Laporan Ini Di Buat Untuk Memenuhi Mata Ajar Praktik Keperawatan Medikal
Bedah
Oleh :
5. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko stroke dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi merupakan faktor yang
berupa karakteristik atau sifat pada seseorang yang dapat meningkatkan
kemungkinan berkembangnya suatu penyakit tertentu. Faktor risiko
stroke yang tidak dapat dimodifikasi yaitu faktor yang berupa
karakteristik atau sifat pasien yang tidak dapat diubah. Contoh dari faktor
ini yaitu usia, jenis kelamin, berat badan lahir rendah, ras, suku, dan
faktor genetik (Williams, et al., 2010).
b. Faktor yang dapat dimodifikasi
Faktor yang dapat dimodifikasi terdiri dari tingkatan pertama dan
kedua. Tingkat pertama faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi,
diurutkan dari tingkat banyaknya kejadian yaitu hipertensi, diabetes
mellitus, merokok, fibrilasi atrium dan disfungsi ventrikel kiri. Tingkatan
kedua yaitu terdiri dari kolesterol, hiperlipidemia, asimtomatik karotid
stenosis, sickle cell disease, terapi hormon esterogen, diet, obesitas,
alkohol, migrain, dan hiperkoagulasi. Kebanyakan dari faktor risiko yang
tingkatan kedua ini, memiliki hubungan dengan pengembangan faktor
risiko tingkat pertama, misalnya obesitas merupakan faktor risiko untuk
terjadinya hipertensi dan diabetes (Williams, et al., 2010).
Faktor risiko yang umumnya menyebabkan stroke yaitu tekanan
darah tinggi (hipertensi). Tekanan darah tidak boleh melebihi 140/90
mmHg. Tekanan darah yang tinggi akan menyebabkan tingginya tekanan
di dinding arteri sehingga bisa menyebabkan bocornya arteri otak,
bahkan ruptur pada arteri otak yang akan mengakibatkan terjadinya
stroke hemoragik. Tekanan darah tinggi juga bisa menyebabkan stroke
iskemik yang dikarenakan oleh adanya atherosclerosis (Silva, et al.,
2014).
6. MANIFESTASI KLINIS
WHO (2016) menjelaskan bahwa gejala umum yang terjadi pada stroke
yaitu wajah, tangan atau kaki yang tiba-tiba kaku atau mati rasa dan lemah,
dan biasanya terjadi pada satu sisi tubuh saja. Gejala lainnya yaitu pusing,
kesulitan bicara atau mengerti perkataan, kesulitan melihat baik dengan satu
mata maupun kedua mata, sulit berjalan, kehilangan koordinasi dan
keseimbangan, sakit kepala yang berat dengan penyebab yang tidak
diketahui, dan kehilangan kesadaran atau pingsan.
Tanda dan gejala yang terjadi tergantung pada bagian otak yang
mengalami kerusakan dan seberapa parah kerusakannya itu terjadi. Serangan
stroke dapat terjadi secara mendadak pada beberapa pasien tanpa diduga
sebelumnya. Stroke bisa terjadi ketika pasien dalam kondisi tidur dan
gejalanya baru dapt diketahui ketika bangun.
Gejala yang dimiliki pasien tergantung pada bagian otak mana yang
rusak. Tanda dan gejala yang umumnya terjadi pada stroke atau TIA yaitu
wajah, lengan, dan kaki dari salah satu sisi tubuh mengalami kelemahan dan
atau kaku atau mati rasa, kesulitan berbicara, masalah pada penglihatan baik
pada satu ataupun kedua mata, mengalami pusing berat secara tiba-tiba dan
kehilangan keseimbangan, sakit kepala yang sangat parah, bertambah
mengantuk dengan kemungkinan kehilangan kesadaran, dan kebingungan
(Silva, et al., 2014).
