Nama : Sovia
NIM : 1018031119
Kelas : 3B
UNIVERSITAS FALETEHAN
SEPTEMBER 2020
KONSEP TEORI DAN ASUHAN KEPERAWATAN
1. STROKE
2. CEDERA KEPALA
3. TUMOR OTAK
4. MENINGITIS
5. SPINAL CORD INJURY (SCI)
KONSEP TEORI
1. STROKE
a. Pengertian
Stroke adalah defisit neurologik baik fokal maupun menetap yang timbul secara
mendadak akibat gangguan suplai darah ke otak.
Stroke dapat disebabkan karena suatu sumbatan yang diakibatkan berkurang atau
berhentinya suplai darah ke otak atau perdarahan yang diakibatkan pecah/ robeknya
dinding pembuluh darah otak.
c. Manifestasi Klinis
- Bicara rero/pelo, afasia
- Nyeri kepala dan muntah proyektil
- Penurunan kesadaran ( dari somnolent sd comatus )
- Diplopia/ pandangan ganda
- Hemiparese/lemah sebelah anggota gerak
- Berkurang sensasi ( rasa, raba dll )
- Inkontinensia (urin & alvi)
- Tonus otot spastis atau flaksid
- Disfagia/ sulit menelan
- Atrofi otot & kontraktur
- Ptosis kelopak mata
- Penurunan/ hilang reflek fisiologis (Refleks menelan & Refleks gag)
- Ronchi ( akumulasi sekret )
d. Patofisiologi
Stroke disebabkan penurunan suplai darah ke otak yang disebabkan olehkecelakaan,
hipertensi, karena pada intinya stroke hemoragik disebabkan olehpembuluh darah
yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangansubarachnoid
yang menimbulkan perubahan komponen intra kranial yang tidak dapatdikompensasi
tubuh akan menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akanmenyebabkan
herniasi otak sehingga timbul kematian. Disamping itu, darah yangmengalir ke
subtansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema spasme pembuluh
darah otak atau penekanan pada daerah tersebut menimbulkanaliran darah berkurang
atau tidak ada, sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.Kematian sel-sel otak
berpengaruh terhadap penurunan fungsi dan kinerjaotak, otak memiliki dua fungsi
yaitu sensorik dan motorik, akibat awal dari strokeadalah hemiparesis kontralateral
(kelumpuhan separuh anggota ekstremitas atas danbawah yang bersilangan dengan
hemisfer yang terkena). Akibat yang muncul pertamakali dari hemiparesis
kontralateral adalah gangguan mobilitas fisik atauketidakmampuan melakukan
aktifitas sehari-hari.
e. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko inefektif perfusi jaringan serebral berhubungan dengan terputusnya aliran
darah :penyakit oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema
serebral.
2. Defisit nutrisi b.d reflek menelan menurun
3. Gangguan mobilitas fisik b.d kelemahan neuromuscular, ketidakmampuandalam
persespi kognitif.
4. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan sirkulasi serebral,
gangguanneuromuskuler, kehilangan tonus otot fasial / mulut, kelemahan umum/
letih
5. Perubahan persepsi sensori b.d penerimaan perubahan sensori
transmisi,perpaduan(trauma/penurunan neurologi), tekanan psikologis
(penyempitan lapangan persepsidisebabkan oleh kecemasan).
6. Defisit perawatan diri b.d kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan
danketahanan, kehilangan kontrol / koordinasi otot.
7. Bersihan jalan napas tidak b.d akumulasi secret
f. Klasifikasi Stroke
1. Stroke Hemoragik
a) Pengertian
Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran atau pecahnya
pembuluh darah di dalam otak, sehingga darah menggenangi atau menutupi
ruang-ruang jaringan sel otak.
b) Etiologi
1. Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol (hipertensi)
2. Overtreatment dengan antikoagulan (pengenceran darah)
3. Pecahnya aneurisma pembuluh darah otak
4. Perdarahan intraserebral
5. Perdarahan subaraknoid
c) Manifestasi Klinis
- Mati rasa atau kelemahan pada wajah, lengan atau tungkai terutama pada
sisi tubuh
- Kebingungan atau perubahan situasi mental
- Kesulitan bicara atau memahami pembicaraan
- Gangguan visual
- Kesulitan berjalan, pusing, atau kehilangan keseimbangan
- Sakit kepala parah yang tiba-tiba
- Bicara rero/pelo, afasia
- Nyeri kepala dan muntah proyektil
- Penurunan kesadaran (dari somnolen sampai coma)
- Diplopia /pandangan ganda
- Hemiparese/lemah sebelah anggota gerak
- Berkurang sensai (rasa, raba dll)
- Inkontinensia (urine dan alvi)
- Tonus otot spastis atau flaksid
- Dispagia/sulit menelan
- Atrofi otot dan kontraktur
- Ptosis kelopak mata
- Penurunan atau hilang refleks (refleks menelan dan refleks gag)
- Ronchi (akumulasi sekret)
d) Pemeriksaan Penunjang
e) Penatalaksanaan Medis
1. Posisi kepala dan badan setinggi 20-30°, posisi miring apabila muntah dan
boleh mulai mobilisasi bertahap jika hemodialisa stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
diberikan oksigen sesuai kebutuhan
4. Bed rest
9. Nutrisi peroral hanya diberikan jika fungsi menelan baik, apabila kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT
2. Stroke Iskemik
a) Pengertian
Stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan pasokan darah
yang disebabkan karena penyumbatan pada pembuluh darah otak.
