Anda di halaman 1dari 16

STROKE ICH

A. Definisi
Stroke hemoragik dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami rupture
sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalaM jaringan otak
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan
darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan
menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian
mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi
sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
B. Etiologi
Perdarahan dari arteri atau vena intrakranial seperti yang terjadi karena hipertensi, ruptur
aneurisma, malformasi arteriovenosa, trauma, gangguan hemoragik. Penyebab PIS biasanya
karena hipertensi yang berlangsung lama lalu terjadi kerusakan dinding pembuluh darah dan
salah satunya adalah terjadinya mikroaneurisma. Faktor pencetus lain adalah stress fisik, emosi,
peningkatan tekanan darah mendadak yang mengakibatkan pecahnya pembuluh darah. Sekitar
60-70% PIS disebabkan oleh hipertensi. Penyebab lainnya adalah deformitas pembuluh darah
bawaan, kelainan koagulasi. Bahkan, 70% kasus berakibat fatal, terutama apabila
perdarahannya luas (masif) (Junaidi, 2011).
C. Patofisiologi
stroke hemoragik disebabkan oleh pembuluh darah yang pecah menyebabkan darah mengalir
ke substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intra kranial
yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut
akan menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Disamping itu, darah yang
mengalir ke subtansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme
pembuluh darah otak atau penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang
atau tidak ada, sehingga terjadi nekrosis jaringan otak. Kematian sel-sel otak berpengaruh
terhadap penurunan fungsi dan kinerja otak, otak memiliki dua fungsi yaitu sensorik dan
motorik, akibat awal dari stroke adalah hemiparesis kontralateral (kelumpuhan separuh anggota
ekstremitas atas dan bawah yang bersilangan dengan hemisfer yang terkena)
D. Manifestasi Klinis
1. Defisit Motorik
a. Hemiparese, hemiplegia
b. Distria (kerusakan otot-otot bicara)
c. Disfagia (kerusakn otot-otot menelan)
2. Defisit Sensori
a. Defisit visual (umum karena jaras visual terpotong sebagian besar pada hemisfer
serebri) (1) Hemianopsia homonimosa (kehilangan pandangan pada setengah bidang
pandang pada sisi yang sama) (2) Diplopia (penglihatan ganda) (3) Penurunan
ketajaman penglihatan
b. Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan, nyeri,
tekanan, panas dan dingin)
c. Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang
posisi bagian tubuh)
3. Defisit Perseptual (Gangguan dalam merasakan dengan tepat dan menginterpretasi diri
dan/atau lingkungan)
a. Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal terhadap ekstremitas yang
mengalami paralise; kelainan unilateral)
b. Disorientasi (waktu, tempat, orang)
c. Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan obyek-obyek dengan tepat)
d. Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi lingkungan melalui indera)
e. Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruang, memperkirakan ukurannya dan
menilai jauhnya
f. Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau tempat
g. Disorientasi kanan kiri.
4. Defisit Bahasa/Komunikasi
a. Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi pola-pola bicara yang dapat
difahami)dapat berbicara dengan menggunakan respons satu kata
b. Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan - mampu untuk berbicara,
tetapi menggunakan kata-kata dengan tidak tepat dan tidak sadar tentang kesalahan ini)
c. Afasia global (kombinasi afasia ekspresif dan reseptif) – tidak mampu berkomunikasi
pada setiap tingkat
d. Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
e. Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan)
5. Defisit Intelektual
a. Kehilangan memori
b. Rentang perhatian singkat
c. Peningkatan distraktibilitas (mudah buyar)
d. Penilaian buruk
e. Ketidakmampuan untuk mentransfer pembelajaran dari satu situasi ke situasi yang lain
f. Ketidakmampuan untuk menghitung, memberi alasan atau berpikir secara abstrak
6. Disfungsi Aktivitas Mental dan Psikologis
a. Labilitas emosional (menunjukkan reaksi dengan mudah atau tidak tepat)
b. Kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial
c. Penurunan toleransi terhadap stres
d. Ketakutan, permusuhan, frustasi, marah
e. Kekacauan mental dan keputusasaan
f. Menarik diri, isolasi
g. Depresi
7. Gangguan Eliminasi (Kandung kemih dan usus)
a. Lesi unilateral karena stroke mengakibatkans sensasi dan kontrol partial kandung
kemin, sehingga klien sering mengalami berkemih, dorongan dan inkontinensia urine.