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang penting untuk mendiagnosis secara tepat stroke
dan subtipenya, untuk menidentifikasi penyebaba utamanya dan penyakit
terkait lain, untuk menentukan terapi dan strategi pengelolaan terbaik, serta
untuk memantau kemajuan pengobatan. Pemeriksaan yang dilakukan akan
berbeda dari pasien ke pasien.
a. CT dan MRI
Pemeriksaan paling penting untuk mendiagnosis subtipe dari sroke
adalah Computerised Topography (CT) dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) pada kepala. Mesin CT dan MRI masing-masing
merekam citra sinar X atau resonansi magnet. Setiap citra individual
memperlihatkan irisan melintang otak, mengungkapkan daerah
abnormal yang ada di dalamnya. Pada CT, pasien diberi sinar X dalam
dosis sangat rendah yang digunakan menembus kepala. Sinar X yang
digunakan serupa dengan pada pemeriksaan dada, tetapi dengan
panjang ke radiasi yang jauh lebih rendah. Pemeriksaan memerlukan
waktu 15 – 20 menit, tidak nyeri, dan menimbulkan resiko radiasi
minimal keculi pada wanita hamil. CT sangat handal mendeteksi
perdarahan intrakranium, tetapi kurang peka untuk mendeteksi stroke
iskemik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT dapat memberi
hasil negatif-semu (yaitu, tidak memperlihatkan adanya kerusakan)
hingga separuh dari semua kasus stroke iskemik. Mesin MRI
menggunakan medan magnetik kuat untuk menghasilkan dan mengukur
interaksi antara gelombang-gelombang magnet dan nukleus di atom
yang bersangkutan (misalnya nukleus Hidrogen) di dalam jaringan
kepala. Pemindaian dengan MRI biasanya berlangsung sekitar 30
menit. Alat ini tidak dapat digunakan jika terdapat alat pacu jantung
atau alat logam lainnya di dalam tubuh. Selain itu, orang bertubuh besar
mungkin tidak dapat masuk ke dalam mesin MRI, sementara sebagian
lagi merasakan ketakutan dalam ruangan tertutup dan tidak tahan
menjalani prosedur meski sudah mendapat obat penenang. Pemeriksaan
MRI aman, tidak invasif, dan tidak menimbulkan nyeri. MRI lebih
sensitif dibandingkan CT dalam mendeteksi stroke iskemik, bahkan pad
stadium dini. Alat ini kurang peka dibandingkan CT dalam mendeteksi
perdarahan intrakranium ringan.
b. Ultrasonografi
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan menggunakan gelombang
suara untuk menciptakan citra. Pendaian ini digunakan untuk mencari
kemungkinan penyempitan arteri atau pembekuan di arteri utama.
Prosedur ini aman, tidak menimbulkan nyeri, dan relatif cepat (sekitar
20-30 menit).
c. Angiografi otak
Angiografi otak adalah penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam
citra sinar-X kedalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X
kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di kepala
dan leher. Angiografi otak menghasilkan gambar paling akurat
mengenai arteri dan vena dan digunakan untuk mencari penyempitan
atau perubahan patologis lain, misalnya aneurisma. Namun, tindakan ini
memiliki resiko kematian pada satu dari setiap 200 orang yang
diperiksa.
d. Fungsi lumbal
Fungsi lumbal kadang dilakukan jika diagnosa stroke belum jelas.
Sebagai contoh, tindakan ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan
infeksi susunan saraf pusat serta cara ini juga dilakukan untuk
mendiagnosa perdarahan subaraknoid. Prosedur ini memerlukan waktu
sekitar 10-20 menit dan dilakukan di bawah pembiusan lokal.
e. EKG
EKG digunakan untuk mencari tanda-tanda kelainan irama jantung atau
penyakit jantung sebagai kemungkinan penyebab stroke. Prosedur EKG
biasanya membutuhkan waktu hanya beberapa menit serta aman dan
tidak menimbulkan nyeri.
f. Foto toraks
Foto sinar-X toraks adalah proses standar yang digunakan untuk
mencari kelainan dada, termasuk penyakit jantung dan paru. Bagi
pasien stroke, cara ini juga dapat memberikan petunjuk mengenai
penyebab setiap perburukan keadaan pasien. Prosedur ini cepat dan
tidak menimbulkan nyeri, tetapi memerlukan kehati-hatian khusus
untuk melindungi pasien dari pajanan radiasi yang tidak diperlukan
(Feigin, 2009).
g. Pemeriksaan darah dan urine
Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin untuk mendeteksi penyebab
stroke dan untuk menyingkirkan penyakit lain yang mirip stroke.
