Anda di halaman 1dari 20

BAB II

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

I. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN STROKE


HEMORAGIK

A. KONSEP DASAR PENYAKIT STROKE HEMORAGIK

1. Pengertian

Stroke bukan merupakan penyakit tunggal tetapi merupakan kumpulan tanda dan
gejala dari beberapa penyakit diantaranya ; hipertensi, penyakit jantung, peningkatan
lemak dalam darah, diabetes mellitus, dan penyakit vaskuler perifer (Markus 2001).
Stroke adalah serangan otak yang timbul secara mendadak dimana terjadi gangguan
fungsi otak sebagian atau menyeluruh sebagai akibat dari gangguan aliran darah oleh
karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah tertentu di otak sehingga menyebabkan
sel-sel otak kekurangan darah, oksigen atau zat - zat makanan dan akhirnya dapat terjadi
kematian sel-sel tersebut dalam waktu relatif singkat. (Yayasan Stroke Indonesia 2009).

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Stroke Hemoragik
(SH) adalah penurunan neurologis otak yang terjadi secara mendadak yang disebabkan
gangguan aliran darah ke otak akibat pecahnya pembuluh darah otak.

2. Etiologi

Menurut Sylvia dan Lorraine (2006), SH terjadi akibat :

a. Perdarahan intraserebrum hipertensif.


b. Perdarahan subaraknoid (PSA): ruptura aneurisma secular (berry), rupture
malformasi arteriovena (MAV), trauma.
c. Penyalahgunaan kokain, amfetamin
d. Perdarahan akibat tumor otak
e. Infark hemoragik
f. Penyakit perdarahan sistemik termasuk penggunaan obat antikoagulan.

1
3. Patofisiologi
Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri penetrans yang
merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus menuju
parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler. Aterosklerosis dapat
terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya hipertensi kronik, sehingga sepanjang
arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-kecil dengan diameter 1 mm. Peningkatan
tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga
dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak dan
merembas kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang
intrakranial.
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri serebri.
Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga jaringan yang
ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak,
sehingga dapat mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar perdarahan. Spasme ini
dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus willis. Bekuan darah yang semula
lunak akhirnya akan larut dan mengecil. Daerah otak disekitar bekuan darah dapat
membengkak dan mengalami nekrosis, karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah
akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan
nekrotik akan diganti oleh astrosit dan kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk jalinan
desekitar rongga tadi. Akhirnya rongga-rongga tersebut terisi oleh astroglia yang
mengalami proliferasi (Sylvia & Lorraine 2006). Perdarahan subaraknoid sering
dikaitkan dengan pecahnya aneurisma. Kebanyakan aneurisma mengenai sirkulus wilisi.
Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan terjadinya ruptur,
dan sering terdapat lebih dari satu aneurisma. Gangguan neurologis tergantung letak dan
beratnya perdarahan. Pembuluh yang mengalami gangguan biasanya arteri yang
menembus otak seperti cabang lentikulostriata dari arteri serebri media yang
memperdarahi sebagian dari 3 ganglia basalis dan sebagian besar kapsula interna.
Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat cepat dan konstan, berlangsung
beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa hari. Gambaran klinis yang sering terjadi
antara lain; sakit kepala berat, leher bagian belakang kaku, muntah, penurunan
kesadaran, dan kejang. 90% menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila
perdarahan
2
besar dan atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75% akan meninggal
dalam waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai ke
system ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan penekanan mesensefalon, atau mungkin
disebabkan karena perembasan darah ke pusat-pusat yang vital (Hieckey, 1997; Smletzer
& Bare, 2005).
Penimbunan darah yang cukup banyak (100 ml) di bagian hemisfer serebri masih
dapat ditoleransi tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis yang nyata. Sedangkan
adanya bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5 ml saja sudah dapat mengakibatkan
kematian. Bila perdarahan serebri akibat aneurisma yang pecah biasanya pasien masih
muda, dan 20 % mempunyai lebih dari satu aneurisma (Black & Hawk, 2005).

3
4. Pathway
Hipertensi/ terjadi perdarahan

aneurisma

Rupture arteri serebri

Ekstravasasi darah di otak

Vasospasme arteri

Menyebar ke hemisfer otak

Perdarahan serebri

TIK Nyeri
Hipertensi/ terjadi perdarahan

Tekanan /perfusi serebral

Iskemia

Aktifitas elektrolit terhenti


anoksia

Metabolisme anaerob Pompa Na+ dan Ka+ gagal

Metabolit asam
Na+ dan H2O masuk ke sel

Acidosis lokal
Edema intrasel

Pompa Na+ gagal


Edema Ekstrasel

Nekrosis jaringan dan edema Perfusi jaringan serebral


4
Kematian progresif sel otak
(defisit fungsi otak)

Lesi Korteks Lesi di Kapsul Lesi batang otak Lesi di Med. Spinalis

Lesi upper & lower


Kerusakan Nerves I-XII
Gangguan bicara/penglihatan,
motor neuron

Nekrosis jaringan dan edema


Gangguan eliminasi urin
Kesulitan mengunyah & menelan,
refleks batuk
Defisit perawatan diri
Gangguan persepsi sensori

Gangguan komunikasi verbal Resiko gangguan nutrisi Gangguan mobilisasi

Resiko ketidakefektifan jalan nafas

Tirah baring lama

Resiko gangguan integritas kulit

5
5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti:

a. Pengaruh terhadap status mental:


1) Tidak sadar : 30% - 40%
2) Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
b. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
1) Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
2) Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
3) Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
c. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
1) hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)
2) inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena.
d. Daerah arteri serebri posterior
1) Nyeri spontan pada kepala
2) Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
e. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
1) Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
2) Hemiplegia alternans atau tetraplegia
3) Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi
labil)
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
a. Stroke hemisfer kanan
1) Hemiparese sebelah kiri tubuh
2) Penilaian buruk
3) Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh
ke sisi yang berlawanan
b. Stroke hemisfer kiri
1) Mengalami hemiparese kanan
2) Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
3) Kelainan bidang pandang sebelah kanan
4) Disfagia global

6
5) Afasia
6) Mudah frustasi

6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :
a. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan
bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
b. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark
c. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur
otak
d. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai
pembuluh darah yang terganggu.
e. Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis,
emboli serabral dan TIA, sedangkan tekanan meningkat dan cairan yang mengandung
darah menujukan adanya hemoragi suaraknoid intrakranial. Kadar protein meningkat
pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses imflamasi.
f. Mengidentifikasi maslah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin adanya
daerah lesi yang spesifik.
g. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari
masa yang meluas; klasifikasi karptis interna terdapat pada trombosis serebral.
h. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system
arteri karotis), aliran darah / muncul plak (arteriosklerotik).

7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan penderita dengan SH adalah sebagai berikut:
a. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh
dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
b. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu diberikan
ogsigen sesuai kebutuhan.
c. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
d. Bed rest
e. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
7
f. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
g. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
h. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan
glukosa murni atau cairan hipotonik.
i. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK.
j. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun
atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
k. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat neuroprotektor,
antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan pembedahan,
menurunkan TIK yang tinggi (Sylvia dan Lorraine 2006)

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian data keperawatan
a. Identitas klien: Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama: Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
c. Riwayat penyakit sekarang: Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung
sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani,
2000).
d. Riwayat penyakit dahulu: Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
(Donna D. Ignativicius, 1995).
e. Riwayat penyakit keluarga: Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita
hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000).
f. Riwayat psikososial: Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya
untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan

8
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan
pikiran klien dan keluarga.
g. Pola-pola fungsi kesehatan: a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi
oral. b) Pola nutrisi dan metabolisme , adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu
makan menurun, mual muntah pada fase akut. c) Pola eliminasi: Biasanya terjadi
inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat
penurunan peristaltik usus. d) Pola aktivitas dan latihan, adanya kesukaran untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi,
mudah lelah, e) Pola tidur dan istirahat biasanya klien mengalami kesukaran
untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot, f) Pola hubungan dan peran: Adanya
perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara. g) Pola persepsi dan konsep diri: Klien
merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif. h) Pola
sensori dan kognitif: Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/
kekaburan pandangan, perabaan/ sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas
yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses
berpikir. i) Pola reproduksi seksual: Biasanya terjadi penurunan gairah seksual
akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi,
antagonis histamin. j) Pola penanggulangan stress: Klien biasanya mengalami
kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan
kesulitan berkomunikasi. k) Pola tata nilai dan kepercayaan: Klien biasanya
jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: mengelami penurunan kesadaran, Suara bicara : kadang
mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara/afasia:
tanda-tanda vital: TD meningkat, nadi bervariasi.
2) Pemeriksaan integument:
a) Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu.
9
b) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
c) Rambut : umumnya tidak ada kelainan.
3) Pemeriksaan kepala dan leher:
a) Kepala: bentuk normocephalik
b) Wajah: umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi.
c) Leher: kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998).
4) Pemeriksaan dada: Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar
ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur
akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
5) Pemeriksaan abdomen: Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest
yang lama, dan kadang terdapat kembung.
6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus: Kadang terdapat incontinensia atau
retensio urine.
7) Pemeriksaan ekstremitas: Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh.
8) Pemeriksaan neurologi:
a) Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central.
b) Pemeriksaan motorik:Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada
salah satu sisi tubuh.
c) Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi.
d) Pemeriksaan refleks: Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh
akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul
kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf Misbach, 1999).

