan dan seperempatnya dengan perbedaan 20%.
Payudara kiri selalu lebih besar dibanding yang sebelah kanan.4
Payudara terdiri dari berbagai struktur yaitu parenkim epitelial,
jaringan lemak, pembuluh darah, saraf, dan saluran getah bening serta otot
dan fascia. Parenkim epitelial dibentuk oleh kurang lebih 15-20 lobus.
Masing – masing lobus dialiri oleh sistem duktus dari sinus laktiferous (bila
distensi mempunyai diameter 5 – 8 mm) terbuka pada nipel, dan masing-
masing sinus menerima suatu duktus lobulus dengan diameter 2 mm atau
kurang. Di dalam lobus terdapat 20 – 40 lobulus. Satu lobulus mempunyai
diameter 2–3 mm dan dapat terlihat dengan mata telanjang. Masing-masing
lobulus mengandung 10 sampai 100 alveoli (acini) yang merupakan unit
dasar sekretori. Payudara dibungkus oleh fascia pektoralis superfisialis yang
bagian anterior dan posteriornya dihubungkan oleh ligamentum Cooper
sebagai penyangga.2,4,

4
A Ductus
B Lobulus
C Sinus lactiferous
D Puting susu
(nipple)
E Jaringan lemak
F Otot
pectoralis mayor
G Tulang Iga

Pembesaran:
A sel normal
B membrane basal
C lumen (saluran tengah)

5
Vaskularisasi Payudara2,4,5

Gb.2. Blood supply of the breast; drawing from a dissection photograph.


The arterial supply is here derived chiefly from (A) direct mammary
branches of the axillary artery; (B) branches of the lateral thoracic artery;
(C) perforating branches of the internal thoracic artery. The venous
drainage is comparable, and is illustrated on the right side of the drawing.
The rib levels are indicated by numbers. (Modified from Colborn GL,
Skandalakis JE. Clinical Gross Anatomy. Pearl River NY: Parthenon,
1993; with permission.)

a. Arteri
Payudara mendapat perdarahan dari:
1. Cabang-cabang perforantes a. mammaria interna yang
memperdarahi tepi medial glandula mammae
2. Rami pektoralis a. thorakoakromialis yang memperdarahi glandula
mammae bagian dalam (deep surface)
3. A. thorakalis lateralis (a. mammaria eksterna) yang memperdarahi
bagian lateral payudara
Pembuluh darah lain yang juga penting artinya meskipun tidak
memperdarahi glandula mammae adalah a. thorakodorsalis. Pada
tindakan radikal mastektomi perdarahan yang terjadi akibat putusnya

6
arteri ini sulit dikontrol sehingga daerah ini dinamakan “the bloody
angle”.

b. Vena
Pada daerah payudara terdapat tiga grup vena yaitu:
1. Cabang cabang perforantes v. mammaria interna
2. Cabang-cabang v. aksilaris
a. v. thorako-akromialis
b. v. thorako-dorsalis
c. v. thorako lateralis
3. Vena-vena kecil yang bermuara pada v.interkostalis
Vena interkostalis bermuara pada v. vertebralis kemudian bermuara
pada v. azygos (melalui vena-vena ini metastase dapat langsung terjadi
di paru).

Persarafan Payudara2,4,5
Kulit payudara dipersarafi oleh cabang pleksus servikalis dan n.
interkostalis sedangkan jaringan glandula mammae sendiri dipersarafi oleh
sistem simpatis. Persarafan sensoris di bagian superior dan lateral berasal
dari nervus supraklavikular (C3 dan C4) dari cabang lateral nervus
interkostal torasik (3–4 ). Bagian medial payudara dipersarafi oleh cabang
anterior nervus interkostal torasik. Kuadran lateral atas payudara
dipersarafi terutama oleh nervus interkostobrakialis ( C8 dan T1 ).
Pada mastektomi dengan diseksi aksila n. interkostobrakialis dan n.
kutaneus brakius madialis yang mengurus sensibilitas daerah aksila dan
bagian medial lengan atas sedapat mungkin dipertahankan agar tidak
terjadi mati rasa di daerah tersebut.

7
Sistem Limfatik Payudara2,4,6
a. Pembuluh getah bening
1. Pembuluh getah bening aksila
2. Pembuluh getah bening mamaria intena
3. Pembuluh getah bening di daerah tepi medial kuadran medial
bawah payudara
b. Kelenjar getah bening aksila
Terdapat beberapa grup kelenjar getah bening aksila:
1. Kelenjar getah bening mammaria eksterna
Grup ini dibagi dalam dua kelompok:
i. Kelompok superior setinggi
interkostal II-III
ii. Kelompok inferior setinggi
interkostal IV-VI
2. Kelenjar getah bening skapula
3. Kelenjar getah bening sentral (central nodes)
Kelenjar getah bening ini merupakan kelenjar aksila yang terbesar dan
terbanyak jumlahnya, terletak di dalam jaringan lemak di pusat ketiak.
Beberapa di antaranya terletak sangat superfisial di bawah kulit dan fascia
kira-kira pada pertengahan lipat ketiak sehingga relatif paling mudah
diraba.

1. Kelenjar getah bening interpektoral (Rotter’s nodes)


2. Kelenjar getah bening v. aksilaris
3. Kelenjar getah bening subklavikula
4. Kelenjar getah bening prepektoral
5. Kelenjar getah bening mammaria eksterna

8
Metastasis Kanker Payudara1,3
Metastasis kanker payudara dapat terjadi melalui dua jalan:
a. Metastasis melalui
sistem vena
Melalui sistem vena kanker payudara dapat bermetastasis ke paru-
paru, vertebra, dan organ-organ lain. V. mammaria interna merupakan
jalan utama metastasis kanker payudara ke paru-paru melalui sistem
vena sedangkan metastasis ke vertebra terjadi melalui vena-vena kecil
yang bermuara ke v.interkostalis yang selanjutnya bermuara ke dalam
v. vertebralis.

b. Metastasis melalui sistem limfe


Metastasis melalui sistem limfe pertama kali akan mengenai KGB
regional terutama KGB aksila. KGB sentral (central nodes)
merupakan KGB aksila yang paling sering (90%) terkena metastasis
sedangkan KGB mammaria eksterna adalah yang paling jarang
terkena. Kanker payudara juga dapat bermetastasis ke KGB aksila
kontralateral tapi jalannya masih belum jelas, diduga melalui deep
lymphatic fascial plexus di bawah payudara kontralateral melalui

9
kolateral limfatik. Jalur ini menjelaskan mengapa bisa terjadi
metastasis ke kelenjar aksila kontralateral tanpa metastasis ke
payudara kontralateral.
Metastasis ke KGB supraklavikula dapat terjadi secara langsung
maupun tidak langsung. Penyebaran langsung yaitu melalui kelenjar
subklavikula tanpa melalui sentinel nodes. Penyebaran tidak langsung
melalui sentinel nodes yang terletak di sekitar grand central limfatik
terminus yang menyebabkan stasis aliran limfe sehingga terjadi aliran
balik menuju ke KGB supraklavikula. Metastasis ke hepar selain
melalui sistem vena dapat juga terjadi melalui sistem limfe. Keadaan
ini dapat terjadi bila tumor primer terletak di tepi medial bagian
bawah payudara dan terjadi metastasis ke kelenjar preperikardial.
Selanjutnya terjadi stasis aliran limfe yang berakibat adanya aliran
balik limfe ke hepar.

II.2 Kanker Payudara


II.2.1 Definisi
Kanker payudara adalah suatu keganasan pada payudara yang dapat terjadi
pada sistem duktal, sistem lobular dan jaringan stroma payudara, serta dapat
menyebar secara infiltratif, melalui aliran limfe maupun melalui aliran darah.
Gambaran histopatologis dari kanker payudara dibedakan menjadi 21 type dengan
beberapa subtype (WHO, 2003). Kebanyakan kanker payudara adalah
adenokarsinoma, diantara yang paling sering adalah type Invasif ductal (80%),
Invasif lobuler (5-10%), Tubuler (2%), Meduller (5-7%) dan Musinosum (3%).
Sifat dan perkembangannya dibedakan menjadi karsinoma insitu dan invasif.

II.2.2 Epidemiologi
Kanker payudara merupakan masalah yang dihadapi oleh negara
berkembang dan negara maju. Di Amerika Serikat kanker payudara merupakan
merupakan kanker yang sering dialami oleh wanita dan merupakan penyebab

10
kematian nomor dua, di Indonesia merupakan kanker nomor dua tertinggi pada
wanita.
Pada tahun 2007 diperkirakan 178.480 wanita didiagnosis menderita
kanker payudara invasif, 62.030 dengan kanker payudara in situ, dan lebih dari
40.000 wanita meninggal karena penyakit tersebut. Setelah beberapa tahun
konstan, insiden kanker payudara kembali meningkat seiring diperkenalkannya
skrining dengan mammografi. Keuntungan utama skrining dengan mammografi
adalah ditemukannya kanker payudara pada stadium I, bahkan yang masih in situ,
dan berkurangnya insiden kanker payudara stadium II sampai IV, terutama di
negara-negara maju. Sejak tahun 1994 angka kematian akibat kanker payudara
secara perlahan mulai menurun, meskipun angka kejadiannya tetap konstan.
Penurunan angka kematian ini disebabkan oleh ditemukannya kanker payudara
dalam stadium yang curable karena manfaat skrining, demikian pula karena
modalitas terapi yang semakin baik dan efektif.
Kanker payudara lebih sering terjadi pada wanita dengan usia yang lebih
dengan puncak insiden pada usia 75-80 tahun. Umur rata-rata saat diagnosa
adalah 61 tahun pada wanita kulit putih, 56 tahun pada Hispanik, dan 46 tahun
pada wanita Afrika-Amerika. Kanker payudara sangat jarang terjadi sebelum 25
tahun.
Di Indonesia penderita kanker payudara yang dilaporkan dari beberapa
rumah sakit pada umumnya datang berobat pada stadium lanjut (stadium III dan
IV). Siregar KB dari RS Pringadi Medan melaporkan kanker payudara stadium III
dan IV sebanyak 76,9% dengan puncak frekuensi umur 31-50 tahun sebanyak
58.5%. Azamris di RS M. Jamil Padang menemukan 57.9% pada stadium III dan
IV. Tjindarbumi dari RS Cipto Mangunkusumo Jakarta melaporkan stadium III
dan IV sebesar 70%, Sedangkan Manuaba TW dari RS Sanglah Denpasar
melaporkan kanker payudara stadium III dan IV sebanyak 71% dengan frekuensi
35-50 tahun sebanyak 68%. Kanker payudara di RS Dharmais Jakarta dilaporkan
terus meningkat dari 221 kasus tahun 2003 dan menjadi 657 kasus pada tahun
2008 dimana 70% datang pada stadium III dan IV.
Di Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru untuk setiap
100.000 penduduk per tahunnya. Prevalensi penderita kanker meningkat dari

11
tahun ke tahun akibat peningkatan angka harapan hidup, sosial ekonomi, serta
perubahan pola penyakit (Desen Wan,2011). Menurut profil kesehatan Indonesia
tahun 2005, KPD menduduki peringkat pertama penyakit keganasan berdasarkan
data statistik rumah sakit Indonesia (Pane, 2007).
Data di Sulawesi Selatan dalam periode 2008-2012, kanker payudara
menempati urutan pertama angka kejadian kanker. Data dari RS Wahidin
Sudirohusodo Makassar, penderita kanker payudara yang datang berobat dari
tahun 2008-2012 adalah 798 pasien, dengan rata-rata 158 pasien per tahunnya,
dengan frekuensi usia 40-49 tahun sebesar 39,4%.