Pemeriksaan yang direkomendasikan:
1. Hitung darah lengkap untuk melihat penyebab stroke seperti
trombositosis, trombositopenia, polisitemia, anemia (termasuk
sikle cell disease).
2. Laju endap darah untuk medeteksi terjadinya giant cell arteritis
atau vaskulitis lainnya.
3. Serologi untuk sifilis.
4. Glukosa darah untuk melihat DM, hipoglikemia, atau
hiperglikemia.
5. Lipid serum untuk melihat faktor risiko stroke (Greenberg, 2002).
Analisis urine mencakup penghitungan sel dan kimia urine untuk
mengidentifikasi infeksi dan penyakit ginjal (Feigin, 2009).
8. PENATALAKSANAAN STROKE
a) Penatalaksanaan umum
Penatalaksanaan umum yaitu berupa tindakan darurat sambil
berusaha mencari penyebab dan penatalaksanaan yang sesuai dengan
penyebab. Penatalaksanaan umum ini meliputi memperbaiki jalan napas
dan mempertahankan ventilasi, menenangkan pasien, menaikkan atau
elevasi kepala pasien 30º yang bermanfaat untuk memperbaiki drainase
vena, perfusi serebral dan menurunkan tekanan intrakranial, atasi syok,
mengontrol tekanan rerata arterial, pengaturan cairan dan elektroklit,
monitor tanda-tanda vital, monitor tekanan tinggi intrakranial, dan
melakukan pemeriksaan pencitraan menggunakan Computerized
Tomography untuk mendapatkan gambaran lesi dan pilihan pengobatan
(Affandi & Reggy, 2016).
Berdasarkan Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI) (2011) penatalaksanaan umum lainnya yang dilakukan
pada pasien stroke yaitu meliputi pemeriksaan fisik umum,
pengendalian kejang, pengendalian suhu tubuh, dan melakukan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu berupa
pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan jantung, dan neurologi.
Pengendalian kejang pada pasien stroke dilakukan dengan memberikan
diazepam dan antikonvulsan profilaksi pada stroke perdarahan
intraserebral, dan untuk pengendalian suhu dilakukan pada pasien
stroke yang disertai dengan demam. Pemeriksaan penunjang untuk
pasien stroke yaitu terdiri dari elektrokardiogram, laboratorium (kimia
darah, kadar gula darah, analisis urin, gas darah, dan lain-lain), dan
pemeriksaan radiologi seperti foto rontgen dada dan CT Scan.
b) Terapi farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi yang bisa dilakukan untuk pasien
stroke yaitu pemberian cairan hipertonis jika terjadi peninggian tekanan
intra kranial akut tanpa kerusakan sawar darah otak (Blood-brain
Barrier), diuretika (asetazolamid atau furosemid) yang akan menekan
produksi cairan serebrospinal, dan steroid (deksametason, prednison,
dan metilprednisolon) yang dikatakan dapat mengurangi produksi
cairan serebrospinal dan mempunyai efek langsung pada sel endotel
(Affandi dan Reggy, 2016). Pilihan pengobatan stroke dengan
menggunakan obat yang biasa direkomendasi untuk penderita stroke
iskemik yaitu tissue plasminogen activator (tPA) yang diberikan
melalui intravena. Fungsi tPA ini yaitu melarutkan bekuan darah dan
meningkatkan aliran darah ke bagian otak yang kekurangan aliran darah
(National Stroke Association, 2016).
Penatalaksanaan farmakologi lainnnya yang dapat digunakan untuk
pasien stroke yaitu aspirin. Pemberian aspirin telah menunjukkan dapat
menurunkan risiko terjadinya early recurrent ischemic stroke (stroke
iskemik berulang), tidak adanya risiko utama dari komplikasi
hemoragik awal, dan meningkatkan hasil terapi jangka panjang (sampai
dengan 6 bulan tindakan lanjutan). Pemberian aspirin harus diberikan
paling cepat 24 jam setelah terapi trombolitik. Pasien yang tidak
menerima trombolisis, penggunaan aspirin harus dimulai dengan segera
dalam 48 jam dari onset gejala (National Medicines Information Centre,
2011).