b. Jika lesi stroke ada pada batang otak, maka akan terjadi kerusakan lateral yang
mengakibatkan neuron motorik bagian atas kandung kemih dengan kehilangan semua
kontrol miksi
c. Kemungkinan untuk memulihkan fungsi normal kandung kemih sangat baik
d. Kerusakan fungsi usus akibat dari penurunan tingkat kesadaran, dehidrasi dan imobilitas
e. Konstipasi dann pengerasan feses
8. Gangguan Kesadaran
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Angiografi serebri
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik sperti stroke perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya pada stroke perdarahan akan ditemukan adanya
aneurisma
2. Lumbal pungsi
Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan cairan lumbal maka terdapat
tekanan yang meningkat disertai bercak darah. Hal itu akan menunjukkkan adanya
hemoragik pada subarachnoid atau pada intrakranial
3. CT-Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang
infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemerksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang masuk ke ventrikel atau menyebar ke permukaan otak
4. Macnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari heemoragik
5. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)
6. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan
yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
7. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit. Hal ini berguna
untuk mengetahui apakah pasien menderita anemia. Sedangkan leukosit untuk melihat
sistem imun pasien. Bila kadar leukosit diatas normal, berarti ada penyakit infeksi yang
sedang menyerang pasien.
b. Test darah koagulasi: Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu: prothrombin time,
partial thromboplastin (PTT), International Normalized Ratio (INR) dan agregasi
trombosit. Keempat test ini gunanya mengukur seberapa cepat darah pasien
menggumpal. Gangguan penggumpalan bisa menyebabkan perdarahan atau pembekuan
darah. Jika pasien sebelumnya sudah menerima obat pengencer darah seperti warfarin,
INR digunakan untuk mengecek apakah obat itu diberikan dalam dosis yang benar.
Begitu pun bila sebelumnya sudah diobati heparin, PTT bermanfaat untuk melihat dosis
yang diberikan benar atau tidak.
c. Test kimia darah: Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol, asam
urat, dll. Apabila kadar gula darah atau kolesterol berlebih, bisa menjadi pertanda pasien
sudah menderita diabetes dan jantung. Kedua penyakit ini termasuk ke dalam salah satu
pemicu strok
F. Penatalaksanaan
1. Fase Akut
a. Terapi cairan: diberikan normal salin 50ml/jam selama jam-jam pertama. Segera setelah
stroke hemodinamik stabil, terapi cairan rumatan bisa diberikan sebagai KAEN
3B/KAEN 3A.
b. Terapi Oksigen: Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator,
merupakan tindakan yang dapat dilakukan sesuai hasil pemeriksaan analisa gas darah
atau oksimetri.
c. Penatalaksanaan Peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK): pemberian manitol, control
dan pengendalian tekanan darah.
d. Monitor fungsi pernapasan: AGD
e. Monitor antung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
f. Lakukan pemasangan NGT
g. Monitor tanda neurologi: tingkat kesadaran, keadaan pupil, fungsi sensorik dan motoric,
nervus cranial dan reflex.
2. Fase Rehabilitasi
a. Pertahankan nutrisi yang adekuat
b. Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi (ROM)
c. Pertahankan integritas kulit
3. Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume lebih dari 50
ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikuloperitoneal bila ada hidrosefalus
obstrukis akut.
4. Terapi Obat-obatan
a. Antihipertensi : Katropil, antagonis kalsium
b. Diuretic : manitol 20%, furosemid
c. Antikolvusan : fenitoin
G. Komplikasi
1. Infark Serebri
2. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensive
3. Fistula caroticocavernosum
4. Epistaksis
5. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal
H. Asuhan Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan terputusnya aliran darah : penyakit
oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
NOC NIC
Tujuan: setelah dilakukan tindakan 1. Kaji status neurologis setiap jam
keperawatan selama 1x24 jam perfusi 2. Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
jaringan serebral menjadi efektif 3. Kaji pupil, ukuran, respon terhadap
Kriteria Hasil: cahaya
1. Tanda-tanda vital normal 4. Evaluasi keadaan sensori dan motoric
2. Sirkulasi lancer pasien
3. Peningkatan kerja pupil 5. Monitor tanda-tanda vital tiap 1 jam
4. Kemampuan komunikasi baik 6. Pertahankan kepala 30-45 derajat
7. Monitor AGD
8. Berikan obat sesuai program dan
monitor efek samping