Penyumbatannya adalah plak atau timbunan lemak yang mengandung
kolesterol yang ada di dalam darah. Penyumbatan bisa terjadi pada pembuluh
darah besar (arteri karotis) atau pembuluh darah sedang (arteri serebri) atau
pembuluh darah kecil.
b) Etiologi
1. Emboli : suatu kondisi dimana benda atau zat asing seperti gumpalan
darah atau gelembung gas tersangkut dalam pembuluh darah dan
menyebabkan penyumbatan pada aliran darah
c) Manifestasi Klinis
Mati rasa atau kelemahan pada wajah, lengan atau tungkai terutama pada
sisi tubuh
Gangguan visual
Kesulitan berjalan, pusing, atau kehilangan keseimbangan
Dispagia/sulit menelan
d) Patofisiologi
Pada serangan otak iskemik, terdapat gangguan aliran darah otak karena
penyumbatan pembuluh darah, yang mengakibatkan aliran darah terganggu
dan memulai serangkaian kompleks peristiwa metabolisme selular yang
disebut dengan kaskadde iskemik, kaskade iskemik dimulai saat darah otak
menurun menjadi kurang dari 25 ml per 100 g darah permenit. Pada titik ini
neuron tidak lagi dapat mempertahankan respirasi aerob, mitokondria
kemudian harus beralih ke respirasi anaerobic, yang menghasilkan asam laktat
dalam jumlah besar, menyabebkan perubahan pH, respirasi anaerobic yang
efisien juga membuat neuron tidak mampu memproduksi adeosin ddalam
jumlah cukup trifosfat (ATP) untuk memicu proses depolarisasi. Pompa
membrane yang menjaga keseimbangan elektrolit mulai gagal dan sel-sel
berhenti berfungsi. Area dengan aluran darah otak rendah disebut dengan
daerah penumbra, ada disekitar daerah tersebut dari infark. Kaskade iskemik
mengancam sel-sel penumbra karena depolarisasi membrane dinding sel
menyebabkan peningkatan kalsium intraseluler dan pelepasan glutamate,
vasokontriksi dan pembetukan radikal bebas yang dapat menyebabkan
pembesaran area infark, dan memperpanjang stroke, seseorang mengalami
stroke biasanya kehilangan 1,9 juta neuron setiap menit.
e) Pemeriksaan Penunjang
- Scan dupleks merupakan scan mode B dan velositometer ultrasonik
dopler yaitu metode pilihan untuk menilai derajat stenosis karotis
- Angiografi karotis, saat ini dilakukan MRA, yang lebih aman dari
aniografi standar
- CT Scan atau MRI otak menampilkan adanya infark serebral
f) Pelaksanaan Medis
Kasus Pemicu 1
Seorang laki-laki berusia 70 tahun, dirawat dengan keluhan mulut tiba-tiba menceng ke
kanan, sisi tubuh sebelah kanan tidak bisa digerakkan, tidak mampu berjalan. Bicara pelo dan
tidak jelas. Hasil CT – scan menunjukkan lesi hemisfer kiri. Pasien punya riwayat hipertensi
selama 16 tahun. Hipertensi terkontrol. Keluhan dirasakan tiba-tiba setelah bangun dari tidur.
1) Identitas klien : Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS,
nomor register, dan diagnosis medis.
2) Keluhan utama : Mulut menceng ke kanan, sisi tubuh sebelah kanan tidak bisa
digerakkan, tidak mampu berjalan. Bicara pelo dan tidak jelas.
5) Aktivitas sehari-hari
5) Hidung : lubang hidung mana yang hembusannya lebih kuat. Ada/tidak gangguan
pada penciuman karena terganggu pada nervus olfaktorius (nervus I).
9) Dada : inspeksi (bentuk dan kesimetrisan), auskultasi : (ada abnormal bunyi pada
paru dan jantung/tidak), Palpasi : (kesimetrisan pengembangan dada, nyeri
tekan), perkusi (ada/tidak abnormal bunyi paru dan jantung ketika di perkusi,
batas paru dan jantung).
10) Abdomen : inspeksi (bentuk dan kesimetrisan), auskultasi (bising usus), palpasi
(nyeri tekan/tidak), Perkusi (batas-batas organ).
2. Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi.
3. Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan grafitasi.
4. Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan tekanan
pemeriksaan.
c. Patoflow
Hipertensi Lansia
d. Analisa Data
1. DS : Resiko Serebral
tidak efektif
- Pasien mengatakan mulut Hipertensi
tiba-tiba menceng ke kanan,
sisi tubuh sebelah kanan
Sumbatan aliran darah dan
tidak bisa digerakkan, tidak Oksigen Serebral
mampu berjalan.
- Keluhan dirasakan tiba-tiba
setelah bangun dari tidur. Infrak Jaringan Serebral
- Pasien mengatakan
mempunyai riwayat
hipertensi selama 16 tahun. Resiko Perfusi Serebral tidak
Efektif
DO :
- Hasil CT – scan
menunjukkan lesi hemisfer
kiri.
