Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE

DOSEN: MUH .YUSUF S.Kep.Ns.M.Kes

FERDINAND YENINAR
201101014

FAKULTAS S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
MAKASSAR
A. Definisi Penyakit.
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif
cepat, berupa deficit neurologis fokal, atau global, yang berlangsung 24 jam atau
lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak non traumatic ( kapita Selekta jilid II ).
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah
otak ( Patofisiologi, Elizabeth J. Corwin ).

B. Etiologi
1. Infark otak (80%)
a. Emboli : emboli kardiogenik, fibrilasi atrium dan aritmia lain, trombus
mural dan ventrikel kiri, penyakit katub mitral atau aorta, endokarditis
(infeksi atau non infeksi).
b. Emboli paradoksal (foramen ovalopaten) : emboli arkus aorta,
aterotrombotik.
c. Penyakit intacranial : arteri karotis interna, arteri serebri interna, arteri
basilaris, dan lakuner (oklusi arteri perforans kecil).
2. Perdarahan intraserebral (15%).
a. Hipertensi
b. Malformasi arteri vena
c. Angiopati amiloid
3. Perdarahan subarachnoid (5%)
4. Penyebab lain ( dapat menimbulkan infark atau perdarahan ) : trombus sinus
dura, diseksi arteri karotis, vaskulitis sistem saraf pusat, migren, kondisi
hiperkoagulasi, penyalahgunaan obat, kelainan hematologis, dan miksoma
atrium.
5. Faktor risiko
a. Yang tidak dapat diubah : riwayat keluarga, riwayat TIA, riwayat jantung
koroner, usia, jenis kelamin, dan ras.
b. Yang dapat diubah : hipertensi, DM, merokok, penyalahgunaan obat-
obatan, dan dislipidemia.

C. Manifestasi Klinis.
Pada stroke non hemoragik (iskemik), gejala utamanya adalah timbulnya
deficit neeurologis secara mendadak/subakut, didahului gejala prodormal,
terjadinya pada waktu istirahat atau bangun pagi dan biasanya kesadaran tidak
menurun, kecuali bila embolus cukup besar, biasanya terjadi pada usia >50 tahun.
Menurut WHO dalam international statistical dessification of disease and
realeted health problem 10th revition, stroke hemoragik dibagi atas :
1. Perdarahan intraserebral (PIS)
2. Perdarahan subarachnoid (PSA)
Stroke akibat PIS mempunyai gejala yang tidak jelas, kecuali nyeri kepal
karena hipertensi, serangan sering sekali siang hari, saat aktifitas atau
emosi/marah, sifat nyeri kepalanya hebat sekali, mual dan muntah sering terdapat
pada permulaan serangan. Hemiparesis/ hemiplegi biasanya terjadi pada
permulaan serangan, kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (60%
terjadi kurang dari setengah jam, 23% diantaranya setengah jam s.d 2 jam, dan
12% terjadi setelah 2 jam, sampai 19 hari).
Pada pasien PSA gejala prodormal berupa nyeri kepala hebat dan akut,
kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi, ada gejala/tanda rangsangan
meningeal, oedema pupil dapat terjadi bila ada subhialoid karena pecahnya
aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna.
Gejala neurologis tergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh
darah dan lokasinya. Manifestasi klinis stroke akut dapat berupa :
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis yang timbul
mendadak).
2. Gangguan sensabilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan
hemiparesik).
3. Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor atau
koma).
4. Afasia (bicara tidak lancar, kurang ucapan atau kesulitan memahami ucapan).
5. Disartria (bicara pelo atau cadel).
6. Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler, atau diplopia).
7. Ataksia (trunkal atau anggota badan).
8. Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala.

