Anda di halaman 1dari 19

STROKE NON HEMORAGIK

A. Konsep Penyakit

1. Definisi

Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak

yang menyebabkan teradinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang

menderita kelumpuhan atau kematian (Batticaca,2008).

2. Etiologi

Menurut Smeltzer (2001) sebagaimana yang dikemukakan oleh Tutu April Ariani dalam

buku Sistem Neurobehaviour (Ariani, 2013) Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu

dari empat kejadian yaitu :

a. Trombosis serebral

Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama

trombosis serebral yang merupakan penyebab paling umum dari Stroke. Secara

umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, kehilangan bicara sementara,

hemiplagia, atau parestesia pada setengan tubuh dapat mendahului onset paralisis

berat pada beberapa jam atau hari.

b. Embolisme serebral

Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya sehingga

merusak sirkulasi serebral. Onset hemiparesis atau hemiplagia tiba-tiba dengan afasia,

tanpa afasia, atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau

pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral.

c. Iskemia serebral

Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena kontriksi ateroma

pada arteri yang menyuplai darah ke otak.

d. Hemoragi serebral

1) Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural)

Adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Keadaaan

ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah dan arteri
meninges lain, dan pasien harus di atasi dalam beberapa jam cedera untuk

mempertahankan hidup.

2) Hemoragi subdural

Pada dasarnya sama dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa hematoma

subdural biasanya jembatan vena robek.

3) Hemoragi subaraknoid

Terjadi akibat trauma atau hipertensi.

4) Hemoragi intraserebral

Adalah perdarahan disubstansi dalam otak, paling umum terjadi pada pasien

dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral disebabkan oleh perubahan

degeneratif karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah.

Menurut Batticaca (2011), faktor resiko Stroke adalah :

a. Hipertensi atau tekanan darah tinggi.

b. Hipotensi atau tekanan darah rendah.

c. Obesitas atau kegemukan.

d. Kolesterol darah tinggi.

e. Riwayat penyakit jantung.

f. Riwayat penyakit diabetes militus.

g. Merokok

h. Stress, dan lainnya.

3. Patofisiologi

Faktor penyebab stroke aterosklerosis yaitu mengerasnya pembuluh darah serta

berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah mengakibatkan

terjadinya thrombosis serebral. Emboli serebri yaitu penyumbatan pembuluh darah otak

oleh bekuan darah, lemak dan udara. Perdarahan intraserebral yaitu perdarahan di dalam

jaringan otak itu sendiri, menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang

dapat mengakibat kan penekanan, pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang

berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan sehingga terjadi

infark otak, edema dan mungkin herniasi otak. Dari faktor penyebab stroke dapat
menyebabkan defisit neurologis yaitu infark serebral, kehilangan control volunter yang

mengakibatkan hemiplagia dan hemiparesis, disfungsi bahasa dan komunikasi

menyebabkan disfasia atau afasia (Muttaqin, 2008)

Bagan 2.1

Patofisiologi stroke

Faktor penyebab stroke

aterosklerosis

Trombosis Penyumbatan
serebral pembuluh darah otak
oleh bekuan darah Perdarahan
intraserebral
Emboli serebral

Stroke
(Cerebrovascular accident)

Defisit neurologis

Infark serebral Kehilangan Disfungsi bahasa


control dan komunikasi
Resiko ketidakefektifan volunter
perfusi jaringan
Disartria, disfasia /
serebral Hemiplagia dan
afasia, apraksia
hemiparesis
Kelemahan fisik
Hambatan Hambatan
umum
mobilitas fisik komunikasi
verbal
Defisit
perawatan diri

Resiko Penurunan Penekanan Resiko


jatuh kesadaran jaringan kerusakan
setempat integritas
kulit

Sumber : (Muttaqin, 2008)

4. Manifestasi klinis

Menurut Batticaca (2008), gejala klinis yang timbul tergantung dari jenis Stroke.

a. Gejala klinis pada Stroke Hemoragik berupa :


1) Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodromal yang terjadi pada saat

istirahat atau bangun pagi

2) Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran

3) Terjadi pada usia >50 tahun

4) Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan

pembuluh darah dan lokasinya.

b. Gejala klinis pada Stroke Akut berupa :

1) kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul

mendadak

2) Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan hemisensorik )

3) Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau

koma)

4) Afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara)

5) Disartria (bicara pelo atau cedal)

6) Ataksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran)

7) Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala).