c) Tindakan bedah
Penatalaksanaan stroke yang bisa dilakukan yaitu dengan
pengobatan pembedahan yang tujuan utamanya yaitu memperbaiki
aliran darah serebri contohnya endosterektomi karotis (membentuk
kembali arteri karotis), revaskularisasi, dan ligasi arteri karotis komunis
di leher khususnya pada aneurisma (Muttaqin, 2008). Prosedur carotid
endarterectomy/ endosterektomi karotis pada semua pasien harus
dilakukan segera ketika kondisi pasien stabil dan sesuai untuk
dilakukannya proses pembedahan. Waktu ideal dilakukan tindakan
pembedahan ini yaitu dalam waktu dua minggu dari kejadian (Scottich
Intercollegiate Guidelines Network, 2008).
Tindakan bedah lainnya yaitu decompressive surgery. Tindakan ini
dilakukan untuk menghilangkan haematoma dan meringankan atau
menurunkan tekanan intra kranial. Tindakan ini menunjukkan
peningkatan hasil pada beberapa kasus, terutama untuk stroke pada
lokasi tertentu (contohnya cerebellum) dan atau pada pasien stroke yang
lebih muda (< 60 tahun) (National Medicines Information Centre,
2011).
STROKE
Suplai O2 ↓
MK : Gangguan Perfusi
Infark jaringan Jaringan Serebral
1. PENGKAJIAN STROKE
FOKUS PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat,
pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian
diambil.
2. Keluhan utama
Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi,
tidak responsif, dan koma.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat –
obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat – obat adiktif,
kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan
klien, seperti pemakaian antihipertensi, antilipidemia, penghambat
beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan
penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan
data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.
6. Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
1) Bernafas
Pasien dapat mengalami sesak, pola nafas tidak efektif.
2) Nutrisi
Mengalami kelemahan otot pengunyah sehingga pasien tidak dapat
mengunyah makanan keras bahkan dipasang NGT.
3) Eliminasi
Terjadi kelemahan otot panggul dan springter pada anus sehingga dapat
menyebabkan pasien mengalami konstipasi.
4) Aktivitas
Terjadi gangguan mobilitas akibat hemiparesis pada satu sisi anggota
gerak. Disarankan bed rest total.
5) Istirahat
Pasien istirahat dengan normal.
6) Pengaturan Suhu
Suhu tubuh pasien biasanya dalam batas normal.
7) Kebersihan/Hygiene
Pasien tidak dapat melakukan personal hygiene secara mandiri akibat
kelemahan yang dialami.
8) Rasa aman
Pasien dan keluarga biasanya merasa khawatir terhadap perubahan yang
terjadi seperti keemahan anggota gerak, gangguan berbicara dll.
9) Rasa Nyaman
Kadang pasien akan mengalami nyeri hebat pada bagian kepala yang
mengakibatkan pasien tidak nyaman serta merasa kepala berputar.
10) Sosial
Terjadi gangguan pada pasien saat berkomunikasi pada orang
disekitarnya.
11) Pengetahuan/Belajar
Kebanyakan pasien tidak mengetahui penyakit yang dialaminya serta
apa pemicu munculnya stroke tersebut.
12) Rekreasi
Pasien tidak dapat bangun dari tempat tidur atau pun keluar rumah
karena disarankan bed rest total.
7. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Mengalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia.
Tanda – tanda vital : TD meningkat, nadi bervariasi.
2) Sistem integument
Tidak tampak ikterus, permukaan kulit kering, tekstur kasar, perubahan
warna kulit; muka tampak pucat.
3) Kepala
Normo cephalic, simetris, biasanya terdapat nyeri kepala/sakit kepala.
4) Muka
Asimetris, otot muka dan rahang kekuatan lemah.
5) Mata
Alis mata, kelopak mata normal, konjuktiva anemis (+/+), pupil isokor,
sclera ikterus (-/ -), reflek cahaya positif. Tajam penglihatan tidak dapat
dievalusai,mata tampak cowong.
6) Telinga
Secret, serumen, benda asing, membran timpani dalam batas normal
7) Hidung
Deformitas, mukosa, secret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasan cuping
hidung tidak ada.