II.2.3 Etiologi
Etiologi kanker payudara sampai saat ini masih belum jelas, tapi data
menunjukkan adanya hubungan yang erat antara lingkungan, agen penyebab, dan
penderita itu sendiri, yang mungkin merupakan satu atau beberapa faktor resiko
sekaligus. Kurang lebih 5% kasus kanker payudara diturunkan secara herediter.
10-20% kanker payudara mempunyai riwayat keluarga yang menderita kanker
payudara, dan pada wanita Yahudi suku Askhenazi terdapat mutasi genetik sebesar
25%., ada sekitar 50% penderita kanker payudara tidak diketahui faktor resikonya.
Kanker disebabkan adanya genom abnormal, yang terjadi karena adanya
kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan dan deferensiasi sel. Gen pengatur ini
disebut protoonkogen dan suppresor gen. Terdapat pada semua kromosom dan
banyak jumlahnya, protoonkogen yang telah berubah dan menyebabkan kanker
disebut onkogen. Banyak faktor yang dapat menyebabkan perubahan gen ini.
Sehingga kanker dapat disebabkan oleh kelainan konginetal atau konstitusi
genetika.
1. Karsinogen
2. Lingkungan hidup
Kelainan genetik telah diketahui merupakan predisposisi terjadinya kanker
payudara, dalam beberapa dekade terakhir ini telah banyak menarik perhatian para
ahli, terbukti dengan banyaknya penelitian yang mengarah ke biologi sel dan
genetik. Secara makroskopis, kebanyakan kanker payudara terjadi pada kuadran

12
lateral atas dari payudara dan biasanya tunggal, tapi dapat juga timbul kanker
multifokal pada salah satu payudara atau keduanya.(Neal, A.J., 2003)
Kanker payudara dapat saja terbatas atau infiltrasi secara difus, permukaan
dan teksturnya dapat sangat bervariasi bergantung pada jenis kankernya, misalnya
kanker jenis Scirrhous mempunyai tekstur yang berpasir dengan permukaan yang
berwarna abu-abu atau putih, sedangkan kanker jenis Colloid mempunyai tekstur
yang lebih gelatinous. Kanker tipe Lobular dengan infiltrasi yang difus, tidak
dapat dibedakan secara makroskopis.(Neal,A.J., 2003)

II.2.4 Karsinogenesis dan Antikarsinogenesis


Kanker adalah salah satu kondisi patologis seluler dengan karakteristik
adanya pembelahan sel yang tidak terkontrol. Pembelahan sel diatur melalui
proses daur sel secara terprogram. Dalam satu siklus daur sel terdapat 4 (empat)
fase yang dilalui, yakni fase G-1 (Gap pertama), fase S (sintesis DNA), fase G-2
(Gap kedua), dan fase M (mitosis). Pada sel normal, peristiwa pada setiap fase
tersebut diatur oleh seperangkat protein regulator yang diaktivasi dan disediakan
(diekspresi) secara ketat. Adanya perubahan dalam sistem aktivasi atau ekspresi
protein pengatur akan mengakibatkan gangguan dalam perjalanan daur sel. Sel
yang demikian inilah yang dinamakan sel yang telah mengalami perubahan
(transformasi) fisiologi dan dapat mengakibatkan rusaknya kontrol secara normal.
Sel ini akan dapat berkembang dengan lebih cepat daripada sel normal dan
membentuk komunitas sel dengan diferensiasi yang rendah. Dengan dasar adanya
ketidaknormalan dalam sistem regulasi daur sel, maka banyak obat antikanker
dikembangkan dengan sasaran (target) pada modulasi daur sel. Obat-obat
antikanker tersebut memiliki sejarah yang unik dalam penemuan dan
pengembangannya.
Untuk memahami kanker juga diperlukan pemahaman mengenai proses
terjadinya penyakit ini, yang disebut dengan karsinogenesis. Kanker adalah
penyakit yang memiliki masa laten yang relatif panjang. Kanker terjadi karena ada
kerusakan atau transformasi protoonkogen dan supressor gen sehingga terjadi

13
perubahan dalam cetakan protein dari yang telah diprogramkan semula yang
mengakibatkan timbulnya sel kanker.
Karsinogenesis diawali dengan proses inisiasi pada sel oleh agen
karsinogenik yang menyebabkan mutasi genetik pada gen yang berperan pada
proses pertumbuhan sel. Dengan adanya agen pemacu pertumbuhan (promoter),
baik intra maupun ekstra seluler, sel akan berkembang dan membentuk massa
tumor. Fase ini disebut fase promosi yang dapat berjalan selama puluhan
tahun.Pada akhir fase promosi dapat terjadi perubahan genetik yang semakin
banyak pada beberapa sel yang mendorong sel untuk berkembang semakin tidak
terkontrol. Apabila ini terjadi maka sel akan mengalami percepatan pertumbuhan
dengan disertai perubahan genetik yang semakin banyak. Fase ini disebut fase
progresi yang ditandai dengan cepatnya ekspansi, terjadinya invasi, dan
penyebaran sel kanker ke jaringan/organ lain melalui pembuluh darah. Perubahan-
perubahan genetik dan ekspresi protein yang semakin banyak pada proses
karsinogenesis menjadi dasar penting untuk pengembangan agen kemoprevensi
kanker. Agen ini diharapkan dapat menghambat karsinogenesis dan juga dapat
memacu kematian sel kanker.

II.2.5 Gambaran Klinik


Kanker payudara terjadi sedikit lebih sering pada payudara kiri dibandingkan
payudara kanan dengan perbandingan 1,07:1. Lokasi tersering adalah pada
kuadran lateral atas (40-50%), kemudian secara berturut-turut diikuti oleh area
sentral, kuadran medial atas, kuadran lateral bawah, dan kuadran medial bawah
(Ellis et al, 2003
Gejala dan tanda klinik yang paling sering ditemukan adalah adanya massa
padat, berbatas tidak tegas, terfiksir, dengan atau tanpa nyeri. Tanda lain yang bisa
ditemukan, antara lain gambaran peaud’ orange pada kulit, ulkus, keluar cairan
dari puting susu dan retraksi puting susu.(Ellis et al, 2003; Rosen, 2009)
Kelainan pada payudara harus dievaluasi dengan triple assessment, yaitu
pemeriksaan fisik, radiologi (mammografi dan ultrasonografi) dan sampel
jaringan (baik dengan biopsi aspirasi jarum halus, needle core biopsy maupun

14
biopsi terbuka). Pemeriksaan radiologi harus menggunakan mammografi, kecuali
pada wanita kurang dari 35 tahun. Gambaran mammografinya sangat bervariasi,
seperti ditemukannya massa berbatas tegas, massa berbatas tidak tegas, spiculate
mass, deformitas parenkim dan kalsifikasi. Sebagian besar gambaran kanker
payudara pada mammografi berupa massa tumor tanpa kalsifikasi (Ellis et al,
2003; Lester, 2010).

II.2.6 Klasifikasi Kanker Payudara


Lebih dari 95% keganasan payudara adalah suatu adenokarsinoma, yang
dibagi menjadi karsinoma in situ dan karsinoma invasif. Karsinoma in situ adalah
proliferasi sel-sel anaplastik yang terbatas pada duktus dan lobulus, dibatasi oleh
membran basal. Pada karsinoma invasif (disebut juga karsinoma infiltratif ), sel-
sel anaplastik mempenetrasi membran basal dan invasif ke stroma jaringan ikat
sekitarnya. Sel-sel invasif tersebut memiliki potensi untuk mencapai pembuluh
limfe dan pembuluh darah yang kemudian bermetastasis ke kelenjar getah bening
regional dan bermetastasis jauh.