5. Pemeriksaan penunjang

Menurut Batticaca (2008), berikut pemeriksaan penunjang pada pasien stroke:

a. Angiografi serebral, membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya

pertahanan atau sumbatan arteri.

b. Skan Tomografi Komputer (Computer Tomography scan-CT-scan).

Mengetahui adanya tekanan normal dan adanya thrombosis, emboli serebral, dan

tekanan intrakranial (TIK). Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah

menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid dan perdarahan intrakranial. Kadar

protein total meningkat, beberapa kasus trombosis disertai proses inflamasi.

c. Magnetic Resonance Imaging (MRI). Menunjukkan daerah infark, perdarahan,

malformasi arteriovena (MAV).

d. Ultrasonografi Doppler (USG Doppler). Mengidentifikasi penyakit arteriovena

(masalah sistem arteri karotis [aliran darah atau timbulnya plak]) dan arteriosklerosis.
e. Elektroensefalogram ( Electroencephalogram-EEG). Mengidentifikasi masalah pada

gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

f. Sinar tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal derah yang

berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada

trombosis serebral ; klasifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan

subarakhnoid.

Menurut Batticaca (2008), pemeriksaan laboratorium pada pasien Stroke :

a. Darah rutin

b. Gula darah

c. Urine rutin

d. Cairan serebrospinal

e. Analisa gas darah (AGD)

f. Biokimia darah

g. Elektrolit

6. Komplikasi

Menurut Satyanegara (1998) sebagaimana yang dikemukakan oleh Tutu April Ariani

dalam buku Sistem Neurobehaviour (Ariani, 2013:52) komplikasi Stroke yaitu :

a. Komplikasi dini (0-48 jam pertama)

1) Edema serebri : deficit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan

peningkatan tekanan intracranial, herniasi, dan menimbulkan kematian.

2) Infark mokard : penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.

b. Komplikasi jangka pendek ( 1-14 hari pertama)

1) Pneumonia : akibat immobilisasi lama

2) Infark miokard

3) Emboli paru : cenderung terjadi 7-14 hari pasca-stroke, sering kali pada saat

penderita mulai mobilisasi

4) Stroke rekuren : dapat terjadi pada setiap saat

c. Komplikasi jangka panjang


Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vascular lain : penyakit vascular perifer.

B. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia

Menurut Mubarak dan Chayatin (2007:220) konsep dasar mobilisasi :

1. Pengertian mobilisasi

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan

teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Setiap orang butuh untuk

bergerak. Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan ketergantungan dan ini

membutuhkan tindakan keperawatan. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan

kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya

penyakit degenerative, dan untuk aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh).

2. Dampak fisik dan psikologis imobilitas

Masalah imobilisasi dapat menimbulkan berbagai dampak, baik dari segi fisik maupun

psikologis. Secara psikologis, imobilitas dapat menyebabkan penurunan motivasi,

kemunduran kemampuan dalam memecahkan masalah, dan perubahan konsep diri.

Sedangkan masalah fisik dapat terjadi adalah sebagai berikut :

a. Sistem musculoskeletal

Pada sistem ini, imobilitas dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti :

1) Osteoporosis : proses ini akan menyebabkan tulang kehilangan kekuatan dan

kepadatannya sehingga tulang menjadi keropos dan mudan patah

2) Atrofi otot : otot yang tidak dipergunakan dalam waktu lama akan kehilangan

sebagian besar kekuatan dan fungsi normalnya.

3) Kontraktur : pemendekan otot permanen

4) Kekakuan dan nyeri sendi

b. Eliminasi urine

Masalah yang umum ditemui pada sistem perkemihan akibat imobilisasi antara lain :

1) Stasis urine : terhentinya atau terhambatnya aliran urine

2) Batu ginjal

3) Retensi urine
4) Infeksi perkemihan : urine yang statis merupakan media yang baik untuk

pertumbuhan bakteri.

c. Gastrointestinal

Dalam hal ini , masalah yang umum ditemui salah satunya adalah konstipasi.