5. Defisit perawatan diri Tujuan : setelah dilakukan Dukungan Perawatan Diri Dukungan Perawatan Diri
tindakan keperawatan selama O: 1. Membantu dalam
…x24 jam kebutuhan 1) Tentukan kemampuan mengantisipasi
perawatan diri klien terpenuhi. dan tingkat kekurangan merencanakan
Kriteria Hasil : dalam melakukan pemenuhan kebutuhan
1) Klien dapat melakukan perawatan diri. secara individual.
aktivitas perawatan diri N: 2. Meningkatkan harga
sesuai kemampuan. 2) Beri motivasi kepada diri dan semangat untuk
2) Klien dapat klien untuk tetap berusaha terus-menerus.
mengidentifikasikan melakukan aktivitas 3. Memenuhi kebutuhan
komunitas untuk sesuai kemampuan. perawatan diri klien dan
memberikan bantuan 3) Berikan bantuan menghindari sifat
sesuai kebutuhan. perawatan diri sesuai bergantung kepada
kebutuhan. perawat.
4) Berikan umpan balik 4. Meningkatkan
positif untuk setiap usaha kemandirian dan
yang dilakukannya. mendorong klien
E: berusaha secara
5) Ajarkan keluarga dalam berkelanjutan.
membantu perawatan diri 5. Meningkatkan
klien kemampuan keluarga
C: dalam membantu
- perawatan diri klien
6. Resiko gangguan Tujuan : setelah dilakukan Perawatan Integritas Kulit Perawatan Integritas Kulit
integritas kulit tindakan keperawatan selama O: 1. U
…x24 jam diharapkan klien 1. Identifikasi penyebab ntuk mengetahui
mampu mempertahankan resiko gangguan penyebab timbulnya
keutuhan kulit. integritas kulit gangguan integritas kulit
Kriteria hasil : 2. Observasi terhadap 2. H
1) Tidak ada tanda-tanda eritema dan kepucatan angat dan pelunakan
kemerahan atau luka. dan palpasi area sekitar adalah tanda kerusakan
terhadap kehangatan dan jaringan.
pelunakan jaringan tiap 3. M
merubah posisi. eningkatkan aliran darah
N: ke semua daerah.
3. Anjurkan untuk
melakukan latihan ROM 4. M
jika mungkin. enghindari tekanan dan
4. Ubah posisi tiap 2 jam meningkatkan aliran
5. Gunakan bantal air atau darah.
pengganjal yang lunak 5. M
di bawah daerah yang enghindari tekanan yang
menonjol. berlebih pada daerah yang
6. Jaga kebersihan kulit menonjol.
dan seminimal mungkin 6. M
hindari trauma, panas empertahankan keutuhan
terhadap kulit. kulit.
7. Berikan minyak pada 7. M
daerah kulit yang kering eminimalkan terjadinya
dan tertekan luka pada kulit
E: 8. M
8. Anjurkan kepada emberitahu keluarga titik-
keluarga untuk titik kulit yang beresiko
mengoleskan minyak mengalami gangguan
pada daerah kulit yang integritas kulit
kering dan memiliki
tekanan yang banyak
C:
-
7. Gangguan eliminasi Tujuan : setelah dilakukan Manajemen Eliminasi Urine Manajemen Eliminasi Urine
urine (incontinensia tindakan keperawatan selama O: 1. Untuk mengetahui apakah
urine) …x24 jam diharapkan klien 1. Identifikasi tanda dan klien mengalami
mampu mengontrol eliminasi gejala inkontinensia urine inkontinensia urine
urine. 2. Monitor eliminasi urine 2. Untuk mengetahui
Kriteria hasil : 3. Catat waktu-waktu dan pengeluaran urine
1. kandung kemih kosong haluan berkemih 3. Mendokumentasikan
secara penuh N: haluan berkemih
2. Tidak ada residu urine 4. Batasi asupan cairan, jika 4. Meminimalkan
>100-200 cc perlu pengeluaran urine
3. Intake cairan dalam 5. Lakukan perawatan 5. Mencegak infeksi saluran
rentang normal kateter bila klien kemih
4. Bebas dari ISK terpasang kateter 6. Keluarga mengetahui
5. Tidak ada spasme bladder, E : tanda dan gejala adanya
Balance cairan seimbang 6. Ajarkan keluarga infeksi pada saluran kemih
1. mengenai tanda dan gejala klien
infeksi saluran kemih 7. Membantu memudahkan