D. Patofisiologi
Pathway
1. Stroke non hemoragik
Thrombus / emboli

Peredaran darah otak terganggu

Suplai darah ke jaringan tidak adekuat

Iskemik / infark jaringan

Defisit neurologis reversible / irreversible


2. Stroke hemoragik
Peningkatan tekanan sistemik (sistole/ diastole)

Ruptur pembuluh darah serebral

Perdarahan subarachnoid/ ventrikel otak

Hematoma serebral

Herniasi otak / PTIK

Kesadaran menurun

Vasospasme arteri serebral saraf sentral

Iskemik/ infark jaringan otak, keluhan nyeri tekan

Defisit neurologi reversible/ irreversible


E. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan radiologi sistem saraf : miografi, CT Scan, angiografi, MRI,
EEG, EMG.
2. Laboratorium : darah, urine, cairan serebrospinal.

F. Penatalaksanaan
1. Demam
Demam dapat mengeksaserbasi cedera otak iskemik dan harus segera
diobati secara agresif dengan antipiretik (asetaminofen atau kompres dingin),
jika diperlukan. Penyebab demam tersering adalah pneumonia aspirasi,
lakukan kultur darah dan urine kemudian berikan antibiotik intravena secara
empiris (sulbensilin, sepalosporin, dll) dan terapi akhir sesuai hasil kultur.
2. Nutrisi
Pasien stroke memiliki resiko tinggi untuk aspirasi. Bila pasien sadar
penuh tes kemampuan menelan dapat dilakukan dengan memberikan satu
sendok air putih kepada pasien dengan posisi setengan duduk dan kepala
fleksi kedepan sampai dagu menyentuh dada, perhatikan pasien tersedak atau
batuk dan apakah suaranya berubah (negative). Bila tes menelan negative dan
pasien dengan kesadaran menurun, berikan makanan enteral melalui pipa
nasoduodenal ukuran kecil dalam 24 jam pertama setelah onset stroke.
3. Hidrasi intravena
Hipovolemia sering ditemukan dan harus dikoreksi dengan kristaloid
isotonis. Cairan hipotonis (misalnya dekstrosa 5% dalam air, larutan NaCl
0,45%) dapat memperhebat edema serebri dan harus dihindari.
4. Glukosa
Hiperglikemia dan hipoglikemia dapat menimbulkan eksaserbasi iskemia.
Walaupun relevansi klinis dari efek ini pada manusia beum jelas, tetapi para
ahli sepakat bahwa hiperglikemia (kadar glukosa darah sewaktu >200mg/dl)
harus dicegah. Skala luncur (sliding scale) setiap 6 jam selama 3-5 hari sejak
onset stroke.
5. Perawatan paru
Fisioterapi dada setiap 4 jam harus dilakukan untuk mencegah atelektasis
paru pada pasien yang tidak bergerak.
6. Aktivitas
Pasien dengan stroke harus dimobilisasi dan harus dilakukan fisioterapi
sedini mungkin bila kondisi klinis neurologis dan hemodinamika stabil.
Untuk fisioterapi pasif pada pasien yang belum bergerak, perubahan posisi
badan dan ekstermitas setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus, latihan
gerakan sendi anggota badan secara pasif 4 kali sehari untuk mencegah
kontraktur. Splin tumit untuk mempertahankan kaki dalam posisi dorsofleksi
dan dapat juga mencegah pemendekan tendon achiles. Posisi kepala 30
derajat dari bidang horisontal untuk menjamin aliran darah yang adekuat ke
otak dan aliran balik vena ke jantung, kecuali pada pasien hipotensi (posisi
datar), pasien dengan muntah-muntah (dekubitul lateral kiri), pasien dengan
gangguan jalan napas (posisi kepala ekstensi). Bila kondisi memungkinkan,
maka pasien harus diimobilisasi aktif ke posisi tegak, duduk dan pindah
kekursi sesuai toleransi hemodinamik dan neurologis.
7. Neurorestorasi dini
Stimulasi sensorik, kognitif, memori, bahasa, emosi serta otak yang
terganggu. Depresi dan amnesia juga harus dikenali dan diobati sedini
mungkin.
8. Profilaksis trombosis vena dalam
Pasien stroke iskemik dengan imobilisasi lama yang tidak dalam
pengobatan heparin intravena harus diobati dengan heparin 5.000 unit atau
