Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN KOMPREHENSIF

(SISTEM PERSEPSI PERSARAFAN)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN. I DENGAN HEMIPARESIS SINISTRA


DI RUANG RUBY RS RADJAK HOSPITAL SALEMBA (Tanggal 24 – 29 januari 2022 )

DI SUSUN OLEH:

TRI SEPTI HAMELIYAH (1032181016)

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MOHAMMAD HUSNI THAMRIN JAKARTA

TAHUN AJARAN 2021


A. Definisi Kasus

Hemiparesis merupakan sindrom klinis yang terjadi secara


mendadak dan cepat disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
nontraumatic, berupa defisit neurologis fokal yang berlangsung 24 jam atau
lebih atau langsung menimbulkan kematian. Hemiparesis merupakan salah
satu komplikasi yang terjadi pada 70-80% pasien stroke. Stroke merupakan
gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak
(dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) yang
menyebabkan gangguan fungsi saraf dengan tanda atau gejala sesuai daerah
yang terganggu sebagai hasil dari infark cerebri (stroke iskemik),
perdarahan intraserebral atau perdarahan subarachnoid (Halim et al., 2016).
Hemiparesis atau kelemahan merupakan disfungsi motorik yang
paling umum karena terdapat lesi pada sisi otak yang berlawanan dan
merupakan gejala lain dari disfungsi motorik. Salah satu komplikasi yang
dialami oleh penderita stroke adalah hemiparesis, yang menyebabkan klien
tidak dapat beraktivitas secara mandiri dan memerlukan latihan agar dapat
mengurangi gejala stroke, salah satunya latihan ROM merupakan latihan
yang efektif dilakukan pada klien stroke (Halim et al., 2016).

B. Etiologi Kasus
Penyebab tersering hemiparesis pada orang dewasa yaitu infark
serebral atau perdarahan. Terjadinya hemiparase menggambarkan bahwa
telah terjadi kelaianan atau lesi sepanjang traktus piramidialis. Lesi juga
dapat disebabkan oleh berkurangnya suplai darah, kerusakan jaringan oleh
trauma atau infeksi, ataupun penekanan oleh massa hematoma, abses, atau
tumor. Hal tersebut selanjutnya menyebabkan terjadinya gangguan pada
traktus kortikospinalis yang bertanggung jawab pada otot-otot anggota gerak
atas dan bawah. Suatu lesi yang melibatkan korteks serebri, seperti pada
tumor, infark, atau cidera traumatic, akan menyebabkan kelemahan sebagian
tubuh sisi kontralateral. Hemiparesis yang terlihat pada wajah dan tangan
(kelemahan brakhiofasial) lebih sering terjadi dibandingkan didaerah lain.
Karena bagian tubuh tersebut memiliki area representasi kortikal yang luas.

C. Patoflow

HEMIPARESIS

Ateroskeloris Perdarahan intracerebral


Emboli cerebral (bekuan darah,
lemak, udara

Sumbatan pembuluh darah Pecahnya pembuluh


Penyempitan pembuluh darah darah
Vasospasme cerebral otak
otak

Sirkulasi darah cerebra Penekanan, pergeseran


Iskemik jaringan otak
menurun dan perubahan jaringan
otak
Perubahan perfusi jaringan
cerebrall

Gangguan system neurologis

Gangguan motorik

Koordinasi pergerakan tubuh terganggu Koping tidak efektif

Defisit perawatan diri Kelumpuhan / hemiplegi


Gangguan harga diri rendah

Hambatan mobilitas fisik

D. Manifestasi klinis
Gejala - gejala stroke muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang
disebabkan oleh terganggunya aliran darah kedaerah tersebut. Gejala itu muncul
bervariasi, bergantung bagian otak yang terganggu. Gejala - gejala itu antara lain
bersifat:
1. Sementara
Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa jam dan hilang
sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient ischemic attack
(TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama, memperberat atau malah
menetap.
2. Sementara, namun lebih dari 24 jam
Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini disebut reversible ischemic neurologic
defisit (RIND)
3. Gejala makin lama makin berat (progresif)
4. Sudah menetap/permanen
Hal ini disebabkan gangguan aliran darah makin lama makin berat yang disebut
progressing stroke atau stroke inevolution
E. Komplikasi

1. Hipoksia serebral karena terjadi sebagai akibat dari oksigen yang ke otak tidak
adekuat

2. Edema cerebri: karena adanya infark di otak menyebabkan Na+ dalam cairan
ekstrasel terdepolarisasi masuk ke intrasel sehingga menarik cairan ke intra sel yang
mengakibatkan terjadinya edema serebri.
3. Disritmia jantung: irama jantung terganggu karena adanya sumbatan di otak.

