Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan

Manusia memiliki organ saluran kemih yang berguna dalam pengeluaran

urine keluar tubuh. Organ-organ tersebut mencakup dua ginjal, dua ureter, buli-buli,

dua otot sfingter, dan uretra. Secara garis besar sistem tersebut terletak di rongga

retroperitoneal dan terlindung oleh organ lain yang mengelilinginya.1

Gambar 2.1. Saluran kemih

Ginjal adalah organ yang jumlahnya sepasang, merupakan saluran kemih

atas yang mempunyai fungsi utama dalam membentuk urine. Selain mengeluarkan

zat toksik dan sisa hasil metabolisme tubuh dalam bentuk urine, ginjal juga

memiliki fungsi dalam menghasilkan dan mengatur sekresi hormon, mengatur

metabolisme ion kalsium dan vitamin D, dan mempertahankan keseimbangan

3
4

cairan tubuh. Urine dari ginjal kemudian dialirkan ke buli-buli melalui sebuah

tabung kecil bernama ureter. Pada dinding ureter terdapat otot polos yang dapat

melakukan gerakan peristaltik untuk mendorong urine ke buli-buli. Jika terjadi

sumbatan urin maka terjadi kontraksi otot yang berlebih untuk mendorong

sumbatan tersebut dari saluran ureter. Kontraksi berlebih tersebut dirasakan sebagai

nyeri kolik, datangnya hilang timbul sesuai irama gerakan peristaltik ureter. Saat

mencapai buli-buli, posisi ureter miring agar mencegah terjadinya aliran balik urine

dari buli-buli ke ureter saat buli-buli berkontraksi . 1,2

Gambar 2.2. Vesika urinaria


5

Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri dari tiga otot lapis detrusor

yang saling beranyaman. Kontraksi otot ini merupakan tahap utama dalam

pengosongan urine dalam buli-buli dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra

dalam mekanisme miksi. 1,2

Gambar 2.3. Uretra laki-laki

Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria

menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita.

Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ

seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra pada wanita

panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, pria memiliki dua otot sphincter yaitu

m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan

m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada
6

wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan

bersifat volunter). Uretra merupakan saluran akhir dalam pengeluaran urine keluar

tubuh. Uretra pada pria memiliki fungsi ganda yaitu sebagai saluran urine dan

saluran untuk semen dari organ reproduksi.1,2

Secara anatomis uretra pria dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra posterior

dan uretra anterior. Uretra pria dibagi atas :1

1. Uretra Posterior, dibagi menjadi:

a. Pars prostatika : dengan panjang sekitar 2,5 cm, berjalan melalui kelenjar

prostate.

b. Pars membranacea : dengan panjang sekitar 2 cm, berjalan melalui

diafragma urogenital antara prostate dan penis.

2. Uretra Anterior, dibagi menjadi:

a. Pars bulbaris : terletak di proksimal, merupakan bagian uretra yang

melewati bulbus penis.

b. Pars pendulum /cavernosa /spongiosa: dengan panjang sekitar 15 cm,

berjalan melalui penis (berfungsi juga sebagai transport semen).

c. Pars glandis: bagian uretra di gland penis. Uretra ini sangat pendek dan

epitelnya sangat berupa squamosa (squamous complex noncornificatum).


7

Gambar 2.4. Uretra wanita

Uretra dilengkapi dengan dua otot sfingter yang berguna untuk menahan

laju urine. Uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra,

dipersarafi oleh sistem simpatik, sehingga jika buli-buli penuh sfingter ini akan

terbuka. Sfingter uretra eksterna terletak pada perbatasan uretra posterior dengan

uretra anterior, dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai

keinginan seseorang.

B. Striktur Uretra

Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra akibat adanya jaringan

parut dan kontraksi. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita

karena adanya perbedaan panjang uretra. Uretra pria dewasa berkisar antara 23-25

cm, sedangkan uretra wanita sekitar 3-5 cm.5 Karena itulah uretra pria lebih rentan

terserang infeksi atau terkena trauma dibanding wanita. Beberapa faktor resiko lain

yang diketahui berperan dalam insiden penyakit ini, diantaranya adalah pernah
8

terpapar penyakit menular seksual, ras orang Afrika, berusia diatas 55 tahun, dan

tinggal di daerah perkotaan.5,6

Striktur dapat terjadi pada semua bagian uretra, namun kejadian yang paling

sering pada orang dewasa adalah di bagian pars bulbosa-membranasea, sementara

pada pars prostatika lebih sering mengenai anak-anak.5 Infeksi yang paling sering

menimbulkan striktur uretra adalah infeksi oleh kuman gonokokus, yang sempat

menginfeksi uretra sebelumnya. Trauma yang dapat menyebabkan striktur uretra

adalah trauma tumpul pada selangkangannya (straddle injury), fraktur tulang

pelvis, atau cedera pasca bedah akibat insersi peralatan bedah selama operasi

transurethral, pemasangan kateter, dan prosedur sitoskopi.6 Striktur kongenital

sangat jarang terjadi. Striktur ini disebabkan karena penyambungan yang tidak

adekuat antara ureta anterior dan posterior, tanpa adanya faktor trauma maupun

peradangan.6,7

Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan

terbentuknya jaringan parut pada uretra. Jaringan parut ini berisi kolagen dan

fibroblast, dan ketika mulai menyembuh jaringan ini akan berkontraksi ke seluruh

ruang pada lumen dan menyebabkan pengecilan diameter uretra, sehingga

menimbulkan hambatan aliran urine. Karena adanya hambatan, aliran urine mencari

jalan keluar di tempat lain dan akhirnya mengumpul di rongga periuretra. Karena

ekstravasasi urine, daerah tersebut akan rentan terjadi infeksi akan menimbulkan

abses periuretra yang kemudian bisa membentuk fistula uretrokutan (timbul

hubungan uretra dan kulit).5


9

Selain itu resiko terbentuknya batu buli-buli juga meningkat, timbul gejala

sulit ejakulasi dan gagal ginjal. Derajat penyempitan lumen uretra dibagi menjadi 3

tingkatan. Termasuk tingkat ringan jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter

lumen, tingkat sedang jika terdapat oklusi mencapai lumen uretra, dan tingkat

berat oklusi lebih dari diameter lumen uretra.5,6,7

Gambar 2.5. Derajat penyempitan uretra

C. Penyebab Striktur Uretra

Striktur uretra dapat disebabkan oleh setiap peradangan kronik atau cedera.

Radang karena gonore merupakan penyebab penting, tetapi radang lain yang

kebanyakan disebabkan penyakit kelamin lain, juga merupakan penyebab uretritis

dan periuretritis. Kebanyakan striktur ini terletak di uretra pars membranasea,

walaupun juga bisa ditempat lain. 5,6,7

Trauma uretra dapat terjadi pada fraktur panggul dan karena cedera

langsung, misalnya pada anak yang naik sepeda dan kakinya terpeleset dari pedal

sepeda sehingga jatuh dengan uretra pada bingkai sepeda lelaki sehingga terjadi

cedera kangkang. Yang juga tidak jarang terjadi ialah cedera iatrogenik akibat

kateterisasi atau instrumentasi. 5,6,7


10

Tabel 2.1. Letak Striktur Uretra dan Penyebabnya

Letak Uretra Penyebab


Pars membranasea Trauma panggul, kateterisasi salah Jalan.
Pars bulbosa Trauma/ cedera kangkang, uretritis.
Meatus Balanitis, instrumentasi kasar.

Penyebab lain terjadinya striktur uretra ialah tindakan-tindakan bedah

seperti bedah rekonstruksi uretra terhadap hipospadia, epispadia, kordae, dan bedah

urologi. 5,6,7

Striktur uretra paling sering terjadi pada pria karena uretra pria lebih

panjang daripada uretra wanita. Penyebab lainnya ialah tekanan dari luar uretra

seperti tumor pada hipertrofi prostat benigna, atau pun juga bisa diakibatkan oleh

kelainan congenital, namun jarang terjadi. Resiko striktur uretra meningkat pada

orang yang memiliki riwayat penyakit menular seksual, episode uretritis berulang,

atau hipertrofi prostat benigna. 5,6,7

Gambar 2.5. Lokasi striktur (1,2,3). 1. Pars membranasea, 2. Pars bulbosa, 3.


Meatus uretra, 4. Kandung kemih, 5. Prostat, 6. Rectum, 7. Diafragma urogenital,
8. Simfisis
11

D. Patofisiologi

Trauma yang menyebabkan striktura uretra adalah trauma tumpul pada

selangkangan (straddle injury) dan fraktur tulang pelvis. Proses radang akibat

trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan terbentuknya jaringan sikatriks

pada uretra. Jaringan sikatriks pada lumen uretra menimbulkan hambatan aliran

urine hingga retensi urine. Aliran urine yang terhambat mencari jalan keluar di

tempat lain (di sebelah proksimal striktura) dan akhirnya mengumpul di rongga

periuretra. Jika terinfeksi menimbulkan abses periuretra yang kemudian pecah

membentuk fistula uretrokutan. Pada keadaan tertentu banyak dijumpai fistula

sehingga disebut sebagai fistula seruling. Tindakan yang kurang hati-hati pada

pemasangan kateter dapat menimbulkan salah jalan (false route) yang

menimbulkan kerusakan uretra dan menyisakan strikture dikemudian hari.

Demikian pula fiksasi kateter yang tidak benar pada pemakaian kateter menetap

yang menyebabkan penekanan kateter pada perbatasan uretra bulbo-pendulare

yang mengakibatkan penekanan uretra terus menerus, menimbulkan hipoksia uretra

daerah itu, yang pada akhirnya menimbulkan fistula atau strikur uretra. 5,6,7
12

Gambar 2.6. Mekanisme trauma tumpul pada uretra anterior. (A)


Ilustrasi straddle injury menekan uretra bulbaris yang akan melawan simfisis
pubis (B) mengakibatkan gangguan pada uretra dengan perdarahan di sepanjang
fascia Colles. Fascia Buck juga terganggu

E. Gejala Klinis

Gejala dan tanda striktur biasanya mulai dengan hambatan arus kemih dan

kemudian timbul sebagai sindrom lengkap obstruksi leher kandung kemih seperti

digambarkan pada hipertrofi prostat. 5,6,7

Gejala klinis yang sering ditimbulkan oleh striktur antara lain disuria,

kesuliran berkemih, pancaran kemih yang menurun, frekuensi kemih yang

abnormal, rasa tidak nyaman, hematuria, nyeri pelvis atau bagian bawah perut,

pengosongan kantung kemih yang tidak puas. 5,6,7

F. Komplikasi

Striktur uretra menyebabkan retensi urin di dalam kantung kemih.

Penumpukan urin dalam kantung kemih beresiko tinggi untuk terjadinya infeksi,
13

yang dapat menyebar ke kantung kemih, prostat, dan ginjal. Abses di atas lokasi

striktur juga dapat terjadi, sehingga menyebabkan kerusakan uretra dan jaringan di

bawahnya.7,8

Selain itu, resiko terjadinya batu kandung kemih juga meningkat, timbul

gejala sulit ejakulasi, fistula uretrokutaneus (hubungan abnormal antara uretra

dengan kulit), dan gagal ginjal (jarang).7

G. Diagnosis

Diagnosis striktur uretra dapat kita tegakkan dengan cara anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan p enunjang. Gejala penyakit ini mirip seperti

gejala penyebab retensi urine tipe obstruktif lainnya. Diawali dengan sulit kencing

atau pasien harus mengejan untuk memulai kencing namun urine hanya keluar

sedikit-sedikit. Gejala tersebut harus dibedakan dengan inkontinensia overflow,

yaitu keluarnya urine secara menetes, tanpa disadari, atau tidak mampu ditahan

pasien. Gejala-gejala lain yang harus ditanyakan ke pasien adalah adanya disuria,

frekuensi kencing meningkat, hematuria, dan perasaan sangat ingin kencing yang

terasa sakit. Jika curiga penyebabnya adalah infeksi, perlu ditanyakan adanya

tanda-tanda radang seperti demam atau keluar nanah.5,8 Pemeriksaan fisik

dilakukan lewat inspeksi dan palpasi. Pada inspeksi kita perhatikan meatus uretra