2. DS : Hipertensi Gangguan
Mobilitas Fisik
- Pasien mengatakan sisi
tubuh sebelah kanan tidak
bisa digerakkan, tidak Sumbatan aliran darah dan
mampu berjalan. Serebral
DO :
Lobus Parietal
Hemipalmigi Kanan
3. DS : Hipertensi Gangguan
Lobus Pasialis
Aphasia
Gangguan Komunikasi
Verbal
e. Rencana Keperawatan
N MASALAH RENPRA
O
(SDKI) TUJUAN INTERVEN AKTIFITAS
SI
(SLKI)
(SIKI)
Observasi
Terapeutik
- Tingkatan frekuensi
pemantauan neurologis
- Hindari aktivitas yang dapat
meningkatkan tekanan
intracranial
Terapeutik
Kolaborasi
- Libatkan keluarga
memberikan dukungan
menjalani program
pengobatan
Edukasi
Anjurkan bicara
perlahan
Kolaborasi
Rujuk ke ahli
patologi bicara
atau terapis
KONSEP TEORI
2. CEDERA KEPALA
a. Pengertian
Brunner dan Suddarth (2005), cedera kepala adalah cedera
yang terjadi pada kulit kepala, tengkorak dan otak. Adapun menurut Brain Injury
Assosiation of America (2009), cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala,
bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau
benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Macam-macam cedera kepala
Menurut, Brunner dan Suddarth, (2001) cedera kepala ada 2 macam yaitu:
a. Cedera kepala terbuka
Benturan kranial pada jaringan otak didalam tengkorak ialah goncangan yang
mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang
bergerak cepat, kemudian serentak berhenti dan bila ada cairan akan
tumpah. Cedera kepala tertutup meliputi: kombusio gagar otak,
kontusio memar, dan laserasi.
a.Ringan
1.) GCS = 13 – 15
2.) Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
3.) Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
b. Sedang
1
GCS = 9 – 12
1
2 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari
2 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
3
Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3
c. Berat
c. Manifestasi Klinis
d. Patofisiologi
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan
aselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang
diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan
benda tumpul. Cedera perlambatan deselerasi adalah bila kepala membentur
objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah.
Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan
kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan
diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan
pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan
dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak,
yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah
cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan
merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen.
Tidak banyak yang bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga
sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi
karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan
terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh.
Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang
berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih
merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi
sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area
cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra
kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya
bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang
terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan
volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi
arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi (Soetomo, 2002).
e. Penatalaksanaan
1. Dexamethason/kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi
vasodilatasi.
3. Pemberian analgetik.
4. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%,
glukosa 40% atau gliserol
5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidazole.
6. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan
lunak.
7. Pembedahan
f. Pemeriksaan Penunjang
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus 2
Seorang wanita usia 25 tahun mengalami kecelakaan lalu lintas. Terjadi perdarahan intra
serebral. Telah dilakukan kraniotomi. Saat ini pasien telah dirawat selama 3 hari, dan sudah
dipindahkan ke ruang rawat saraf. Pasien masih merasakan sakit kepala dan mual. Muntah
tidak ada. Kelemahan otot tidak terjadi. Terdapat luka lebam di area periorbital kanan. Pasien
mendapatkan cairan intravena 500 ml/8 jam dan manitol 100 cc/ 8 jam
1. Wawancara :
2) Keluhan Utama : Pasien masih merasakan sakit kepala dan mual. Sakit
kepala yang dirasakan terasa seperti apa, menyebar/tidak, berapa skalanya,
kapan saja terasa sakit nya? Mual nya disebabkan oleh bau/apa? apa faktor
pencetus (saat berjalan, gerakan leher, mengunyah, paparan dingin) dan
apakah yang mengurangi gejala yang dirasakan?
2. Pemeriksaan Fisik :
Kecelakaan lalulintas
Trauma kepala
↓ ↓
↓ ↓
d. Analisa Data
2. DS : Kraniotomi Gangguan
integritas
- Pasien ↓ kulit/jaringan
mengatakan Pembedahan otak
masih sakit
↓
kepala
Luka insisi pembedahan
DO : ↓
meringis ↓
- Kondisi pasca Gangguan integritas kulit/jaringan
pembedahan
e. Rencana Keperawatan
N MASALAH RENPRA
O
(SDKI) TUJUAN INTERVENS AKTIFITAS
I
(SLKI)
(SIKI)
Terapeutik
- Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
Observasi
Pemantauan
Neurologis - Monitor ukuran,
bentuk kesimetrisan,
dan reaktifitas pupil
- Monitor tanda-tanda
vital
- Monitor kesimetrisan
wajah
- Monitor karakterisik
bicara, kelancaran,
kehadiran afasia, atau
kesulitan mencari kata
- Monitor respon
terhadap pengobatan
Terapeutik
- Tingkatan frekuensi
pemantauan
neurologis
- Hindari aktivitas yang
dapat meningkatkan
tekanan intracranial
Terapeutik
Edukasi
- Berikan dukungan
Program
untuk menjalani
Pengobatan
program pengobatan
dengan baik dan benar
Edukasi
- Informasikan tujuan
dan manfaat program
pengobatan yang
diberikan
- Informasikan perlunya
program pengobatan
dilakukan
- Informasikan fasilitas
kesehatan yang dapat
digunakan selama
program pengobatan
- Anjurkan pasien
untuk bertanya jika
ada sesuatu yang tidak
dimengerti sebelum
program pengobatan
dilakukan
Kolaborasi
- Libatkan keluarga
memberikan
dukungan menjalani
program pengobatan
2. Gangguan Setelah dilakukan Perawatan Observasi
integritas intervesi selama 3x24 Integritas
kulit/jaringan jam maka diharapkan Kulit - Identifikasi penyebab
Fisik b.d Integritas kulit/jaringan gangguan integritas
perubahan meningkat dengan kulit
sirkulasi d.d : kriteria hasil sebagai Terapeutik
berikut :
DS : - Ubah posisi tiap 2 jam
- Kerusakan jaringan jika tirah baring
Pasien menurun
mengatakan - Kerusakan lapisan
masih sakit kulit menurun Edukasi
KONSEP TEORI
3. TUMOR OTAK
a. Pengertian
Tumor otak benigna adalah pertumbuhan jaringan abnormal di dalam otak, tetapi
tidak ganas. tumor otak maligna adalah kanker di dalam otak yang berpotensi
menyusup dan menghancurkan jaringan di sebelahnya atau yang telah menyebar
(metastase) ke otak dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.