F. Pengkajian

1. Identitas klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.

2. Keluhan utama

Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi.

3. Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.

4. Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat anti koagulan,
aspirin, vasodilator, obat adiktif, kegemukan.

5. Riwayat penyakit keluarga

Apakah ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.

6. Pengkajian Pola Fungsional

a. Aktivitas dan istirahat.

- Data Subyektif: Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi


atau paralysis.
- Data obyektif : Perubahan tingkat kesadaran, perubahan tonus otot ( flaksi
atau spastic), paraliysis (hemiplegia), kelemahan umum.
b. Sirkulasi

- Data Subyektif : Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia,


gagal jantung , endokarditis bacterial), polisitemia.
- Data obyektif: Hipertensi arterial, disritmia, perubahan EKG

c. Integritas ego

- Data Subyektif : Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.

- Data obyektif : Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan,
kegembiraan, Kesulitan berekspresi diri.
d.Eliminasi
- Data Subyektif : Inkontinensia, anuria, distensi abdomen (kandung
kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus (ileus paralitik)
e.Makan/ minum
- Data Subyektif: Nafsu makan berkurang, nausea / vomitus, kehilangan
sensasi lidah ,pipi , tenggorokan, disfagia.
- Data obyektif : Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan
faring)
f. Sensori Neural
- Data Subyektif:
1) Pusing / syncope (sebelum CVA / sementara selama TIA)
2) Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan
sub arachnoid.
3) Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati.
4) Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada
ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama).
5) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
- Data obyektif:

1) Status mental : koma biasanya menandai stadium perdarahan,


gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan
gangguan fungsi kognitif.
2) Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontra lateral) pada
semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang,
berkurangnya reflek tendon dalam (kontra lateral).
3) Wajah: paralisis / parese (ipsilateral).

4) Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa),


kemungkinan ekspresif / kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan
berkata-kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
5) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat,
pendengaran, stimuli taktil.

6) Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik.

7) Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi
pada sisi lateral. g. Nyeri / kenyamanan

G. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau riwayat
operasi.
2. Mata
Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus optikus
(nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III), gangguan
dalam memotar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam menggerakkan
bola mata kelateral (nervus VI).
3. Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada nervus
olfaktorius (nervus I).
4. Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus vagus,
adanya kesulitan dalam menelan.
5. Dada
1) Inspeksi : Bentuk simetris
2) Palpasi : Tidak adanya massa dan benjolan.
3) Perkusi : tidak terdapat nyeri tekan
4) Auskultasi : auskultasi nafas cepat / dalam, auskultasi adanya bunyi
tambahan seperti ronchi, murmur atau gallop.
6. Abdomen
1) Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada pembesaran.
2) Auskultasi : Bisisng usus agak lemah.
3) Perkusi : tidak ada nyeri tekan pada perut
7. Ekstremitas
Pada pasien dengan stroke hemoragik biasnya ditemukan hemiplegi paralisa
atau hemiparase, mengalami kelemahan otot dan perlu juga dilakukan
pengukuran kekuatan otot, normal : 5
Pengukuran kekuatan otot :
1) Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
2) Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi.
3) Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan grafitasi.
4) Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan tekanan
pemeriksaan.
5) Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi kekuatanya
berkurang.
6) Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan Penuh.
H. Pemeriksaan diagnostik
1. CT Scan
Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark

2. Angiografi serebral

Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan


atau obstruksi arteri

3. Pungsi Lumbal

1) Menunjukan adanya tekanan normal

2) Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya


perdarahan
4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.

5. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik

6. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena

7. Sinar X kepala: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal

I. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak
terhambat

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot

3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dan daya tahan
koordinasi otot

J. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah
ke otak terhambat
Tujuan : diharapkan ganggaun perfusi jaringan pada pasien dapat diatasi
secara optimal Kriteria Hasil :
1) Tekanan darah dalam batas-batas yang dapat diterima
2) Tidak ada keluhan sakit kepala, pusing
3) Nilai laboratorium dalam batas-batas normal
4) Tanda-tanda vital stabil Intervensi :

- Monitor tanda-tanda vital tiap 8 jam

Rasional : Untuk mengevaluasi perkembangan penyakit dan


keberhasilan terapi.