KLASIFIKASI HISTOLOGI WHO / JAPANESE BREAST CANCER


SOCIETY.
Untuk kanker payudara dipakai klasifikasi histologi berdasarkan :
 WHO Histological classification of breast tumors.
 Japanese Breast Cancer Society (1984) Histological classification of breast
tumors.
Malignant ( Carcinoma )
1. Non invasive carcinoma
a) Non invasive ductal carcinoma
b) Lobular carcinoma in situ

15
2. Invasive carcinoma
a) Invasive ductal carcinoma
a1. Papillobular carcinoma
a2. Solid-tubular carcinoma
a3. Scirrhous carcinoma
b) Special types
b1. Mucinous carcinoma
b2. Medullary carcinoma
b3. Invasive lobular carcinoma
b4. Adenoid cystic carcinoma
b5. Squamous ceel carcinoma
b6. Spindel cell carcinoma
b7. Apocrine carcinoma
b8. Carcinoma with cartilaginous and or osseous metaplasia
b9. Tubular carcinoma
b10. Secretory carcinoma
b11. Others
c). Paget’s disease.
Tipe Histopatologi
In situ carcinoma
NOS ( no otherwise specified )
Intraductal
Paget’s disease and intraductal

Invasive Carcinomas
NOS
Ductal
Inflammatory
Medulary , NOS
Medullary with lymphoid stroma
Mucinous

16
Papillary ( predominantly micropapillary pattern )
Tubular
Lobular
Paget’s disease and infiltrating
Undifferentiated
Squamous cell
Adenoid cystic
Secretory
Cribriform

G : gradasi histologis
Seluruh Kanker payudara kecuali tipe medulare harus dibuat gradasi
histologisnya. Sistem gradasi histologis yang direkomendasikan adalah menurut
‘the nottingham combined histologic grade’ yang merupakan modifikasi dari
Scarff-Bloom-Richardson.
Gradasinya adalah sebagai berikut :
Gx : Grading tidak dapat di nilai
G1 : Low grade
G2 : Intermediate grade
G3 : High grade
Kanker payudara dengan diferensiasi baik mempunyai prognosis yang
lebih baik dibandingkan yang berdiferensiasi buruk. Gradasi histologi ini penting
untuk menentukan prognosis dan optimalisasi pengobatan.
Secara mikroskopis, Kanker payudara diklasifikasikan menjadi tipe
lobular dan tipe duktal. Tipe lobular jika kanker tumbuh didalam lobulus
payudara, tipe duktal jika kanker tumbuh dari sistem duktus payudara. Carsinoma
In Situ di diagnosa jika, semua sel-sel ganas terletak pada lumen dari duktus atau
lobulus dan tidak merusak membrana basalis. Sedangkan pada kanker yang
invasif, sel-sel kanker telah merusak membrana basalis. Kebanyakan tipe Kanker
payudara secara mikroskopis adalah tipe Duktal carsinoma. Umumnya Kanker

17
payudara yang invasif secara histologis adalah heterogen, dan kebanyakan adalah
Adenocarsinoma, dan terdapat 5 tipe yang paling sering secara histologis. :
o Infiltrasi Duktal Carsinoma, ± 75% dari semua kasus Kanker payudara.
o Infiltrasi Lobular Carsinoma, ± 5-10% dari semua kasus Kanker payudara.
o Tubular Carsinoma, ± 2% dari semua kasus Kanker payudara.
o Medulare Carsinoma, ± 5-7% dari semua kasus Kanker payudara.
o Mucinous atau Colloid Carsinoma, ± 3% dari semua kasus Kanker
payudara.

Tabel 1. Grading Ductal Carcinoma In Situ


Morfologi Nukleus
Grade Diameter Cromatin/ nukleus Mitotik index Nekrosis
High 2+ Vesikular / ≥1 2+ +++
Intermediate 1-2 Coarse / infrequent 1-2 +
Low 1-1,5 Diffuse / none 1 0

Tabel 2. Grading Histologi untuk Invasive Ductal Carcinoma


Histologi Parameter Score
Tubule Formation
>75% 1
10%-75% 2
<10% 3
Nuklear Pleomorphism
Minimal 1
Moderate 2
Severe 3
Mitotic Rate
0-9/10 High Power fields 1
10-19/10 High Power fields 2
>20/10 High Power fields 3

Pembagian Grading:
3-5 total poin: Grade I- well differentiated

18
6-7 total poin: Grade II- moderately differentiated
8-9 total poin: Grade III- poorly differentiated

2.2.7 Stadium Kanker Payudara


Faktor prognostik terpenting kanker payudara adalah ukuran tumor primer,
metastasis ke kelenjar getah bening dan adanya metastasis ke tempat jauh. Faktor
prognostik lokal yang buruk adalah invasif ke dinding dada, ulserasi kulit dan
gambaran klinis kanker payudara dengan peradangan. Gambaran ini digunakan
untuk mengklasifikasikan perempuan penderita kanker payudara kedalam
kelompok prognostik demi kepentingan pengobatan, konseling dan uji klinis.
Harapan hidup 5 tahun bagi penderita kanker payudara berkisar dari 92% untuk
stadium 0 hingga 13% untuk stadium IV. Stadium kanker payudara penting
ditentukan setelah diagnosis ditegakkan. Stadium akan mempengaruhi prognosis
dan modalitas pengobatan yang digunakan. Sistem penentuan stadium tersering
dalam klasifikasi stadium TNM yang digunakan adalah sistem dirancang oleh
American Joint Committee on Cancer Staging (AJCC) dan International Union
Contra Le Cancer (IUCC), sebagai berikut.

KLASIFIKASI STADIUM TNM ( UICC / AJCC ) 2010


Staging kanker payudara ditentukan berdasarkan TNM system dari
UICC/AJCC (Union Internationale Contra Le Cancer)/(American Joint
Committee on Cancer) tahun 2010.:

T : ukuran tumor primer


Ukuran T dibuat berdasarkan ukuran klinis diameter tumor terpanjang dalam
“cm”, ataupun radiologis (MRI) yang lebih akurat dalam menilai volume tumor.
Nilai T dalam cm, nilai paling kecil dibulatkan ke angka 0,1 cm.

_______________________________________________________________
Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai.
T0 : Tidak terdapat tumor primer.

19
Tis : Karsinoma in situ
Tis (DCIS) : Ductal carcinoma in situ
Tis (LCIS) : Lobular carcinoma in situ
Tis (Paget’s) : Penyakit Paget pada puting tanpa adanya tumor.
Catatan :
Penyakit Paget dengan adanya tumor dikelompokkan dengan
ukuran tumornya
T1 : Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya 2 cm atau kurang
T1mic : Adanya mikroinvasi ukuran 0,1cm atau kurang.
T1a : Tumor dengan ukuran > 0,1 cm sampai 0,5 cm.
T1b : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,5 sampai 1cm
T1c : Tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm samapi 2 cm
T2 : Tumor dengan ukuran terbesarnya lebih dari 2 cm sampai 5 cm
T3 : Tumor dengan ukuran diameter terbesar lebih dari 5 cm
T4 : Ukuran tumor berapapun dengan eksistensi langsung ke dinding
dada atau kulit
Catatan :
Dinding dada adalah termasuk iga, otot interkostalis, dan
serratus anterior tapi tidak termasuk otot pektoralis
T4a : Eksistensi ke dinding dada tidak termasuk otot pektoralis
T4b : Edema ( termasuk peau d’orange ), ulserasi, nodul satelit pada
kulit yang terbatas pada satu payudara
T4c : Mencakup kedua hal di atas
T4d : Mastitis karsinomatous

______________________________________________________________
N = Kelenjar getah bening regional
_______________________________________________________________

20
Nx : KGB regional tidak bisa dinilai ( telah diangkat sebelumnya )
N0 : Tidak terdapat metastasis KGB
N1 : Metastasis ke KGB aksila ipsilateral yang mobil
N2 : Metastasis ke KGB aksila ipsilateral terfiksir, berkonglomerasi, atau
Adanya pembesaran KGB mamaria interna ipsilateral ( klinis* ) tanpa
adanya metastasis ke KGB aksila
N2a : Metastasis pada KGB aksila terfiksir atau berkolomerasi atau melekat
Ke struktur lainnya
N2b : Metastasis hanya pada KGB mamaria interna ipsilateral secara klinis *
dan tidak terdapat metastasis pada kgb aksila
N3 : Metastasis pada kgb infrakalavikular ipsilateral dengan atau tanpa
Metastasis kgb aksila atau klinis terdapat metastasis pada kgb mamaria
interna ipsilateral dan metastasis pada kgb aksila ; atau metastasis
pada kgb supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa metastasis pada
kgb aksila/mamaria interna
N3a : Metastasis ke kgb infraklavikular ipsilateral
N3b : Metastasis ke kgb mamaria interna dan kgb aksila
N3c : metastasis ke kgb supraklavikula
Catatan :
* Terdeteksi secara klinis : terdeteksi dengan pemeriksaan fisik atau secara
imaging (di luar limfocintigrafi).

M : Metastasis jauh
Mx : Metastasis jauh belum dapat dinilai
M0 : Tidak terdapat metastasis jauh
M1 : Terdapat metastasis jauh

Group stadium :
Stadium 0 : Tis N0 M0
Stadium I : T1* N0 M0

21
Stadium IIA : T0 N1 M0
T1* N1 M0
T2 N0 M0
Stadium IIB : T2 N1 M0
T3 N0 M0
Stadium IIIA : T0 N2 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
Stadium IIIB : T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0
Stadium IIIC : tiap T N3 M0
Stadium IV : tiap T tiap N M1
Catatan : T1 : termasuk T1 mic

II.2.8 Prognosis
Outcome pada wanita penderita kanker payudara sangat bervariasi. Banyak
wanita penderita kanker payudara dengan perkiraan harapan hidup yang normal,
dimana yang lainya hanya mempunyai harapan hidup 5 tahun sebesar 10%.
Pengecualian pada wanita penderita kanker payudara dengan metastasis jauh
(<10%) atau dengan inflammatory carcinoma (<5%) ( dimana prognosisnya
jelek, tanpa memperhatikan temuan klinis lainya), prognosis ditentukan oleh
pemeriksaan patologi dari kanker primer dan kelenjar getah bening axilla.
Informasi prognostik penting dalam konseling pasien berkaitan dengan outcome
penyakit, penentuan pilihan terapi dan design of clinical trials.
Pasien dengan karsinoma duktal invasif memiliki prognosis yang sedikit lebih
buruk dengan 10-years-overall survival sebesar 30 - 50% dibandingkan dengan
kanker payudara secara keseluruhan dimana memiliki 10- years - overall survival

22
sebesar 55%. Sedangkan pasien- pasien dengan metastasis jauh memiliki
prognosis yang lebih buruk lagi, dimana memiliki 5-years-overall survival <10%.
Terdapat berbagai faktor prognostik pada kanker payudara, terdiri dari faktor
prognostik mayor dan faktor prognostik minor. Faktor prognostik mayor
merupakan prediktor paling kuat untuk memprediksi kematian penderita kanker
payudara, dimasukkan kedalam sistem AJCC dibagi dalam 5 stadium yang
berhubungan dengan harapan hidup pasien. Prognosis mayor tersebut adalah
sebagai berikut: adanya tidaknya kanker payudara invasif; metastasis jauh;
metastass ke kelenjar getah bening; ukuran tumor; locally advances disease; dan
ada tidaknya inflammatory carcinoma. Sementara itu faktor prognostik minor atau
faktor prediktif, yaitu faktor-faktor yang dinilai dalam memprediksi respon terapi,
diantaranya: subtipe histologi, derajat histologi, status ER, PR, HER-2, COX-2,
invasi limfatik dan vaskuler, tingkat proliferasi, kandungan DNA, respon terhadap
terapi neoadjuvant dan profil ekspresi gen.