Tumor otak merupakan sebuah lesi yang terletak pada intracranial yang menempati
ruang di dalam tengkorak. Tumor-tumor selalu bertumbuh sebagai sebuah massa
yang berbentuk bola tetapi juga dapat tumbuh menyebar, masuk ke dalam jaringan.
Neoplasma terjadi akibat dari kompresi dan infiltrasi jaringan. Akibat perubahan
fisik bervariasi, yang menyebabkan beberapa atau semua kejadian patofisiologis
sebagai berikut :
2. Sakit kepala
3. Mual muntah
4. Papil edema
5. Kejang
6. Pening dan vertigo
7. Gejala terlokalisasi
Lokasi gejala-gejala terjadi spesifik sesuai dengan gangguan daerah otak yang terkena,
menyebabkantanda-tanda yang ditunjukkan local, seperti pada ketidaknormalan sensori
dan motorik, perubahan penglihatan dan kejang.
Karena fungsi-fungsi otak berbeda-beda di setiap bagiannya maka untuk
mengindentifikasi lokasi tumor dapat ditentukan dari perubahan yang terjadi, seperti :
1. Tumor korteks motorik memanifestasikan diri dengan menyebabkan gerakan seperti
kejang yang terletak pada satu sisi tubuh, yang disebut kejang Jacksonian.
2. Tumor lobus oksipital menimbulkan manisfestasi visual, hemianopsia homonimus
kontralateral (hilangnya penglihatan pada setengah lapang pandangan, pada sisi yang
berlawanan dari tumor) dan halusinasi penglihatan.
3. Tumor serebelum menyebabkan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan) atau gaya
berjalan sempoyongan dengan kecenderungan jatuh ke sisi yang lesi, otot-otot tidak
terkoordinasi dan nistagmus (gerakan mata berirama tidak disengaja) biasanya
menunjukkan gerakan horisontal.
4. Tumor lobus frontal sering menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan status
emosional dan tingkah laku, dan disintegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi
ekstrem yang tidak teratur dan kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.
5. Tumor sudut serebopontin biasanya diawali pada sarung saraf akustik dan memberi
rangkaian gejal yang timbul dengan semua karakteristik gejala pada tumor otak.
6. Tumor intracranial dapat menghasilkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan fungsi
bicara dan gangguan gaya berjalan, terutama pada pasien lansia.
c. Patofisiologi
Tumor otak primer dianggap berasal dari sel atau koloni stem sel tunggal dengan DNA
abnormal. DNA abnormal menyebabkan pembelahan mitosis sel yang tidak terkontrol.
Sistem imun tidak mampu membatasi dan menghentikan aberrant, pertumbuhan sel baru.
Pada saat tumor meluas, kompresi dan infiltrsi menyebabkan kematian jaringan otak. Tumor
otak tidak hanya menyebabkan lesi pada otak, tetapi juga menyebabkan edema otak.
Tengkorak bersifat rigid dan hanya memiliki sedikit tempat untuk ekspansi isinya. Jika
perawatan tidak berhasil, tumor otak akan menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial
secara progresif yang akan menyebabkan displacement struktur stem otak (herniasi). Tekanan
pada stem otak menyebabkan kerusakan pusat vital signs kritis yang mengontrol tekanan
darah, nadi, dan respirasi, yang akan memicu kematian.
d. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan neurologist
2. CT scan
3. MRI
4. Biopsy
5. Cerebral angiography
6. EEG
7. Pemeriksaan sitology menggunakan CSF
e. Penatalaksanaan Medis
1. Nyeri akut
2. Self care deficit
3. Kerusakan perfusi jaringan serebral
4. Anxiety
5. Resiko injuri
6. Hopeless
7. Koping individu inefektif
8. Gangguan persepsi sensori
9. Pk : kejang
Setelah operasi
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus 3
Seorang perempuan berusia 45 tahun terdiagnosis SOL a.r tempoparietal kiri. Tampak
penurunan kesadaran pasien cenderung tertidur dan bangun bila diberi rangsangan verbal.
GCS 13 E 3 M 6 V 4. Riwayat sebelumnya pasien pernah mengalami batuk yang lama dan
pengobatan Tb paru selama 4 bulan dan tidak tuntas karena pasien merasa bosan. Pernah
dirawat dengan radang selaput otak , namun pulih dengan perbaikan. Saat ini pasien
mengalami SOL. Pendengaran menurun. Kernig sign (+). Kaku kuduk (+).