10
2. Analisa Data

No DATA ETIOLOGI PROBLEM


1. Subyektif (S) : Iskemia Gangguan perfusi jaringan
otak
1. Aktivitas elektrolit
terhenti

Obyektif (O) : Pompa Na+ dan Ka+


gagal
1. Penurunan kesadaran
2. Kelemahan/kelumpuhan. Edema intra dan ekstra
3. Hasil tes diagnostic sel

Gangguan perfusi
jaringan serebral
2. Subyektif (S) : Hipertensi/ terjadi Nyeri akut
perdarahan
1. Klien mengatakan nyeri
kepala dengan pengkajian Rupture arteri serebri
P,Q,R,S,T.
Ekstravasasi darah
Obyektif (O) : diotak

1. Klien tampak mengerutkan Vasospasme arteri


muka dan memegang kepala.
2. Tangan tampak Menyebar ke hemisfer

menggenggam erat. otak

Perdarahan serebri

TIK

Nyeri akut

11
3 Subyektif (S): Kematian progresif sel Resiko
otak Ketidakseimbangan
1. Perubahan sensasi rasa nutrisi kurang dari
Lesi batang otak kebutuhan tubuh
Obyektif (O):
Kerusakan nervus I –
1. Kesulitan/ tidak mamapu XII
menelan dan mengunyah
Kelemahan otot
mengunyah dan menelan

Resiko
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
4 Subyektif (S) : Nekrosis jaringan dan Hambatan mobilitas fisik
edema
1. Klien mengatakab tidak
mampu Kematian progresif sel
bergerak/menggerakan otak
ekstermitas.
hemiparese/hemiplagia

Obyektif (O) : Hambatan mobilitas


fisik
1. Hanya terbaring di tempat
tidur.
2. Aktivitas dibantu
5 Subyektif (S): Kematian progresif sel Hambatan komunikasi
otak verbal berhubungan
1.
Lesi dikapsul
Obyektif (O):
Nekrosis jaringan dan
1. Bicara pelo/afasia edema
2. Verbalisasi tidak sesuai
3. Bicara gagap penurunan sirkulasi
darah otak

12
Hambatan komunikasi
verbal berhubungan

6 Suyektif (S): Kematian progresif sel Ketidakefektifan pola


otak nafas berhubungan
1. Klien mengatakan sulit
menelan Lesi batang otak

Obyektif (O): Kerusakan nervus I –


XII
1. Batuk inefektif
2. Tirah baring lama keletihan

Ketidakefektifan pola
nafas berhubungan

IJFSF

1. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan emboli,


masaprotrombin abnormal, aterosklerosis ditandai dengan gangguan
aliran darah ke otak, penurunan tekanan darah (arteri), pengisian
kapiler kurang dari 3 detik dan terjadi perubahan dalam fungsi sensorik
dan motorik.
b. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan
melaporkan nyeri secara verbal
c. Resiko Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan disfagia sekunder akibat paralisis serebral
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular, penurunan kekuatan otot ditandai dengan keterbatasan
dalam rentang gerak, hemiparesis, ataksia, hemiplagia.
e. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan system
saraf pusat ditandai dengan afasia
13
f. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan ditandai
dengan perubahan kedalaman pernapasan.

14
2. Intervensi Keperawatan

N Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
O Keperawatan
1. Gangguan perfusi Setelah diberikan Asuhan NIC Label : Tissue Perfusion : Cerebral NIC Label : Tissue Perfusion : Cerebral
jaringan otak Keperawatan …x24 jam 1. Monitor TTV, catat jika ada perubahan. 1. Catat irama dan pola pernafasan, seperti adanya
berhubungan dengan diharapkan gangguan perfusi 2. Tentukan faktor penyebab penurunan periode apnea setelah pernafasan hiperventilasi,
emboli, jaringan serebral dapat diatasi perfusi serebral dan potensial terjadinya pernafasan cheyne-stokes. Ketidakteraturan
masaprotrombin dengan kriteria hasil : peningkatan TIK pernafasan memberikan gambaran lokasi kerusakan
abnormal, aterosklerosis 3. Posisi kepala ditinggikan 300 dengan posisi serebral/peningkatan TIK dan kebutuhan intervensi
ditandai dengan NOC Label : Tissue Perfusion : netral/elevasi 30 derajat selanjutnya termasuk kemungkinan perlunya
gangguan aliran darah Cerebral 4. Monitor status neurology (seperti tingkat dukungan terhadap pernafasan.
ke otak, penurunan kesadaran, reflek patologis dan fisiologis, 2. mempengaruhi penetapan intervensi yang diberikan.
tekanan darah (arteri), pupil) tiap 2 jam dan bandingkan dengan nilai 3. Menurunkan tekanan arteri dan meningkatkan
1. tingkat kesadaran
pengisian kapiler normal drainase serta meningkatkan sirkulasi / perfusi
komposmentis/GCS normal
kurang dari 3 detik dan 5. Berikan oksigen 2l/menit atau sesuai indikasi cerebral.
2. tidak ada tanda-tanda
terjadi perubahan dalam 6. Obat Stimulator otak/neuroprotektor, 4. mengetahui kecenderungan penurunan tingkat
peningkatan tekanan
fungsi sensorik dan intracranial antihipertensi, anti piretik kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan
motorik. 3. TTV dalam batas normal 7. Obat laxantive mengetahui lokasi, luas dan kemajuan / resolusi
kerusakan SSP.
4. tidak ada tanda defisit
neurologis dan perburukan.

2 Nyeri Akut Setelah diberikan asuhan NIC Label: Pain Management NIC Label: Pain Management
berhubungan dengan
keperawatan selama ….x24jam, 1. Tanda-tanda vital dalam rentang normal dapat
agen cedera biologis
1. Kaji TTV klien, catat jika ada perubahan. mengindikasikan bahwa nyeri berkurang
ditandai dengan diharapkan nyeri klien berkurang
melaporkan nyeri secara 2. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif 2. Mengetahui lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
atau hilang dengan criteria hasil: termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
verbal
kualitas dan faktor presipitasi 3. Reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan
3. Observasi reaksi non verbal dan menggambarkan nyeri yang dialami klien
NOC Label : Pain Level 4. Menurunkan kualitas/skala nyeri yang dialami klien,
ketidaknyamanan pasie
1. TTV dalam batas normal/ not sehingga aktivitas klien tidak terganggu
4. Kontrol faktor lingkungan yang dapat
15
compromised (skala 5). (Nadi: mempengaruhi respon pasien terhadap 5. Mengetahui penanganan nyeri yang efektif untuk
bayi 120-160x/mnt, toddler 90- ketidaknyamanan pasien
140x/mnt, prasekolah 80-110 5. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, 6. Teknik non farmakologi dapat diterapkan setiap nyeri
x/mnt, sekolah 75-100x/mnt, non farmakologi dan interpersona) dirasakan klien
remaja 60-90x/mnt; RR: bayi 35- 6. Ajarkan teknik non farmakologi seperti, relaksasi
40 x/mnt, toddler 25-32x/mnt, nafas dalam, guided imagery, music terapi,
anak-anak 20-30 x/mnt, remaja distraksi
16-19 x/mnt; TD: bayi 85/54
mmHg, toddler 95/65 mmHg,
NIC Label: Analgesic Administration
sekolah 105-165 mmHg, remaja NIC Label: Analgesic Administration
110/65 mmHg; suhu : Suhu 1. Dapat menentukan analgetik yang akan
tubuh 36-37,5°C) 1. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas, dan diberikan/dianjurkan
2. Klien melaporkan nyerinya tingkat keparahan sebelum melakukan 2. Mencegah terjadi alergi obat yang akan diberikan dan
berkurang pengobatan membantu memilih analgetik yang tepat.
3. Ekspresi wajah terhadap nyeri 2. Periksa catatan alergi pasien dengan obat 3. Memastikan ketepatan obat dan konsentrasi
4. Klien tidak mengerang atau 3. Pastikan formula dari obat (misalnya konsentrasi
menangis obat)
5. Px dapat tidur tanpa terbangun di
malam hari

