Anda di halaman 1dari 38

TUGAS PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA


STROKE

Laporan Ini Di Buat Untuk Memenuhi Mata Ajar Praktik Keperawatan Medikal
Bedah

Oleh :

1. I Kadek Dharma Putra (17C10168) 17. Ni Wayan Devi Mawardani (17C10185)


2. Ni Ketut Ariasih (17C10169) 18. Ni Kadek Prita Dewi Utami (17C10186)
3. Kadek Deta Andri Riady (17C10171) 19. Ni Putu Linda Andini (17C10187)
4. Ni Made Sri Purnami (17C10172) 20. Ni Luh Putu Novia Purnama Dewi (17C10188)
5. Ni Luh Putu Devi Wardani (17C10173) 21. Ni Luh Putu Sandra Dewi (17C10189)
6. Ni Made Monika Tari (17C10174) 22. I Dewa Ayu Eka Candra Astutisari (17C10190)
23. Nyoman Indah Dwi Pratywi (17C10191)
7. Gst Ayu Made Kartika Asri Utari (17C10175)
24. I Made Agus Suryawan Putra (17C10192)
8. Gek Ayu Putu Diah Sulasih (17C10176)
25. Ni Luh Putu Ika Wiyastini (17C10193)
9. Ni Putu Ayu Wahyuni Karang (17C10177) 26. I Gede Kama Budiantara Ditha (17C10194)
10. Ni Putu Mia Pradina Sari (17C10178) 27. Indah Novita Anggreni (17C10195)
11.Mahda Ariadi (17C10179) 28. Ni Komang Kresniari (17C10196)
12.Ni Made Anugrah Indah Lestari (17C10180) 29. Ni Made Setyaningsih (17C10197)
13.Ni Luh Piyantari (17C10181) 30. Ni Kadek Ayu Lestari (17C10198)
14.A.A Gde Wahyu Sparsayoga (17C10182) 31. Putu Jenirian Brahmawido Sari (17C10199)
15.I Dewa Ayu Agung Yuli Paramita (17C10183) 32. Ayu Dian Permata Dewi (17C10116)
16.Gusti Ayu Della Clarisa (17C10184)

SARJANA KEPERAWATAN TK. 3 C


ISTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2020
A. TINJAUAN TEORI
1. DEFENISI STROKE
Stroke dapat diartikan sebagai ditemukannya manifestasi klinik
dan gejala terjadinya gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh yang
berkembang secara cepat selama 24 jam atau lebih akibat adanya
gangguan peredaran darah di otak (Brainin & Wolf-Dieter, 2010).
Definisi Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi
secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam
beberapa jam) dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global
yang berlangsung lebih dari 24 jam, disebabkan oleh terhambatnya aliran
darah ke otak karena perdarahan (stroke hemoragik) ataupun sumbatan
(stroke iskemik) dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena,
yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian
(Junaidi, 2011).
Stroke juga biasa disebut dengan brain attack atau serangan otak,
yaitu terjadi ketika bagian otak rusak karena kekurangan suplai darah pada
bagian otak tersebut. Oksigen dan nutrisi tidak adekuat yang dibawa oleh
pembuluh darah menyebabkan sel otak (neuron) mati dan koneksi atau
hubungan antar neuron (sinaps) menjadi hilang (Silva, et al., 2014).
Stroke merupakan penyakit cerebrovascular yang terjadi karena
adanya gangguan fungsi otak yang berhubungan dengan penyakit
pembuluh darah yang mensuplai darah ke otak (Wardhani & Santi,
2015).

Stroke adalah kondisi penurunan aliran darah ke otak baik


disebabkan oleh penyumbatan maupun pecahnya pembuluh darah di otak
Berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan sel-sel otak
Kerusakan sel-sel otak menimbulkan berbagai gejala seperti kelumpuhan
atau kelemahan pada sebagian tubuh yang terjadi secara tiba-tiba,
gangguan komunikasi, wajah tidak sembang kesulitan menelan, serta
gangguan keseimbangan (Dharma, 2018).
2. ETIOLOGI STROKE
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.
Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.
Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah
trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan
thrombosis otak:
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat
suatu penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah
seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin,
2007).
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh
darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
a) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah.
b) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
c) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus).
d) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma
kemudian robek dan terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah
otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya
emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung
cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa
keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
a) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart
Desease (RHD).
b) Myokard infark
c) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan
kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan
mengeluarkan embolus-embolus kecil.
d) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
2. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan
dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi.
Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan
darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga
otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark
otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum
adalah:
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
4. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia
setempat adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
3. PATOFISIOLOGIS STROKE
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak
dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/
cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari
flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana
aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak
yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti disekitar area. Areaedema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena
thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi
pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada
dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika
sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan
dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan
cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro
vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang
otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus
perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka
waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan
mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase
otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik
akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah
yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume
darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan
dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan
serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan
kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah
berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)
4. KLASIFIKASI STROKE

Stroke dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu:


