Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Asfiksia

Menurut mansjoer (2008), Asfiksia Neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir
yang tidak bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Biasanya factor yang
berkaitan dengan terjadinya asfiksia yaitu factor ibu, dimana salah satunya yaitu factor
umur kehamilan. Umur kehamilan saat bayi dilahirkan cenderung mempengaruhi
kejadian asfiksia setelah bayi lahir, ibu yang melahirkan dengan umur kehamilan yang
beresiko lebih berpeluang terjadinya melahirkan bayi asfiksia dari pada ibu yang umur
kehamilannya tidak beresiko. Ketika umur kehamilan muda maka fungsi organ tubuh
bayi semakin kurang sempurna, prognosis juga semakim memburuk karena masih
belum sempurna seperti system pernafasan maka terjadilah asfiksia neonatorum.
Asfiksia menyebabkan kematian neonatus baik di negara maju ataupun di negara yang
sedang berkembang. Factor yang menyebabkan terjadinya asfiksia neonatorum antara
lain yaitu factor ibu, factor bayi, factor plasenta, dan factor persalinan. [ CITATION
sya16 \l 1033 ]

Asfiksia neonatorum merupakan sebuah emergensi neonatal yang dapat


mengakibatkan hipoksia (rendahnya suplai oksigen ke otak dan jaringan) dan
kemungkinan dapat menyebabkan kerusakan otak atau kematian jaringan apabila tidak
ditangani dengan benar. Asfiksia dikatakan sebagai hipoksia yang progresif, penimbunan
CO2 dan asidosis. Apabila proses ini berlangsung lebih jauh dapat mengakibatkan
kerusakan otak atau bahkan menyebabkan kematian. Pada bayi yang mengalami
kekurangan oksigen akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat.
B. Etiologi

Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran
kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila didapati adanya gangguan pertukaran
gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin akan berakibat asfiksia

27
janin. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah
lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir merupakan kelanjutan asfiksia janin,
karena itu penilaian janin selama masa kehamilan dan persalinan memegang peranan
penting untuk keselamatan bayi.
C. Patofisiologi
Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara, proses ini
dianggap perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi primary
gasping yang kemudian berlanjut dengan pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak
mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya. Kegagalan
pernafasan mengakibatkan gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida sehingga
menimbulkan berkurangnya oksigen dan meningkatnya karbondioksida, diikuti dengan
asidosis respiratorik. Apabila proses berlanjut maka metabolisme sel akan berlangsung
dalam suasana anaerobik yang berupa glikolisis glikogen sehingga sumber utama
glikogen terutama pada jantung dan hati akan berkurang dan asam organik yang terjadi
akan menyebabkan asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan
kardiovaskular yang disebabkan beberapa keadaan di antaranya :
a. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi
jantung
b. Terjadinya asidosis metabolik mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot
jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.
c. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat menyebabkan tetap tingginya resistensi
pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi darah ke paru dan sistem sirkulasi tubuh lain
mengalami gangguan.
Sehubungan dengan proses faali tersebut maka fase awal asfiksia ditandai
dengan pernafasan cepat dan dalam selama tiga menit (periode hiperpneu) diikuti
dengan apneu primer kira-kira satu menit di mana pada saat ini denyut jantung dan
tekanan darah menurun. Kemudian bayi akan mulai bernafas (gasping) 8-10 kali/menit
selama beberapa menit, gasping ini semakin melemah sehingga akhirnya timbul apneu
sekunder. Pada keadaan normal fase-fase ini tidak jelas terlihat karena
setelah pembersihan jalan nafas bayi maka bayi akan segera bernafas dan menangis
kuat.
Pemakaian sumber glikogen untuk energi dalam metabolisme anaerob
menyebabkan dalam waktu singkat tubuh bayi akan menderita hipoglikemia. Pada
asfiksia berat menyebabkan kerusakan membran sel terutama sel susunan saraf pusat
sehingga mengakibatkan gangguan elektrolit, berakibat menjadi hiperkalemia dan
pembengkakan sel. Kerusakan sel otak terjadi setelah asfiksia berlangsung selama 8- 15
menit.22
Manifestasi dari kerusakan sel otak dapat berupa HIE yang terjadi setelah 24 jam
pertama dengan didapatkan adanya gejala seperti kejang subtel, multifokal atau fokal
klonik. Manifestasi ini dapat muncul sampai hari ketujuh dan untuk penegakkan
diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang seperti ultrasonografi kepala dan rekaman
elektroensefalografi.23
Menurun atau terhentinya denyut jantung akibat dari asfiksia mengakibatkan
iskemia. Iskemia akan memberikan akibat yang lebih hebat dari hipoksia karena
menyebabkan perfusi jaringan kurang baik sehingga glukosa sebagai sumber energi
tidak dapat mencapai jaringan dan hasil metabolisme anaerob tidak dapat dikeluarkan
dari jaringan.1,17
Iskemia dapat mengakibatkan sumbatan pada pembuluh darah kecil setelah
mengalami asfiksia selama lima menit atau lebih sehingga darah tidak dapat mengalir
meskipun tekanan perfusi darah sudah kembali normal. Peristiwa ini mungkin
mempunyai peranan penting dalam menentukan kerusakan yang menetap pada proses
asfiksia.
D. Diagnosis Asfiksia Neonatorum