Konstipasi terjadi akibat penurunan peristalsis dan motilitas usus.

d. Respirasi

1) Penurunan gerak pernapasan

2) Penumpukan secret

3) Atelektasis

e. Sistem kardiovaskular

1) Hipotensi ortostatik : terjadi karena sistem saraf otonom tidak dapat menjaga

keseimbangan suplai darah ke tubuh sewaktu individu bangun dari posisi

berbaring dalam waktu yang lama.

2) Pembentukan thrombus

3) Edema dependen : terjadi di area-area yang menggantung , seperti kaki dan

tungkai bawah pada individu yang sering duduk berjuntai dikursi.

f. Metabolism dan nutrisi

Penurunan laju metabolise, balans nitrogen negative, anoreksia ( penurunan nafsu

makan )

g. Sistem integument

1) Turgor kulit menurun : kulit dapat mengalami atropi akibat imobilitas yang lama.

2) Kerusakan kulit : kondisi imobilitas mengganggu sirkulasi dan suplai nutrient

menuju area tertentu. Ini mengakibatkan iskemia dan nekrosis jaringan superficial

yang dapat menimbulkanulkus dekubitus.

h. Sistem neurosensorik

Ketidakmampuan mengubah posisi menyebabkan terhambatnya input sensorik,

menimbulkan perasaan lelah, iritabel, persepsi tidak realistis dan mudah bingung.
C. Proses Keperawatan

Menurut Nurjannah (2005) proses keperawatan adalah suatu metode bagi perawat untuk

memberikan asuhan keperawatan kepada pasien secara sistematis dan rasional, metode

pemberian asuhan keperawatan yang terorganisir dan sistematis berfokus pada respon

individu atau kelompok individu terhadap masalah kesehatan yang aktual dan potensial,

proses keperawatan merupakan suatu aktifitas yang dinamik dan berkelanjutan meliputi

interaksi perawat pasien dan proses pemecahan masalah. Tahapan proses keperawatan adalah

pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Pengkajian

terdiri atas pengumpulan data dan perumusan masalah klien. Teknik pengumpulan data

meliputi anamnesis yaitu tanya jawab secara langsung pada klien, observasi yaitu

pengamatan secara umum terhadap perilaku dan keadaan klien.

Menurut Muttaqin (2008) tahap-tahap proses keperawatan yaitu :

1. Pengkajian

a. Anamnesis

Identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat pekerjaan,

agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register dan

diagnosa medis.

Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta bantuan kesehatan

adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat

berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.

b. Riwayat penyakit saat ini

Serangan Stroke Hemoragik biasanya sering kali berlangsung sangat mendadak pada

saat klien melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan

kejang sampai tidak sadar selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan

fungsi otak yang lain. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai

perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsive, dan koma.

c. Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit

jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan

obat-obatan antikoagulan, aspirin , vasodilator, obat-obatan adiktif, dan kegemukan.

Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti obat

antihipertensi, antilipidema, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan

alcohol.

d. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus atau

adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.

e. Keadaan umum

umumnya mengalami penurunan kesadaran. Suara bicara kadang mengalami

gangguan, yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara, tekanan darah

meningkat, denyut nadi bervariasi.

f. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan

fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terararah dan dihubungkan dengan keluhan-

keluhan dari klien.

1) B1 (Breathing)

Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,

penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi

terdapat bunyi napas tambahan seperti ronkhi sering didapatkan pada pasien

koma. Pada pasien tingkat kesadaran compos mentis inspeksi pernapasan tidak

ada kelainan.

2) B2 (Blood)

Pengkajian didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang sering terjadi pada

pasien stroke. TD (Tekanan Darah) biasanya terjadi peningkatan dan bisa

terdapat adanya hipertensi massif TD>200 mmHg.


3) B3 (Brain)

Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan terfokus dan lebih lengkap

dibandingkan pada sistem lainnya.

a) Tingkat kesadaran

Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar yang

penting dan membutuhkan pengkajian. Berikut responsivitas tingkat

kesadaran dan penilaian tingkat kesadaran menggunakan GCS (Glasgow

Coma Scale).

Responsivitas Tingkat Kesadaran


Menurut Muttaqin (2008)
Tingkat Responsivitas Klinis
Terjaga Normal

Sadar Dapat tidur lebih dari biasanya atau sedikit bingung


saat pertama kali terjaga, tetapi berorientasi sempurna
ketika bangun

Letargi Mengantuk tetapi dapat mengikuti perintah sederhana


ketika dirangsang

Stupor Sangat sulit untuk dibangunkan, tidak konsisten dapat


mengikuti perintah sederhana atau berbicara satu kata

Gerak bertujuan ketika dirangsang, tidak mengikuti


Semikomatosa perintah atau berbicara koheren

Dapat berespon dengan postur secara refleks ketika di


Koma stimulasi atau dapat tidak berespon pada setiap
stimulus

Tingkat Kesadaran Menggunakan GCS


MenurutMuttaqin(2008)

Tindakan Respons Skor


Respon Motorik yang Terbaik Menurut 6
Terlokalisir 5
Menghindar 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak ada 1

Respons Verbal yang Terbaik Orientasi 5


Bingung 4
Kata tidak dimengerti 3
Hanya suara 2
Tidak ada 1
Membuka Mata Spontan 4
Terhadap panggilan 3
Terhadap nyeri 2
Tidak dapat 1

b) Fungsi serebri

Pengkajian status mental klien yaitu observasi penampilan klien dan tingkah

lakunya, nilai gaya bicara klien, observasi ekspresi wajah, dan aktifitas

motorik dimana pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien

mengalami perubahan.

c) Pemeriksaan saraf kranial

Menurut sidharta (1985) sebagaimana yang dikemukakan oleh Muttaqin

(2008) dalam buku Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Persarafan (Muttaqin, 2008:74)

Pemeriksaan saraf cranial dimulai dengan mengatur posisi klien sehingga

duduk ditepi tempat tidur bila memungkinkan, perhatikan kepala, wajah dan

leher. Catat apakah terdapat hidrosefalus atau akromegali.

Pemeriksaan Saraf Kranial


Menurut Muttaqin (2008)

Saraf Fungsi
I : olfaktorius Pada klien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman

II : optikus Disfungsi persepsi visual karena gangguan


jaras sensorik primer diantara mata dan
korteks visual.klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian
III , IV dan VI (okulomotorius, ke bagian tubuh
troklearis dan abdusen)
Apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis
sesisi otot-otot okularis didapatkan penurunan
V : trigeminus kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi
yang sakit

Stroke menyebabkan paralisis saraf


trigeminus, didapatkan penurunan
VII : fasialis kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.
Penyimpangan rahang bawah kesisi
epsilateral dan kelumpuhan sesisi otot-otot
VIII : vestibulokoklearis / saraf pterigoideus internus dan eksternus
akustikus
Persepsi pengecapan dalam batas normal,
IX dan X : glosofaringeus dan wajah asimetris, otot wajah tertarik kebagian
vagus sisi yang sehat

XI : asesorius Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan


tuli persepsi

XII : hipoglosus Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran


membuka mulut

Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus


dan trapezius

Lidah siteris, terdapat deviasi pada satu sisi


dan fasikulasi. Indra pengecap normal.

d) Sistem motorik dan sitem sensorik

Pemeriksaan pada sistem motorik meliputi inspeksi umum (postur , ukuran

otot, gerakan abnormal dan kulit), tonus otot, kekuatan otot, serta

keseimbangan dan koordinasi. Pada pemeriksaan sistem sensorik dinilai

persepsi nyeri dan suhu , vibrasi serta raba halus.

Penilaian Kekuatan Otot


Menurut Muttaqin (2008)

Derajat Kekuatan otot


0 Paralisis total / tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot
1 Kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari tonus
otot yang dapat diketaui dengan palpasi dan tidak dapat
2 menggerakkan sendi
Otot hanya mampu menggerakkan persendian tetapi kekuatannya
3 tidak dapat melawan pengaruh gravitasi
Disamping dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan
4 pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat terhadap tahanan yang
diberikan oleh pemeriksa
5 Kekuatan otot seperti pada derajat 3 disertai dengan kemampuan
otot terhadap tahanan yang ringan
Kekuatan otot normal
e) Gerakan involunter

Tidak ditemukan adanya tremor . pada keadaan tertentu, klien biasanya

mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan stroke disertai dengan

peningkatan suhu tubuh yang tinggi.

4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena

konfusi, ketidakampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan

untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.

5) B5 (Bowel)

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual, dan

muntah pada fase akut. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat

penurunan peristaltik usus.

6) B6 (Bone)

Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia ( paralisis pada salah satu sisi )

karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah

satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit , jika klien kekurangan O2kulit

akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit jelek.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan tanda dan gejala yang

menunjukkan masalah keperawatan yang dirasakan klien, serta batasan karakteristik

adalah pengkajian subjektif dan objektif yang mendukung diagnosa keperawatan atau

berkontribusi untuk etiologinya (Nurjannah, 2005).

Menurut Muttaqin (2008) diagnosa keperawatan yang muncul yaitu :

a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan

intraserebri, oklusi otak , vasospasme, dan edema otak.

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese / hemiplagia, kelemahan

neuromuscular pada ekstremitas

c. Resiko jatuh berhubungan dengan usia

d. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama

e. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular,

menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol / koordinasi otot

f. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakanpada area bicara

pada hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral, dan kelemahan

secara umum.
3. Rencana asuhan keperawatan

Perencanaan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai tujuan khusus.

Perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian

asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian agar masalah kesehatan

dan keperawatan klien dapat teratasi (Nurjannah, 2005).

Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Tujuan Intervensi


No Keperawatan
1 Resiko Perfusi jaringan : serebral Manajemen edema serebral
ketidakefektifan
perfusi jaringan otak a. Tekanan intrakranial Aktivitas-aktivitas :
b. Tekanan darah sistolik a. Monitor adanya kebingungan,
Definisi : berisiko c. Tekanan darah diastolik perubahan pikiran, keluhan
mengalami penurunan d. Nilai rata-rata tekanan pusing, pingsan
sirkulasi jaringan otak darah b. Monitor status neurologi
yang dapat mengganggu e. Hasil serebral angiogram dengan ketat dan bandingkan
kesehatan f. Sakit kepala dengan nilai normal
g. Bruit karotis c. Monitor tanda-tanda vital
Faktor resiko: h. Kegelisahan d. Catat cairan serebrospinal
a. Aterosklerosis aortik i. Kelesuan e. Monitor status pernafasan :
b. Tumor otak j. Kecemasan yang tidak frekuensi, irama, kedalam
c. Koagulasi dijelaskan pernafasan
intravaskuler k. Agitas f. Monitor TIK
diseminata l. Muntah g. Analisa pola TIK
d. Embolisme m. Cegukan h. Kurangi stimulus dalam
e. Trauma kepala n. Keadaan pingsan lingkungan pasien
f. Hiperkolesterolemia o. Demam i. Rencanakan asuhan
g. Hipertensi p. Kognisi terganggu keperawatan untuk
h. Endokartidis infektif q. Penurunan tingkat memberikan periode istirahat
i. Baru terjadi infark kesadaran j. Posisikan tingi kepala tempat
miokardium r. Refleks saraf terganggu. tidur 30 derajat atau lebih
k. Batasi cairan
l. Dorong keluarga/orang yang
penting untuk bicara pada
pasien
m. Lakukan latihan ROM
n. Monitor intake dan output
o. Pertahankan suhu normal
p. Lakukan tindakan pencegahan
terjadinya kejang.