1. Wawancara :
4) Riwayat Penyakit Dahulu : pasien pernah mengalami batuk yang lama dan
pengobatan Tb paru selama 4 bulan dan tidak tuntas karena pasien merasa
bosan. Pernah dirawat dengan radang selaput otak, namun pulih dengan
perbaikan. Ada riwayat Hipertensi, DM, penyakit jantung?
Pernafasan B1 (breath)
Kardiovaskular B2 (blood)
- Irama jantung : Reguler/irregular
- Nyeri dada : ya/ tidak
- Bunyi jantung ; normal/tidak
- Akral : hangat/dingin
- Nadi : cepat/lambat
Persyarafan B3 (brain)
- Penglihatan (mata) : ada/tidak penurunan penglihatan, hilangnya
ketajaman
- Penciuman (hidung) : mengeluh/tidak pada bau yang tidak biasanya
- Pengecapan (lidah) : ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia)
- Afasia : kerusakan / tidak pada fungsi bahasa, kesulitan/tidak berkata-kata.
- Ekstremitas : ada/tidak kelemahan genggaman tangan tidak seimbang,
ada/tidak berkurangnya reflex tendon.
Perkemihan B4 (bladder)
- Kebersihan : bersih/tidak
- Produksi urin: normal/tidak
Pencernaan B5 (bowel)
- Nafsu makan : menurun/tidak
- Mulut : bersih/tidak, sianosis/pucat/tidak.
- Mukosa : lembap/kering
c. Patoflow
Mycrobacterium Tuberculosis
Meningitis
Tumor
Peningkatan TIK
d. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
- Tampak penurunan
Tulang Tengkorak Tidak Dapat
kesadaran
Meluas
- Pasien cenderung tertidur
dan bangun bila diberi
rangsangan verbal
- GCS 13 E 3 M 6 V 4 Mendesak Ruang Intrakranial
- Pendengaran menurun.
Peningkatan Tik
Risiko cedera
e. Rencana Keperawatan
N MASALAH RENPRA
O
(SDKI) TUJUAN INTERVENS AKTIFITAS
I
(SLKI)
(SIKI)
Terapeutik
- Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
Observasi
Pemantauan
- Monitor ukuran,
Neurologis
bentuk kesimetrisan,
dan reaktifitas pupil
- Monitor tanda-tanda
vital
- Monitor kesimetrisan
wajah
- Monitor karakterisik
bicara, kelancaran,
kehadiran afasia, atau
kesulitan mencari kata
- Monitor respon
terhadap pengobatan
Terapeutik
- Tingkatan frekuensi
pemantauan
neurologis
- Hindari aktivitas yang
dapat meningkatkan
tekanan intracranial
Terapeutik
Edukasi
Program - Berikan dukungan
Pengobatan untuk menjalani
program pengobatan
dengan baik dan benar
Edukasi
- Informasikan tujuan
dan manfaat program
pengobatan yang
diberikan
- Informasikan perlunya
program pengobatan
dilakukan
- Informasikan fasilitas
kesehatan yang dapat
digunakan selama
program pengobatan
- Anjurkan pasien
untuk bertanya jika
ada sesuatu yang tidak
dimengerti sebelum
program pengobatan
dilakukan
Kolaborasi
- Libatkan keluarga
memberikan
dukungan menjalani
program pengobatan
- Orientasikan ruangan
pada pasien dan
keluarga
- Pasang handrall
tempat tidur
- Atur tempat tidur
mekanis pada posisi
rendah
- Tempatkan pasien
berisiko tinggi jatuh
dekat denan pantauan
perawat dari nurse
station
- Dekatkan bel
pemanggil dalam
jangkauan pasien
Edukasi
- Anjurkan memanggil
perawat jika
membutuhkan
bantuan untuk
berpindah
- Anjurkan
menggunakan alas
kaki yang tidak licin
- Anjurkan
berkonsentrasi untuk
menjaga
keseimbangan tubuh
- Ajarkan cara
menggunakan bel
pemanggil untuk
memanggil perawat
KONSEP TEORI
4. MENINGITIS
a. Pengertian
Meningitis adalah inflamasi akut pada meninges. Organisme penyebab
meningitis bakterial memasuki area secara langsung sebagai akibat cedera
traumatik atau secara tidak langsung bila dipindahkan dari tempat lain di
dalam tubuh ke dalam cairan serebrospinal (CSS). Berbagai agens dapat
menimbulkan inflamasi pada meninges termasuk bakteri, virus, jamur, dan zat
kimia (Betz, 2009)
b. Etiologi
1. Bakteri piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama
meningokokus, pneumokokus, dan basil influenza.
2. Virus yang disebabkan oleh agen-agen virus yang sangat bervariasi.
3. Organisme jamur
c. Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti
dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis
bagian atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis
media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur
bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang
melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid
menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini
penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
d. Manifestasi Klinis
1. Neonatus : menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah,
diare, tonus otot melemah, menangis lemah.
