Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK

DI RUANG ICU RUMAH SAKIT ISLAM PURWOKERTO

Disusun Oleh :

DEWI ASMIATI

2011040084

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO


2021

A. Definisi
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf
(deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana stroke
didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena
sumbatan (stroke iskemik) atau perdarahan (stroke hemoragik) (Junaidi, 2011).
Menurut Misbach (2011) stroke adalah salah satu syndrome neurologi yang dapat
menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia.
Stroke Hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat
aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan
kemudian merusaknya (Adib, 2009).
B. Etiologi
Menurut (Arum, 2015) faktor-faktor yang menyebabkan stroke diantaranya :
1. Faktor risiko medis
Faktor risiko medis yang memperparah stroke adalah:
a) Arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah)
b) Adanya riwayat stroke dalam keluarga (factor keturunan)
c) Migraine (sakit kepala sebelah)
2. Faktor risiko pelaku
a) Kebiasaan merokok
b) Mengosumsi minuman bersoda dan beralkhohol
c) Suka menyantap makanan siap saji (fast food/junkfood)
d) Kurangnya aktifitas gerak/olahraga
e) Suasana hati yang tidak nyaman, seperti sering marah tanpa alasan yang jelas
3. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
a) Hipertensi (tekanan darah tinggi)
b) Penyakit jantung (koroner dan infark miokard)
c) Diabetes mellitus
d) Hiperkolesterlemia
e) Obesitas
f) Merokok
4. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
a) Usia
b) Jenis kelamin
c) Riwayat keluarga
d) Perbedaan ras
C. Manifestasi Klinis
Menurut Tarwoto (2013), manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau bagian
mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi kolateral.
Pada stroke hemoragik, gejala klinis meliputi:
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise) atau hemiplegia
(paralisis) yang timbul secara mendadak.
2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
3. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma)
4. Afasia (kesulitan dalam bicara)
5. Disatria (bicara cedel atau pelo)
6. Gangguan penglihatan, diplopia
7. Disfagia
8. Inkontinensia
9. Vertigo, mual, muntah, nyeri kepala, terjadi karena peningkatan tekanan
intrakranial, edema serebri
D. Patofisiologi
1. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang
terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis
mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah
berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
2. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling sering
didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat
dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun
didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya
darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat.
Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak
lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan
subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali
terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9,
dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga
karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan
kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid.
Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia
dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran
darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh
kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa
plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak
hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob,yang
dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
Phatway

Hipertensi

Peningkatan visikositas darah

Peningkatan intravaskuler

Pembuluh darah serebral pecah

Pendarahan arachnoid/ventrikel

Hematoma serebral

Penurunan suplai darah ke otak pendarahan sub arachnoid

Perfusi jaringan serebral tidak adekuat pecahnya aneurisma

Iskemik jaringan otak peningkatan TIK

resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif vasospasme pembuluh darah serebral