NOC Label : Pain Control

1. Mengenali faktor penyebab


2. Mengenali onset (lamanya sakit)
3. Mengenali gejala-gejala nyeri
4. Melaporkan nyeri sudah
terkontrol

3. Resiko Setelah diberikan askep selama … x Nutrition Management Nutrition Management


Ketidakseimbangan 24 jam, diharapkan kebutuhan
nutrisi kurang dari nutrisi klien dapat terpenuhi, dengan 1. Kaji adanya alergi makanan 1. Menghindari pemberian makanan yang dapat

16
kebutuhan tubuh kriteria hasil: 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan menyebabkan alergi
berhubungan dengan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. 2. Memenuhi nutrisi sesuai dengan kebutuhan dalam
disfagia sekunder NOC Label : Nutritional Status 3. Berikan makanan yang terpilih ( sudah tubuh klien
akibat paralisis serebral dikonsultasikan dengan ahli gizi) 3. Makanan yang diberikan sesuai dengan jumlah kalori
4. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori yang dibutuhkan klien.
1. Intake nutrisi adekuat
5. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi 4. Mengetaperkembangan nutrisi klien
2. Intake makanan dan cairan
6. Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak 5. Memberikan keleluasaan keluarga untuk memberikan
adekuat
makan yang sesuai dengan hasil konsultasi dengan
3. Hidrasi baik
ahli gizi
6. glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk
pemenuhan energi, sedangkan lemak sulit untuk
diserap/dimetabolisme sehingga akan membebani
hepar.
Nutrition Monitoring

1. BB pasien dalam batas normal


2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa Nutrition monitoring
dilakukan
4. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi 1. Mengkaji adanya penurunan berat badan klien
5. Monitor turgor kulit 2. Mengetahui status perkembangan nutrisi klien
6. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah 3. Mengetahui berapa energy yang habis untuk
patah melakukan aktivitas sehari-hari
7. Monitor mual dan muntah 4. Mengkaji adanya kekurangan cairan
8. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan 5. Memonitoring status keseimbangan cairan dalam
kadar Ht tubuh klien
9. Monitor kalori dan intake nutrisi 6. Kadar albumin menunjukkan status nutrisi klien

4 Hambatan mobilitas Setelah diberikan askep ....x 24 jam Exercise Therapy : Joint Mobility Exercise Therapy : Joint Mobility
fisik berhubungan diharapkan mobilisasi klien 1. Tentukan keterbatasan gerakan sendi dan efek 1. Untuk mengetahui sejauh mana keterbatasan klien
dengan gangguan mengalami peningkatan dan dari fungsi pada klien dalam bergerak
neuromuskular, hambatan mobilitas fisik teratasi 2. Lakukan latihan ROM pasif maupun aktif. 2. Mendorong pasien untuk melakukan aktivitas

17
penurunan kekuatan dengan kriteria hasil: 3. Anjurkan klien/keluarga bagaimana melakukan secara teratur
otot ditandai dengan NOC Label : Ambulation latihan ROM pasif, dan aktif. 3. Agar keluarga/klien dapat melakukan ROM secara
keterbatasan dalam 1. Klien mampu berjalan dengan 4. Dorong klien melakukan ambulasi. mandiri
rentang gerak, gaya berjalan yang efektif 5. Bantu dalam gerakan sendi secara teratur dengan 4. Peningkatan aktivitas secara bertahap akan
hemiparesis, ataksia, 2. Klien mampu berjalan dengan memperhatikan batasan-batasan rasa sakit, daya menurunkan keletihandan meningkatkan ketahanan.
hemiplagia. kecepatan sedang tahan, dan mobilitas sendi. 5. Mendorong pasien untuk melakukan aktivitas
3. Klien mampu berjalan secara teratur tanpa menimbulkan rasa sakit.
menempuh jarak yang sedang
(> 1 block < 5 blocks).
4.