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas


NOC NIC
Tujuan: setelah dilakukan tindakan 9. Posisikan pasien untuk
keperawatan selama 1x24 jam bersihan memaksimalkan ventilasi
jalan nafas menjadi efektif 10. Identifikasi kebutuhan actual/potensial
Kriteria Hasil: pasien untuk membuka jalan nafas
5. Frekuensi nafas dalam batas normal 11. Auskultasi suara nafas
(16-20x/menit) 12. Ajarkan batuk efektif
6. Kemampuan mengeluarkan secret 13. Lakukan penghisapan secret berlebih
7. Irama nafas teratur (suction)
8. Tidak ada suara nafas tambahan
14. Monitor kecepatan, irama, kedalaman,
dan kesulitan nafas
15. Catat pergerakan dada, penggunaan
otot bantu nafas

3. Ketidakefektifan Pola Nafas


NOC NIC
Tujuan: setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
keperawatan selama 1x24 jam pola nafas ventilasi
menjadi efektif 2. Identifikasi kebutuhan actual/potensial
Kriteria Hasil: pasien untuk membuka jalan nafas
1. Frekuensi nafas dalam batas normal 3. Auskultasi suara nafas
(16-20x/menit) 4. Monitor kecepatan, irama, kedalaman,
2. Irama nafas teratur dan kesulitan nafas
3. Tidak ada suara nafas tambahan 5. Catat pergerakan dada, penggunaan
otot bantu nafas
6. Berikan oksigen tambahan jika
diperlukan
7. Monitor tanda-tanda vital

4. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan neuromuscular, ketidakmampuan dalam persespi


kognitif.
NOC NIC
Tujuan: setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan motoric
keperawatan selama 1x24 jam mobilitas 2. Ajarkan pasien untuk melakukan
pasien tidak terganggu ROM minimal 4x sehari
Kriteria Hasil: 3. Inspeksi kulit terutama pada daerah
4. Peningkatan aktivitas fisik yang tertekan, beri bantalan lunak
5. Tidak ada kontraktur sendi 4. Bila pasien tidur, lakukan tindakan
6. Tidak terjadi penyusutan otot untuk meluruskan tubuh
5. Kolaborasi dengan fisioterapi
6. Lakukan masase pada daerah yang
tertekan
TUMOR OTAK