II.3. METASTASE
Dikenal sebagai stadium IV : didefinisikan sebagai kanker yang menyebar
melebihi payudara, dinding dada dan kelenjar getah bening regional (ketiak dan
mamari interna).
Metastasis adalah menyebarnya sel kanker dari tumor primer ke organ-
organ vital atau tempat yang jauh pada tubuh pasien. Proses tersebut merupakan
hasil rangkaian perubahan genetic, kejadian-kejadian epigenetic dan reaksi tubuh
terhadap tumor. Metastasis merupakan ciri utama pada tumor ganas atau yang kita
kenal dengan kanker. Metastasis suatu kanker memerlukan aktifasi gen-gen
efektor metastasis tambahan atau inaktifasi gen-gen supresor metastasis yang
merupakan jalur kaskade yang berbeda dan lebih komplek daripada kaskade
tumorigenesis. Konsep ini sesuai dengan penemuan Kang dkk. yang menyatakan
bahwa untuk metastasis ke organ tertentu suatu kanker memerlukan sarat ekspresi
dari gen tertentu yang berdampingan dengan profil buruk tumor primernya.
Penyebaran sel bergantung kepada kwantitas komponen molekul-molekul seperti
reseptor adhesi, ligan metrik ekstraseluler, afinitas antara reseptor membran dan

23
kemoatraktan, enzim-enzim protease, protein-protein tertentu yang terikat pada
kerangka sel dan molekul tertentu.
Tempat tersering dari metastasis kanker payudara yaitu paru, tulang, otak
atau ada organ tubuh lainnya walaupun jarang. Gejala yang ditimbulkan tentunya
tergantung dari tempat yang terkena bila tulang belakang atau penyangga tubuh
dapat menyebabkan kecacatatan permanen berupa kelumpuhan bila tidak di atasi
dengan segera. Bila mengenai paru akan menyebabkan sesak / batuk darah, bila ke
hati dapat menyebabkan gangguan atau kegagalan fungsi hati. Bila mengenai otak
tentunya dapat menimbulkan gangguan sesuai dengan lokasi (Muntah, Parkinson,
gangguan keseimbangan, bahkan kelumpuhan satu sisi). Angka kejadian
metastasis payudara ke setiap organ tersebut dapat terjadi pada umur muda hingga
lanjut, terutama yang datang terlambat karena beberapa alasan diantaranya karena
ketidaktahuan, social ekonomi karena atau karena ketakutan akibat kehilangan
payudara sebagai body image atau pengobatan kemoterapi dengan segala efek
sampingnya yang dapat berkelanjutan, mencoba terapi herbal dengan segala janji
tidak masuk akal, lokasi yang jauh dari pusat kesehatan. Keadaan metastasis dapat
juga terjadi setelah terapi pada kanker primer kemudian kekambuhannya kanker
tersebut pada lokasi jauh (Tulang, otak, paru, hati) sedangkan lokasi primernya
tidak kambuh. Kejadian metastasis tersebut tertinggi terutama pada daerah yang
tidak mempunyai program screening.
Dari berbagai organ, metastasis otak merupakan yang terburuk dalam
prognosis dan manifestasi klinisnya 3). Kejadian metastasis otak untuk berbagai
tumor adalah 6% sampai 24% pada orang dewasa sedangkan pada anak-anak 6%
sampai 10% tersering dari tumor padat.

II.3.1.Metastase Paru
Metastasis paru biasa terjadi pada parenkim paru dengan segala akibatnya,
biasa dalam bentuk efusi pleura. Penyebaran keparenkim paru dapat terjadi
melalui aliran limpatik dan memeberikan gambaran lymphangitis carcinomatosis
atau dalam bentuk satu nodul. Jika tumor tersebut menutup hilus akan
menyebabkan batuk, nafas pendek, batuk darah. Jika metastasis pada

24
endobronchial dapat menyumbat saluran nafas, stridor, atelektasis, dan
pneumonia. Efusi pleura dapat timbul dari kanker paru sendiri (35%), kanker
payudara (23%), lymphoma (10%), kanker yang tidak diketahui asalnya (10%).
Efusi dapat ipsilateral, kontralateral atau bilateral dari lokasi tersebut dapat
diperkirakan kemungkinan metastasis. Pada sisi kontralateral kemungkinan
penyebaran hematogensedangkan pada sisi ipsilateral bisa hematogena, infiltrasi
langsung dinding dada atau dari kelenjar yang kambuh. Bila bilateral bisa
hematogen, kedua parenkim payudara terkena atau akibat lymphadenektomi
mediastinal masiv dengan obstruksi lymphatic. Beberapa patofisiologi terjadi
pengumpulan cairan pada rongga pleura diantaranya akibat infiltrasi aliran
lymphatic pada mediastinal dan subpleura sehingga menyebabkan peningkatan
permeabilitas, peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan tekanan onkatik,
gangguan drainase lympatik yang semua dapat menyebabkan kemampuan
penyerapan cairan dari rongga pleura berkurang sehingga terjadi penumpukan
cairan didalam rongga pleura.
Diagnosis kelainan paru akibat metastasis dapat ditegakkan bila
didapatkan riwayat batuk atau batuk darah dengan sesak yang tidak sembuh
dengan pengobatan biasa dan didapatkan riwayat sebelumnya pernah menderita
kanker. Pemeriksaan tambahan lain yang lain dipakai untuk melihat kelainan pada
paru diantaranya dengan foto thorak, MRI, CT scan dan PET scan. dari semua
tersebut dapat diperkirakan lokasi, ukuran nodul dan banyaknya nodul, sehingga
dapat dilakukan biopsi dalam bentuk trans thoracal biopsi atau bronscopic
transbroncial biopsy.

II.3.2. Metastase Tulang


Tulang merupakan lokasi metastasis yang paling sering ditemukan pada
penderita kanker payudara. Di Amerika Serikat, setiap tahun diperkirakan ada
350.000 kematian akibat metastasis tulang. Insidens metastasis ke sumsum tulang
diperkirakan sekitar 13% sampai 45% dan hanya sebagian kecil penderita yang
metastasis ke sumsum tulang tidak mengalami metastasis ke tulang.

25
Enam sampai 10% penderita kanker payudara telah terjadi metastasis saat
diagnosis pertama kali ditegakkan. Satu sampai 2% penderita kanker payudra
pada saat diagnosis ditegakkan telah terjadi metastasis tulang dan pada penderita
kanker payudara yang mengalami rekuren sepertiganya akan mengalami
metastasis tulang dan 26% metastasis yang pertama kali terjadi adalah metastasis
tulang.
Coleman dan Rubens, hampir 70% penderita kanker payudara yang telah
meninggal ternyata mengalami metastasis ke tulang. Metastasis kanker ke tulang
adalah kejadian yang umum terjadi pada kebanyakan keganasan.
Narcopsy dalam penelitiannya melaporkan insiden metastasis tulang yang
tinggi pada beberapa jenis keganasan yang sering ditemukan seperti Kanker
Payudara 73%, Prostat 68%, mulut Rahim 50%. Thyroid 42%, Buli-buli 40% dan
Paru-paru 36%.
Koizumi dkk dalam penelitiannya terhadap 5538 kasus kanker payudara
mendapatkan insiden metastasis tulang sebesar 2,13% dan insiden metastasis
tulang ada korelasinya dengan ukuran tumor, status kelenjar dan tipe histologik.
Penderita kanker payudara dengan ukuran tumor yang besar memilki resiko yang
lebih tinggi untuk terjadi metastasis ke tulang. Insiden metastasis tulang paling
sering ditemukan pada penderita KP dengan N (+) 4 atau lebih namun beberapa
peneliti menemukan bahwa metastasis pertama pada tulang dengan N (+).
Metastasis tulang juga bisa terjadi pada penderita N (-) yang resiko tinggi.
Colleoni dkk pada penelitiannya mendapatkan bahwa insiden kumulaif
metastasis tulang yang merupakan metastasis pertama adalah 12,2% dalam 2
tahun dan 26,8% dalam 10 tahun. Insiden metastasis tulang pada kanker payudara
stage I: 0,08%, stage II : 1,09%, stage III : 9,96% dan stage IV : 34,04%.
Selain ukuran tumor dan status kelenjar faktor lain seperti status ER
(Estrogen Receptor) dan umur penderita juga merupakan faktor prediktif
terjadinya metastasis tulang yang lebih tinggi dibandingkan dengan penderita
yang ER nya (+) sedang penderita kanker payudara umur < 35 tahun mempunyai
resiko metastasis tulang yang lebih tinggi. Seperti jenis kanker lainnya, kanker
payudara dapat menyebar ke berbagai organ tubuh lain. Hati merupakan

26
tempat metastasis kedua terbanyak pada pasien
dengan kankerpayudara.Ditemukannya metastasis pada pasien dengan kanker
payudara menunjukkan prognosis yang buruk, bila tidak mendapat terapi
median kesintasan pasien berkisar 4 sampai 8 bulan.
Metastase pada tulang, sering memyebabkan rasa nyeri. Yang sering
terjadi pada metastase tulang adalah pada tulang belakang, kemudian pada tulang
pelvis, pinggang, paha, tulang rusuk dan tulang tengkorak. Nyeri terjadi pada 80%
penderita dengan metastasis tulang. Selain nyeri, metastasis tulang juga sering
menyebabkan komplikasi seperti fraktur patologis, hiperkalsemi dan penekanan
medulla spinalis seperti paresthesia, paraplegi dan penurunan level sensoris .
Tulang belakang (spinal) adalah tempat yang paling sering untuk
metastasis kanker payudara, 70% pasien meninggal dari perilaku kanker yang
bermtastase ke tulang belakang. Gejala neurologis dari metastase ke tulang
belakang seperti paraplegi, paraparesis atau penurunan level sensoris. Nyeri
punggung merupakan keluhan yang paling sering ditemukan pada metastasis
tulang di tulang belakang / vertebra, nyeri timbul karena invasi sel kanker
payudara ke periosteum yang kaya dengan innervasi dengan atau tanpa lesi yang
terdeteksi, sel kanker payudara dapat mencapai periosteum melalui Haversian
canals dimana saat invasi sel tumor masuk ke periosteum dapat merusak atau
meresorbsi tulang (osteoclast) sehingga lama-lama akan menjadikan
ketidakstabilan tulang belakang, fraktur kompresi vertebra, kompresi pada
epidural atau bahkan melibatkan system saraf.
HIP (pinggul) juga merupakan tempat yang paling sering untuk metastase
kanker payudara ke tulang selain tulang belakang (spinal). Hal tersebut
dikarenakan kekuatan atau beban yang paling besar dipusatkan di area pinggul
(HIP). Metastase tulang area pinggul dapat termasuk di pelvis, acetabulum dan
proksimal femur yang mungkin bisa terjadi di bagian head femur atau neck femur,
region intertrochanter, subtrochanter atau kombinasi di kedua-duanya.