2. Anak-anak Dewasa : demam tinggi, sakit kepala, muntah, perubahan
sensori, kejang, mudah terstimulasi, foto pobia, delirium, halusinasi,
maniak, stupor, koma, kaku kuduk, tanda kernig dan brudinzinski positif,
ptechial (menunjukkan infeksi meningococal).
e. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan pungsi lumbal
Dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan cerebrospinal,
dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
a. Pada meningitis serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih,
sel darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).
b. Pada meningitis purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh,
jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun,
kultur (+) beberapa jenis bakteri.
2. Pemeriksaan darah
a. Dilakukan pemeriksaan kadar Hb, jumlah leukosit, Laju Endap Darah
(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Di
samping itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga
peningkatan LED.
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
3. Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin
dilakukan CT Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid,
sinus paranasal, gigi geligi) dan foto dada (Smeltzer, 2002).
f. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaan medis meningitis yaitu :
1. Antibiotik sesuai jenis agen penyebab
2. Steroid untuk mengatasi inflamasi
3. Antipiretik untuk mengatasi demam
4. Antikonvulsant untuk mencegah kejang
5. Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa dipertahankan
6. Pembedahan : seperti dilakukan VP Shunt (Ventrikel Peritoneal Shunt)
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus 4
Seorang perempuan berusia 28 tahun terdiagnosis meningitis. Dirawat diruang neuro dengan
keluhan nyeri kepala yang dirasakan terus menerus skala nyeri 6. Hasil lumbal fungsi
ditemukan liquor cerebrospinal none dan pandi (+). Riwayat sebelumnya dengan TB paru
pengobatan 3 bulan dan tidak tuntas.pemeriksaan fisik ditemukan kaku kuduk, gangguan
fungsi menelan dan kelemahan anggota gerak
1. Wawancara :
2) Keluhan Utama : nyeri kepala yang dirasakan terus menerus skala nyeri 6.
o Fungsi serebri Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya,
nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik yang
pada klien meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami
perubahan.
Saraf III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil.
Saraf XII. Lidah simetris/tidak, ada/tidak deviasi pada satu sisi & ada/ tidak
fasikulasi. Indra pengecapan.
c. Patoflow
Edema serebral
Kerusakan vagus
↓ ↓
Kaku kuduk
Nyeri Kepala
↓ ↓
Nyeri Akut
↓ Meningkatnya tekanan dalam kepala
↓ ↓
d. Analisa Data
1. Do : Penyakit TB Risiko
perfusi
- Hasil lumbal fungsi ↓ serebral tidak
ditemukan liquor
cerebrospinal none dan Penembus kepembuluh darah,melalui efektif
pandi (+) sirkulasi pembuluh darah
- Adanya gangguan fungsi
menelan ↓
↓
Meningkatnya tekanan dalam kepala
Edema serebral
Nyeri Kepala
Nyeri Akut
Risiko cedera
e. Rencana Keperawatan
N MASALAH RENPRA
O
(SDKI) TUJUAN INTERVENS AKTIFITAS
I
(SLKI)
(SIKI)
Terapeutik
- Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
Pemantauan Observasi
Neurologis
- Monitor ukuran,
bentuk kesimetrisan,
dan reaktifitas pupil
- Monitor tanda-tanda
vital
- Monitor kesimetrisan
wajah
- Monitor karakterisik
bicara, kelancaran,
kehadiran afasia, atau
kesulitan mencari kata
- Monitor respon
terhadap pengobatan
Terapeutik
- Tingkatan frekuensi
pemantauan
neurologis
- Hindari aktivitas yang
dapat meningkatkan
tekanan intracranial
Edukasi Terapeutik
Program
Pengobatan - Berikan dukungan
untuk menjalani
program pengobatan
dengan baik dan benar
Edukasi
- Informasikan tujuan
dan manfaat program
pengobatan yang
diberikan
- Informasikan perlunya
program pengobatan
dilakukan
- Informasikan fasilitas
kesehatan yang dapat
digunakan selama
program pengobatan
- Anjurkan pasien
untuk bertanya jika
ada sesuatu yang tidak
dimengerti sebelum
program pengobatan
dilakukan
Kolaborasi
- Libatkan keluarga
memberikan
dukungan menjalani
program pengobatan
Edukasi
- Ajarkan terapi
komplomenter
- Informasikan
penggunaan analgetik
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik
Terapeutik
- Orientasikan ruangan
pada pasien dan
keluarga
- Pasang handrall
tempat tidur
- Atur tempat tidur
mekanis pada posisi
rendah
- Tempatkan pasien
berisiko tinggi jatuh
dekat denan pantauan
perawat dari nurse
station
- Dekatkan bel
pemanggil dalam
jangkauan pasien
Edukasi
- Anjurkan memanggil
perawat jika
membutuhkan
bantuan untuk
berpindah
- Anjurkan
menggunakan alas
kaki yang tidak licin
- Anjurkan
berkonsentrasi untuk
menjaga
keseimbangan tubuh
- Ajarkan cara
menggunakan bel
pemanggil untuk
memanggil perawat
KONSEP TEORI
a. Pengertian
Trauma medulla spinalis atau spinal cord injury merupakan trauma pada tulang
belakang yang berdampak pada timbulnya lesi di medulla spinalis sehingga
menimbulkan gangguan neurologis dan dapat menyebabkan kecacatan menetap atau
menimbulkan mortalitas.