Disfungsi otak global hemiparise

Penurunan kesadaran kelumpuhan sebagian bagian tubuh

Resiko jatuh hambatan mobilitas fisik

Defisit perawatan diri


3. Penatalaksanaan
Menurut Tarwoto (2013), penatalaksanaan stroke terbagi atas :
1. Penatalaksanaan umum
a) Pada fase akut
1) Terapi cairan, stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena penurunan
kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini penting untuk
mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah. The American Heart
Association sudah menganjurkan normal saline 50 ml/jam selama jam-jam
pertama dari stroke iskemik akut. Segera setelah stroke hemodinamik
stabil, terapi cairan rumatan bisa diberikan sebagai KAEN 3B/KAEN 3A.
Kedua larutan ini lebih baik pada dehidrasi hipertonik serta memenuhi
kebutuhan hemoestasis kalium dan natrium. Setelah fase akut stroke,
larutan rumatan bisa diberikan untuk memelihara hemoestasis elektrolit,
khususnya kalium dan natrium.
2) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mangalami
gangguan aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat penting
untuk mengurangi hipoksia dan juga untuk mempertahankan metabolism
otak. Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator,
merupakan tindakan yang dapat dilakukan sesuai hasil pemeriksaan analisa
gas darah atau oksimetri.
3) Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
Peningkatan intra cranial biasanya disebabkan karena edema serebri, oleh
karena itu pengurangan edema penting dilakukan misalnya dengan
pemberian manitol, control atau pengendalian tekanan darah
4) Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah
5) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
6) Evaluasi status cairan dan elektrolit
7) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah resiko
injuri
8) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi labung dan
pemberian makanan
9) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
10) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil,
fungsi sensorik dan motorik, nervus cranial dan reflex
b) Fase rehabilitasi
1) Pertahankan nutrisi yang adekuat
2) Program manajemen bladder dan bowel
3) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi (ROM)
4) Pertahankan integritas kulit
5) Pertahankan komunikasi yang efektif
6) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
7) Persiapan pasien pulang
c) Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume
lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan
ventrikuloperitoneal bila ada hidrosefalus obstrukis akut.
d) Terapi obat-obatan
1) Antihipertensi : Katropil, antagonis kalsium
2) Diuretic : manitol 20%, furosemid
3) Antikolvusan : fenitoin
4. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan
Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark
2. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan
atau obstruksi arteri
3. Pungsi Lumbal
- Menunjukan adanya tekanan normal
- Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan
adanya perdarahan
4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
6. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
7. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
(DoengesE, Marilynn,2000 hal 292)
5. Pengkajian Keperawatan
Menurut Tarwoto (2013) pengkajian keperawatan pada pasien stroke meliputi :
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan anggota
gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri kepala,
gangguan sensorik, kejang, penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal yang tidak
disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering kesemutan, rasa
lemah pada salah satu anggota gerak. Pada serangan stroke hemoragik
seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat pasien melakukan aktifitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain.
d. Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
mellitus.
f. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran pasien dan
keluarga.
g. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen,
apatis, sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal
terserang stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki
tingkat kesadaran letargi dan compos metis dengan GCS 13-15
2) Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan
darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80
b) Nadi biasanya normal
c) Pernafasan biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan
pada bersihan jalan napas
d) Suhu biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
hemoragik
3) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien
dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun
yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat
kesadaran koma.
4) B2 (Blood)
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat tekanan darah
tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80
5) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi
otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain)
merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
6) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal
hilang atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi
intermiten dengan teknik steril.
7) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
8) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas
menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang
berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia
(paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.
Pada kulit, jika klien kekurangan 02 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga
dikaji tandatanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
6. Diagnosa yang mungkin muncul
1. Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan infark jaringan
otak, vasospasme serebral, edema serebral
2. Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan

7. Intervensi Keperawatan

Diagnosa keperawatan SLKI SIKI


Resiko perfusi serebral tidak
Perfusi serebral (L.02914) Pemantauan Neurologis
efektif (D.0017) Setelah dilakukan tindakan (I.06197)
Kategori : Fisiologis keperawatan diharapkan OBSERVASI :
Subkategori : Sirkulasi perfusi serebral meningkat -monitor ukuran, bentuk,
dengan kriteria hasil : kesimetrisan, dan
Faktor resiko : A T reaktifitas pupil
1. Keabnormalan masa Tingkat 1 4 -monitor tanda-tanda vital
protrombin dan/atau masa Kesadara -monitor status
tromboplastin parsial n pernapasan: SPO2,
2. Penurunan kinerja ventrikel Keterangan : kedalaman napas, pola
kiri 1 : menurun napas dan usaha napas
3. Aterosklerosis aorta 2 : cukup menurun -monitor respon babinski
4. Diseksi arteri 3 : sedang -monitor respon terhadap
5. Fibrilasi atrium 4 : cukup meningkat pengobatan.
6. Tumor otak 5 : meningkat TERAPEUTIK :
7. Stenosis karotis -tingkatkan frekuensi
8. Miksoma atrium A T pemantauan neurologis,
9. Aneurisma serebri Tekanan 3 5 jika perlu
10. Koagulopati (mis.anemia sel darah sistolik -atur interval waktu
sabit) Tekanan 2 5 pemantauan sesuai dengan
11. Dilatasi kardiomiopati darah kondisi pasien
12. Koagulasi intravaskuler diastolik -dokumentasikan hasil
diseminata Keterangan : pemantauan
13. Embolisme 1 : memburuk EDUKASI :
14. Cedera kepala 2 : cukup memburuk -jelaskan tujuan dan
15. Hiperkolesteronemia 3 : sedang prosedur pemantauan
16. Hipertensi 4 : cukup membaik -informasikan hasil
17. Endokarditis infektif 5 : membaik pemantauan, jika perlu
18. Katup prostetik mekanis KOLABORASI :
19. Stenosis mitral -Kolaborasi pemberian
20. Neoplasma otak terapi pengobatan
21. Infark miokard akut
22. Sindrom sick sinus
23. Penyalahgunaan zat
24. Terapi embolitik
25. Efek samping tindakan (mis.
Tindakan operasi bypass)

