DISUSUN OLEH :
NAMA :WULANDARI
NIM : 22020041
PRODI S1 KEPERAWATAN
2022
A. Definisi
Menurut Rianawati dan Badrul (2017 : 3), stroke adalah penyakit defisit neurologis
gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan dapat menimbulkan
cacat atau kematian.
Menurut World Health Organization (who) sebagaimana dikutip oleh Rianawati dan
Badrul (2017 :3), definisi stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
jam atau leboh, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain
vaskuler.
Menurut Sustrani, Lanny, et al., (2003) sebagaimana dikutip opleh Widyanto dan Cecep
(2013 : 129), stroke adalah serangan plak yang terjadi secara tiba-tiba dengan akibat
kematian atau kelumpuhan sebelah bagian tubuh.
B. Patofisiologi
Menurut Rianawarti dan Badrul (2017 : 6-10), efek yang muncul pada stroke infark
cukup cepat, diakibatkan karena ketidakmampuan otak untuk menyimpan glukosa dan
ketidakmampuan untuk melakukan metabolism secara anaerob.
Trombus yang menyumbat asteri serebral dan menyebabkan iskemia pembuluh darah di
wilayah sekitarnya. Mekanisme cedera neuron pada tingkat sel diakibatkan oleh hipoksia
atau anokisa.
Cedera neuron akibat iskemia merupakan suatu proses biokimia yang aktif yang
senantiasa berkembang. Kekurangan oksigen dan glukosa akan menguras energi sel yang
tersimpan untuk mempertahankan potensi membrane dan gradient ion transmembrane.
Kalium yang keluar dari sel akan memicu depolarisasi masuknya kalsium dan juga
memicu pelepasan glutamate melalui glia glutamate transporter. Sinaptic glutamate akan
mengaktivasi excitatory amino acid receptors bergabug dengan kalsium dan natrium ion
channels. Influx kalsium dalam post sinap yang berlebihan akan mengakibatkan
depolarisasi dan edema akut. Influx kalsium yang melebihi batas akan mengakibatkan
aktivasi enzim-enzim yang dependent kalsium (protease, lipase, nuclease).
Stroke memberikan gejala klinis yang mendadak walaupun sebetulnya proses untuk
terjadinya stroke tidaklah mendadak. Penanganan pada pasien stroke didasarkan pada
penanganan kerusakan otak yang terjadi dan juga kerusakan pembuluh darah otak.
Otak membutuhkan aliran darah dalam jumlah tertentu supaya sel neuron tetap hidup
dan berfungsi dengan baik. Otak yang normal membutuhkan aliran darah dengan debit
100ml/cm3/menit, begitu terjadi trombus di pembuluh darah otak, secara bertahap akan
terjadi penurunan aliran darah dan jika proses ini terus berlanjut akan terjadi penurunan
aliran darah yang sampai pada batas kritis yaitu bila aliran darah berkurang dari
20ml/cm3/menit dimana aliran darah pada tahap itu akan mengakibatkan kerusakan sel
otak yang sifatnya menetap.
Ada beberapa teori yang sudah terbukti kebenarannya mengenai tindakan yang
diperlukan supaya penanganan stroke bisa optimal, beberapa terori tersebut adalah:
a. Stroke bisa dicegah dengan pengendalian faktor resiko secara dini
b. Pengenalan gejala dini stroke yang baik
c. Penanganan stroke yang baik sejak pasien mengalami gejala stroke bukan
hanya saat pasien sudah di rumah sakit
d. Penanganan kegawatan stroke yang baik termasuk tindakan trombolisis
e. Penanganan di stroke unit
f. Screening vascular yang baik
g. Persiapan rehabilitasi yang baik
h. Optimalisasi neuriplastisitas yang baik
i. Keterlibatan keluarga dan lingkungan yang baik
C. Clinical Pathway
Faktor-fakror resiko strok
Menurut Rianawati dan Badrul (2017 : 11-12), gejala stroke infark yang timbul akibat
gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh
darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah.
1) Hemiparesis kontralateral
g. Sistem vertebrobasilar
6) Gangguan motoris pada lidah, mulutm rahang dan pita suara sehingga
pasien sulit bicara (disatria)
9) Gangguan pendengaran
3) Emolisme serebral
Menurut Batticaca (2011 : 61), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu :
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya pertahanan
atau sumbatan arteri
b. Skan tomografi computer (computer tomography scan-CT-scan)
Mengetahui adanya tekanan normal dan adanya thrombosis, emboli serebral,
dan tekanan intrakranial (TIK). Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung
darah menunjukkan adanya perdarahan subarakhnoid dan perdarahan
intrakranial. Kadar protein total meningkat, beberapa kasus trombosis disertai
proses inflamasi
c. Magnetic resonance imaging (MRI)
Menunjukkan daerah infark, perdarahan, malformasi arteriovenal (MAV)
d. Ultrasonografi doppler (USG doppler)
Mengidentifikasi penyakit arteriovena masalah sistem arteri karotis (aliran
darah atau timbulnya plak) dan arteriosclerosis
e. Elektroensefalogram (electroencephalogram-EEG)
Mengidentifikasi masalah pada gelombang otak dan memperlihatkan daerah
lesi yang spesifik
f. Sinar tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan
dari masa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosis
serebral, klasifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
a. Antithrombus
1) Trombolitik : recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA) diberikan
pada fase akut, yaitu kurang dari 3 jam setelah timbul gejala, dosis 0,9-
90mg/kgBB, 10% dari sosis diberikan IV bolus selama 1 menit dan
sisanya dilanjutkan dengan drip selama 1 jam.
2) Antiplatelet : aspirin 160-325mg/hari, clopidogrel (plavix) 75mg/hari.
Kombinasi aspirin dan clopidogrel terbukti mampu mencegah stroke
infark.
b. Neuroprotective : citicholin dapat diberikan 2-4x 250mg/hari intravenous
kemudian dilanjutkan dengan 2x500-1000mg/oral
c. Faktor sistemik : tekanan darah harus diatur supaya tetap tinggi untuk
mempertahankan CBF. Tekanan darah dikontrol sesudah 7-10 hari dengan
target TDS 10-190 dan TDD 90-100. Kadar gula darah harus diatur sekitar
100-200gr%. Hiperlipidemia juga harus dikontrol. Hipoksemia (pneumonia
aspirasi), hiponatremi dan peningkatan suhu tubuh harus dihindari.
H. Asuhan keperawatan
2.4.5 Evaluasi
dan kriteri hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi ada
yaitu:
b. Diagnosa keperawatan
c. Evaluasi keperawatan