II.3.3. METASTASIS HATI

27
Metastasis kanker payudara yang tersering salah satunya pada hati dan
dapat menyebabkan beberapa gejala dari yang tidak ada gejala hingga timbulnya
gagal hati yang menyebabkan kematian pada 20% kanker payudara. Sebenarnya
bila ditemukan awal dan masih terlokalisir masih dapat dilakukan reseksi hepar
kuratip dengan hasil yang cukup memuaskan. Keberhasilan tersebut dapat tercapai
disebabkan masing – masing pembuluh darahnya yang bila dilakukan reseksi akan
aman dengan sedikit perdarahan. Kemajuan pemeriksaan imaging dan teknik
operasi dapat meramalkan beberapa banyak hati yang masih bisa disisakan dengan
aman. Pembuluh darah hati yang unik tersebut memungkinkan untuk
memeberikan terapi regional tanpa menyebabkan efek toksik sistemik
(chemoembolization, isolated hepatic perfusion, selective internal radiation).
Metastase hati pada KPD sering dilaporkan menempati urutan ketiga
setelah tulang dan paru oleh beberapa studi. Angka kejadiannya berkisar 10 %
kasus KPD stadium 4. Taylor dkk, melaporkan incidens metastasis hati adalah
5,2% dan jarak antara terdiagnosis kanker dan metastasis hepar berkisar 4-192
bulan, dengan gejala klinis hepatomegali (70%) dan nyeri perut (30%).
Raab dkk melaporkan hasil operasi reseksi hepar akibat metastasis kanker
payudara dengan median umur 47 tahun, median interval operasi primer dengan
reseksi hepar 27,3 bulan. Reseksi kuratip pada meta soliter pada 60% kasus dari
semuanya didapatkan mortalitas sebanyak 3%, survival 5 tahun didapatkan 18,4%
dengan median 27 bulan.26 faktor prognosis lain yang menentukan survival
diantaranya komplit reseksi dengan tipe reseksi negatip, ukuran tumor primer dan
kontrol terhadap tumor primer, respon terhadap kemoterapi.

II.3.4. Metastase Otak


Insidens metastase otak pada penderita Kanker Payudara berkisar 10-
16%.. Hasil CT-scan Otak, metastase dapat berupa multiple brain
metastase(78%), solitary brain metastase (14%), dan leptomeningeal metastase
(8%). Tham dkk; meneliti populasi KPD dengan metastase otak meningkat pada
pasien KPD usia muda, premenopause, dengan ER (-) dan PR (-), P-53 (+),

28
aneuploidi. Peztalozii dkk ; menemukan korelasi peningkatan angka rekurensi
yang sebanding dengan status N (+), high grade, ukuran tumor, dan Her 2.
Penemuan klinis pasien dengan metastasis otak berupa sakit kepala (24%-
53%), kelemahan yang bersifat fokal (16%-40%), perubahan kondisi mental
(24%-31%), kejang (15%- 16%), and ataxia (9%-20%). Bila terjadi perdarahan
akan timbul gejala dan tanda neurologis akut. Berdasar data yang dikumpulkan
sejak tahun 1973 hanya 10% pada pasien metastasis otak yang terdeteksi dengan
CT atau MRI menampakkan gejala 1). Papil edema bisa ditemukan pada 15%
pasien.
Otak adalah salah satu tempat metastase dari kanker payudara. Metastase
otak didapatkan 10%-15% pada pasien-pasien dengan kanker payudara dan
berhubungan dengan prognosis yang jelek. Metastase otak dari kanker payudara
menyebabkan angka kematian yang tinggi dan menjadi penyebab utama
menurunnya angka kelangsungan hidup. Dengan kemajuan teknik diagnostik dan
aplikasi pengobatan-pengobatan terbaru seperti target terapi HER-2 amplikasi,
tingkat kontrol sistemik meningkat dan tingkat kelangsungan hidup memanjang,
namun insidens metastase otak tetap meningkat lebih dari biasanya. Dan dengan
pemeriksaan autopsi pada pasien dengan metastase otak didapatkan insidens 30%.
Terdapat subtipe yang berbeda dari kanker payudara, dan penelitian
menunjukkan bahwa ekspresi negatif reseptor estrogen (ER) simultan, reseptor
progesteron (PR) dan Human epidermal growth factor receptor 2 (HER-2) dan
overekpresi HER-2 adalah faktor-faktor resiko metastase otak pada pasien-pasien
kanker payudara.
Pada tahun 2000, Perou et all membagi kanker payudara melalui teknologi
microarray cDNA dalam 5 subtipe : Luminal A (ER-positif atau PR-positif dan
HER-2-negatif), luminal B (ER-positif atau PR-positif dan HER-2-positif), HER-
2 overekspresi, basal-like dan normal basal like, dimana subtipe yang berbeda
memiliki perbedaan yang signifikan dalam prognosis. Sebuah penelitian yang
besar menunjukkan bahwa HER-2 overekspresi meningkatkan proliferasi,
survival, anti-apoptosis, migrasi dan kemampuan invasif dari sel tumor dan ini
merupakan faktor resiko metastase dari kanker payudara. Triple Negatif (TN) dari

29
kanker payudara ditandai dengan tingkat tingginya rekurensi, progresif yang
cepat, tingginya tingkat metastase ke visceral dan metastase yang mudah pada
sistem saraf pusat.
Meskipun pelacakan metastasis otak bukan merupakan prosedur rutin
dalam pengelolaan kasus KPD baru, perlu diwaspadai pada pasien dengan keluhan
neurologis yang bertahan berhari-hari atau berminggu-minggu. Pemeriksaan
radiologis berupa CT scan maupun MRI perlu dilakukan. Disarankan untuk
pemeriksaan imaging metastasis otak dengan menggunakan MRI yang diperkuat
kontras gadolinium sehingga metastase meningeal bisa terdeteksi. Pemeriksaan
CT scan dilakukan bila tidak tersedia MRI.
Penelitian Rosenthal, dkk 1998 untuk mencari faktor yang berhubungan
dengan kejadian pada KPD metastasis otak mendapatkan 3 parameter laboratoris
berupa peningkatan serum LDH diatas 250 U/dl, angka trombosit lebih dari
350.000/dl dan angka limfosit 10% atau kurang akan ditemukan pada pasien
dengan metastasis otak sebelum ditemukan manifestasi neurologis.
Metastase ke parenkim otak diperkirakan secara hematogen yang mana
menyebar ke leptomenings melalui beberapa cara termasuk secara hematogen,
ekstensi secara langsung, aliran vena dan ektensi melalui saraf atau sistem
limpatik perineural.(27) Kadang juga ditemukan sel tumor pada leptomenings
menyebar melalui cairan cerebrospinalis.
Dasar molekular untuk metastasis kanker payudara ke otak sebagian besar
belum diketahui. Adanya kasus relaps pada otak yang biasanya pada tahun
pertama setelah pengangkatan tumor payudara, menunjukkan bahwa sel-sel
kanker menyebar karena adanya fungsi khusus metastase ke otak. Metastasis ke
otak melibatkan mediator-mediator ekstravasasi melalui kapiler non penetrasi
yang secara khusus meningkatkan kemampuan sel kanker untuk menembus sawar
darah otak dan kolonisasi pada otak. Bos, PD et al telah mengisolasi biologikal
mediator yang sering infiltrasi ke sawar darah otak pada pasien-pasien dengan
penyakit lanjut. Analisis ekspresi gen dari sel-sel dan sampel klinis, ditambah
dengan analisis fungsional, mengidentifikasi cyclooksigenase COX2 (dikenal juga
PTGS2), epidermal growth factor receptor (EGFR), ligand HBEGF dan α2,6-

30
sialytransferase ST6GALNAC5 sebagai mediator sel-sel kanker melewati sawar
darah otak. ST6GALNAC5 merupakan mediator khusus pada metastasis otak.
Ekspresi dari ST6GALNAC5 pada sel kanker payudara meningkatkan adhesi
pada endothelial dan memudahkan penetrasi sel-sel kanker pada sawar darah otak.
Beberapa penelitian melaporkan faktor-faktor yang mempengaruhi
prognosis seperti usia muda, reseptor negatif tumor, peningkatan LDH, besarnya
ukuran tumor, grading tumor, penyebaran secara limpovaskular, jumlah
keterlibatan kelenjar limpanodus, metastase ke organ lain khusus pada paru,
karsinoma mammae dengan HER-2 overexpressi, status penampilan Karnofsky
yang buruk dll. Semuanya berhubungan dengan tingginya insidens metastase ke
sistem saraf pusat.
Tham et al melaporkan studi analisa yang lebih komprehensif tentang
metastase sistem saraf pusat pada metastase kanker payudara yang dikaitkan
dengan gambaran biologis tumor, terapi sistemik dan luaran secara klinis.
Meningkatnya resiko metastase sistem saraf pusat dikaitkan dengan usia muda
dan ER negatif, proliferasi tumor yang tinggi, kelainan gen p53 dan
ketidakstabilan genetik pada tumor primer. Hal yang menarik walaupun tidak ada
HER-2 overekspressi pada terapi trastuzumab ataupun pada terapi kemoterapi
adjuvant, resiko metastasis sistem saraf pusat tetap meningkat. Hubungan antara
HER-2 overekspresi dan resiko metastase ke otak pada pasien karsinoma
mammae yang baru didiagnosis sudah diteliti oleh Gabos et al bahwa HER-2
overekpressi merupakan faktor prognosis yang paling penting terhadap metastase
ke sistem saraf pusat,yang mana bertentangan dengan hasil penelitian Tham et al.
Pada penelitian ini, metastase otak berkembang 9% pada pasien dengan HER-2
overekpresi dibandingkan dengan hanya 1,9% pada pasien dengan HER-2 negatif.