eksterna, adanya pembengkakan atau fistel di sekitar penis, skrotum.7 perineum,

dan suprapubik. Kemudian kita palpasi apakah teraba jaringan parut sepanjang

uretra anterior pada ventral penis, jika ada fistel kita pijat muaranya untuk

mengeluarkan nanah di dalamnya. Pemeriksaan colok dubur berguna untuk

menyingkir diagnosis lain seperti pembesaran prostat. 8


14

H. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang berguna untuk konfirmasi diagnosis dan

menyingkirkan diagnosis banding. Uroflowmetri adalah alat untuk mengetahui

pancaran urine secara obyektif. Derasnya pancaran diukur dengan membagi volume

urine saat kencing dibagi dengan lama proses kencing. Kecepatan pancaran normal

adalah 20 ml/detik. Jika kecepatan pancaran kurang dari 10 ml/detik menandakan

adanya obstruksi. Namun pemeriksaan foto Retrograde Uretrogram

dikombinasikan dengan Voiding Cystouretrogram tetap dijadikan standar

pemeriksaan untuk menegakan diagnosis. Radiografi ini dapat menentukan panjang

dan lokasi dari striktur. Penggunaan ultrasonografi (USG) cukup berguna dalam

mengevaluasi striktur pada pars bulbosa. Dengan alat ini kita juga bisa

mengevaluasi panjang striktur dan derajat luas jaringan parut, contohnya

spongiofibrosis. Ini membantu kita memilih jenis tindakan operasi yang akan

dilakukan kepada pasien. Kita dapat mengetahui jumlah residual urine dan panjang

striktur secara nyata, sehingga meningkatkan keakuratan saat operasi. Pemeriksaan

yang lebih maju adalah dengan memakai uretroskopi dan sistoskopi, yaitu

penggunaan kamera fiberoptik masuk ke dalam uretra sampai ke buli-buli. Dengan

alat ini kita dapat melihat penyebab, letak, dan karakter striktur secara langsung.7,9
15

Gambar 2.7. Hasil Uroflowmetri

Gambar 2.8. Hasil pemeriksaan Urosistogram


16

Pemeriksaan yang lebih maju digunakan sistoskopi, yaitu penggunaan

kamera fiberoptik pada uretra. Dengan sitoskopi dapat dilihat penyebab striktur,

letaknya, dan karakter dari striktur.8,9

Gambar 2.9. Prosedur sistoskopi.

Pencitraan menggunakan magneting resonance imaging bagus dilakukan

sebelum operasi karena dapat mengukur secara pasti panjang striktur, derajat

fibrosis, dan pembesaran prostat. Namun alat ini belum tersedia secara luas dan

biayanya sangat mahal sehingga jarang digunakan. Pemeriksaan laboratorium

seperti urinalisis atau cek darah lengkap rutin dikerjakan untuk melihat

perkembangan pasien dan menyingkirkan diagnosis lain.5,6,9

I. Tatalaksana

Tujuan dari pengobatan striktur uretra adalah kesembuhan permanen, tidak

hanya sembuh sementara. Pengobatan terhadap striktur uretra tergantung pada

lokasi striktur, panjang/pendek striktur, dan kedaruratannya. Striktur uretra tidak


17

dapat dihilangkan dengan jenis obat-obatan apapun. Pasien yang datang dengan

retensi urin, secepatnya dilakukan sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan

urin, jika dijumpai abses periuretra dilakukan insisi dan pemberian

antibiotika. Pengobatan striktur uretra banyak pilihan dan bervariasi tergantung

panjang dan lokasi dari striktur, serta derajat penyempitan lumen uretra. Tindakan

khusus yang dilakukan terhadap striktur uretra adalah:10

1. Bougie (Dilatasi)

Sebelum melakukan dilatasi, periksalah kadar hemoglobin pasien dan

periksa adanyaglukosa dan protein dalam urin. Tersedia beberapa jenis

bougie. Bougie bengkok merupakan satu batang logam yang ditekuk sesuai

dengan kelengkungan uretra pria; bougie lurus, yang juga terbuat dari logam,

mempunyai ujung yang tumpul dan umumnyahanya sedikit melengkung; bougie

filiformis mempunyai diameter yang lebih kecil danterbuat dari bahan yang lebih

lunak. Berikan sedatif ringan sebelum memulai prosedurdan mulailah pengobatan

dengan antibiotik, yang diteruskan selama 3 hari. Bersihkanglans penis dan meatus

uretra dengan cermat dan persiapkan kulit dengan antiseptik yang lembut.