C: eliminasi urine pada klien
7. Kolaborasi dalam
pemasangan kateter
8. Risiko jatuh Tujuan : setelah dilakukan Pencegahan Jatuh Pencegahan Jatuh
tindakan keperawatan selama O: 1. Mengetahui penyebab
…x24 jam diharapkan klien 1. Identifikasi faktor resiko jatuh
mampu meminimalkan resiko resiko jatuh 2. Mengetahui factor
jatuh. 2. Identifikasi factor lingkungan yang
Kriteria hasil : lingkungan yang meningkatkan resiko jatuh
1. Keseimbangan meningkatkan resiko 3. Mencegah pergesaran
4. Gerakan terkoordinasi : jatuh tempat tidur yang tidak
kemampuan otot untuk N: diinginkan
bekerja sama secara 3. Pastikan roda tempat 4. Mencegah klien yang
volunteer tidur dan kursi roda mengalami penurunan
5. Prilaku pencegahan jatuh terkunci kesadarn jatuh dari tempat
6. Tidak ada kejadian jatuh 4. Pasang handrail tidur
tempat tidur 5. Meminimalkan cidera bila
5. Atur tempat tidur pasien jatuh dari tempat
mekanis pada posisi tidur
terendah 6. Memudahkan memantau
6. Tempatkan pasien keadaan pasien
dengan resiko jatuh 7. Memudahkan pasien untuk
dekat dengan meminta bantuan
pantauan perawat dari 8. Pasien mengetahui cara
nurse station fungsi bel yang ada
7. Dekatkan bel
pemanggil dalam
jangkauan pasien
E:
8. Ajarkan cara
menggunakan bel
pemanggil untuk
memanggil perawat
C:
-
9. Resiko tinggi Tujuan : setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
ketidakefektifan pola tindakan keperawatan selama O: 1. Mengetahui ada tidaknya
nafas …x24 jam diharapkan pola 1. Observasi pola dan ketidakefektifan pola
nafas efektif. frekuensi nafas napas
Kriteria hasil : 2. Auskultasi suara nafas 2. Mengetahui adanya
1) Klien tidak sesak nafas. N: kelainan suara nafas
2) Tidak terdapat suara nafas 3. Pertahankan kepatenan 3. Untuk memastikan ada
tambahan. jalan napas hambatan jalan napas atau
3) RR dalam rentang normal 4. Ubah posisi tiap 2 jam tidak
(16-20 x/menit) sekali 4. Perubahan posisi dapat
E: melancarkan saluran nafas
5. Berikan penjelasan 5. Klien dan keluarga
kepada klien dan keluarga berpartisipasi dalam
sebab ketidakefektifan mencegah ketidakefektifan
pola nafas pola nafas
6. Mempertahankan
C: kepatenan pola nafas
6. Kolaborasi dalam
pemberian terapi oksigen
4. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah di susun pada tahap perencanaan. Ukuran intervensi
keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan,
pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-
keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul
dikemudian hari. Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan
agar sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai
kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan
interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi.
5. EVALUASI
Menurut Wilkinson (2007), secara umum evaluasi diartikan sebagai
prosesyang disengaja dan sistematik dimana penilaian dibuat mengenai
kualitas, nilaiatau kelayakan dari sesuai dengan membandingkan pada
kriteria yangdiidentifikasi atau standar sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, I.G. & Reggy, P. (2016). Pengelolaan Tekanan Tinggi Intrakranial pada
Stroke. CDK-238. Vol. 43, No. 3 (Hlm. 180-184).
Brainin, M., & Wolf-Dieter, H. (2010). Textbook of Stroke Medicine. New York:
Cambridge University Press.
Wardhani, I.O., & Santi M. (2015). Hubungan Antara Karakteristik Pasien Stroke
dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Menjalani Rehabilitasi. Jurnal
Berkala Epidemiologi. Vol. 3, No. 1 ( Hlm. 24-34)