II.4. Penanganan
Penanganan bersifat paliatif tergantung lokasi dan kondisi metastasis.
Terapi utama adalah sistemik (kemoterapi, hormonal terapi, targeting terapi dan
bisphosphonate), pada kondisi tertentu terapi lokal (radiasi dan pembedahan) juga
diperlukan.

31
1. Kemoterapi
Tidak ada gold standard regimen kemoterapi untuk kanker payudara
dengan metastasis jauh. Pada pasien dengan tripel negatif (ER-,
PR-,HER2/Neu -) belum ada penelitian random (randomized trial) yang
menunjukkan adanya keuntungan survival dari kombinasi kemoterapi
dibanding sequensial singel kemoterapi dari obat yang sama. Kemoterapi
tunggal yang dianjurkan adalah anthracycline, taxane, capecitabine,
vinoralbine, gemcitabine atau vinblastine. Hormonal dan trastuzumab
tidak dianjurkan. Pada penderita dengan Her-2/Neu (+3)
direkomendasikan untuk diberikan singel trastuzumab atau kombinasi
trastuzumab dengan singel kemoterapi

2. Terapi Hormonal
Untuk penderita yang non life threatening dengan ER dan atau PR positif
singel agent hormonal terapi direkomendasikan. Kemoterapi ditambahkan
pada penderita dengan life threatening metastases seperti lymphangitic
pulmonary metastases atau progressive liver metastases. Untuk pasca
menopause, terapi hormonal yang bisa diberikan adalah aromatase
inhibitor (anastrozole, letrozole, exemestan), tamoxifen, fulfestrant,
megestrol asetate, fluoxymesterone atau diethylstilbestrol. Pada
premenopause pilihannya adalah tamoxifen, LHRH agonist atau
oophorectomy (operasi/radiasi), megestrol acetate, fluoxymesterone atau
diethylstilbestrol.

3. Bisphosphonate
Direkomendasikan untuk penderita dengan metastasis ke tulang.
Pada keadaaan meta tulang belakang dengan ancaman fraktur dan
kelumpuhan dapat dilakukan terapi stabilisasi tulang, radiasi kemudian
dilanjutkan terapi sistemik apakah hormonal atau kemoterapi ini semua
tergantung dari status ER/PR, CrB2 dan pemberian biposponate.

4. Terapi Lokal
a. Metastasis Tulang
Perinsip terapi pada meta tulang sama dengan yang lain bagaimana
kontrol lokal dan mencegah pelepasan mediator kimia yang

32
berpengaruh terhadap lokal dan sistemik. Dengan tujuan tersebut
diharapkan dapat menghilangkan rasa sakit, memperbaiki fungsi,
stabilitas tulang dan kontrol lokal tumor.

Beberapa modalitas terapi diantaranya :


 Operasi
 Radiasi
 Bipospanat, zelodronic acid, cathespin K, Rank-L (denosumab).
 Kemoterapi / hormonal untuk sistemik terapi.
Pada kasus meta tulang yang ringan dan tidak ada ancaman akan
terjadi fraktur dapat diterapi dengan radiasi dan bipsoponat. Pada
yang akan di lakukan operasi harus dipertimbangkan kemungkinan
harapan hidup yang dicapai terutama pada kasus yang akan terjadi
ancaman fraktur dengan kemungkinan terjadinya kelumpuhan. Pada
keadaan tersebut harus cepat dilakukan tindakan. Ada beberapa
klasifikasi yang dapat meramalkan kemungkinan terjadinya ancaman
fraktur diantaranya klasifikasi Mirelsbeliau membuat score dan
menganjurkan untuk operasi dengan internal fiksasi dan radiasi post
operasi bila score > 7 dan radiasi bila score < 7.

SKOR Mirel,s untuk meramalkan kemungkinan ancaman fraktur.8


Jenis pemeriksaan Score 1 Score 2 Score 3
Lokasi Ekstremitas atas Ekstremitas bawah Pertrochanteric

Sakit Ringan Sedang Mekanik/ berat

Gambaran Balstic Campuran Lytik


radiologis
Ukuran (%dari 0 – 33 34 - 67 68 -100
tulang)

Score Jumlah pasien Resiko fraktur


0–6 11 0
7 19 5

33
8 12 33
9 7 57
10 -12 18 100

b. Metastasis Otak
Penanganan KPD metastasis otak meliputi pembedahan,
radioterapi atau pembedahan stereotaktik dengan gamma-knife.
Sebagai terapi medikomentosa insial pada pasien dengan manifestasi
klinis yang dicurigai adalah dengan pemberian deksametason 4 mg
setiap 6 jam akan memperbaiki klinis meskipun durasi kerjanya
pendek. Pemberian antikonvulsan dianjurkan meskipun belum ada
manifestasi klinisnya mengingat 20%-30% pasien mengalami kejang.
Radiasi seluruh otak merupakan terapi paliatif inisial untuk
semua KPD metastasis otak tidak terkecuali bila ditemukan lesi yang
multipel. Dosis 30 Gy (grays) dalam 10 fraksi. Radioterapi akan
memperbaiki gejala neurologis yang timbul. Efek samping radioterapi
untuk pasien yang bertahan lebih dari 1 tahun berupa dimensia yang
disertai ataksia. Untuk mengurangi efek samping tersebut
dikembangkan teknik stereotactic radiosurgery. Tumor dengan
diameter 3 cm atau kurang diberikan dosis 15-22 Gy fraksi tunggal,
sedangkan tumor lebih dari 3 cm dengan dosis 36 Gy dalam 6 fraksi,
5 kali setiap minggu.
Pembedahan pada pasien yang layak akan memperbaiki klinis
maupun ketahanan hidupnya. Pasien yang terpilih untuk menjalani
reseksi metastasektomi adalah berupa lesi tunggal, letak tumor bisa di-
acces, dengan masa tumor yang bulky dan respon tidak komplet
terhadap radioterapi. Sarat lain adalah tidak adanya metastasis
ditempat lain ataupun kalau ada telah berespon lengkap terhadap
terapi sistemik.
Terapi sistemik dengan menggunakan obat-obat kemoterapi
maupun dengan tamoksifen belum pernah diteliti apakah mempunyai
efek yang menguntungkan dalam menangani metastasis otak, tetapi
tidak ada salahnya bila dicoba.Teknik untuk membawa obat sistemik

34
dapat menembus sawar darah-otak dengan cara osmotik perusak sawar
darah-otak. Agen yang digunakan adalah mannitol dan bradikinin.
Pemberian trastuzumab sebelum dilakukan radioterapi otak
juga telah dilakukan dan memberikan keuntungan pada tumor dengan
HER2 (2+)7). Uji farmakokinetik memberikan kesimpulan pemberian
trastuzumab 8 mg/kg BB sebagai loading dose dan dilanjutkan dengan
dosis 6 mg setiap 3 minggu. Bila lesi soliter dapat dilakukan
pembedahan (eksisi) atau radiasi dengan modalitas baru seperti cyber
knife atau gamma knife. Lesi miltiple harus di berikan radiasi pada
seluruh otak (whole brain external-beam radiation). Terapi sistemik
yang mempunyai aktifitas pada metastasis otak adalah kemoterapi
(capecitabine, temozolamide, kombinasi CMF dengan atau tanpa
prednison, CAF, CF plus prednison, kombinasi metotrexate vincristine
dan prednison), terapi target (traztuzumab, lapatinib) dan terapi
hormonal (tomoxifen, anastrozole, megestrol acetat).

c. Metastasis Pleura
Pilihan terapi untuk metastasis efusi pleura ditentukan oleh gejala,
status performas pasien, respon terhadap kemoterapi, dan
pengembangan (re-expansion) paru setelah evakuasi cairan pleura.
Observasi di rekomendasikan pada pasien yang asimptomatis atau
tidak ada rekurensi setelah torakocentensis.Torakocentensis(tapping,
aspirasi pleura) diindikasikan untuk paliasi pada pasien yang sesak
nafas dengan harapan hidup pendek atau status performans jejak
(karnofsky score <60) juga pada pasien yang gagal dengan
pleurodesis. Jumlah cairan yang dievaluasi dituntun berdasarkan
simtom pasien (batuk, chest discomfort) dan terbatas 1-1,5 liter.
Aspirasi pleura dan tube drainage tanpa instilasi seclrosant sering
rekuren dan beresiko untuk terjadi pneumotoraks dan empiema.
Pleurodesisterutama diindikasikan pada MPE kambuh setelah aspirasi
pleura. Dapat dilakukan dengan kemikal(tetracycline, Doxicycline,
Bleomycin), talc dan pembedahan. Chemical sclerosant berperan

35
dalam membentuk reaksi inflamasi difus (chemical pleuritis) dan
deposisi fibrin sehingga permukaan pleura melekat, disamping itu
pada sclerosant kemoterapi terdapat efek lokal dan sistemik terhadap
sel kanker.

d. Metastasis Hepar.
Metastasektomi adalah pengangkatan tumor metastasis pada kanker
payudara. Tindakan ini memang masih kontroversial diantara para
ahli, namun dibeberapa study memberikan angka harapan hidup yang
lebih panjang. Menurut Ehrl D tindakan pembedahan tumor metastasis
di hepar akan memberikan harapan hidup yang lebih baik bila
dikombinasikan dengan terapi sistemik. Secara umum indikasi
tindakan metastasektomi adalah. :
 Tumor metastasis tunggal pada suatu organ.
 Terdapat gejala dan tanda akibat desakan terhadap organ sekitar.
 Sesuai dengan kriteria setiap organ.
Syarat:
 Keadaan umum cukup baik (status performa baik+skor karnofsky >
60%.
 Estimasi kesintasan lebih dari 6 bulan.
 Masa bebas penyakit > 36 bulan.