frakiparin 0,3 cc setiap 12 jam selama 5-10 hari untuk mencegah
pembentukan thrombus dalam vena profunda, karena insidennya sangat
tinggi. Terapi ini juga dapat diberikan dengan pasien perdarahan intraserebral
setelah 72 jam onset stroke.
9. Perawatan vesika
Kateter urine menetap (kateter folay), sebaiknya hanya dipakai jika ada
pertimbangan khusus (kesadaran menurun, demensia, afasia global). Pada
pasien yang sadar dengan gangguan berkemih, kateterisasi intermiten secara
steril setiap 6 jam lebih disukai untuk mencegah kemungkinan infeksi,
pemebentukan batu, dan gangguan sfingter vesika terutama pada pasien laki-
laki yang mengalami retensi urine atau pasien wanita dengan inkontinensia
atau retensi urine. Latihan vesika harus dilakukan bila pasien sudah sadar.
G. Askep Stroke Teori
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan, dan
keperawatan pasien baik mental, sosial, dan lingkungan.
a. Identitas diri klien
1). Pasien (diisi lengkap) : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, Tgl masuk RS, no CM,
alamat.
2). Penanggung jawab (diisi lengkap) : nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaa, alamat.
b. Riwayat kesehatan
1). Keluhan utama : keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan
pengkajian.
2). Riwayat penyakit sekarang : riwayat penyakit pasien yang diderita saat
masuk RS.
3). Riwayat kesehatan lalu : riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain
yang pernah diderita oleh pasien.
4). Riwayat kesehatan keluarga : adakah riwayat penyakit yang sama
diderita oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain baik
bersifat genetis maupun tidak)
c. Pemeriksaan fisik
1). Keadaan umum.
2). Pemeriksaan persistem
a). Sistem persepsi dan sensori :pemeriksaan 5 indera
b). Sistem persarafan : bagaimana tingkat kesadaran, GCS, reflek
bicara, pupil, orientasi waktu dan tempat.
c). Sistem pernafasan : nilai frekuensi nafas, kualitas, suara dan jalan
nafas.
d). Sistem kardiovaskuler: nilai TD, nadi dan irama, kualitas dan
frekuensi.
e). Sistem gastrointestinal : nilai kemampuan menelan, nafsu
makan/minum, peristaltik usus, dan eliminasi.
f). Sistem integumen : warna kulit, turgor, tekstur dari kulit pasien.
g). Sistem reproduksi.
h). Sistem perkemihan : nilai frekuensi BAK, volume BAK
d. Pola fungsi kesehatan
1). Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : pada klien hipertensi
terdapat juga kebiasan merokok, minum alkohol dan pengunaan obat-
obatan.
2). Pola aktifitas dan latihan : pada klien hipertensi terkadang mengalami
lemas, pusing, kelelahan, kelemahan otot dan penurunan kesadaran.
3). Pola nutrisi dan metabolisme : pada pasien hipertensi terkadang
mengalami mual dan muntah.
4). Pola eliminasi : pada pasien hipertensi terkadang mengalami oliguria.
5). Pola tidur dan istirahat.
6). Pola kognitif dan perceptual
7). Persepsi diri/ konsep diri.
8). Pola toleransi dan koping stres: pada pasien hipertensi biasanya
mengalami stress psikologi.
9). Pola seksual reproduktif
10). Pola hubungan dan peran.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan stroke
adalah sebagai berikut :
a. Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik: renal, serebral, kardiovaskular,
pulmonal, gastrointestinal, perifer) b/d aliran arteri lambat.
b. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan muskuloskeletal dan
neurovaskuler.
c. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d imobilisasi.
d. Konstipasi b/d aktifitas fisik tidak adekuat.
e. Gangguan citra tubuh b/d penyakit.
f. Kurang perawatan diri : mandi, berpakain, makan, toileting b/d tidak
berfungsinya anggota gerak.
3. Prioritas diagnosa.
a. Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik : serebral) b/d aliran arteri lambat.
b. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan muskuloskleletal dan
neurovaskuler.
c. Kurang perawatan diri b/d tidak berfungsinya anggota gerak.
4. Intervensi keperawatan.
a. Perfusi jaringan tidak efektif
Kriteria hasil :
1) Vital sign dalam batas normal
2) Tidak ada keluhan sakit kepala atau pusing.
3) Nilai lab dalam batas normal
4) Tekanan darah dalam batas yang dapat diterima.
Intervensi
1) Monitor tekanan darah tiap 4 jam, nadi apical dan neurologis tiap 10
menit.
Rasional :untuk mengevaluasi perkembangan penyakit dan
keberhasilan terapi.
2) Pertahankan tirah baring pada posisi semifowler sampai tekanan darah
dipertahankan pada tingkat yang dapat diterima.
Rasional : tirah baring membantu menurunkan kebutuhna oksigen,
posisi duduk meningkatkan aliran darah arteri berdasarkan gaya
gravitasi, konstruksi arteriol dan hipertensi menyebabkan peningkatan
pada arteri.
3) Pantau data laboratorium misal : AGD, kreatin
Rasional : indicator perfusi atau fungsi organ
4) Anjurkan tidak menggunakan nikotin atau rokok.
Rasional : dapat meningkatakan vasokontriksi
5) Kolabirasi pemberian obat-obatan anti hipertensi mislanya golongan
inhibitor simpatis (propanolol, atenolol), golongan vasodilator
(hidralazin).
Rasional : golongan inhibitor secara umum menurunkan tekanan darah
melalui efek kombinasi penurunan tahanan perifer, menurunan curah
jantung, menghambat saraf simpatis, dan menekan pelepasan rennin.
Golongan vasodilator berfungsi untuk merikskankan otot polos
vaskuler.
b. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan muskuloskeletal dan
nerovaskuler.
Kriteria hasil :
 Kerusakan kulit terhindar tidak ada kontraktur dan footdrop.
 Klien berpartisipasi dalam latihan.
 Klien mencapai keseimbangan saat duduk.
 Klien mampu menggunakan sisi tubuh yang tidak sakit untuk
kompensasi hilangnya fungsi pada sisi yang hemiplagi.
Intervensi :
 Berikan posisi tidur yang tepat
Rasional : mempertahankan posisi tegak di tempat tidur dalam periode
yang lama akan memperberat deformitas fleksi panggul dan
pembentukan dekubitus di sakrum.
 Cegah adduksi bahu
Rasional : membantu mencegah edema dan fibrosis yang akan
mencegah rentang gerak normal bila pasien teah dapat melakukan
kontrol lengan.
 Atur posisi tangan dan jari (jari-jari diposisikan sedikit fleksi dan
tangan ditempatkan agak supinasi)
Rasional :posisi tangan dan jari yang fungsional dapat mencegah
edema tangan.
 Ubah posisi pasien tiap 2 jam
Rasional : pemberian posisi ini penting untuk mengurangi tekanan dan
mengubah posisi dengan sering untuk mencegah pembentukan
dekubitus.
 Latihan ROM 4-5 kali sehari
Rasional : latihan bermanfaat untuk mempertahankan mobilitas sendi,
mengembalikan kontrol motorik, cegah terjadinya kontraktur pada
ekstermitas yang mengalami paralisis, mencegah bertambah buruknya
sistem neurovaskuler dan meningkatkan sirkulasi. Latihan juga
menolong dan mencegah terjadinya stasis vena yang dapat
mengakibatkan adanya troombus dan emboli paru.
c. Kurang perawatan diri b/d tidak berfungsinya anggota gerak
Kriteria hasil :
 Pasien dapat merawat diri berpakaian
 Pasien dapat merawat diri mandi
 Pasien dapat merawat diri makan
 Pasien dapat merawat diri toileting
Intervensi (self care assistance) :
 Kaji kemapuan untuk perawatan diri
 Pantau kebutuhan klien untuk alat bantu dalam mandi, berpakaian,
makan, toileting.
 Berikan bantuan hingga klien sepenuhnya dapat mandiri.
 Dukung klien untuk menunjukan aktivitas normal sesuai kemampuan.
 Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan parawatan diri klien

Anda mungkin juga menyukai