Oxorn dan wiliam menyebutkan bahwa dalam melakukan diagnosis asfiksia


neonatorum ada beberapa cara yang harus dilakukan, yaitu sebagai berikut :

1) Antepartum
Yaitu adanya pola abnormal (nonreaktif) pada nonstress fetal heart monitoring, serta
terjadi pola deselerasi lanjut pada contraction stress test.
2) Intrapartum
Terjadi bradikardi, yaitu denyutan dibawah 100x/menit antara kontraksi Rahim atau pola
yang abnormal, adanya iregularitas denyut jantung janin yang jelas, terjadi takikardi yaitu
denyutan di atas 160x/menit (terjadi silih berganti dengan bradikardi), pola deselerasi
lanjut pada frekuensi denyut jantung janin dan keluarnya meconium pada presentasi
kepala.
3) Postpartum
Keadaan bayi ditentukan dengan skor Appearance , pulse , grimace , activity , respiration
(APGAR). APGAR merupakan suatu metode untuk menentukan Tindakan keadaan bayi
baru lahir : angka 0, 1 atau 2 untuk masing-masing dari lima tanda, yang bergantung pada
ada atau tidaknya tanda tersebut. Penentuan tingkatan ini dilakukan 1 menit setelah lahir
dan diulang setelah 5 menit.

Tabel Scoring APGAR Bayi Baru Lahir

E. Klasifikasi Asfiksia Neonatorum

Menurut Marni dan Rahardjo, Asfiksia di klasifikasikan sebagai berikut :


a) Virgorous baby
Skor APGAR 7-10, dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan Tindakan
resusitasi.
b) Mild-moderate asphyxia (asfiksia sedang)
Nilai APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari
100x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis dan refleks iritabilitas tidak ada.
c) Asfiksia berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari
100x/menit , tonus otot buruk, sianosis berat yang kadang-kadang pucat dan refleks
iritabilitas tidak ada.

F. Faktor Risiko Asfiksia Neonatorum

Faktor risiko yang dapat menyebabkan asfiksia yaitu factor antepartum meliputi
paritas, usia ibu, hipertensi dalam kehamilan, kadar hemoglobin, dan perdarahan
antepartum. Factor intrapartum meliputi lama persalinan, ketuban pecah dini, dan jenis
persalinan. Factor janin yaitu prematuritas dan berat bayi lahir rendah.