5 Hambatan komunikasi Setelah diberikan asuhan Communication Enhancement : Hearing Deficit Communication Enhancement : Hearing Deficit
verbal berhubungan keperawatan selama …x 24 jam 1. Fasilitasi klien latihan pendengaran sesuai 1. Melatih pendengaran klien.
dengan perubahan diharapkan komunikasi verbal klien kebutuhan. 2. Memfasilitasi dan membantu klien dengan alat
system saraf pusat mengalami peningkatan, dengan 2. Fasilitasi klien dengan alat bantu dengar sesuai dalam proses pendengaran
ditandai dengan afasia. kriteria hasil : kebutuhan. 3. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan klien
NOC Label : Communication 3. Cek pemahaman klien terhada pesan yang kita mendengar apa yang kita sampaikan.
1. Klien mampu menggunakan sampaikan dengan meminta klien mengulang apa 4. Memfasilitasi klien dalam berkomunikasi
bahasa tertulis yang kita ucapkan.
2. Klien mampu menggunakan 4. Gunakan kertas, pensil, atau computer untuk
bahasa lisan komunikasi sesuai kebutuhan. Communication enchancemnet : speech deficit
3. Klien mampu menggunakan 5. Memudahkan klien memahami apa yang dibicarakan.
bahasa non verbal Communication enchancemnet : speech deficit 6. Memudahkan klien mengerti kalimat yang dikatakan.
4. Klien mampu mengetahui pesan 5. Berdiri di depan klien ketika ingin berbicara 7. Mendorong kemampuan klien dalam berbicara.
yang diterima 6. Gunakan kata-kata yang mudah dan kalimat 8. Melatih kemampuan bicara klien.
5. Klien mampu yang pendek 9. Mendorong keinginan klien agar mau melatih
menginterpretasikan pesan yang 7. Lakukan terapi berbicara bahasa preskriptif kemampuan bicaranya.
diterima dengan akurat dengan klien saat interaksi informal
8. Dorong klien untuk mengulang kalimat yang
perawat ucapkan.
9. Berikan pengakuan positif dan pujian kepad
klien.

18
6 Ketidakefektifan pola Setelah diberikan asuhan NIC Label : Airway Management NIC Label : Airway Management
nafas berhubungan keperawatan selama ...x24 jam 1. Posisikan klien dengan benar untuk
dengan keletihan diharapkan klien menunjukkan memaksimalkan potensi ventilasi pada klien, yaitu 1. Mengurangi sesak nafas pada klien
ditandai dengan fungsi pernapasan kembali teratur dengan posisi semi fowler 2. Mengurangi dan menghilangkan secret pada klien
perubahan kedalaman dan tidak mengalami keletihan 2. Bekerjasama dengan ahli terapi untuk melakukan 3. Mencegah terjadinya hipoksia pada klien
pernapasan. dengan kriteria hasil: fisioterapi dada sesuai dengan kebutuhan
NOC Label : Respiratory Status 3. Memberikan oksigen yang telah dihumidifikasi
(Airway Patency) kepada klien sesuai dengan kebutugan.
1. Irama atau ritme pernafasannya
kembali teratur
2. Kedalaman pernafasan kembali
teratur NIC Label : Mechanical Ventilation
NIC Label : Mechanical Ventilation
3. Jalan pernafasan klien bebas dari
secret 1. Mencegah terjadinya kelelahan ketika bernapas
1. Memantau kelelahan otot pernapasan
2. Mengetahui adanya kegagalan pernafasan
2. Memantau kegagalan pernafasan.
NOC Label : Respiratory status :
Ventilation

1. Tidak adanya suara pernapasan


yang abnormal
2. Tidak adanya penggunaan otot
bantu pernapasan
3. Tidak retraksi dinding dada

19
Daftar Pustaka

Black, Joice. M., & Hawk, Jane. H. (2005). Medical Surgical Nursing; clinical management for
positive outcomes. 7th Edition. St. Louis : Elsevier. Inc

Carpenito, L. J. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi X. Jakarta: EGC

D.D., Bayne M.V., 1991, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process Approach, An HBJ
International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia

Doenges, Marilynn E. dkk. (2000). Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan,
EGC; Jakarta

Price, S. A & Wilson, L. Patifisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit; alih bahasa, Brahm
U. Pendit..[et. al]. Edisi 6. Jakarta: ECG.

Rasyid,M. 2001. Unit Stroke; manajemen stroke komprehensif. Jakarta: Balai penerbit FKUI

Rochani, Siti, 2000, Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Saraf
Indonesia, Surabaya.

Satyanegara, 1998, Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Smeltzer, S. C et.al (2005), Brunner&Suddarth’s: Textbook of Medical Surgical Nursing.9th.


Philadelphia: Lippincott

Soepardjo. 2009. Sekilas Tentang Stroke. Yayasan stroke Indonesia. Edisi November 2009.

Sudoyo, A. W dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. FK-UI. Jakarta.
Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FK-UI.

Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu
Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.

20

Anda mungkin juga menyukai