a. Stroke Iskemik
Stroke Iskemik didefinisikan sebagai suatu sindrom yang
berkembang pesat dengan onset yang tiba-tiba atau akut, yang dikaitkan
dengan defisit neurologi non-epilepsi dengan batas gumpalan infark
yang jelas pada jaringan otak di dalam area pembuluh darah yang
berlainan. Stroke iskemik berkembang melalui beberapa mekanisme
yaitu karena atherosclerosis, kardioemboli, dan oklusi pada pembuluh
darah kecil atau biasa dikenal dengan sebagai lacunar stroke (Williams,
et al., 2010).
Stroke iskemik mendominasi terjadinya stroke yaitu sekitar 80%.
Stroke iskemik terjadi karena terganggunya suplai darah ke otak yang
biasanya disebabkan karena adanya sumbatan pembuluh darah arteri
yang menuju otak. Stroke iskemik ini dapat dibagi menjadi dua tipe
utama, yaitu trombotik dan embolik. Stroke trombotik terjadi ketika
arteri tersumbat oleh pembentukan bekuan darah di dalamnya. Arteri
kemungkinan sudah rusak dikarenakan oleh endapan kolesterol
(atherosclerosis). Penyumbatan total kemungkinan selanjutnya terjadi
dikarenakan diikuti penggumpalan sel darah (trombosit) atau zat
lainnya yang biasa ditemukan di dalam darah. Stroke embolik yang juga
merupakan tipe stroke iskemik yang kedua juga disebabkan oleh
gumpalan dalam arteri, tetapi dalam kasus ini bekuan atau embolus
terbentuk di tempat lain selain di otak itu sendiri. Bahan-bahan ini bisa
menjadi bekuan darah (misal dari jantung) atau dari lemak (misal dari
arteri lain di leher – penyakit arteri karotis) (Silva, et al., 2014).
b. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik jarang terjadi dan dapat dibagi menjadi dua
kategori, yaitu Intracerebral Hemorrhage (ICH) dan Subarachnoid
Hemorrhage (SAH). ICH terjadi karena adanya perdarahan di dalam
otak dan biasanya sering terjadi karena tekanan darah tinggi.
Peningkatan tekanan yang tiba-tiba di dalam otak akibat perdarahan
mengakibatkan terjadinya kerusakan pada sel-sel otak yang dikelilingi
oleh pembuluh darah. SAH merupakan jenis stroke hemoragik yang
terjadi karena adanya perdarahan dibagian antara otak dan jaringan
yang melindungi otak, atau biasa disebut dengan area subarachnoid.
Penyebab SAH antara lain bisa karena malformasi arteri vena,
gangguang perdarahan, cedera kepala, pengencer darah, dan pecahnya
aneurisma. Pecahnya aneurisma menjadi penyebab SAH yang sering
terjadi (National Stroke Association, 2016).
Aneurisma yang pecah pada SAH berasal dari pembuluh darah
sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim
otak. Arteri yang pecah dan keluar ke ruang subarachnoid akan
menyebabkan tekanan intra kranial meningkat mendadak yang dapat
mengakibatkan meregangnya struktur peka nyeri sehingga timbul nyeri
kepala hebat. Peningkatan tekanan intra kranial juga mengakibatkan
terjadinya vasospasme pembuluh darah serebral yang dapat
menyebabkan terjadinya disfungsi otak global (penurunan kesadaran,
sakit kepala) maupun fokal (hemiparesis, gangguan hemisensorik,
afasia, dan lain-lain) (Muttaqin, 2008).
Selain dari dua klasifikasi di atas, terdapat jenis stroke lain yaitu
Transient Ischemic Attacks (TIA). TIA yang biasa disebut dengan mini
strokes merupakan gangguan neurologis lokal yang terjadi selama
beberapa menit sampai beberapa jam saja dan gejala yang timbul akan
hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam
(Muttaqin, 2008). Kondisi yang terjadi pada TIA yaitu dimana bagian
otak mengalami kehilangan fungsinya sementara atau temporer
dikarenakan adanya gangguan singkat pada aliran darah otak lokal,
berlangsung kurang dari 24 jam. Pencegahan stroke sangat krusial atau
penting sekali untuk yang terkena TIA meskipun tidak menimbulkan
kecacatan yang permanen tetapi hal ini merupakan sebuah tanda
peringatan yang sangat dari stroke yang akan datang (Silva, et al.,
2014).

5. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko stroke dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi merupakan faktor yang
berupa karakteristik atau sifat pada seseorang yang dapat meningkatkan
kemungkinan berkembangnya suatu penyakit tertentu. Faktor risiko
stroke yang tidak dapat dimodifikasi yaitu faktor yang berupa
karakteristik atau sifat pasien yang tidak dapat diubah. Contoh dari faktor
ini yaitu usia, jenis kelamin, berat badan lahir rendah, ras, suku, dan
faktor genetik (Williams, et al., 2010).
b. Faktor yang dapat dimodifikasi
Faktor yang dapat dimodifikasi terdiri dari tingkatan pertama dan
kedua. Tingkat pertama faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi,
diurutkan dari tingkat banyaknya kejadian yaitu hipertensi, diabetes
mellitus, merokok, fibrilasi atrium dan disfungsi ventrikel kiri. Tingkatan
kedua yaitu terdiri dari kolesterol, hiperlipidemia, asimtomatik karotid
stenosis, sickle cell disease, terapi hormon esterogen, diet, obesitas,
alkohol, migrain, dan hiperkoagulasi. Kebanyakan dari faktor risiko yang
tingkatan kedua ini, memiliki hubungan dengan pengembangan faktor
risiko tingkat pertama, misalnya obesitas merupakan faktor risiko untuk
terjadinya hipertensi dan diabetes (Williams, et al., 2010).
Faktor risiko yang umumnya menyebabkan stroke yaitu tekanan
darah tinggi (hipertensi). Tekanan darah tidak boleh melebihi 140/90
mmHg. Tekanan darah yang tinggi akan menyebabkan tingginya tekanan
di dinding arteri sehingga bisa menyebabkan bocornya arteri otak,
bahkan ruptur pada arteri otak yang akan mengakibatkan terjadinya
stroke hemoragik. Tekanan darah tinggi juga bisa menyebabkan stroke
iskemik yang dikarenakan oleh adanya atherosclerosis (Silva, et al.,
2014).