Masukkan gel lidokain ke dalam uretra dan dipertahankan selama 5 menit. Tutupi

pasien dengan sebuah duk lubang untuk mengisolasi penis. Apabila striktur sangat

tidakteratur, mulailah dengan memasukkan sebuah bougie filiformis; biarkan

bougie di dalam uretra dan teruskan memasukkan bougie filiformis lain sampai

bougie dapat melewati striktur tersebut. Kemudian lanjutkan dengan dilatasi

menggunakan bougie lurus.Apabila striktur sedikit tidak teratur, mulailah dengan

bougie bengkok atau lurus ukuransedang dan secara bertahap dinaikkan ukurannya.
18

Dilatasi dengan bougie logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan yang kasar

tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada akhirnya

menimbulkan striktur lagi yang lebih berat. Karena itu, setiap dokter yang bertugas

dipusat kesehatan yang terpencil harus dilatih dengan baik untuk memasukkan

bougie. Penyulit dapat mencakup trauma dengan perdarahan dan bahkan dengan

pembentu kanjalan yang salah (false passage). Perkecil kemungkinan terjadinya

bakteremi, septikemi,dan syok septic dengan tindakan asepsis dan dengan

penggunaan antibiotik.10

2. Uretrotomi interna

Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi yang

memotong jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau

Sachse, laser atauelektrokoter. Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra

anterior terutama bagiandistal dari pendulans uretra dan fossa navicularis, otis

uretrotomi juga dilakukan padawanita dengan striktur uretra. Indikasi untuk

melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse adalah striktur uretra anterior atau

posterior masih ada lumen walaupun kecil danpanjang tidak lebih dari 2 cm serta

tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2-3 hari pascatindakan. Setelah pasien

dipulangkan, pasien harus kontrol tiap minggu selama 1 bulan kemudian 2 minggu

sekali selama 6 bulan dan tiap 6 bulan sekali seumur hidup. Padawaktu kontrol

dilakukan pemeriksaan uroflowmetri, bila pancaran urinnya < 10 ml/det dilakukan

bouginasi. 10
19

3. Uretrotomi eksterna

Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis

kemudiandilakukan anastomosis end-to-end di antara jaringan uretra yang masih

sehat, cara initidak dapat dilakukan bila daerah strikur lebih dari 1 cm. Cara

Johansson; dilakukan bila daerah striktur panjang dan banyak jaringan fibrotik.

Stadium I, daerah striktur disayat longitudinal dengan menyertakan sedikit jaringan

sehat di proksimal dan distalnya, lalujaringan fibrotik dieksisi. Mukosa uretra

dijahit ke penis pendulans dan dipasang kateterselama 5-7 hari. Stadium II,

beberapa bulan kemudian bila daerah striktur telah melunak,dilakukan pembuatan

uretra baru.10

4. Uretroplasti

Dilakukan pada penderita dengan panjang striktur uretra lebih dari 2 cm

ataudengan fistel uretro-kutan atau penderita residif striktur pasca Uretrotomi

Sachse. Operasiuretroplasty ini bermacam-macam, pada umumnya setelah daerah

striktur di eksisi, uretradiganti dengan kulit preputium atau kulit penis dan dengan

free graft atau pedikel graftyaitu dibuat tabung uretra baru dari kulit preputium/kulit

penis dengan menyertakanpembuluh darahnya.6,10

H. Prognosis

Striktur uretra kerap kali kambuh, sehingga pasien harus sering

menjalanipemeriksaan yang teratur oleh dokter. Penyakit ini dikatakan

sembuh jika setelahdilakukan observasi selama satu tahun tidak menunjukkan

tanda-tanda kekambuhan.6

Anda mungkin juga menyukai