2 Hambatan mobilitas Pergerakan Peningkatan mekanika tubuh


fisik a. Keseimbangan a. Kaji kemampuan kekuatan
Batasan karakteristik : b. Koordinasi otot pasien
a. Melakukan aktivitas c. Cara berjalan b. Jelaskan kepada pasien dan
lain sebagai d. Gerakan otot keluarga manfaat dan tujuan
pengganti perhatian e. Gerakan sendi melakukan pergerakan sendi
(misalnya. f. Kinerja pengaturan tubuh c. Kaji komitmen pasien untuk
Meningkatkan g. Merangkak belajar dan menggunakan
perhatian) h. Berjalan postur tubuh yang benar
b. Dispnea setelah i. Bergerak dengan mudah d. Kolaborasikan dengan
beraktivitas fisioterapis dalam
c. Perubahan cara mengembangkan peningkatan
berjalan mekanika tubuh
d. Gerakan bergetar e. Kaji pemahaman pasien
e. Keterbatasan mengenai mekanika tubuh dan
kemampuan latihan (misalnya,
melakukan mendemonstrasikan kembali
keterampilan teknik melakukan
motorik halus aktivitas/latihan yang benar)
f. Keterbatasan f. Kaji kesadaran pasien tentang
kemampuan abnormalitas
melakukan muskuloskeletalnya dan efek
keterampilan yang mungkin timbul pada
motorik kasar jaringan otot dan postur
g. Keterbatasan rentang g. Instruksikan untuk
pergerakan sendi menghindari tidur dengan
h. Tremor akibat posisi telungkup
pergerakan h. Kaji kemampuan pasien untuk
i. Ketidak stabilan belajar latihan
postur i. Kaji pemahaman pasien
j. Pergerakan lambat mengenai latihan ROM pasif
k. Pergerakan tidak atau latihan kekuatan otot
terkoordinasi dengan dibantu
j. Instruksikan kepada pasien
dan keluarga cara melakukan
ROM pasif
3 Resiko jatuh Kejadian Jatuh Manajemen Lingkungan
Faktor Resiko : a. Tidak jatuh saat berdiri Keselamatan
Dewasa b. Tidak jatuh saat berjalan Aktivitas-aktivitas :
a. Usia 65 tahun atau c. Tidak jatuh saat duduk a. Identifikasi kebutuhan
lebih d. Tidak jatuh dari tempat keamanan pasien
b. Riwayat jatuh tidur b. Identifikasi hal-hal yang
c. Tinggal sendiri e. Tidak jatuh saat naik membahayakan dilingkungan
d. Prostesis ekstremitas tangga c. Singkirkan bahan berbahaya
bawah f. Tidak jatuh saat turun dari lingkungan
e. Penggunaan alat tangga d. Gunakan peralatan
bantu g. Tidak jatuh saat ke kamar perlindungan
f. Penggunaan kursi mandi e. Edukasi individu dan
roda h. Tidak jatuh saat kelompok yang berisiko tinggi
Kognitif membungkuk terhadap bahan yang
Penurunan status mental berbahaya disekitar
Lingkungan lingkungan
a. Lingkungan yang
tidak terorganisir
b. Kurang pencahayaan
c. Kurang material
antislip di kamar
mandi
d. Pengekangan
e. Karpet yang tidak
rata
f. Ruang yang tidak
dikenal
4 Resiko Kerusakan Integritas jaringan: kulit Manajemen tekanan
Integritas kulit dan membran mukosa Aktivitas-aktivitas:
Faktor Resiko: a. Suhu tubuh klien hangat a. Berikan pakaian yang tidak
External b. Klien mampu merasakan ketat
a. zat kimia sensasi b. Monitor mobilisitas klien
b. Eksresi c. Keringat klien berkurang c. Berikan posisi pasien minimal
c. Usia yang ekstrem d. Elastisitas kulit klien baik setiap 2 jam ,sesuai jadwal
d. Hipertermia e. Klien tidak mengalami d. Tinggikan ekstremitas yang
e. Hipotermia hidrasi cedera
f. humiditas f. Integritas kulit baik e. Letakkan bantal dengan tepat
g. Lembab g. Lesi pada kulit klien
h. Imobilisasi fisik berkurang/ klien tidak
i. Radiasi mengalami lesi Pencegahan luka tekan
j. Sekresi h. Tidak terdapat jaringan
parut Aktivitas-aktivitas :
Internal i. Tidak terjadi nekrosis a. Monitor ketat area yang
a. Perubahan j. Wajah klien tidak pucat kemerahan
pigmentasi b. Hindari memijat pada daerah
b. Perubahan turgor yang menonjol
kulit c. Gunakan bantal untuk
c. Faktor meninggikan daerah yang
perkembangan tertekan
d. Ketidakseimbangan d. Pasang perlak dari bahan yang
status nutrisi (mis, nyaman
obesitas, malnutrisi) e. Ubah posisi pasien 1-2 jama
e. Gangguan sirkulasi sekali
f. Gangguan f. Hindari kulit lembab
metabolisme berlebihan
g. Gangguan sensasi g. Lembabkan kulit yang kering
h. Faktor imunologi dan pecah-pecahpasang bantal
i. Medikasi pada siku dan tumit klien
j. Faktor psikogenetik
k. Tonjolan tulang
5 Defisit perawatan diri Defisit Perawatan Diri : Bantuan perawatan diri :
Eliminasi Eliminasi

Perawaan diri : Eliminasi Aktivitas-aktivitas :


a. Merespon saat kandung a. Monitor kemampuan
kemih penuh dengan perawatan diri secara mandiri
tepat waktu b. Monitor kebutuhan pasien
b. Menanggapi dorongan terkait dengan alat-alat
untuk buang air besar kebersihan diri,alat bantu
secara tepat waktu untuk
c. Masuk dan keluar dari berpakaian,berdandan,elimina
kamar mandi si, dan makan
d. Memposisikan diri di c. Berikan peralatan kebersihan
toilet atau alat bantu pribadi (misalnya
eliminasi deodorant,sikat gigi dan sabun
e. Sampai ke toilet antara mandi)
dorongan atau hampir d. Berikan bantuan sampai
keluarnya feses pasien mampu melakukan
f. Mengosongkan kandung perawatan diri mandiri
kemih e. Bantu pasien menerima
g. Mengosongkan usus kebutuhan pasien terkait
h. Mengelap sendiri setelah dengan kondisi
buang urine ketergantungannya
i. Mengelap sendiri setelah f. Dorong pasien untuk
buang air besar melakukan aktivitas normal
j. Berdiri setelah eliminasi sehari-hari sampai batas
atau berdiri dari kursi kemampuan pasien
bantu untuk eliminasi g. Dorong kemandirian pasien
tapi bantu ketika pasien tak
mampu melakukannya

Defisit perawatan diri Pemberian makan


makan

Perawatan diri : makan Aktifitas-aktivitas :


a. Membuka tutup makanan a. Identifikasi diet yang
b. Memotong makanan disarankan
c. Menggunakan alat makan b. Atur meja dan nampan agar
d. Menaruh makanan pada menarik
alat makan c. Ciptakan lingkungan yang
e. Mengambil cangkir atau menyenangkan selama makan
gelas ( misalnya: meletakkan pispot,
f. Memasukkan makanan urinal , dan alat suction dari
kemulut dengan jari penglihatan)
g. Memasukkan makanan d. Sediakan pereda nyeri yang
kemulut dengan sendok adekuat sebelum makan,
h. Minum dengan gelas atau dengan tepat
cangkir e. Lakukan kebersihan mulut
i. Mengunyah makanan sebelum makan
j. Menelan makanan f. Identifikasi adanya reflex
k. Menelan minuman menelan, jika diperlukan
l. Menghabiskan makanan g. Duduk saat memberikan
makan untuk menunjukkan
perasaan senang dan rileks
h. Tawarkan kesempatan
mencium makanan untuk
menstimulasi nafsu makan
i. Tanyakan pasien apa makanan
yang disukai pasien
j. Atur makanan sesuai dengan
kesenangan pasien
k. Letakkan makanan dalam
jangkauan pandangan
seseorang apabila ia memiliki
masalah penglihatan
l. Berikan air minum pada saat
makan , jika diperlukan
m. Sediakan cemilan yang sesuai
n. Sediakan makanan selagi
hangat
o. Suapi pasien dengan pelan
p. Cek sisa makanan dalam
mulut pada saat selesai makan
q. Cuci muka dan tangan setelah
makan
r. Dorong orangtua atau
keluarga untuk menyuapi
pasien

Defisitperawatan diri: Bantuan perawatan diri:


berpakaian berpakaian /berdandan

Perawatan Diri: Aktivitas-aktivitas :