Spinal Cord Injury (SCI) dapat didefinisikan sebagai kerusakan atau trauma sumsum
tulang belakang yang dapat mengakibatkan kehilangan atau gangguan fungsi yang
mengakibatkan berkurangnya mobilitas atau perasaan (sensasi).
b. Etiologi
Adapun penyebab dari cedera medulla spinalis antara lain karena kecelakaan lalu
lintas, tindakan kekerasan, jatuh, dan cedera olah raga (Smeltzer, 2012). Sedangkan,
menurut Black & Hawck (2014), etiologi dari cedera medulla spinalis juga dapat
disebabkan oleh gangguan non traumatic seperti:
Spondilosis servikal dengan mielopati (penyempitan kanal tulang belakang dengan
cedera progresif untuk tulang belakang dan akar), myelitis (infeksi atau non infeksi),
osteoporosis yang menyebabkan fraktur kompresi pada tulang belakang,
siringomielia (kavitasi pusat pada tulang belakang), tumor baik infiltrate maupun
kompresif, penyakit pembuluh darah seperti infark atau perdarahan.
c. Manifestasi Klinis
Medical Mini Notes (2015) menjelaskan bahwa manifestasi klinis cedera medulla
spinalis berdasarkan lokasi lesi atau cedera antara lain sebagai berikut.
a. Brown Sequard Syndrome : Gejala klinis berupa ipsilateral yaitu paresis UMN
dibawah lesi dan LMN setinggi lesi, gangguan propioseptif (raba da tekan). Jika
terjadi kontralateral maka biasanya terjadi gangguan sensasi, nyeri dan suhu.
b. Anterior Cord Syndrome : Gejala klinis berupa kelumpuhan pada otot di bawah
segmen yang mengalami kerusakan disertai hilangnya sensasi nyeri dan suhu
pada kedua sisi, sedangkan sensasi sentuhan dan posisi tidak terganggu.
c. Central Cord Syndrome : Gejala klinis berupa paresis lengan lebih berat dari
tungkai, terjadi gangguan sensorik yang bervariasi (disestesia/hiperestesia) di
ujung distal lengan, terjadi disosiasi sensibilitas dan disfungsi miksi, defekasi
dan seksual.
Sedangkan, manifestasi klinis berdasarkan tingkat cedera, derajat syok spinal, dan
fase serta derajat pemulihan antara lain :
T 1-L1 : Paraplegia dengan fungsi tangan dan berbagai fungsi dari otot intercostal
dan abdomen masih baik
d. Patofisiologi
Cedera medulla spinalis paling sering terjadi sebagai akibat cedera pada vertebra.
Tempat cedera paling umum adalah di vertebra X1-2, C4-6, T11-L2. Segmen –
segmen tulang ini yang paling mudah bergerak dan karena itu paling mudah
mengalami cedera. CMS bisa terjadi akibat mekanisme akselerasi, deselerasi, atau
dorongan seperti benturan yang terjadi pada tulang belakang. Dorongan ini
mengakibatkan cedera pada tulang belakang yang pada akhirnya mengkompresi,
menarik, atau merobek jaringan. Perdarahan mikroskopik dapat terjadi setelah
cedera terutama pada area substansi kelabu di tulang belakang. Pada satu jam
pertama, akan terjadi edema yang akan menyebar ke sepanjang segmen tulang
belakang. Asam arakhidonat dan metabolitnya (prostaglandin, tromboksan,
leukotriene) dapat menyebabkan proses edema. Edema vertebra ini bisa mencapai
puncaknya dalam jangka waktu 2 - 3 hari dan mereda setelah 7 hari pertama pasca
cedera. Edema, perdarahan meluas hingga dua segmen tulang belakang di kedua sisi
cedera. Edema tersebut mengakibatkan hilangnya fungsi dan sensasi secara
temporer. Cedera jaringan tulang belakang berhubungan dengan perubahan
biokimia, dan hemodinamik yang tidak stabil. Sehingga tidak mudah dalam
menentukan tingkat akhir pada gangguan permanen segera setelah cedera.
Perubahan lebih lanjut meliputi fragmentasi penutup akson dan hilangnya myelin.
Sel fagosit dapat mencederai akson yang masih hidup saat membawa debris – debris
seluler. Mediator inflamasi dan kemotaktik selanjutnya memperluas nekrosis
jaringan. Makrofag akan menelan jaringan tulang belakang dan menyebabkan
terjadinya kavitas sentral dan berkembang paling cepat 9 hari setelah trauma. Selain
itu, sel – sel oligodendrogial yang menopang tulang belakang juga ikut hilang.
Cedera pada tulang belakang mengakibatkan hilangnya konduksi aksonal dengan
cepat akibat adanya perubahan ion, seperti adanya peningkatan jumlah kalium
ekstraseluler dengan sangat cepat serta masuknya kalsium ke dalam sel sehingga
berdampak pada pembentukan radikal bebas. Radikal bebas tersebut ditemukan di
dalam tubuh, akan tetapi dengan cepat dikendalikan oleh sistem enzim antioksidan.
Jika sistem antioksidan kewalahan, radikal bebas tersebut akan merusak jaringan.
Pada akhirnya respon fisiologis terhadap cedera medulla spinalis meluas melampaui
perubahan pada tulang belakang. Misalnya respon stress sistem syaraf pusat
mengakibatkan berkurangnya perfusi pada saluran gastrointestinal dan
berkurangnya produksi mucus gastrik untuk melindungi lapisan lambung. Ulserasi
dan perdarahan dapat terjadi.