Prognosis
Pada umumnya metastases kanker payudara yang ke tulang mempunyai
prognose yang lebih baik daripada metastases ke organ seperti : hepar, paru-paru
dan ke otak. ,Kmietowicz angka ketahanan hidup 5 tahun pada penderita
metastases tulang sekitar 50% bila dibandingkan keadaan metastases ke hepar
20%, 20% pada paru-paru dan ke otak hanya 10%.

36
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Telah kami lakukan evaluasi kasus kanker payudara di RS. Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar periode 2011 sampai dengan 2014 didapatkan ada 1289
kasus Ca Mamma diantaranya 340 kasus (26.37%) di tahun 2011 dan 327 kasus
(25.36%) di tahun 2012, 315 kasus (24.43%) di tahun 2013 dan 307 kasus
(23.81%) di tahun 2014 (tabel.1)

37
Tabel 1. Distribusi Jumlah Kasus Ca
Mamma Periode tahun 2011 – 2014 Di RS.
Wahidin Sudirohusodo Makassar
Tahun Jumlah %

2011 340 26.37%


2012 327 25.36%
2013 315 24.43%
2014 307 23.81%
Total 1289 100

Menurut Wendy Vogel tahun 2013, kanker payudara adalah salah satu kanker
yang paling sering. Diperkirakan 234.580 wanita di Amerika Serikat di diagnosis
kanker payudara pada tahun 2013. Akan tetapi hanya 10% atau kurang yang di
diagnosis dengan metastasis kanker payudara. Antara 30%-40% penderita yang
diberikan kemoterapi pada stadium dini akan berkembang menjadi metastasis
kanker payudara. Dan menurut data yang di keluarkan oleh Metastastatic Breast
Cancer Network 2015 yang dikutip dari American Cancer Society disebutkan
bahwa sekitar 6-10% penderita di diagnosa sebagai metastasis kanker payudara
setelah di diagnosa menderita kanker payudara.
Pada tabel 1 terlihat adanya kecenderungan penurunan jumlah penderita
kanker payudara di Makassar, dimana pada tahun 2011 terdapat 26.37% menurun
menjadi 23.81%.
Sementara di Indonesia khususnya Makassar terdapat 191 (14.81%) kasus
metastase kanker payudara selama periode tahun 2011 – 2014 dengan rincian 64
kasus (33.50%) pada tahun 2011, 41 kasus (21,46%) pada tahun 2012, 60 pasien
(31.41%) pada tahun 2013 dan 26 kasus (13.61%) pada tahun 2014 ( Tabel 2)

Tabel 2. Distribusi Jumlah Kasus Metastase Kanker Payudara


PeriodeTahun 2010 – 2014 Di RS. Wahidin Sudirohusodo
Makassar
Tahun Jumlah %

38
2011 64 33.50%
2012 41 21.46%
2013 60 31.41%
2014 26 13.61%
Total 191 100

Sejalan dengan penurunan jumlah kasus penderita kanker payudara, pasien yang
mengalami metastasis kanker payudara juga mengalami penurunan yang cukup
signifikan yakni pada tahun 2011 dari 33.50% menjadi 13.61% pada tahun 2014
walaupun di satu tahun sebelumnya (2013) terlihat meningkat 31.41%
Dari beberapa literatur menyatakan bahwa perkiraan metastasis kanker
payudara dapat terjadi pada tulang 19,6%, paru 12.2%, hepar 12,2% dan otak
1.7%.

Tabel 3. Distribusi Jumlah Kasus Metastase Kanker


Payudara Periode tahun 2011 – 2014 Di RS. Wahidin
Sudirohusodo Makassar
Lokasi Jumlah %
Hepar 24 13.00%
Paru 115 60.00%
Tulang 36 19.00%
Otak 16 8.00%
Total 191 100

Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah kasus metastasis kanker payudara
selama periode 2011 hingga 2014 adalah 191 kasus dengan rincian metastase pada
paru 115 kasus (60%), metastase tulang 36 kasus (19%), metastase hepar 24 kasus
(13%) dan metastase otak 16 kasus (8%) . Berbeda dengan literatur yang
menyatakan bahwa metastasis kanker payudara pada paru sekitar 12.2%, di

39
Makassar justru kanker payudara metastasis paru justru tertinggi yaitu 60%.
Metastase terendah terjadi di otak yaitu 16 kasus (8%) sejalan dengan literatur
yang menunjukkan angka kejadian terendah yang hanya 1.7% kasus.

Tabel 4. Distribusi insiden umur penderita kanker payudara


di RS. Wahidin Sudirohusodo Makassar
Periode Januari 2011 - Desember 2014
Kel.Umur 2011 2012 2013 2014 Total
≤ 50 th 153 144 126 129 552
≥ 51 th 187 183 189 178 737
Jumlah 340 327 315 307 1289

Pada tabel 4 dari jumlah keseluruhan 1289 kasus kanker payudara selama
4 tahun tersebut didapatkan kelompok umur penderita di bawah 50 tahun
sebanyak 552 orang (42.82%) dan kelompok umur penderita di atas 50 tahun
sebanyak 737 orang (57.17%). Terlihat bahwa angka kejadian kasus kanker
payudara usia >50 tahun lebih tinggi dibanding pada usia < 50 tahun.

Tabel 5. Distribusi lokasi kanker payudara


di RS. Wahidin Sudirohusodo Makassar
Periode Januari 2011 - Desember 2014
Lokasi
2011 2012 2013 2014 Total
Kanker payudara
Kanan 203 148 202 172 725
Kiri 134 177 106 130 547
Bilateral 3 2 7 5 17
Jumlah 340 327 315 307 1289

Pada tabel 5 didapatkan distribusi lokasi kanker payudara dari jumlah


keseluruhan 1289 kasus kanker payudara selama 4 tahun adalah payudara kanan
sebanyak 725 kasus (56.24%) disusul oleh payudara kiri sebanyak 547 kasus
(42.43%) dan ketiga yang paling jarang adalah mengenai kedua payudara
sebanyak 17 kasus (1.31%).

40
Sejalan dengan lokasi kanker payudara yang tersering mengenai payudara kanan
sebanyak 56.24% dibandingkan payudara kiri sebanyak 42.43%, walaupun di satu
tahun sebelumnya (2012) terlihat payudara kiri lebih tinggi sebanyak 54.12%
dibandingkan payudara kanan 45.25%.

Tabel 6. Distribusi hasil pemeriksaan histopatologi


penderita kanker payudara di RS. Wahidin Sudirohusodo Makassar
Periode Januari 2011 - Desember 2014
Histopatologi 2011 2012 2013 2014 Total
Adenocarcinoma
58 81 34 25 198
Mamma
Invasif ductal
282 246 281 282 1091
carcinoma mamma
Jumlah 340 327 315 307 1289

Pada tabel 6 dari jumlah keseluruhan 1289 kasus kanker payudara selama
4 tahun tersebut didapatkan hasil pemeriksaan histopatologi Invasif ductal
carcinoma mamma penderita kanker payudara sebanyak 1091 orang (84.63%) dan
hasil pemeriksaan histopatologi Adenocarcinoma mamma sebanyak 198 orang
(15.36%).

41
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

IV.1 Kesimpulan
Dari evaluasi kasus kanker payudara di RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar periode 2011 sampai dengan 2014 didapatkan ada 1289 kasus Ca
Mamma diantaranya 340 kasus (26.37%) di tahun 2011 dan 327 kasus (25.36%)
di tahun 2012, 315 kasus (24.43%) di tahun 2013 dan 307 kasus (23.81%) di
tahun 2014. Adanya kecenderungan penurunan jumlah penderita kanker payudara
di Makassar, dimana pada tahun 2011 terdapat 26.37% menurun menjadi
23.81%di tahun 2014.
Di Makassar terdapat 191 kasus (14.81%) metastase kanker payudara
selama periode tahun 2011 – 2014 dengan rincian 64 kasus (33.50%) pada tahun
2011, 41 kasus (21,46%) pada tahun 2012, 60 kasus (31.41%) pada tahun 2013
dan 26 kasus (13.61%) pada tahun 2014. Sejalan dengan penurunan jumlah kasus
penderita kanker payudara, pasien yang mengalami metastasis kanker payudara
juga mengalami penurunan yang cukup signifikan yakni pada tahun 2011 dari
33.50% menjadi 13.61% pada tahun 2014 walaupun di satu tahun sebelumnya
(2013) terlihat meningkat 31.41%
Dari beberapa literatur menyatakan bahwa perkiraan metastasis kanker
payudara dapat terjadi pada tulang 19,6%, paru 12.2%, hepar 12,2% dan otak

42
1.7%. Di Makassar terdapat 191 kasus metastasis kanker payudara dengan rincian
metastase pada paru 115 kasus (60%), metastase tulang 36 kasus (19%), metastase
hepar 24 kasus (13%) dan metastase otak 16 kasus (8%), Berbeda dengan literatur
yang menyatakan bahwa metastasis kanker payudara pada paru sekitar 12.2%, di
Makassar justru kanker payudara metastasis paru justru tertinggi yaitu 60%.
Metastase terendah terjadi di otak yaitu 16 kasus (8%) sejalan dengan literatur
yang menunjukkan angka kejadian terendah yang hanya 1.7% kasus.
Terdapat 1289 kasus kanker payudara selama 4 tahun didapatkan
kelompok umur penderita di bawah 50 tahun sebanyak 42.82% dan kelompok
umur penderita di atas 50 tahun sebanyak 57.17%, sehingga terlihat bahwa angka
kejadian kasus kanker payudara usia >50 tahun lebih tinggi dibandingkan pada
usia < 50tahun. Dan distribusi lokasi kanker payudara selama 4 tahun paling
sering mengenai payudara kanan sebanyak 56.24% dibandingkan payudara kiri
sebanyak 42.43% dan kedua payudara 1.31%. Juga didapatkan hasil pemeriksaan
histopatologis selama 4 tahun dimana histopatologi Invasif ductal carcinoma
mamma 84.63% lebih banyak dibandingkan hasil pemeriksaan histopatologi
Adenocarcinoma mamma sebanyak 15.36%.