1) Paritas

Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh seorang Wanita (BKKBN,
2006). Menurut Manuaba (2008), paritas adalah Wanita yang pernah melahirkan bayi
atern. Paritas yang rendah (paritas satu) menunjukkan ketidaksiapan ibu dalam
menangani komplikasi yang terjadi dalam kehamilan, persalinan dan nifas. Paritas 1
berisiko karena ibu belum siap secara medis maupun secara mental. Paritas yang tinggi
memungkinkan terjadinya penyulit kehamilan dan persalinan yang dapat menyebabkan
asfiksia yang dapat dinilai dari APGAR Scrore menit pertama setelah lahir.
primiparity merupakan faktor risiko yang memiliki hubungan kuat terhadap
mortalitas asfiksia, sedangkan paritas 4, secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk
menjalani kehamilan. Keadaan tersebut memberikan pengaruh untuk terjadi perdarahan,
plasenta previa, ruptur uteri, solutio plasenta yang dapat berakhir dengan terjadinya
asfiksia bayi baru lahir.
Klasifikasi paritas antara lain: a)) Primipara
Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak, yang cukup mampu untuk
hidup.
b)) Multipara

Multipara adalah wanita yang sudah melahirkan bayi aterm sebanyak lebih dari satu kali.

Grandemultipara

Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan
biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan.
1) Usia Ibu

Sistem reproduksi yang matang dan siap digunakan adalah pada usia 20-35 tahun,
sedangkan usia reproduksi tidak sehat yaitu
<20 tahun atau >35 tahun, yang dapat menimbulkan akibat buruk bagi kesehatan ibu dan
bayi yang akan dilahirkan. Pada usia ibu kurang dari 20 tahun, alat reproduksi belum
matang sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan
pertumbuhan janin. Hal ini disebabkan karena ibu sedang dalam masa pertumbuhan
ditambah faktor psikologis ibu yang belum matang atau belum siap untuk menerima
kehamilan. Pada usia lebih dari 35 tahun organ reproduksi sudah mulai menurun
fungsinya, masalah kesehatan seperti anemia dan penyakit kronis sering terjadi pada
usia tersebut.
2) Hipertensi dalam Kehamilan

Hipertensi dalam kehamilan adalah kenaikan tekanan darah yang terjadi saat kehamilan
berlangsung dan biasanya pada bulan terakhir kehamilan atau lebih seyelah 20 minggu
usia kehamilan pada wanita yang sebelumnya normotensif, tekaan darah mencapai nilai
140/90 mmHg atau kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg dan tekanan diastolik 15 mmHg
diatas nilai normal

3) Kadar Haemoglobin

Kadar haemoglobin merupakan jumlah molekul di dalam eritrosit (sel darah merah)
yang bertugas untuk mengangkut oksigen ke otak dan seluruh tubuh. Apabila terjadi
gangguan pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, maka dapat mengakibatkan asfiksia
neonatorum yang menyebabkan kematian pada bayi. Jika Hb berkurang, jaringan tubuh
kekurangan oksigen.
Anemia ibu hamil mengakibatkan aliran darah menuju plasenta akan berkurang
sehingga oksigen dan nutrisi semakin tidak seimbang untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme janin. Kemampuan transportasi oksigen semakin menurun sehingga
konsumsi oksigen janin tidak terpenuhi. Metabolisme janin
sebagian menuju metabolisme anaerob sehingga terjadi timbunan asam laktat dan piruvat
serta menimbulkan asidosis metabolik. Anemia pada ibu hamil menyebabkan hipertrofi
plasenta sebagai kompensasi terjadinya hipoksia, sehingga mengakibatkan menurunnya
volume dan luas permukaan plasenta karena terjadi infark, trombi intervili sehingga
kapasitas difusi plasenta terganggu, terjadi insufiensi sirkular uteroplasenter
mengakibatkan penyediaan oksigen ke janin menurun dan terjadi asfiksia neonatorum.

b) Faktor Intrapartum

-KPD

Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan atau
sebelum inpartu, pada pembukaan <4 cm dalam fase laten. Ketuban Pecah Dini (KPD)
merupakan masalah penting dalam obtetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur
dan terjadinya infeksi korioamnionitis (radang pada klorin dan amnion) sampai sepsis,
yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.
KPD sering kali menimbulkan konsekuensi seperti morbiditas dan mortalitas pada ibu dan
bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Sebelum kematian janin yang
dilahirkan akan mengalami asfiksia dan jika berlanjut akan mengalami kematian.

Anda mungkin juga menyukai