6. MANIFESTASI KLINIS
WHO (2016) menjelaskan bahwa gejala umum yang terjadi pada stroke
yaitu wajah, tangan atau kaki yang tiba-tiba kaku atau mati rasa dan lemah,
dan biasanya terjadi pada satu sisi tubuh saja. Gejala lainnya yaitu pusing,
kesulitan bicara atau mengerti perkataan, kesulitan melihat baik dengan satu
mata maupun kedua mata, sulit berjalan, kehilangan koordinasi dan
keseimbangan, sakit kepala yang berat dengan penyebab yang tidak
diketahui, dan kehilangan kesadaran atau pingsan.
Tanda dan gejala yang terjadi tergantung pada bagian otak yang
mengalami kerusakan dan seberapa parah kerusakannya itu terjadi. Serangan
stroke dapat terjadi secara mendadak pada beberapa pasien tanpa diduga
sebelumnya. Stroke bisa terjadi ketika pasien dalam kondisi tidur dan
gejalanya baru dapt diketahui ketika bangun.
Gejala yang dimiliki pasien tergantung pada bagian otak mana yang
rusak. Tanda dan gejala yang umumnya terjadi pada stroke atau TIA yaitu
wajah, lengan, dan kaki dari salah satu sisi tubuh mengalami kelemahan dan
atau kaku atau mati rasa, kesulitan berbicara, masalah pada penglihatan baik
pada satu ataupun kedua mata, mengalami pusing berat secara tiba-tiba dan
kehilangan keseimbangan, sakit kepala yang sangat parah, bertambah
mengantuk dengan kemungkinan kehilangan kesadaran, dan kebingungan
(Silva, et al., 2014).
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang penting untuk mendiagnosis secara tepat stroke
dan subtipenya, untuk menidentifikasi penyebaba utamanya dan penyakit
terkait lain, untuk menentukan terapi dan strategi pengelolaan terbaik, serta
untuk memantau kemajuan pengobatan. Pemeriksaan yang dilakukan akan
berbeda dari pasien ke pasien.
a. CT dan MRI
Pemeriksaan paling penting untuk mendiagnosis subtipe dari sroke
adalah Computerised Topography (CT) dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) pada kepala. Mesin CT dan MRI masing-masing
merekam citra sinar X atau resonansi magnet. Setiap citra individual
memperlihatkan irisan melintang otak, mengungkapkan daerah
abnormal yang ada di dalamnya. Pada CT, pasien diberi sinar X dalam
dosis sangat rendah yang digunakan menembus kepala. Sinar X yang
digunakan serupa dengan pada pemeriksaan dada, tetapi dengan
panjang ke radiasi yang jauh lebih rendah. Pemeriksaan memerlukan
waktu 15 – 20 menit, tidak nyeri, dan menimbulkan resiko radiasi
minimal keculi pada wanita hamil. CT sangat handal mendeteksi
perdarahan intrakranium, tetapi kurang peka untuk mendeteksi stroke
iskemik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT dapat memberi
hasil negatif-semu (yaitu, tidak memperlihatkan adanya kerusakan)
hingga separuh dari semua kasus stroke iskemik. Mesin MRI
menggunakan medan magnetik kuat untuk menghasilkan dan mengukur
interaksi antara gelombang-gelombang magnet dan nukleus di atom
yang bersangkutan (misalnya nukleus Hidrogen) di dalam jaringan
kepala. Pemindaian dengan MRI biasanya berlangsung sekitar 30
menit. Alat ini tidak dapat digunakan jika terdapat alat pacu jantung
atau alat logam lainnya di dalam tubuh. Selain itu, orang bertubuh besar
mungkin tidak dapat masuk ke dalam mesin MRI, sementara sebagian
lagi merasakan ketakutan dalam ruangan tertutup dan tidak tahan
menjalani prosedur meski sudah mendapat obat penenang. Pemeriksaan
MRI aman, tidak invasif, dan tidak menimbulkan nyeri. MRI lebih
sensitif dibandingkan CT dalam mendeteksi stroke iskemik, bahkan pad
stadium dini. Alat ini kurang peka dibandingkan CT dalam mendeteksi
perdarahan intrakranium ringan.
b. Ultrasonografi
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan menggunakan gelombang
suara untuk menciptakan citra. Pendaian ini digunakan untuk mencari
kemungkinan penyempitan arteri atau pembekuan di arteri utama.
Prosedur ini aman, tidak menimbulkan nyeri, dan relatif cepat (sekitar
20-30 menit).
c. Angiografi otak
Angiografi otak adalah penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam
citra sinar-X kedalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X
kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di kepala
dan leher. Angiografi otak menghasilkan gambar paling akurat
mengenai arteri dan vena dan digunakan untuk mencari penyempitan
atau perubahan patologis lain, misalnya aneurisma. Namun, tindakan ini
memiliki resiko kematian pada satu dari setiap 200 orang yang
diperiksa.
d. Fungsi lumbal
Fungsi lumbal kadang dilakukan jika diagnosa stroke belum jelas.
Sebagai contoh, tindakan ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan
infeksi susunan saraf pusat serta cara ini juga dilakukan untuk
mendiagnosa perdarahan subaraknoid. Prosedur ini memerlukan waktu
sekitar 10-20 menit dan dilakukan di bawah pembiusan lokal.
e. EKG
EKG digunakan untuk mencari tanda-tanda kelainan irama jantung atau
penyakit jantung sebagai kemungkinan penyebab stroke. Prosedur EKG
biasanya membutuhkan waktu hanya beberapa menit serta aman dan
tidak menimbulkan nyeri.

f. Foto toraks
Foto sinar-X toraks adalah proses standar yang digunakan untuk
mencari kelainan dada, termasuk penyakit jantung dan paru. Bagi
pasien stroke, cara ini juga dapat memberikan petunjuk mengenai
penyebab setiap perburukan keadaan pasien. Prosedur ini cepat dan
tidak menimbulkan nyeri, tetapi memerlukan kehati-hatian khusus
untuk melindungi pasien dari pajanan radiasi yang tidak diperlukan
(Feigin, 2009).
g. Pemeriksaan darah dan urine
Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin untuk mendeteksi penyebab
stroke dan untuk menyingkirkan penyakit lain yang mirip stroke.
Pemeriksaan yang direkomendasikan:
1. Hitung darah lengkap untuk melihat penyebab stroke seperti
trombositosis, trombositopenia, polisitemia, anemia (termasuk
sikle cell disease).
2. Laju endap darah untuk medeteksi terjadinya giant cell arteritis
atau vaskulitis lainnya.
3. Serologi untuk sifilis.
4. Glukosa darah untuk melihat DM, hipoglikemia, atau
hiperglikemia.
5. Lipid serum untuk melihat faktor risiko stroke (Greenberg, 2002).
Analisis urine mencakup penghitungan sel dan kimia urine untuk
mengidentifikasi infeksi dan penyakit ginjal (Feigin, 2009).
8. PENATALAKSANAAN STROKE
a) Penatalaksanaan umum
Penatalaksanaan umum yaitu berupa tindakan darurat sambil
berusaha mencari penyebab dan penatalaksanaan yang sesuai dengan
penyebab. Penatalaksanaan umum ini meliputi memperbaiki jalan napas
dan mempertahankan ventilasi, menenangkan pasien, menaikkan atau
elevasi kepala pasien 30º yang bermanfaat untuk memperbaiki drainase
vena, perfusi serebral dan menurunkan tekanan intrakranial, atasi syok,
mengontrol tekanan rerata arterial, pengaturan cairan dan elektroklit,
monitor tanda-tanda vital, monitor tekanan tinggi intrakranial, dan
melakukan pemeriksaan pencitraan menggunakan Computerized
Tomography untuk mendapatkan gambaran lesi dan pilihan pengobatan
(Affandi & Reggy, 2016).
Berdasarkan Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(PERDOSSI) (2011) penatalaksanaan umum lainnya yang dilakukan
pada pasien stroke yaitu meliputi pemeriksaan fisik umum,
pengendalian kejang, pengendalian suhu tubuh, dan melakukan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu berupa
pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan jantung, dan neurologi.
Pengendalian kejang pada pasien stroke dilakukan dengan memberikan
diazepam dan antikonvulsan profilaksi pada stroke perdarahan
intraserebral, dan untuk pengendalian suhu dilakukan pada pasien
stroke yang disertai dengan demam. Pemeriksaan penunjang untuk
pasien stroke yaitu terdiri dari elektrokardiogram, laboratorium (kimia
darah, kadar gula darah, analisis urin, gas darah, dan lain-lain), dan
pemeriksaan radiologi seperti foto rontgen dada dan CT Scan.
b) Terapi farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi yang bisa dilakukan untuk pasien
stroke yaitu pemberian cairan hipertonis jika terjadi peninggian tekanan
intra kranial akut tanpa kerusakan sawar darah otak (Blood-brain
Barrier), diuretika (asetazolamid atau furosemid) yang akan menekan
produksi cairan serebrospinal, dan steroid (deksametason, prednison,
dan metilprednisolon) yang dikatakan dapat mengurangi produksi
cairan serebrospinal dan mempunyai efek langsung pada sel endotel
(Affandi dan Reggy, 2016). Pilihan pengobatan stroke dengan
menggunakan obat yang biasa direkomendasi untuk penderita stroke
iskemik yaitu tissue plasminogen activator (tPA) yang diberikan
melalui intravena. Fungsi tPA ini yaitu melarutkan bekuan darah dan
meningkatkan aliran darah ke bagian otak yang kekurangan aliran darah
(National Stroke Association, 2016).
Penatalaksanaan farmakologi lainnnya yang dapat digunakan untuk
pasien stroke yaitu aspirin. Pemberian aspirin telah menunjukkan dapat
menurunkan risiko terjadinya early recurrent ischemic stroke (stroke
iskemik berulang), tidak adanya risiko utama dari komplikasi
hemoragik awal, dan meningkatkan hasil terapi jangka panjang (sampai
dengan 6 bulan tindakan lanjutan). Pemberian aspirin harus diberikan
paling cepat 24 jam setelah terapi trombolitik. Pasien yang tidak
menerima trombolisis, penggunaan aspirin harus dimulai dengan segera
dalam 48 jam dari onset gejala (National Medicines Information Centre,
2011).
c) Tindakan bedah
Penatalaksanaan stroke yang bisa dilakukan yaitu dengan
pengobatan pembedahan yang tujuan utamanya yaitu memperbaiki
aliran darah serebri contohnya endosterektomi karotis (membentuk
kembali arteri karotis), revaskularisasi, dan ligasi arteri karotis komunis
di leher khususnya pada aneurisma (Muttaqin, 2008). Prosedur carotid
endarterectomy/ endosterektomi karotis pada semua pasien harus
dilakukan segera ketika kondisi pasien stabil dan sesuai untuk
dilakukannya proses pembedahan. Waktu ideal dilakukan tindakan
pembedahan ini yaitu dalam waktu dua minggu dari kejadian (Scottich
Intercollegiate Guidelines Network, 2008).
Tindakan bedah lainnya yaitu decompressive surgery. Tindakan ini
dilakukan untuk menghilangkan haematoma dan meringankan atau
menurunkan tekanan intra kranial. Tindakan ini menunjukkan
peningkatan hasil pada beberapa kasus, terutama untuk stroke pada
lokasi tertentu (contohnya cerebellum) dan atau pada pasien stroke yang
lebih muda (< 60 tahun) (National Medicines Information Centre,
2011).

d) Penatalaksanaan medis lain


Penatalaksanaan medis lainnya menurut PERDOSSI (2011) terdiri
dari rehabilitasi, terapi psikologi jika pasien gelisah, pemantauan kadar
glukosa darah, pemberian anti muntah dan analgesik sesuai indikasi,
pemberian H2 antagonis jika ada indikasi perdarahan lambung,
mobilisasi bertahap ketika kondisi hemodinamik dan pernapasan stabil,
pengosongan kandung kemih yang penuh dengan katerisasi intermitten,
dan discharge planning. Tindakan lainnya untuk mengontrol peninggian
tekanan intra kranial dalam 24 jam pertama yaitu bisa dilakukan
tindakan hiperventilasi. Pasien stroke juga bisa dilakukan terapi
hiportermi yaitu melakukan penurunan suhu 30-34ºC. Terapi hipotermi
akan menurunkan tekanan darah dan metabolisme otak, mencegah dan
mengurangi edema otak, serta menurunkan tekanan intra kranial sampai
hampir 50%, tetapi hipotermi berisiko terjadinya aritmia dan fibrilasi
ventrikel bila suhu di bawah 30ºC, hiperviskositas, stress ulcer, dan
daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun (Affandi & Reggy, 2016).
e) Tindakan Keperawatan

Perawat merupakan salah satu dari tim multidisipliner yang


mempunyai peran penting dalam tindakan pengobatan pasien stroke
ketika dalam masa perawatan pasca stroke. Tujuan dari perawatan pasca
stroke sendiri yaitu untuk meningkatkan kemampuan fungsional pasien
yang dapat membantu pasien menjadi mandiri secepat mungkin, untuk
mencegah terjadinya komplikasi, untuk mencegah terjadinya stroke
berulang, dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Perawatan pasca
stroke berfokus kepada kebutuhan holistik dari pasien dan keluarga
yang meliputi perawatan fisik, psikologi, emosional, kognitif, spritual,
dan sosial. Perawat berperan memberikan pelayanan keperawatan pasca
stroke seperti mengkaji kebutuhan pasien dan keluarga untuk discharge
planning; menyediakan informasi dan latihan untuk keluarga terkait
perawatan pasien di rumah seperti manajemen dysphagia, manajemen
nutrisi, manajemen latihan dan gerak, dan manajemen pengendalian
diri; kemudian perawat juga memfasilitasi pasien dan keluarga untuk
mendapatkan pelayanan rehabilitasi; dan memberikan dukungan
emosional kepada pasien dan keluarga (Firmawati, 2015)
9. WOC STROKE Trombosis Hemoragik Hipoksia

STROKE

Suplai O2 ↓
MK : Gangguan Perfusi
Infark jaringan Jaringan Serebral

Gangguan Hemisensorik Brainstem Disfungsi Defisit


otak global neurologi
Disfagia Afasia Hemiparesis Depresi pusat
pernapasan Kesadaran↓ Kerusakan
Kerusakan Fungsi Bedrest Kelumpuhan Kemampuan ADL kontrol
menelan bicara↓ sebagian bagian dan perawatan diri↓ MK : Resiko saraf
MK : Resiko
tubuh Ketidakefektifan motorik
Jatuh
Pola Napas
Intake Mk : Gangguan MK : Defisit
nutrisi ↓ Komunikasi Perwatan Diri Kontrol
MK : Gangguan
Verbal
Mobilitas Fisik Sfingter ani↓

MK : Resiko Inkontinensia urin


Mk : Resiko Gangguan MK : Resiko
Gangguan
Nutrisi Kurang dari Keruskan
Eliminasi Urine
Kebutuhan Tubuh Integritas Kulit
B. TINJAUAN ASKEP

1. PENGKAJIAN STROKE
FOKUS PENGKAJIAN

1. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat,
pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian
diambil.
2. Keluhan utama
Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi latergi,
tidak responsif, dan koma.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat –
obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat – obat adiktif,
kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan
klien, seperti pemakaian antihipertensi, antilipidemia, penghambat
beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan
penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan
data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.
6. Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
1) Bernafas
Pasien dapat mengalami sesak, pola nafas tidak efektif.
2) Nutrisi
Mengalami kelemahan otot pengunyah sehingga pasien tidak dapat
mengunyah makanan keras bahkan dipasang NGT.
3) Eliminasi
Terjadi kelemahan otot panggul dan springter pada anus sehingga dapat
menyebabkan pasien mengalami konstipasi.
4) Aktivitas
Terjadi gangguan mobilitas akibat hemiparesis pada satu sisi anggota
gerak. Disarankan bed rest total.
5) Istirahat
Pasien istirahat dengan normal.
6) Pengaturan Suhu
Suhu tubuh pasien biasanya dalam batas normal.
7) Kebersihan/Hygiene
Pasien tidak dapat melakukan personal hygiene secara mandiri akibat
kelemahan yang dialami.
8) Rasa aman
Pasien dan keluarga biasanya merasa khawatir terhadap perubahan yang
terjadi seperti keemahan anggota gerak, gangguan berbicara dll.
9) Rasa Nyaman
Kadang pasien akan mengalami nyeri hebat pada bagian kepala yang
mengakibatkan pasien tidak nyaman serta merasa kepala berputar.
10) Sosial
Terjadi gangguan pada pasien saat berkomunikasi pada orang
disekitarnya.
11) Pengetahuan/Belajar
Kebanyakan pasien tidak mengetahui penyakit yang dialaminya serta
apa pemicu munculnya stroke tersebut.
12) Rekreasi
Pasien tidak dapat bangun dari tempat tidur atau pun keluar rumah
karena disarankan bed rest total.
7. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Mengalami penurunan kesadaran, suara bicara : kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/ afaksia.
Tanda – tanda vital : TD meningkat, nadi bervariasi.
2) Sistem integument
Tidak tampak ikterus, permukaan kulit kering, tekstur kasar, perubahan
warna kulit; muka tampak pucat.
3) Kepala
Normo cephalic, simetris, biasanya terdapat nyeri kepala/sakit kepala.
4) Muka
Asimetris, otot muka dan rahang kekuatan lemah.
5) Mata
Alis mata, kelopak mata normal, konjuktiva anemis (+/+), pupil isokor,
sclera ikterus (-/ -), reflek cahaya positif. Tajam penglihatan tidak dapat
dievalusai,mata tampak cowong.
6) Telinga
Secret, serumen, benda asing, membran timpani dalam batas normal
7) Hidung
Deformitas, mukosa, secret, bau, obstruksi tidak ada, pernafasan cuping
hidung tidak ada.

8) Mulut dan faring


Biasanya terpasang NGT
9) Leher
Simetris, kaku kuduk, tidak ada benjolan limphe nodul.
10) Thoraks
Gerakan dada simetris, retraksi supra sternal (-), retraksi intercoste (-),
perkusi resonan, rhonchi -/- pada basal paru, wheezing -/-, vocal
fremitus tidak teridentifikasi.
11) Jantung
Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas kanan ics
2 sternal kanan dan ics 5 mid axilla kanan, perkusi dullness. Bunyi S1
dan S2 tunggal; dalam batas normal, gallop(-), mumur (-). capillary
refill 2 detik .
12) Abdomen
Terjadi distensi abdomen, Bising usus menurun.
13) Genitalia-Anus
Pembengkakan pembuluh limfe tidak ada., tidak ada hemoroid,
terpasang kateter.
14) Ekstremitas
Akral hangat, kaji edema , kaji kekuatan otot , gerak yang tidak
disadari, atropi atau tidak, capillary refill, Perifer tampak pucat atau
tidak.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan aliran
darah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
c. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan kontrol otot
facial atau oral.
d. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan.
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi.
f. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
g. Gangguan eliminasi urine (incontinensia urine) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi.
h. Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kesadaran.
i. Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas b.d depresi pusat pernapasan.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO. DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL


KEPERAWATAN
1. Gangguan perfusi Tujuan : setelah diberikan Pemantauan TIK Pemantauan TIK
jaringan serebral asuhan keperawatan selama O: 1. Mengkaji adanya
…x24 jam diharapkan perfusi 1. Pantau/catat status kecenderungan pada
jaringan otak dapat tercapai neurologis secara teratur tingkat kesadaran.
secara optimal. dengan skala koma 2. Autoregulasi
Kriteria hasil : glascow mempertahankan aliran
1. Tingkat kesadaran 2. Pantau tanda-tanda vital darah otak yang konstan.
membaik terutama tekanan darah. 3. Aktivitas/ stimulasi yang
2. Tanda-tanda vital N: kontinu dapat
stabil 3. Pertahankan keadaan meningkatkan Tekanan
3. Tidak ada tanda-tanda tirah baring. Intra Kranial (TIK).
peningkatan tekanan 4. Letakkan kepala dengan 4. Menurunkan tekanan arteri
intrakranial. posisi agak ditinggikkan dengan meningkatkan
dan dalam posisi drainase dan meningkatkan
anatomis (netral). sirkulasi/ perfusi serebral.
E: 5. Agar keluarga mengetahui
5. Instruksikan keluarga apakah ada peningkatan
untuk mengobservasi tekanan intrakranial yang
kulit jika ada lesi atau dialami pasien
laserasi 6. Meningkatkan/
C: memperbaiki aliran darah
6. Berikan obat sesuai serebral dan selanjutnya
indikasi: contohnya dapat mencegah
antikoagulan (heparin) pembekuan.

2. Gangguan mobilitas Tujuan : setelah diberikan Dukungan Ambulasi Dukungan Ambulasi


fisik tindakan keperawatan …x24 O: 1. Mengidentifikasi
jam diharapkan mobilisasi 1. Kaji kemampuan klien kelemahan/ kekuatan dan
klien mengalami peningkatan dalam melakukan dapat memberikan
atau perbaikan. aktifitas informasi bagi pemulihan
Kriteria hasil : N: 2. Menurunkan resiko
1. Mempertahankan posisi 2. Ubah posisi minimal terjadinya trauma/ iskemia
yang optimal setiap 2 jam (telentang, jaringan.
2. Meningkatkan kekuatan miring) 3. Meminimalkan atrofi otot,
dan fungsi bagian tubuh 3. Mulailah melakukan meningkatkan sirkulasi,
yang terkena latihan rentang gerak membantu mencegah
3. Mendemonstrasikan aktif dan pasif pada kontraktur.
perilaku yang semua ekstremitas 4. Dapat berespons dengan
memungkinkan aktivitas. 4. Anjurkan pasien untuk baik jika daerah yang sakit
membantu pergerakan tidak menjadi lebih
dan latihan dengan terganggu.
menggunakan 5. Keluarga mengetahui
ekstremitas yang tidak pentingnya ambulasi untuk
sakit. mencegah kekakuan otot
E: dan sendi
5. Beritahu keluarga 6. Program khusus dapat
pentingnya ambulasi dikembangkan untuk
untuk pasien stroke menemukan kebutuhan
C: yang berarti/ menjaga
6. Konsultasikan dengan kekurangan tersebut dalam
ahli fisioterapi secara keseimbangan, koordinasi,
aktif, latihan resistif, dan dan kekuatan.
ambulasi pasien.
3. Gangguan komunikasi Tujuan : setelah diberikan Peningkatan Komunikasi : Peningkatan Komunikasi :
verbal tindakan selama …x24 jam Defisit Bicara Defisit Bicara
diharapkan kerusakan O: 1. Membantu menentukan
komunikasi verbal klien dapat 1. Kaji tipe/derajat daerah dan derajat
teratasi. disfungsi, seperti spontan kerusakan serebral yang
Kriteria Hasil : tidak tampak memahami terjadi.
1. Memperlihatkan suatu kata/mengalami 2. Mengidentifikasi adanya
peningkatan kemampuan kesulitan berbicara atau disatria sesuai komponen
berkomunikasi membuat pengertian motorik dari bicara
2. Mampu mengucapkan sendiri. (seperti lidah, gerakan
artikulasi kata. N: bibir, kontrol napas) yang
3. Mampu berbicara yang 2. Minta pasien untuk dapat mempengaruhi
koheren mengucapkan suara artikulasi dan mungkin
sederhana. juga tidak disertai afasia
4. Mampu menyusun kata- 3. Berikan metode alternatif motorik.
kata seperti menulis di papan 3. Memberikan komunikasi
tulis. tentang kebutuhan
E: berdasarakan keadaan
4. Jelaskan kepada keluarga defisit yang mendasarnya.
pentingnya melatih 4. Pentingnya keikutsertaan
komunikasi klien dengan keluarga dalam proses
sabar penyembuhan dan melatih
C: kesabaran keluarga dalam
5. Konsultasikan dengan komunikasi dengan klien
rujuk kepada ahli terapi 5. Mempercepat proses
wicara. penyembuhan.