Spastisitas ialah menigkatnya tonus atau kontraksi otot yang menghasilkan gerakan
kaku. Berbagai cedera SSP atau penyakit seperti CMS, stroke, palsi serebral dapat
menyebabkan spastisitas. Setelah CMS, otak tidak lagi dapat menimbulkan gerakan
refleks melalui tulang belakang. Pada akhirnya bagian bawah tulang belakang
dengan menggunakan busur refleks tulang belakang mulai bekerja otomatis.
Akitifitas refleks tulang belakang tersebut meliputi refleks penarikan fleksor dan
refleks pengosongan kandung kemih dan kolon. Mekanisme tulang belakang yang
primitive ini yang biasanya dijaga agar tetap tidak aktif oleh pusat yang lebih tinggi,
“dirilis” apabila inhibisi normal dari pusat yang lebih tinggi hancur. Sejalan dengan
proses pemulihan, respon fleksor berselang – seling dengan spasme ekstensor.
Gerakan – gerakan ini pada akhirnya berkembang menjadi aktifitas ekstensor
predominan. Anggota badan klien mengalami spasme ekstensi dengan gerakan.
Spastisitas dapat tetap ada tanpa batas waktu atau menurun secara bertahap seiring
dengan waktu.
f. Penatalaksanaan
Pemakaian kollar leher, bantal psir atau kantung IV untuk mempertahankan agar
leher stabil, dan menggunakan papan punggung bila memindahkan pasien.
Tirah baring total dan pakaikan brace haloi untuk pasien dengan fraktur servikal
stabil ringan.
ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS 5
Seorang laki – laki usia 22 tahun terdiagnosis Cedera Medula Spinalis (Kompresi Torakal 3
dan Lumbal 1-3) setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. pasien post op laminectomy 2
tahun lalu. Saat ini mengeluh tidak bisa menggerakan kedua kakinya dan tidak bisa menahan
kencing dan BAB. Hasil pengkajian : kekuatan otot ekstremitas bawah kanan 0 dan kiri 0,
distensi bladder, BU hipoaktif, terdapat luka ulkus decubitus di area sacrum dan femur
medial (p=4 cm l=5 cm) grade 2.
1. Wawancara
3) Riwayat penyakit dahulu : apa ada riwayat cedera atau trauma di masa
lampau, apakah ada riwayat DM, hipertensi, hipoglikemia? apakah klien
memiliki riwayat DM, alkoholisme, penyalahgunaan obat, penyakit
psikiatrik (OD) atau epilepsy. Adakah riwayat penyakit TB, HIV, anemia
pernisiosa, kanker, infeksi, herpes zoster. apakah pernah menjalani
pemeriksaan diagnostic (EEG, MRI, CT Scan) karena menjadi data
pembanding pada pemeriksaan terbaru. Adakah riwayat pembedahan
dahulu terutama terkait masalah neurologis (gangguan spinal, neuropati
perifer, bedah kranial). apakah ada alergi makanan atau obat terutama
antibiotic, makanan seperti kerang, zat pewarna kontras intravena. adakah
konsumsi kafein berlebih.
5) Riwayat sosial : apakah ada perubahan aktifitas harian, ada perubahan pada
pola tidur, rutinitas harian, stressor, ketertarikan seksual dan performa?
riwayat seksual berisiko, konsumsi alcohol dan tembakau? apakah pernah
terpapar asap neurotoksik atau zat kimia seperti pestisida, cat, agen pelekat
(lem)? adanya penggunaan obat penenang, lama penggunaan
2. Pemeriksaan Fisik
0 (absent),
2 (normal atau intact) Total skor maksimal adalah 112 pada masing-
masing sisi, kiri dan kanan.
Kekuatan motorik dinilai dari kekuatan maksimum yang dicapai tanpa melihat
seberapa lama kekuatan tersebut dapat dipertahankan. Skor kekuatan motorik
maksimal ekstremitas atas dan bawah adalah 50 poin untuk masing-masing sisi
tubuh, kiri dan kanan.
b. Pinprick test
e. Rectal tone (pemeriksaan rektal tidak akurat pada pasien trauma yang
terintubasi dan dalam pengaruh obat muscle relaxant (seperti vecuronium,
rocuronium))
c. Patoflow
Kecelakaan lalu lintas
Hemoragi
Serabut-serabut membengkak/hancur
Trauma medulla spinalis
Paraplegia paralisis
d. Analisa Data
Serabut-serabut
membengkak/hancur
Trauma medulla
spinalis
Paraplegia paralisis
Penurunan pergerakan
sendi
Gangguan mobilitas
fisik
2. DS : Inkontinensia urine
- Pasien mengatakan tidak
fungsional
bisa menahan kencing dan Kerusakan medulla
BAB. spinalis
-
DO :
- distensi bladder Hemoragi
Serabut-serabut
membengkak/hancur
Trauma medulla
spinalis
Disrefleksia otonom
Gangguan fungsi
rectum dan vesika
urinaria
Inkontinensia urine
fungsional
e. Rencana Keperawatan
N MASALAH RENPRA
O
(SDKI) TUJUAN INTERVENS AKTIFITAS
I
(SLKI)
(SIKI)
Edukasi
Kolaborasi