Kondisi klinis terkait


1. Stroke
2. Cedera kepala
3. Aterosklerotik aortik
4. Infark miokard akut
5. Diseksi arteri
6. Embolisme
7. Endokarditis infektif
8. Fibrilasi atrium
9. Hiperkolesterolemia
10. Hipertensi
11. Dilatasi kardiomiopati
12. Koagulasi intravaskuler
diseminata
13. Miksoma atrium
14. Neoplasma otak
15. Segmen ventrikel kiri
akinetik
16. Sindrom sick sinus
17. Stenosis karotid
18. Stenosis mitral
19. Hidrosefalus
20. Infeksi otak (mis.meningits,
ensefalitis, abses serebri)
Resiko jatuh (D.0143) Tingkat Delirium (L.09095) Pengekangan Fisik
Kategori : Lingkungan Setelah dilakukan tindakan (I.09300)
Subkategori : Keamanan dan keperawatan diharapkan OBSERVASI :
Proteksi tingkat delirium menurun -identifikasi kebutuhan
dengan kriteria hasil : untuk dilakukan
Faktor Risiko : pengekangan (restrain)
1. Usia > 65 tahun atau < 2 -monitor kondisi kulit pada
tahun area pengekangan
2. Riwayat jatuh A T TERAPEUTIK :
3. Anggota gerak bawah Tingkat 1 5 -Ciptakan lingkungan
prostesis (buatan) kesadaran aman
4. Penggunaan alat bantu Kemampuan 1 5 -fasilitasi kebutuhan
berjalan mengikuti nutrisi, eliminasi, hidrasi,
5. Penurunan tingkat perintah dan kebersihan diri.
kesadaran Keterangan : EDUKASI :
6. Perubahan fungsi kognitif 1 : menurun -Jelaskam resiko dan
7. Lingkungan tidak aman 2 : cukup menurun manfaat pengekangan
(mis. Licin, gelap, 3 : sedang -latih rentang gerak sendi
lingkungan asing) 4 : cukup meningkat sesuai kondisi pasien
8. Kondisi pasca operasi 5 : meningkat KOLABORASI :
9. Hipotensi ortostatik A T Kolaborasi pemberian obat
10. Perubahan kadar glukosa Gelisah 2 5 untuk kegelisahan atau
darah 1 : meningkat agitasi, jika perlu
11. Anemia 2 : cukup meningkat
12. Kekuatan otot menurun 3 : sedang
13. Gangguan pendengaran 4 : cukup menurun
14. Gangguan keseimbangan 5 : menurun
15. Gangguan penglihatan
(mis. Glaukoma, katarak,
ablasio retina, neuritis
optikus)
16. Neuropati
17. Efek agen farmakologis
(mis. Sedasi, alkohol,
anestesi umum )

Kondisi klinis terkait :


1. Osteoprosis
2. Kejang
3. Penyakit serebrovaskuler
4. Katarak
5. Glaukoma
6. Demensia
7. Hipotensi
8. Amputasi
9. Intoksikasi
10. Preeklampsi
Defisit perawatan diri (D.0109)
Koordinasi pergerakan Perawatan Diri (I.11348)
Kategori : Perilaku (L.05041) OBSERVASI :
Subkategori : Kebersihan diriSetelah dilakukan tindakan -Identifikasi kebiasaan
keperawatan diharapkan aktivitas perawatan diri
Gejala dan tanda mayor perawatan diri meningkat sesuai usia
Subjektif dengan kriteria hasil : -monitor tingkat
1. Menolak melakukan A T kemandirian
perawatan diri Kemampuan 1 5 -identifikasi kebutuhan alat
Objektif bantu kebersihan diri dan
1. Tidak mampu mandi makan
mandi/mengenakan Kemampuan 1 5 TERAPEUTIK :
pakaian/makam/ketoilet/ber makan -sediakan lingkungan yang
hias secara mandiri Kemampuan 1 5 terapeutik
2. Minat melakukan perawatan ke toilet -fasilitasi untuk menerima
diri kurang (BAK/BAB) ketergantungan
Gejala dan tanda minor Keterangan : -fasilitasi kemandirian,
Subjektif 1 : menurun bantu jika tidak mampu
(tidak tersedia) 2 : cukup menurun melakukan perawatan diri.
Objektif 3 : sedang -jadwalkan rutinitas
(tidak tersedia) 4 : cukup meningkat perawatan diri
5 : meeningkat EDUKASI :
Kondisi klinis terkait : Anjurkan melakukan
1. Stroke perawatan diri secara
2. Cedera medula spinalis konsisten sesuai
3. Depresi kemampuan
4. Arthritis reumatoid
5. Delirium
6. Demensia
7. Gangguan amnestik
8. Skizofrenia dan gangguan
psikotik lain
9. Fungsi penilaian terganggu
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. (2009). Cara mudah memahami & menghindari hipertensi jantung dan stroke.
Yogyakarta: Dianloka

Arum, S.P. (2015). Stroke kenali, cegah dan obati. Yogyakarta: EGC

Junaidi, I. (2011). Stroke waspadai ancamannya. Yogyakarta: PT.Andi

Marilynn E. Doengoes. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC

Misbach, J. (2011). Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Badan


Penerbit FKUI

PPNI (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil, Edisi 1.
Jakarta : DPP PPNI

Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah, gangguan sistem persarafan. Jakarta:


CV.Sagung Seto.
dd
nbvgg

Anda mungkin juga menyukai