4. Resiko gangguan Tujuan : setelah dilakukan Manajemen nutrisi Manajemen nutrisi


nutrisi kurang dari tindakan keperawatan selama O: 1. Untuk menentukan
kebutuhan tubuh …x24 jam diharapkan tidak 1) Tentukan kemampuan jenis makanan yang
terjadi gangguan nutrisi. klien dalam mengunyah, akan diberikan kepada
Kriteria hasil : menelan, dan reflex klien.
1. Turgor kulit baik. batuk. 2. Klien dapat
2. Tidak terjadi penurunan N: berkonsentrasi pada
berat badan. 2) Berikan makan dengan mekanisme makan
3. Tidak muntah. bertahap pada tanpa ada gangguan
lingkungan yang tenang dari luar.
3) Berikan makanan dalam 3. Menarik minat makan
penyajian masih hangat klien.
E: 4. Agar keluarga mampu
4) Ajarkan keluarga diet ikut serta dalam
yang diprogramkan memberikan program
untuk klien diet kepada klien
C: 5. Mungkin dibutuhkan
5) Kolaborasi dengan bila klien dalam
dokter untuk penurunan kesadaran.
memberikan makanan 6. Memenuhi kebutuhan
melalui selang. nutrisi klien.
6) Kolaborasi dengan ahli
gizi dalam pemberian
diet yang tepat.

5. Defisit perawatan diri Tujuan : setelah dilakukan Dukungan Perawatan Diri Dukungan Perawatan Diri
tindakan keperawatan selama O: 1. Membantu dalam
…x24 jam kebutuhan 1) Tentukan kemampuan mengantisipasi
perawatan diri klien terpenuhi. dan tingkat kekurangan merencanakan
Kriteria Hasil : dalam melakukan pemenuhan kebutuhan
1) Klien dapat melakukan perawatan diri. secara individual.
aktivitas perawatan diri N: 2. Meningkatkan harga
sesuai kemampuan. 2) Beri motivasi kepada diri dan semangat untuk
2) Klien dapat klien untuk tetap berusaha terus-menerus.
mengidentifikasikan melakukan aktivitas 3. Memenuhi kebutuhan
komunitas untuk sesuai kemampuan. perawatan diri klien dan
memberikan bantuan 3) Berikan bantuan menghindari sifat
sesuai kebutuhan. perawatan diri sesuai bergantung kepada
kebutuhan. perawat.
4) Berikan umpan balik 4. Meningkatkan
positif untuk setiap usaha kemandirian dan
yang dilakukannya. mendorong klien
E: berusaha secara
5) Ajarkan keluarga dalam berkelanjutan.
membantu perawatan diri 5. Meningkatkan
klien kemampuan keluarga
C: dalam membantu
- perawatan diri klien
6. Resiko gangguan Tujuan : setelah dilakukan Perawatan Integritas Kulit Perawatan Integritas Kulit
integritas kulit tindakan keperawatan selama O: 1. U
…x24 jam diharapkan klien 1. Identifikasi penyebab ntuk mengetahui
mampu mempertahankan resiko gangguan penyebab timbulnya
keutuhan kulit. integritas kulit gangguan integritas kulit
Kriteria hasil : 2. Observasi terhadap 2. H
1) Tidak ada tanda-tanda eritema dan kepucatan angat dan pelunakan
kemerahan atau luka. dan palpasi area sekitar adalah tanda kerusakan
terhadap kehangatan dan jaringan.
pelunakan jaringan tiap 3. M
merubah posisi. eningkatkan aliran darah
N: ke semua daerah.
3. Anjurkan untuk
melakukan latihan ROM 4. M
jika mungkin. enghindari tekanan dan
4. Ubah posisi tiap 2 jam meningkatkan aliran
5. Gunakan bantal air atau darah.
pengganjal yang lunak 5. M
di bawah daerah yang enghindari tekanan yang
menonjol. berlebih pada daerah yang
6. Jaga kebersihan kulit menonjol.
dan seminimal mungkin 6. M
hindari trauma, panas empertahankan keutuhan
terhadap kulit. kulit.
7. Berikan minyak pada 7. M
daerah kulit yang kering eminimalkan terjadinya
dan tertekan luka pada kulit
E: 8. M
8. Anjurkan kepada emberitahu keluarga titik-
keluarga untuk titik kulit yang beresiko
mengoleskan minyak mengalami gangguan
pada daerah kulit yang integritas kulit
kering dan memiliki
tekanan yang banyak
C:
-