A. Definisi
Tumor otak merupakan suatu masa abnormal yang ada di dalam tengkorak yang
disebabkan oleh multiplikasi sel yang berlebihan dan menyebabkan adanya proses desak ruang.
B. Klasifikasi
1. Tumor Otak Primer: tumor yang tumbuh langsung dari jaringan intracranial
a. Tumor Jinak: biasanya terdiri dari sel-sel yang memiliki batas yang berbeda jelas
dengan jaringan normal sekitarnya
b. Tumor Ganas: dapat menimbulkan edema dalam jaringan otak disekitarnya dan dapat
menyebar didalam otak dan tulang belakang
2. Tumor Otak Sekunder: sel tumor berasal dari pertumbuhan tumor di bagian tubuh lainnya
dan metastasis ke otak.
C. Etiologi
1. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu keluarga jarang ditemukan kecuali pada meningioma,
astrocytoma dan neurofibroma
2. Sisa-sisa Sel Embrional
Perkembangan abnormal dapat terlihat pada kraniofaringioma, teratoma intakranial, dan
kordoma
3. Radiasi
4. Virus
5. Substansi karsionegenik
D. Patofisiologi
Sifat mula timbulnya manifestasi tumor intracranial ditentukan oleh siat histologic dan
lokasinya. Pasien akan mengalami hemiparesis jika terjadi destruksi saraf motoric perifer, sel-
sel kornu anterior sehingga terjadi paralisis LMN dan UMN, otot flaksid dan reflex tendon
menurun yang menyebabkan kerusakan pada hemisphere kiri emudian akan timbul kelemahan
pada otot wajah dan mengalami aphasia yang menyebabkan kerusakan kounikasi verbal.
Dilatasi sel indolimf pada koklea mengakibatkan atrofi nervus VIII sehingga pasien mengalami
vertigo. Lesi traktus spinotalamikus lateralis kemudia berlanjut ke medulla spinalis, sistem
kolumna dorsalis, medulla oblongata lalu menuju lemniskus medialis, thalamus, korteks
parietalis sehingga menyebabkan steregnosis yang menimbulkan perubakan proses berpikir dan
grafestesia yang dapat menimbulkan resiko cidera.
Tubuh manusia terdiri dari sel-sel. Sel-sel ini tumbuh dan berkembang dengan cara yang
tersusun untuk membentuk sel-sel baru. Apabila sel-sel ini kehilangan kemampuan untuk
mengawal pertumbuhannya, ia akan tumbuh dengan bebasnya. Sel-sel yang tumbuh berlebihan
tanpa dikontrol ini akhirnya menjadi tumor. Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis.
Gejala neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor gangguan fokal,
disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan fokal terjadi apabila penekanan
pada jaringan otak dan infiltrasi/invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan
neuron. Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh
menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya
bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan
gangguan cerebrovaskuler primer. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan
parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal. Peningkatan
tekanan intra kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor: bertambahnya massa dalam
tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi cerebrospinal.
Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa, karena tumor akan mengambil ruang
yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan oedema dalam
jaruingan otak. Obstruksi vena dan oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak,
semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Observasi sirkulasi cairan
serebrospinaldari ventrikel laseral ke ruang sub arakhnoid menimbulkan hidrocepalus.
E. Manifestasi Klinis
A) Berdasarkan Jenis
1. Tumor Intraaksial
2. Tumor Ekstraaksial
Memiliki tanda khas pada pemeriksaan radiologis yaitu adanya celah CSS, perubahan letak
ruang subarachnoid, terdapat materi abu-abu diantara lesi dan materi putih, pertumbuhan
ruang subarachnoid yang melebar karena pertumbuhan lesi cenderung menjauh dari otak,
tempat dural yang luas, ekor dural perangkat tambahan, dan perubahan (hyperostosis)
tulang.
B) Berdasaekan Lokasi
1. Tumor Supratentorial
a. Gejala akibat peningkatan TIK: akibat efek masa tumor atau edema, akibat blockade
aliran CSF
b. Gejala fokal deficit yang progresif: akibat destruksi parenkim otak oleh invasi
tumor, akibat penekanan parenkim otak oleh tumor, edema atau perdarahan, akibat
penekanan saraf kranial.
c. Nyeri kepala
d. Kejang akibat iritasi pada korteks serebral
e. Perubahan status mental: depresi, letargi, apatis, confusion
2. Tumor Infratentorial
a. Nyeri kepala
b. Mual dan muntah
c. Papil edema
d. Gagguan gait-ataksia
e. Diplopia: akibat N. VI palsy akibat penekanan langsung pada saraf.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. CT scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur investigasi awal ketika
penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda penyakit otak yang difus atau
fokal, atau salah satu tanda spesifik dari sindrom atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit
membedakan tumor dari abses ataupun proses lainnya.
2. Foto polos dada
Dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu metastasis yang akan
memberikan gambaran nodul tunggal ataupun multiple pada otak.
3. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor. Tetapi pemeriksaan
ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak yang besar. Umumnya
diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi, sebagai cara yang
tepat untuk membedakan tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).
4. Biopsi stereotaktik
Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan
dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis.
5. Angiografi Serebral
Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.
6. Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat
memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.
G. Penatalaksanaan
1. Surgery
Therapy pre-surgery seperti:
a. Steroid untuk menghilangkan swelling. Contoh obat: dexamethazone.
b. Anticonvulsan untuk mencegah dan mengontrol kejang. Contoh obat: carbamazephine
· Shunt untuk mengalirkan cairan serebrospinal
2. Pembedahan
Pembedahan pada tumor otak dilakukan untuk mengangkat tumor dan dikompresi dengan
cara mereduksi efek massa sebagai upaya menyelamatkan nyawa serta memperoleh efek
paliasi.
3. Radiotherapy
Merupakan salah satu modalitas penting dalam pelaksanaan proses keganasan.
4. Kemoterapi
Pada kemoterapi dapat menggunakan powerfull drugs, bisa menggunakan satu atau
dikombinasikan. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan untuk membunuh sel tumor pada
klien. Diberikan secara oral, IV, atau bisa juga secara shunt.
H. Komplikasi
1. Edema Serebral: Peningkatan cairan otak yang berlebih yang menumpuk disekitar lesi
sehingga menambah efek masa yang mendesak (space-occupying). Edema Serebri dapat
terjadi ekstrasel (vasogenik) atau intrasel (sitotoksik).
2. Hidrosefalus: Peningkatan intracranial yang disebabkan oleh ekspansin massa dalamrongga
cranium yang tertutup dapat di eksaserbasi jika terjadi obstruksi pada aliran cairan
serebrospinal akibat massa.
3. Herniasi Otak: Peningkatan intracranial yang terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan singuli.
4. Kematian: Gangguan ini sering diistilahkan dengan gangguan kognitif dan neurobehavior
sehubungan dengan kerusakan fungsi pada area otak yang ditumbuhi tumor atau terkena
pembedahan maupun radioterapi.
5. Gangguan kognitif dan neurobehavior: Sehubungan dengan kerusakan fungsi pada area otak
yang ditumbuhi tumor atau terkena pembedahan maupun radioterapi. Neurobehavior adalah
keterkaitan perilaku dengan fungsi kognitif dan lokasi / lesi tertentu di otak.
6. Disartria: Gangguan wicara karena kerusakan di otak atau neuromuscular perifer yang
bertanggung jawab dalam proses bicara.
7. Disfagi: Merupakan komplikasi lain dari penderita ini yaitu ketidakmampuan menelan
makanan karena hilangnya refleks menelan. Gangguan bisa terjadi di fase oral, pharingeal
atau oesophageal. Komplikasi ini akan menyebabkan terhambatnya asupan nutrisi bagi
penderita serta berisiko aspirasi pula karena muntahnya makanan ke paru.
8. Kelemahan otot: Kelemahan otot terjadi pada pasien tumor otak umumnya dan yang
mengenai saraf khususnya ditandai dengan hemiparesis, paraparesis dan tetraparesis.
I. Asuhan Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
NOC NIC
Tujuan: setelah dilakukan tindakan 8. Lakukan pengkajian nyeri secara
keperawatan selama 1x24 jam nyeri klien komprehensif meliputi: lokasi,
berkurang atau hilang karakteristik, frekuensi, kualitas, factor
Kriteria Hasil: persipitasi
7. Mampu mengontrol nyeri 9. Kurangi factor persipitasi
8. Tanda-tanda vital dalam batas normal 10. Observasi reaksi non verbal dan
9. Melaporkan bahwa nyeri berkurang ketidaknyamanan
10. Mampu mengenali nyeri: frekuensi, 11. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
skala, intensitas, dan tanda gejala (farmakologi dan non farmakologi)
12. Kolaborasi pemberian analgesic
13. Monitor TTV
14. Ajarkan teknik non farmakologi nyeri:
relaksasi dan distraksi
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan medula oblongata.
NOC NIC
Tujuan: setelah dilakukan tindakan 15. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
keperawatan selama 1x24 jam pola nafas ventilasi
menjadi efektif 16. Identifikasi kebutuhan actual/potensial
Kriteria Hasil: pasien untuk membuka jalan nafas
11. Frekuensi nafas dalam batas normal 17. Auskultasi suara nafas
(16-20x/menit) 18. Monitor kecepatan, irama, kedalaman,
12. Irama nafas teratur dan kesulitan nafas
13. Tidak ada suara nafas tambahan 19. Catat pergerakan dada, penggunaan
otot bantu nafas
20. Berikan oksigen tambahan jika
diperlukan
21. Monitor tanda-tanda vital
3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial,
pembedahan tumor, edema serebri.
NOC NIC
Tujuan: setelah dilakukan tindakan 16. Kaji status neurologis setiap jam
keperawatan selama 1x24 jam perfusi 17. Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
jaringan serebral menjadi efektif 18. Kaji pupil, ukuran, respon terhadap
Kriteria Hasil: cahaya
9. Tanda-tanda vital normal 19. Evaluasi keadaan sensori dan motoric
10. Sirkulasi lancer pasien
11. Peningkatan kerja pupil 20. Monitor tanda-tanda vital tiap 1 jam
12. Kemampuan komunikasi baik 21. Pertahankan kepala 30-45 derajat
22. Monitor AGD
23. Berikan obat sesuai program dan
monitor efek samping

4. Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi ortostatik.


5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek afasia pada ekspresi atau
interpretasi.
6. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek kemoterapi
dan radioterapi.

Anda mungkin juga menyukai