Berpakaian
a. Pertimbangkan usia pasien
a. mengambil pakaian saat mempromosikan aktivitas
b. memakai pakaian bagian perawatan diri
atas b. Informasikan pasien mengenai
c. memakai pakaian bagian ketersediaan pilihan pakaian
bawah c. Sediakan pakaian
d. mengancingkan baju pribadi,dengan tepat
e. memasang tali sepatu d. Fasilitas pasien untuk
f. membuka baju bagian menyisir rambut,dengan tepat
atas e. Jaga privasi saat pasien
g. membuka pakaian bagian berpakaian
bawah f. Bantu memasang tali
sepatu,kancing baju, dan
resleting,sesuai kebutuhan
g. Gunakan alat tambahan untuk
menarik pakaian,jika tepat
h. Letakkan pakaian kotor ke
tempat pencucian
i. Tawarkan untuk
menggantungkan pakaian atau
letakkan di tempat pakaian

j. Puji usaha untuk berpakaian


sendiri

6 Hambatan komunikasi Komunikasi Peningkatan komunikasi :


verbal kurang bicara
a. Menggunakan bahasa
Definisi : penurunan, lisan a. Mengobservasi kemampuan
kelambatan, atau b. Mengenali pesan yang bicara klien
ketiadaan untuk diterima b. Sesuaikan gaya komunikasi
menerima, memproses, c. Menggunakan bahasa non untuk memenuhi kebutuhan
mengirim dan atau verbal klien (misalnya : berdiri
menggunakan sistem d. Interpretasi akurat didepan pasien saat berbicara,
symbol terhadap pesan yang mendengarkan dengan penuh
diterima perhatian, bicara pelan atau
Batasan karakteristik : bantuan keluarga dalam
a. Tidak dapat bicara memahami pembicaraan klien)
b. kesulitan c. Instruksikan pasien untuk
mengekspresikan bicara pelan
pikiran secara verbal d. Ungkapkan pertanyaan
c. Kesulitan menyusun dimana pasien dapat
kalimat menjawab dengan jawaban
d. Pelo sederhana ya atau tidak
e. Sulit bicara e. Sediakan penguatan positif,
dengan cara yang tepat
f. Gunakan kata yang sederhana
dan pendek
g. Anjurkan keluarga untuk
selalu mengajak komunikasi
dengan klien Bantu klien
dalam latihan berbicara
dengan latihan menyebutkan
(a,i,u,e,o) dengan pelan
h. Anjurkan keluarga untuk
selalu mengajarkan klien
latihan berbicara.
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, T.A. (2013). SISTEM NEUROBEHAVIOUR, Jakarta : Salemba Medika

Baticaca, Fransisca. B.(2011) Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persyarafan, Jakarta : Salemba Medika

Buku Daftar Register Tahunan Ruang Syaraf RSD Mayjend HM Ryacudu.2017. 10 Penyakit
Terbanyak Ruang Syaraf . Kotabumi. Lampung Utara

Bulechek, M. Gloria, dkk.(2016). Nursing Intervension Classification (NIC) Edisi Keenam Edisi
Bahasa Indonesia , diterjemahkan oleh Nurjannah, Intansari, Yogyakarta : Noko
Media

Herdman, T.h & Karmitsuru, S (2014). NANDA INTERNATIONAL, DIAGNOSIS


KEPERAWATAN DEFINISI DAN KLASIFIKASI,2012-2014Jakarta : EGC

Nurjanah, Intansari. (2005) Aplikasi Proses Keperawatan pada Diagnosa Resko Kekerasan
Diarahkan pada Orang Lain dan Gangguan Sensori Persepsi. Yogyakarta :
MocoMedika

Moorhead, Sue, dkk. (2016) . Nursing Outcome Clasification (NOC) Edisi Kelima Bahasa
Indonesia, di terjemahkan oleh Nurjannah I & Tumanggor, R.D. Yogyakarta : Noko
Media

Mubarak, W. I., & Chayatin, N. (2007). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori & Praktik,
Jakarta : EGC.

Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta :
EGC

Pusat data dan informasi (Pusdatin), 2014. Situasi Kesehatan jantung. Jakarta : Kemenkes RI,
2014

Anda mungkin juga menyukai