7. Gangguan eliminasi Tujuan : setelah dilakukan Manajemen Eliminasi Urine Manajemen Eliminasi Urine
urine (incontinensia tindakan keperawatan selama O: 1. Untuk mengetahui apakah
urine) …x24 jam diharapkan klien 1. Identifikasi tanda dan klien mengalami
mampu mengontrol eliminasi gejala inkontinensia urine inkontinensia urine
urine. 2. Monitor eliminasi urine 2. Untuk mengetahui
Kriteria hasil : 3. Catat waktu-waktu dan pengeluaran urine
1. kandung kemih kosong haluan berkemih 3. Mendokumentasikan
secara penuh N: haluan berkemih
2. Tidak ada residu urine 4. Batasi asupan cairan, jika 4. Meminimalkan
>100-200 cc perlu pengeluaran urine
3. Intake cairan dalam 5. Lakukan perawatan 5. Mencegak infeksi saluran
rentang normal kateter bila klien kemih
4. Bebas dari ISK terpasang kateter 6. Keluarga mengetahui
5. Tidak ada spasme bladder, E : tanda dan gejala adanya
Balance cairan seimbang 6. Ajarkan keluarga infeksi pada saluran kemih
1. mengenai tanda dan gejala klien
infeksi saluran kemih 7. Membantu memudahkan
C: eliminasi urine pada klien
7. Kolaborasi dalam
pemasangan kateter
8. Risiko jatuh Tujuan : setelah dilakukan Pencegahan Jatuh Pencegahan Jatuh
tindakan keperawatan selama O: 1. Mengetahui penyebab
…x24 jam diharapkan klien 1. Identifikasi faktor resiko jatuh
mampu meminimalkan resiko resiko jatuh 2. Mengetahui factor
jatuh. 2. Identifikasi factor lingkungan yang
Kriteria hasil : lingkungan yang meningkatkan resiko jatuh
1. Keseimbangan meningkatkan resiko 3. Mencegah pergesaran
4. Gerakan terkoordinasi : jatuh tempat tidur yang tidak
kemampuan otot untuk N: diinginkan
bekerja sama secara 3. Pastikan roda tempat 4. Mencegah klien yang
volunteer tidur dan kursi roda mengalami penurunan
5. Prilaku pencegahan jatuh terkunci kesadarn jatuh dari tempat
6. Tidak ada kejadian jatuh 4. Pasang handrail tidur
tempat tidur 5. Meminimalkan cidera bila
5. Atur tempat tidur pasien jatuh dari tempat
mekanis pada posisi tidur
terendah 6. Memudahkan memantau
6. Tempatkan pasien keadaan pasien
dengan resiko jatuh 7. Memudahkan pasien untuk
dekat dengan meminta bantuan
pantauan perawat dari 8. Pasien mengetahui cara
nurse station fungsi bel yang ada
7. Dekatkan bel
pemanggil dalam
jangkauan pasien
E:
8. Ajarkan cara
menggunakan bel
pemanggil untuk
memanggil perawat

C:
-

9. Resiko tinggi Tujuan : setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
ketidakefektifan pola tindakan keperawatan selama O: 1. Mengetahui ada tidaknya
nafas …x24 jam diharapkan pola 1. Observasi pola dan ketidakefektifan pola
nafas efektif. frekuensi nafas napas
Kriteria hasil : 2. Auskultasi suara nafas 2. Mengetahui adanya
1) Klien tidak sesak nafas. N: kelainan suara nafas
2) Tidak terdapat suara nafas 3. Pertahankan kepatenan 3. Untuk memastikan ada
tambahan. jalan napas hambatan jalan napas atau
3) RR dalam rentang normal 4. Ubah posisi tiap 2 jam tidak
(16-20 x/menit) sekali 4. Perubahan posisi dapat
E: melancarkan saluran nafas
5. Berikan penjelasan 5. Klien dan keluarga
kepada klien dan keluarga berpartisipasi dalam
sebab ketidakefektifan mencegah ketidakefektifan
pola nafas pola nafas

6. Mempertahankan
C: kepatenan pola nafas
6. Kolaborasi dalam
pemberian terapi oksigen
4. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah di susun pada tahap perencanaan. Ukuran intervensi
keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan,
pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-
keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul
dikemudian hari. Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan
agar sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai
kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan
interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi.

5. EVALUASI
Menurut Wilkinson (2007), secara umum evaluasi diartikan sebagai
prosesyang disengaja dan sistematik dimana penilaian dibuat mengenai
kualitas, nilaiatau kelayakan dari sesuai dengan membandingkan pada
kriteria yangdiidentifikasi atau standar sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Affandi, I.G. & Reggy, P. (2016). Pengelolaan Tekanan Tinggi Intrakranial pada
Stroke. CDK-238. Vol. 43, No. 3 (Hlm. 180-184).

Brainin, M., & Wolf-Dieter, H. (2010). Textbook of Stroke Medicine. New York:
Cambridge University Press.

Dahrma Kusuma Kelana.2018. Pemberdayaan Keluarga Untuk Mengoptimalkan


Kualitas Hidup Pasien Paska Stroke. Jogjakarta: Deepublsih

Feigin, Valery., 2009. Stroke.Jakarta : PT. Bhuanailmu popular.

Greenberg. J. S. (2002). Comprehensive Stress Management. (7th Ed). United


States: Mc Graw Hill Company Inc.

Junaidi, Iskandar., 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta : ANDI.

Misbach, Jusuf, 1999. Diagnostic aspect, pathophysiology, management. Journal


of Stroke; 1(1), hal: 46-54.

Muttaqin, A, 2008. Asuhan keperawatan stroke hemoragic. Diakses tanggal 26


Februari 2015 dari: http://nursingbegin.com/askep-stroke-hemoragik/

National Medicines Information Centre. (2011). The Management of Stroke.


Management of Stroke Bulletin. Vol. 17. No. 3

National Stroke Association. (2016). Post-Stroke Conditions. Diakses tanggal 17


Juni 2016 dari http://www.stroke.org/we-can-help/survivors/stroke-
recovery/post-stroke-conditions

Organisation WH. WHO: Stroke, Cerebrovascular accident. Stroke.


doi:http://www.who.int/topics/cerebrovascular_accident/en/index.html.

PERDOSSI., 2011.Pedoman Penatalaksanaan Stroke. Himpunan Dokter Spesialis


Saraf Indonesia.
Ruhyanudin, Faqih. (2007). Ahuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler. Malang : cetakan pertama. Penerbit Universitas
Muhamadiah Malang.

Silva, D. N. (2014). Understanding Stroke A Guide for Stroke Survivors and


Their Families.

Scottich Intercollegiate Guidelines Network. (2008). Management of Patients with


Stroke or TIA: Assesment, Investigation, Immediate Management and
Secondary Prevention A National Clinical Guideline. http://www.sign.ac.uk

Wardhani, I.O., & Santi M. (2015). Hubungan Antara Karakteristik Pasien Stroke
dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Menjalani Rehabilitasi. Jurnal
Berkala Epidemiologi. Vol. 3, No. 1 ( Hlm. 24-34)

Anda mungkin juga menyukai