Maka dapat disimpulkan bahwa di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar


dari 1289 kasus kanker payudara selama 4 tahun yang dirawat dari tahun 2010
hingga 2014 terdapat kecenderungan penurunan jumlah penderita kanker
payudara, dan sejalan dengan penurunan jumlah kasus penderita kanker payudara,
pasien yang mengalami metastasis kanker payudara juga mengalami penurunan
yang cukup signifikan, dimana metastase tersering pada paru, kemudian metastase
ke tulang menempati urutan kedua tersering, kemudian hepar dan otak. Hal ini
berbeda dengan beberapa literatur yang menyebutkan bahwa selama ini metastase
tersering adalah metastase tulang kemudian metastase pada hepar menempati
urutan kedua di ikuti oleh paru dan otak. Dari 1289 kasus kanker payudara
selama 4 tahun didapatkan angka kejadian kasus kanker payudara usia >50 tahun
lebih tinggi dibanding pada usia < 50 tahun dan payudara kanan paling sering
terkena dibandingkan payudara kiri atau yang mengenai kedua payudara. Dan

43
didapatkan hasil pemeriksaan histopatologi Invasif ductal carcinoma mamma
penderita kanker payudara lebih tinggi daripada hasil pemeriksaan histopatologi
Adenocarcinoma mamma.

IV.2 Saran
Perlunya perbaikan pencatatan data medical record yang lengkap dari
setiap pasien di RSWS, sehingga dalam laporan retrospektif terkait dengan
perbaikan pelayanan kesehatan semakin meningkat dan bermutu, serta perbaikan
sumber informasi berbagai kasus penyakit yang terdapat di RSWS sebagai rumah
sakit pusat rujukan di kawasan timur Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Aaron AD, Jennings CJ, & DS., S. (1996). Local treatment of bone metastases in
Disease of the breast 16-811.
Abraham, J. G., James L.; Allegra, Carmen J. (2005 ). Bethesda Handbook of
Clinical Oncology (2nd Edition ed.): Lippincott Williams & Wilkins.
Adam R, A. T., Krissat J, Bralet M, Paule B, Giacchetti S, et al. (2006). Is
liver resection justified for patients with hepatic metastases from breast
cancer? Ann Surg., 244(6), 897‐907.
Albar, Z., Tjindarbumi, D., Ramli, M., Lukitto, P., Reksoprawiro, S., Handojo, D.,
. . . Achmad, D. (2004). Protokol peraboi 2003. Perhimpunan Ahli Bedah
Onkologi Indonesia.
Alexander HR, Berlin J, M., G., In devita VT, Lawrance TS, & SA(ed)., R.
(2008). Metastatic Cancer to The Liver. Cancer Principles & Practice of
Onkology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Aryandono, T. (2006). Faktor Prognosis Kanker Payudara Operabel di
Yogyakarta Disertasi untuk memperoleh Derajat Doktor dalam Ilmu
Kesehatan.
Bandaso, R. (2006). Aspek Biologi Molekuler Metastasis. RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo, Makassar: Bagian Patology Fakultas Kedokteran,
Universitas Hasanuddin,.

44
Barnholtz-Sloan JS, S. A., Davis FG. (2004). Incidence proportions of brain
metastases in patients diagnosed (1973 to 2001) in the Metropolitan
Detroit Cancer Surveilance System. (J). J Clin Oncol, 22(14), 2865-2872.
Bos PD, Z. X., Nadal C et al. (2009). Genes that mediate breast cancer metastasis
to the brain. (J). Nature, 459(7249), 1005-1009.
Chung, A. M., & Bland, I. K. (2001). Neoplasms of The Breast Surgical
Oncology Contemporary Principles and Practice (pp. 951-982). New
York: McGraw-Hill Companies.
CJ Rosenthal, L. V., V Villafania, I Rosenthal, . (1998). Predictive and Prognostic
Factors for Brain Metastases In Carcinoma of The Breast,. ASCO Annual
Meeting.
Dawood S. Broglio K, E. F., et al. ,. (2009). Survival among women with triple
receptor-negative breast cancer and brain metastases (J). Ann Oncol, 20(4),
621-627.
Desen, W. (2011). Buku ajar onkologi klinis Edisi ke-2. diterjemahkan oleh:
Japaries, W. Jakarta: Balai Penerbit FKUI (pp. 365-383).
DeVita, V. T., Hellman, Samuel, Rosenberg, Steven A. (2005). Cancer: Principles
& Practice of Oncology ( 7th Edition, ed.): Lippincott Williams &
Wilkins.
Ellis, I. O., Schinitt, S. J., & Sastre, G. X. (2003). Invasive breast carcinoma in
world health organisation classification of tumors pathology and genetics
tumors of breast and female genital organs (pp. 13-59): IARC Press.
Gabos Z, S. R., Hanson J, et al. (2006,). Prognostic significance of human
epidermal growth factor receptor positivity for the development of brain
metastasis after newly diagnosed breast cancer. J Clin Oncol,, 24(36,
5658-5663.
Gainford MC, Dranitsaris G, & M., C. (2005). Recent developments in
bisphosphonate for patients with metastatic breast cancer.
Gonzalez-Angulo AM, C. M., Strom EA, Buzdar AU, Kau SW, Broglio KR, et al.
(2004). Central nervous system metastases in patients with high-risk breast
carcinoma after multimodality treatment. Cancer, 101, 1760-1766.

45
Hamdani, W. (2004). Profil Gen HER-2/NEU pada Penderita Kanker Payudara
di Makassar. Paper presented at the Karya Akhir Pendidikan Spesialisasi
Bedah Onkologi FK UNHAS Makassar.
Hoe AL, R. G., Taylor I. . (1991). Breast liver metastases, incidenses, diagnosis
and outcome. Journal of the Royal Society of Medicine (JRSM).US, 714-
716.
Kartika , i. (2011). Ekspresi Protein HER-2/neu, Status Reseptor, Estrogen dan
Progesteron pada Berbagai Derajat Keganasan Karsinoma Payudara
Duktal Invasif Wanita Usia Muda. Indonesian Journal of Pathology, 18(1),
32-41.
Kmietowicz, Z. (1998). Patients with bone metastases need better care: BMJ
books
Kresno, S. (2011). Tumor Supresor Gen. Ilmu dasar onkologi Edisi Kedua. Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta (pp. 95-
145).
Kurnia, A. (2010). Keajaiban payudara (4th ed.). Jakarta: FKUI/RSCM.
Lester, S. C. (2010). Acute and Cronic Inflamation. in: Kumar V, Abbas AK,
Fausto N, Aster JC, eds. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease,
Professional Edition: Expert Consult-Online (pp. 433-477): Philadelphia:
Saunders Elsevier
Lester, S. C., Bae, J. W., Woo, S. U., Kim, H., & Kim, C. H. (2010). The Breast.
in: Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC, eds. Robbin and Cotran’s
Pathology Basic of Diseases (pp. 1139-1174): Philadelphia: Saunders
Elsevier.
Lin NU, B. J., winer EP. (2004). CNS metastases in breast cancer. J Cin Oncol
22, 3608-2617.
Manuaba, T. W. (2005). Epidemiology of cancer: Basic science of oncology (pp.
1-16): Surabaya.
Manuaba, T. W. (2010). Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid PERABOI (pp.
17-48): Sagung Seto.
Masdalina, P. (2007). Aspek Klinis dan Epidemiologis Penyakit Kanker Payudara:

46
EGC: Jakarta.
Mazhar, D., Ang, R., & Waxman, J. (2006). Cox Inhibitors and breast cancer.
British journal of cancer, 94, 346-350.
McGraw-Hill’s., & Skandalakis’. Surgical Anatomy. Breast.
McPherson, K., Steel, C., & Dixon, J. (2000). ABC of breast diseases: breast
cancer—epidemiology, risk factors, and genetics. BMJ: British Medical
Journal, 321(7261), 624.
Meiyanto, E. (2011). Harapan dan Tantangan Pengembangan Agen
Kemoprevensi Kanker Tepat Sasaran. Paper presented at the Pidato
Pengukuhan Guru Besar, UGM.
Neal, A. J., & Hoskin, P. J. (2009). Clinical Oncology Fourth Edition: Basic
Principles and Practice: CRC Press.
Netter, F. H. (1997). Atlas of Human Anatomy (Vol. second edition): Novartis.
Perou CM , T. S., MB Eisen , et al. ( 2000). Molecular portraits of human breast
tumors (J). Nature, 406(6797), 747-752.
Pestalozzi BC, Z. D., Price KN et al. ( 2006). Identifying breast cancer patient at
risk for central nervous system (CNS) metastases in trials of the
International Breast Cancerr study group (IBCSG). . Ann Oncol, 17, 935-
944.
Purwanto, H., Handojo, D., Haryono, S. J., & Harahap, W. A. (2014). Panduan
Penatalaksanaan Kanker Payudar: PERABOI.
Raab, R., Nussbaum, K., & Behren, M. (1998). Live resectionr metastases of
breast cancer: Result of live. Anticancer Res, 18, 2231.
Ramli, H. (1995). Kanker Payudara Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bagian Bedah
Staff Pengajar FKUI (Vol. 1, pp. 342-364): Binar Rupa Aksara.
Roses, R. E., Paulson, E. C., Sharma, A., Schueller, J. E., Nisenbaum, H.,
Weinstein, S., . . . Czerniecki, B. J. (2009). HER-2/neu overexpression as a
predictor for the transition from in situ to invasive breast cancer. Cancer
Epidemiology Biomarkers & Prevention, 18(5), 1386-1389.
RP.Warrell. (1996). Hypercalcemia in Disease of the Breast
Sampepajung, D. (2010). Kanker Payudara di Indonesia, Masalah dan

47
Penanggulangannya. Paper presented at the Naskah Pidato Pengukuhan
Guru Besar FK, UNHAS.
Sampepajung D, Hamdani W, & B, H. S. (2005). The Clinical and Imagine of
Bone Metastases in Breast Cancer Patients. Palembang PERABOI.
Sampepajung D, & Yulianto R. (2010). Korelasi Kadar Her-2 Serum dengan status
Her-2 jaringan pada penderita kanker payudara stadium lanjut lokal dan
stadium metastasis di Makassar.
Sihto, H., Lundin, J., Lundin, M., Lehtimaki, T., Ristimaki, A., Holli, K., . . . Isola,
J. (2011). Breast cancer biological subtypes and protein expression predict
for the preferential distant metastasis sites: a nationwide cohort

48

Anda mungkin juga menyukai