- Pertahankan tirah baring pada posisi semi fowler sampai tekanan darah
dipertahankan pada tingkat yang dapat diterima.
Rasional : Tirah baring membantu menurunkan kebutuhan oksigen,
posisi duduk meningkatkan aliran darah ateri berdasarkan gaya grafitasi,
konstruksi arteriol pada hipertensi menyebabkan peningkatan darah
pada arteri.
- Pantau data laboratorium misal: GDA, kreatinin.

Rasional : Indicator perfusi atau fungsi organ.

- Anjurkan tidak menggunakan rokok atau nikotin.

Rasional : Meningkatkan vasokontriksi.

- Kolaborasi pemberian obat-obatan antihipertensi misal golongan


inhibitor simpa (propanolol, atenolol), golongan vasodilator
(hidralazin).
Rasional : Golongan inhibitor secara umum menurunkan tekanan darah
melalui efek kombinasi penurunan tahanan perifer, menurunkan curah
jantung, menghambat syaraf simpatis, dan menekan pelepasan rennin.
Golongan vasodilator berfungsi untuk merilekkan otot polos vaskuler.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot
Tujuan : kerusakan koordinasi teratasi, pasien tidak mengalami keterbatasan
gerak, kebutuhan mobilitas fisik terpenuhi Kriteria Hasil :
1) Kerusakan kulit terhindar, tidak ada kontraktur dan footdrop.
2) Kekuatan otot pasien 5
3) Klien berpartisipasi dalam program latihan
4) Klien mencapai keseimbangan saat duduk Intervensi :
- Berikan posisi yang benar.
Rasional : pemberian posisi yang benar penting untuk mencegah
kontraktur; meredakan tekanan; membantu kesejajaran tubuh yang baik;
mencegah neuropati kompresif; khususnya terhadap saraf ulnar dan
pireneal.
- Berikan posisi tidur yang tepat.
Rasional : mempertahankan posisi tegak ditempat tidur dalam
periode yang lama akan memperberat deformitas fleksi panggul dan
pembentukan dekubitus disakrum.
- Berikan papan kaki atau bantal di telapak kaki.
Rasional : untuk mempertahankan kaki pada sudut yang benar
terhadap tungkai ketiak pasien pada posisi terlentang. Hal ini
mencegah footdrop dan korda tumit menjadi pendek akibat
kontraktur otot gastroknemius..
- Ubah posisi pasien tiap 2 jam
Rasional : pemberian posisi ini penting untuk mengurangi tekanan
dan mengubah posisi dengan sering untuk mencegah pembentukan
dekubitus.
- Latihan ROM (range of motion) 4 s/d 5 kali sehari.
Rasional : latihan bermanfaat untuk mempertahankan mobilitas
sendi, mengembalikan control motorik, mencegah terjadinya
kontraktur pada ekstremitas yang mengalami paralysis, mencegah
bertambah buruknya system neurovaskuler dan meningkatkan
sirkulasi.
- Siapkan pasien untuk ambulasi
Rasional : untuk mempertahankan keseimbangan saat duduk dan saat
berdiri.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
dan daya tahan koordinasi otot
Tujuan : pasien dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri Kriteria Hasil :
1) Pasien dapat merawat diri berpakaian
2) Pasien dapat merawat diri mandi
3) Pasien dapat merawat diri makan
4) Pasien dapat merawat diri toileting Intervensi :
- Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan aktifitas
Rasional : membantu merencanakan pemenuhan kebutuhan secara
individual
- Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
Rasional : lingkungan yang aman dan nyaman memberikan ketenangan
bagi pasien
- Anjurkan keluarga pasien untuk menghindari pasien melakukan
sesuatu sendiri
Rasional : untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan
pemulihann
- Hindari memberi bantuan kepada klien dan berikan bantuan sesuai
kebutuhan
Rasional : meningkatkan pemulihan konndisi klien
- Motivasi klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya.
Rasional : meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus -
menerus

Daftar Pustaka
Enceng, Herawati. 2018. Laporan pendahuluan dengan Diagnosa Medis Hemiparase.

Bantaeng.

Hartina. Laporan Pendahuluan NHS : Fakultas Ilmu Kesehatan. UIN Alauddin Makasar.
Yanzhe. 2013. Patofisiolofi dan Penyimpangan KDM Hemiparesis.

NANDA International. 2017. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.

Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai