Anda di halaman 1dari 45

Asuhan Keperawatan Stroke Non Hemoragik

A. Pengertian

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan
oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit
serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002 dalam
ekspresiku-blogspot 2008).

Gangguan peredaran darah diotak (GPDO) atau dikenal dengan CVA ( Cerebro
Vaskuar Accident) adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan
aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak ( dalam beberapa detik)
atau secara cepat ( dalam beberapa jam ) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan
daerah yang terganggu.(Harsono, 1996).

Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun
menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam,
atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan
vascular.

B. Etiologi

Penyebab-penyebabnya antara lain:

1. Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak).


2. Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain).
3. Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak).(Smeltzer C. Suzanne, 2002).

C. Faktor resiko pada stroke


1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi
atrium, penyakit jantung kongestif)
3. Kolesterol tinggi
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)
6. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
7. Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merkok, dan kadar
estrogen tinggi)
8. Penyalahgunaan obat ( kokain)
9. Konsumsi alkohol (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131).

D. Manifestasi Klinis

Gejala – gejala CVA muncul akibat daerah tertentu tak berfungsi yang disebabkan
oleh terganggunya aliran darah ke tempat tersebut. Gejala itu muncul bervariasi,
bergantung bagian otak yang terganggu.
Gejala-gejala itu antara lain bersifat::
1. Sementara Timbul hanya sebentar selama beberapa menit sampai beberapa
jam dan hilang sendiri dengan atau tanpa pengobatan. Hal ini disebut Transient
ischemic attack (TIA). Serangan bisa muncul lagi dalam wujud sama,
memperberat atau malah menetap.
2. Sementara,namun lebih dari 24 jam, Gejala timbul lebih dari 24 jam dan ini
dissebut reversible ischemic neurologic defisit (RIND).
3. Gejala makin lama makin berat (progresif) Hal ini desebabkan gangguan
aliran darah makin lama makin berat yang disebut progressing stroke atau
stroke inevolution.
4. Sudah menetap/permanen (Harsono,1996, hal 67).

E. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya
infark.
2. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
3. Pungsi Lumbal
o Menunjukan adanya tekanan normal.
o Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan
adanya perdarahan.
4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal.
(DoengesE, Marilynn,2000).

G. Penatalaksanaan
1. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral.
2. Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi. (Smeltzer
C. Suzanne, 2002, hal 2131).

Diagnosa Keperawatan Strok Non


Hemoragik (SNH)
1. Pengkajian Primer
o Airway.
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya
penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.
o Breathing.
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas
terdengar ronchi /aspirasi.
o Circulation.
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap
lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia,
kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap
lanjut.

2. Pengkajian Sekunder
o Aktivitas dan istirahat.
Data Subyektif:
 kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan
sensasi atau paralysis.
 Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).

Data obyektif:

 Perubahan tingkat kesadaran.


 Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis
(hemiplegia), kelemahan umum.
 Gangguan penglihatan.

o Sirkulasi
Data Subyektif:
 Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung,
disritmia, gagal jantung , endokarditis bacterial),
polisitemia.

Data obyektif:

 Hipertensi arterial
 Disritmia, perubahan EKG
 Pulsasi : kemungkinan bervariasi
 Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta
abdominal.

o Integritas ego
Data Subyektif:
 Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.

Data obyektif:

 Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan


, kegembiraan.
 Kesulitan berekspresi diri.
o Eliminasi
Data Subyektif:
 Inkontinensia, anuria
 Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak
adanya suara usus(ileus paralitik)

o Makan/ minum
Data Subyektif:
 Nafsu makan hilang.
 Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK.
 Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia.
 Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah.

Data obyektif:

 Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum


dan faring)
 Obesitas (faktor resiko).

o Sensori Neural
Data Subyektif:
 Pusing / syncope (sebelum CVA / sementara selama
TIA).
 Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau
perdarahan sub arachnoid.
 Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat
seperti lumpuh/mati.
 Penglihatan berkurang.
 Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada
ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama).
 Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.

Data obyektif:

 Status mental : koma biasanya menandai stadium


perdarahan, gangguan tingkah laku (seperti: letergi,
apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif.
 Ekstremitas : kelemahan / paraliysis (kontralateral) pada
semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang,
berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral).
 Wajah: paralisis / parese (ipsilateral).
 Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa),
kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif /
kesulitan berkata kata komprehensif, global / kombinasi
dari keduanya.
 Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat,
pendengaran, stimuli taktil.
 Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan
motorik.
 Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak
bereaksi pada sisi ipsi lateral.

o Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
 Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.

Data obyektif:

 Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot /


fasial.

o Respirasi
Data Subyektif:
 Perokok (factor resiko).

o Keamanan
Data obyektif:
 Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan.
 Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk
melihat objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh
yang sakit.
 Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah
yang pernah dikenali.
 Gangguan berespon terhadap panas, dan
dingin/gangguan regulasi suhu tubuh.
 Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit
terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri.

o Interaksi social
Data obyektif:
 Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
(Doenges E, Marilynn,2000).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah :
penyakit oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema
serebral.
2. Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuskuler, kelemahan,
parestesia, flaksid/ paralysis hipotonik, paralysis spastis. Kerusakan
perceptual / kognitif.
3. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat
pernapasan.

C. Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1. :
Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit
oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
Kriteria Hasil :
o Terpelihara dan meningkatnya tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi
sensori / motor.
o Menampakan stabilisasi tanda vital dan tidak ada PTIK.
o Peran pasien menampakan tidak adanya kemunduran / kekambuhan.

Intervensi :
Independen
o Tentukan factor factor yang berhubungan dengan situasi individu/
penyebab koma / penurunan perfusi serebral dan potensial PTIK.
o Monitor dan catat status neurologist secara teratur.
o Monitor tanda tanda vital.
o Evaluasi pupil (ukuran bentuk kesamaan dan reaksi terhadap cahaya).
o Bantu untuk mengubah pandangan , misalnay pandangan kabur,
perubahan lapang pandang / persepsi lapang pandang.
o Bantu meningkatakan fungsi, termasuk bicara jika pasien mengalami
gangguan fungsi.
o Kepala dielevasikan perlahan lahan pada posisi netral.
o Pertahankan tirah baring , sediakan lingkungan yang tenang , atur
kunjungan sesuai indikasi.
o Berikan suplemen oksigen sesuai indikasi.
o Berikan medikasi sesuai indikasi :
 Antifibrolitik, misal aminocaproic acid (amicar).
 Antihipertensi.
 Vasodilator perifer, missal cyclandelate, isoxsuprine.
 Manitol.

Diagnosa Keperawatan 2. :
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d kerusakan batuk, ketidakmampuan
mengatasi lendir.
Kriteria Hasil:
o Pasien memperlihatkan kepatenan jalan napas.
o Ekspansi dada simetris.
o Bunyi napas bersih saat auskultasi.
o Tidak terdapat tanda distress pernapasan.
o GDA dan tanda vital dalam batas normal.

Intervensi:
o Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi.
o Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas
dan memberikan pengeluaran sekresi yang optimal.
o Penghisapan sekresi.
o Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam.
o Berikan oksigenasi sesuai advis.
o Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi.

Diagnosa Keperawatan 3. :
Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan
Tujuan :
o Pola nafas pasien efektif

Kriteria Hasil:
o RR 18-20 x permenit
o Ekspansi dada normal.

Intervensi :
o Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
o Auskultasi bunyi nafas.
o Pantau penurunan bunyi nafas.
o Pastikan kepatenan O2 binasal.
o Berikan posisi yang nyaman : semi fowler.
o Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam.
o Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan.

DAFTAR PUSTAKA

Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Jilid 2, Bandung, Yayasan Ikatan


Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996.

Tuti Pahria, dkk, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem
Persyarafan, Jakarta, EGC, 1993.

Pusat pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan, Asuhan


Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan , Jakarta, Depkes,
1996.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, Jakarta, EGC, 2002.

Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,


Jakarta, EGC, 2000.

Harsono, Buku Ajar : Neurologi Klinis,Yogyakarta, Gajah Mada university


press, 1996.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN STROKE


A. DEFINISI

Stroke adalah kehilangan fungsi otak secara mendadak yang diakibatkan


oleh gangguan supalai darah ke bagian otak. (Brunner & Sudarth, 2000)

Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya


supalai darah kebagian otak. (Brunner & Sudarth, 2002)

Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak.
(Elizabeth J. Corwin, 2002)

Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif,


cepat berupa defisit neurologis vokal atau global yang berlangsung 24 jam atau
lebih atau langsung menimbulkan kematian. Semata-mata disebabkan oleh
peredaran darah otak non traumatik. (Mansjoer A. Dkk)
Stroke adalah defisit neurologis yang mempunyai awitan mendadak atau
berlangsung 24 jam sebagai akibat dari cerebrovaskular desease (CVD) atau
penyakit cerebrovaskular. (Hudak and Gallo)

Stroke merupakan manifestasi neurologis yang umum yang timbul secara


mendadak sebagai akibat adanya gangguan suplai darah ke otak. (Depkes RI
1996)

Timbulnya lesi iskemik atau lesi perdarahan didalam pembuluh darah


intrakanial. Brenda Walters Holloway

Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral baik lokal
maupun menyeluruh. (WHO dikutip Harsono)

Stroke/penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan otak


baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis
dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak.
(Marilyn E. Doenges)

Stroke atau serebrovaskuler accident adalah gangguan suplai darah normal


ke otak yang sering terjadi dengan tiba-tiba dan menyebabkan fatal neurologik
deficit. (Igrativicius, 1995)

A. ETIOLOGI

a. Trombosis

bekuan darah dalam pembuluh darah otak atau leher: Arteriosklerosis


serebral.

b. Embolisme serebral

bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh
yang lain: endokarditis, penyakit jantung reumatik, infeksi polmonal.

c. Iskemia

penurunan aliran darah ke area otak: Kontriksi ateroma pada arteri.

d. Hemoragi Serebral

Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan kedalam


jaringan otak atau ruang sekitar otak

A. FAKTOR RESIKO PADA STROKE

1. Tidak dapat dirubah (Non Reversible)

Jenis kelamin : Pria lebih sering ditemukan menderita stroke dibanding


wanita.
Usia : Makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke.

Keturunan : Adanya riwayat keluarga yang terkena stroke

2. Dapat dirubah (Reversible)

Hipertensi

Penyakit jantung

Kolesterol Tinggi

Obesitas

Diabetes Melitus

Polistemia

Stress Emosional

3. Kebiasaan Hidup

Merokok,

Peminum Alkohol,

obat-obatan terlarang.

Aktivitas yang tidak sehat: Kurang olahraga, makanan berkolesterol.

A. KLASIFIKASI STROKE

Berdasarkan Klinik

1. Stroke Hemoragik (SH)

Stroke yang terjadi karena perdarahan Sub arachnoid, mungkin


disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah tertentu, biasanya
terjadi saat pasien melakukan aktivitas atau saat aktif. Namun bisa juga terjadi
saat istirahat, kesadaran pasien umumnya menurun.

2. Stroke Non Hemoragik (SNH)

Dapat berupa iskemia, emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi


setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi hari. Tidak terjadi
iskemi yang menyebabkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder, kesadaran pasien umumnya baik.
Berdasarkan Perjalanan Penyakit

1. Trancient Iskemik Attack (TIA) atau serangan iskemik sepintas

Merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak dan


hilang dalam beberapa menit (durasi rata-rata 10 menit) sampai beberapa jam
(24 jam)

2. Stroke Involution atau Progresif

Adalah perjalanan penyakit stroke berlangsung perlahan meskipun akut.


Munculnya gejala makin bertambah buruk, proses progresif beberapa jam
sampai beberapa hari.

3. Stroke Complete

Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen,


maksimal sejak awal serangan dan sedikit memperlihatkan parbaikan dapat
didahului dengan TIA yang berulang.

Perbedaan Gejala Stroke berdasarkan proses Patologis

Gejala (anamnesa) Infark Perdarahan


- Permulaan Subakut Sangat Akut

- Waktu Bangun pagi Lagi Aktif

- Nyeri Kepala Tidak ada Ada

- Kejang Tidak ada ++

- Kesadaran Menurun Kadang-kadang +++ hebat sampai


(sedikit) koma
Gejala Objektif
Koma +/- ++

Kaku kuduk Tidak ada ++

Kernign sign Tidak ada +

Papil edema Tidak ada +

Perdarahan retina Tidak ada +


Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit

Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat

Kejang Umum Sering fokal

Kesadaran Menurun Menurun

Tanda rangsangan + (tidak ada) Sementara


meningen
++ +++
Hemiparese
+ + (tak ada)
Ganguan saraf otak

A. PATOFISIOLOGI

Ganguan Aliran Darah

Kerusakan penekanan/pergeseran Gangguan pada

Neuro muskular Jaringan Otak N. Trigeminus

Glasofaringeus, vagus

Transmisi Peningkatan Kelemahan pada

Impuls Terganggu TIK otit-otot untuk

Mengunyak dan menelan

Kelemahan otot G3 Perpusi Intake nutrisi berkurang

Jaringan

Kontraktur Nyeri kepala

Mobilitas terganggu Merangsang SSO


Sistem Saraf Simpatis

Terangsang memacu RAS

REM menurun

Pasien terjaga

tertekan/putusnya

hubungan pusat sadar RAS pada batang otak

pada Cortex serebri


Hepertensi Aneurisma PD Otak

Pecah PD

Penurunan Perpusi jaringan Otak

Gangguan Perpusi Jaringan Iskemia Pelebaran Kolateral Hemisper Kiri

Anoxia Aktivitas Elektrolit Terganggu Area Broca’s Area Wernick’s

Metabolisme Anaerob Pompa Na & K gagal Motorik Bicara terganggu

Apasia sensorik

Asam laktat Meningkat Na & air masuk ke Sel Apasia Motorik

Asidosis metabolik lokal

Ketidak seimbangan elektolit edema intra sel gangguan komunikasi

verbal

Penekanan pada mid brain dan dienchephalon Peningkatan TIK


Ketidakstabilan sirkulasi & pernapasan depisit neurolgi mendadak

Resiko bersihan jalan napas tidak epektif

Resiko Aspirasi Hilang reflek menelan, Replek batuk(-)

Gangguan menelan Hilang / gangguan reflek motorik Penurunan

kesadaran

Nutrisi kurang dari kebutuhan Gangguan mobilitas fisik

Self care defisit

A. MANIFESTASI KLINIK

1. Tanda/Gejala awal Stroke Trombotik (TIA)

Hemiparesis

Kehilangan bicara

Parestesia satu sisi tubuh

2. Tanda dan Gejala umum yang ditemukan pada perdarahan otak pada klien
hipertensi:

Nyeri kepala hebat (dibelakang leher)

Vertigo (pusing) / sinkope

Parestesia (sensasi abnormal)

Paralisis

Epistaksis

Perdarahan retina

3. Penemuan Secara Umum


Nyeri kepala

Muntah

Kejang

Perubahan mental

Demam

Perubahan ECG: Gelombang T, interval P-R memendek, interval Q-R


memanjang, kontraksi ventrikel premature, sinus bradikardia dan
ventrikel dan supra ventrikel, takhikardi.

4. Manifestasi klinik berhubungan dengan penyebab

a. Trombosis

Cenderung berkembang selama tidur atau dalam 1 jam bangun tidur

Iskemia secara berangsur-angsur oleh karena itu manifestasi klinik


berkembang lebih lambat

Kesadaran relatif terpelihara

Tensi naik atau hipertensi

b. Embolisme

Tidak dapat dilihat pola waktu, tidak berhubungan dengan aktivitas

Manifestasi klinis terjadi cepat dalam 10-30 detik dan sering kali tanpa
tanda, tidak nyeri kepala.

Kemungkinan dapat meningkat cepat

Kesadaran relatif terpelihara

Tensi normal

c. Hemoragik

Khas terjadi selama aktif, jam kerja

Sakit kepala berat (bila klien mampu melaporkan gejala)

Serangan cepat dari hemiplegia komplit, terjadi beberapa menit-1jam


bentuk umumnya fatal.
Biasanya menghasilkan kehilangan fungsi permanen secara perlahan,
rendahnya penyembuhan secara sempurna.

Cepat terjadi koma

Kekakuan nuchal (belakang leher)

A. KEMUNGKINAN KECACATAN YANG BERKAITAN DENGAN


STROKE

Stroke Hemisper kiri

1. Hemiparesis atau hemiplegia sisi kanan

2. Prilaku lambat dan sangat hati-hati

3. Kelainan bidang pandang kanan

4. ekspresip, reseptif, atau dispagia global

5. Mudah prustasi

Stroke Hemisper Kanan

1. Hemiparesis atau hemiplegia sisi kiri

2. Depisit spatial sampai perseptual

3. Penilaian buruk

4. Memperlihatkan ketidak sadaran depisit pada bagian yang sakit oleh karena
itu cenderung (beresiko untuk jatuh) atau cidera lainnya

5. Kelainan pada bidang visual kiri

A. SPESIFIK DEFISIT SETELAH STROKE

1. Hemiparesis dan hemiplegia: Kelemahan dan paralisis satu sisi tubuh terjadi
karena kerusakan area mata pada kortek atau pada saluran serat piramidal.

2. Apraksia adalah suatu kondisi dimana klien dapat menggerakan bagian yang
terkena tetapi tidak dapat digunakan untuk pergerakan dengan tujuan
spesipik (berjalan, bicara, pembersihan)

3. Apasia adalah kerusakan dalam menggunakan dan interpretasi simbol


bahasa. Apasia mungkin meliputi beberapa atau semua aspek dari
penggunaan bahasa seperti berbicara, membaca, menulis, dan mengerti
pembicaraan.

Katagori apasia adalah:


Apasia sensorik (reseptive aphasia)

- disebut juga wernicke aphasia

- dapat berbicara dengan artikulasi dan gramatikal yang benar tetapi


kurang mampu memahami isi/kata yang dibicarakan

Apasia motorik (ekspresif aphasia)

- disebut juga bioca aphasia

- tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami, mungkin mampu


bicara dalam respon kata tunggal.

Apasia Global (kombinasi baik apasia reseptive maupun ekpresif)

4. Disatria adalah kesulitan dalam bentuk kata.

- klien mengerti bahasa tetapi kesulitan mengucapkan kata dan


menyambungkannya

- disebabkan karena fungsi saraf kranial yang menghasilkan kelemahan dan


paralisis dari otot bibir, lidah dan laring atau kehilangan sensasi.

- sering mempunyai kesulitan mengunyah dan menelan makanan


(disfagia) karena rendah kontrol otot.

5. Disfagia adalah kesulitan dalam menelan

6. Perubahan penglihatan:

- Homonimus hemianopisa (kehilangan setengah lapang penglihatan


pada sisi yang sama)

- Diplopia (penglihatan ganda)

- Penurunan ketajaman penglihatan

- Agnosia (ketidakmampuan mengidentifikasi lingkungan melalui


indera). Melalui visual, pendengaran atau taktil.

7. Perubahan berfikir abstrak

Ketidakmampuan membedakan kanan dan kiri, ketidak mampuan


mengenali nomor (angka) seperti penggunaan telepon atau mengatakan
waktu.

8. Emosi labil: frustasi, mara, depresi, ketakutan, permusuhan, keputusasaan,


kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial.
9. Inkotinensia

Tidak semua jenis stroke menghasilkan inkotinensia bowel dan bladder


neurogenik bowel dan blader, kadang-kadang terjadi setelah stroke.

I. KEMUNGKINAN DATA FOKUS

1. Wawancara

a. Keluhan Utama : Kesadaran menurun, bicara rero

b. Riwayat kesehatan sekarang

a) Identifikasi faktor penyebab

b) Kaji saat mulai timbul; apakah saat tidur/ istirahat atau pada saat aktivitas

c) Bagaimana tanda dan gejala berkembang; tiba-tiba kemungkinan stroke


karena emboli dan pendarahan, tetapi bila onsetnya berkembang secara
bertahap kemungkinan stoke trombosis.

d) Bagaimana gejalanya; bila langsung memburuk setelah onset yang


pertama kemungkinan karena pendarahan, tetapi bila mulai membaik
setelah onset pertama karena emboli, bila tanda dan gejala hilang kurang
dari 24 jam kemungkinan TIA.

e) Observasi selama proses interview/ wawancara meliputi; level kesadaran,


itelektual dan memory, kesulitan bicara dan mendengar.

f) Adanya kesulitan dalam sensorik, motorik, dan visual.

c. Riwayat penyakit dahulu

Ada atau tidaknya riwayat trauma kepala, hipertensi, cardiac


desease, obesitas, DM, anemia, sakit kepala, gaya hidup kurang olahraga.

2. Universal self care requisiter

a) Fungsi sadar

a) Keadan umum : klien tampak kelemahan, kehilangan sensasi atau


paralisis

b) Tingkat kesadaran

c) Tanda-tanda vital : suhu, respirasi, nadi, tekanan darah mengkat

d) Penurunan intelektual

e) Penurunan memory
b. Udara / oksigen

a) Gangguan kesadaran menurun

b) Disritmia

c)Penurunan kemampuan uantuk konsentrasi

d) Hepertensi arterial

e) Suara pernapasan klien snowring (ngorok)

f) Rongga mulut banyak mukus (slim)

g) Terdengar suara cairan (gurgling)

c. Nutrisi

a) Bising usus negatif, dispagia

b) Sulit mengunyah, gangguan nervus V motorik

c) Tidak mampu / sulit menelan gangguan nervus N IX dan X

d) Gangguan pergerakan lidah, gangguan N XII

e) Gangguan reflek N IX akan mengakibatkan menurunya refkeks GAG


dan gerakan uvula simetris

d. Kebutuhan eliminasi

Inkontinensia urine, anuria, distensi abdomen, distensi kandung


kemih berlebih.

e. Aktifitas dan pergerakan

a) Diplopia, ukuran / reaksi pupil tidak sama, dilatasi / miosis pupil,


psilateral (perdarahan / herniasis)

b) Gangguan tonus otot flaksid, spatis, paralitik (hemiplegia dan terjadi


kelemahan umum)

c) Hemiplegia / hemiparese kanan merupakan indiksi adanya stoke yang


melibatkan hemisphere serebral kiri

d) Kelemahan otot sebelah kiri menujukan adanya hemisphere serbral


sebelah kanan, kejadian ini di karenakan bahwa otot di persyarafi oleh
50 % serabut (traktus piramidalis) yang sistm kerjanya menyilang
e) Hipotonik / flaciality : tidak kuat menahan gravitasi, tidak memunyai otot
untuk menulis, adanya equilibrium atau meluruskan ekstermitas dan
ketidak mampuan untuk mempertahankan mekaisme protektif.

f) Hiertonik, fiked position, kontraktur dan ROM daerah persedian menjadi


terbatas, berkurangnya kontrol gerakan kepala dan leher, keseimbangan
serta koordinasi.

f. Kebutuhan Komunikasi dan interaksi social

a) komunikasi klien dengan keluarga serta hubungan interaksi klien dengan


keluarga kooperatif/tidak, pada klien yang mengalami penurunan
kesadaran kebutuhan komunikasi dan interaksi sosial biasanya terganggu
karena adanya kerusakan jaringan otak termasuk pada nervus III dan
VIII.

b) Afasia.

g. Promosi Kesehatan

Persepsi tentang penyakit, harapan terhadap perawatan yang sedang


dilakukan dan juga upaya hidup sehat dirumah setelah pulang dari Rumah
sakit.

3. Development Self Care requisiter

Berhubungan dengan usia klien dan kemampuan perawatan dan kliensebelum


dan sesudah masuk rumah sakit.

4. Pemeriksaan Diagnostik

a. Angiografi Serebral : Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik


seperti perdarakan, obstruksi arteri, adanya titik oklusi/ ruptur.

b. Scan CT : Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemik, dan adanya


infark.

c. Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada


trombosis, emboli serabral dan TIA, sedangkan tekanan meningkat dan cairan
yang mengandung darah menujukan adanya hemoragi suaraknoid intrakranial.
Kadar protein meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya
proses imflamasi.

d. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi


arteriovena (MAV)

e. EEG : Mengidentifikasi maslah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin


adanya daerah lesi yang spesifik.
f. Sinar X tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah yang berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karptis interna
terdapat pada trombosis serebral.

g. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah


system arteri karotis), aliran darah / muncul plak (arteriosklerotik)

K. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

1. Ketidakmampuan dalam mempertahankan perfusi jaringan serebral berhubungan


dengan iskemia.

2. Ketidakmampuan dalam memenuhi kebuuhan nutrisi (pemenuhan intake)


berhubungan dengan gangguan menelan.

3. Ketidakmampuan dalam komunikasi verbal dan sosial berhubungan dengan


apasia motorik dan sensorik.

4. Ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan aktifitas dan pergerakan


berhubungan dengan deficit neurologist secara mendadak.

5. Ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan eliminasi: BAB dan BAK


berhubungan dengan gangguan fungsi neurologist karena penurunan kesadaran

6. Ketidakmampuan dalam pencegahan terhadap bahaya injuri yang mengancam


kehidupan berhubungan dengan penurunan kesadaran.

7. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penurunan kekuatan dan ketahanan,


kehilangan kontrol/koordinasi otot, kerusakan perseptual/ koognitif nyeri/
ketidaknyamanan, depresi ditandai dengan kerusakan kemampuan ADL.

Askep Klien Stroke


A. KONSEP DASAR

1.Pengertian

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Perdarahan intracerebral adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan
oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan olek karena
trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler.
(UPF, 1994)

2.Anatomi fisiologi

a. Otak

Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun
neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum
(otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri.
Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area
motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur
parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi
sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik
untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks
penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.

Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang
menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior
serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan
memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan
mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting
untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air
liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon
merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa
traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan
penglihatan.

Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan


hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal
yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi
pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki
atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada
beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan
rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah
dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)

b Sirkulasi darah otak

Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total


tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang
arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium,
keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu
sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)

Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira
setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan
bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan
media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti
nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan
bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk
korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk
lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri
vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons
dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri
basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua
membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris
ini jmemperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian
diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian
diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-
organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak
mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus, melalui
vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial. (Satyanegara, 1998)

3 Patofisiologi

Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400


mcmeter mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut
berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard.
Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus
dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilar mengalami perubahan-
perubahan degeneratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam
jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama
pada pagi hari dan sore hari.
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan
6 jam dan jika volumenya besarakan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan
gejala klinik.
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk
dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini
absorbsi darah akan diikutioleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial
dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat
foramen magnum.

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke
ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
talamus dan pons.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan
perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan
sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila
volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan
dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar
dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 %
tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach,
1999)

4 Dampak masalah

a Pada individu

1) Gangguan perfusi jaringan otak


Akibat adanya sumbatan pembuluh darah otak, perdarahan otak, vasospasme serebral,
edema otak

2) Gangguan mobilitas fisik


Terjadi karena adanya kelemahan, kelumpuhan dan menurunnya persepsi / kognitif

3) Gangguan komunikasi verbal


Akibat menurunnya/ terhambatnya sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler,
kelemahan otot wajah

4) Gangguan nutrisi
Akibat adanya kesulitan menelan, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, nafsu
makan yang menurun

5) Gangguan eliminasi uri dan alvi


Dapat terjadi akibat klien tidak sadar, dehidrasi, imobilisasi dan hilangnya kontrol
miksi

6) Ketidakmampuan perawatan diri


Akibat adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kehilangan koordinasi / kontrol
otot, menurunnya persepsi kognitif.

7) Gangguan psikologis
Dapat berupa emosi labil, mudah marah, kehilangan kontrol diri, ketakutan, perasaan
tidak berdaya dan putus asa.

8) Gangguan penglihatan
Dapat terjadi karena penurunan ketajaman penglihatan dan gangguan lapang pandang.
b Pada keluarga
1) Terjadi kecemasan
2) Masalah biaya
3) Gangguan dalam pekerjaan

B. KONSEP KEPERAWATAN

1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal
masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data
dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)

a Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien


yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat
perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn
E. Doenges et al, 1998)

1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnose medis.

2) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)

3) Riwayat penyakit sekarang


Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000)

4) Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma
kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)

5) Riwayat penyakit keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
(Hendro Susilo, 2000)

6) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor
biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.

7) Pola-pola fungsi kesehatan

a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat


Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi
oral.

b) Pola nutrisi dan metabolisme


Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase
akut.

c) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.

d) Pola aktivitas dan latihan


Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/ hemiplegi, mudah lelah

e) Pola tidur dan istirahat


Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot

f) Pola hubungan dan peran


Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara.

g) Pola persepsi dan konsep diri


Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.

h) Pola sensori dan kognitif


Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan,
perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif
biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.

i) Pola reproduksi seksual


Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke,
seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.

j) Pola penanggulangan stress


Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan
proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.

k) Pola tata nilai dan kepercayaan


Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

8. Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan umum

(1) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran


(2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak
bisa bicara
(3) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi

b) Pemeriksaan integumen

(1) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda
dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed
rest 2-3 minggu
(2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
(3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan

c) Pemeriksaan kepala dan leher


(1) Kepala : bentuk normocephalik
(2) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
(3) Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)

d) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun
suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan
menelan.

e) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat
kembung.

f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus


Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine

g) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

h) Pemeriksaan neurologi

(1) Pemeriksaan nervus cranialis


Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
(2) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
(3) Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
(4) Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa
hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.(Jusuf
Misbach, 1999)

9) Pemeriksaan penunjang

a) Pemeriksaan radiologi

(1) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau


menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993)
(2) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E.
Doenges, 2000)
(3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998)
(4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke. (Jusuf Misbach, 1999)

b) Pemeriksaan laboratorium
(1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor
masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998)
(2) Pemeriksaan darah rutin
(3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula
darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun
kembali. (Jusuf Misbach, 1999)
(4) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
(Linardi Widjaja, 1993)

b Analisa data

Analisa data merupakan kegiatan intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi,


mengklasifikasi, mengelompokkan, mengkaitkan data dan akhirnya menarik
kesimpulan.

c Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata
ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien
dapat ditanggulangi atau dikurangi. (Lismidar, 1990)

1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan


intracerebral. (Marilynn E. Doenges, 2000)
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia (Donna D.
Ignativicius, 1995)
3) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori, penurunan
penglihatan ( Donna D. Ignativicius, 1995)
4) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak
(Donna D. Ignativicius, 1995)
5) Gangguan eliminasi alvi(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan
yang tidak adekuat (Donna D. Ignativicius, 1995)
6) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan
menelan ( Barbara Engram, 1998)
7) Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi (Donna D. Ignativicius, 1995)
8) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama (Barbara
Engram, 1998)
9) Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penurunan
refleks batuk dan menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998)
10) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan lesi pada
upper motor neuron (Lynda Juall Carpenito, 1998)

2 Perencanaan

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi


keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk
mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan
perencanaan keperawatan klien adalah penentuan prioritas diagnosa
keperawatan,penetuan tujuan, penetapan kriteria hasil dan menntukan intervensi
keperawatan.
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :

a Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intra cerebral

1) Tujuan :
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
2) Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
- GCS 456
- Pupil isokor, reflek cahaya (+)
- Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan
16-20 kali permenit)

3) Rencana tindakan

a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK


dan akibatnya
b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest totat
c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial tiap dua jam
d) Berikan posisi kepala lebib tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal tipis)
e) Anjurkan klien untuk menghindari batukdan mengejan berlebihan
f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
4) Rasional
a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
b) Untuk mencegah perdarahan ulang
c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan untuk
penetapan tindakan yang tepat
d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki
sirkulasi serebral
e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi
perdarahan ulang
f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat
total dan ketenagngan mingkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan
dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya
g) Memperbaiki sel yang masih viabel

b Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia

1) Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
2) Kriteria hasil
- Tidak terjadi kontraktur sendi
- Bertabahnya kekuatan otot
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas

3) Rencana tindakan
a) Ubah posisi klien tiap 2 jam
b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit
c) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
d) Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
e) Tinggikan kepala dan tangan
f) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuklatihan fisik klien
4) Rasional
a) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek
pada daerah yang tertekan
b) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki
fungsi jantung dan pernapasan
c) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakkan

c Gangguan persepsi sensori baerhubungan dengan penurunan sensori penurunan


penglihatan

1) Tujuan :
Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
2) Kriteria hasil :
- Adanya perubahan kemampuan yang nyata
- Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang

3) Rencana tindakan

a) Tentukan kondisi patologis klien


b) Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi
c) Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan telaten dan seksama
d) Observasi respon perilaku klien, seperti menangis, bahagia, bermusuhan, halusinasi
setiap saat
e) Berbicaralah dengan klien secara tenang dan gunakan kalimat-kalimat pendek
4) Rasional
a) Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan
rencana tindakan
b) Untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi klien
c) Agar klien tidak kebingungan dan lebih konsentrasi
d) Untuk mengetahui keadaan emosi klien
e) Untuk memfokuskan perhatian klien, sehingga setiap masalah dapat dimengerti.

d Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah


otak

1) Tujuan
Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
2) Kriteria hasil
- Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
- Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isarat

3) Rencana tindakan
a) Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat
b) Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi
c) Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya
“ya” atau “tidak”
d) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien
e) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi
f) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara
4) Rasional
a) Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien
b) Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain
c) Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi
d) Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif
e) Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi
f) Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar

e Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi

1) Tujuan
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
2) Kriteria hasil
- Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
- Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan
sesuai kebutuhan

3) Rencana tindakan

a) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri


b) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan
dengan sikap sungguh
c) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi
berikan bantuan sesuai kebutuhan
d) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau
keberhasilannya
e) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
4) Rasional
a) Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara
individual
b) Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
c) Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun
bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi
klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk emepertahankan
harga diri dan meningkatkan pemulihan
d) Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk
berusaha secara kontinyu
e) Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan
mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus

f Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kelemahan otot mengunyah dan menelan
1) Tujuan
Tidak terjadi gangguan nutrisi
2) Kriteria hasil
- Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
- Hb dan albumin dalam batas normal

3) Rencana tindakan

a) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk


b) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, seama dan sesudah makan
c) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan
menekan ringan diatas bibir/dibawah gagu jika dibutuhkan
d) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
e) Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
f) Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika klien
dapat menelan air
g) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
h) Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
i) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan
melalui selang
4) Rasional
a) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
b) Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
c) Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
d) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan
usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan
e) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar
f) Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut,
menurunkan terjadinya aspirasi
g) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan merunkan resiko terjadinya
tersedak
h) Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu
makan
i) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika
klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut

g Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan


yang tidak adekuat

1) Tujuan
Klien tidak mengalami kopnstipasi
2) Kriteria hasil
- Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat
- Konsistensifses lunak
- Tidak teraba masa pada kolon ( scibala )
- Bising usus normal ( 15-30 kali permenit )

3) Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi
b) Auskultasi bising usus
c) Anjurkan pada klien untuk makan maknanan yang mengandung serat
d) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada kontraindikasi
e) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien
f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria,
enema)
4) Rasional
a) Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab obstipasi
b) Bising usu menandakan sifat aktivitas peristaltik
c) Diit seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi reguler
d) Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai
pada usus dan membantu eliminasi reguler
e) Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto
abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik
f) Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan
massa feses dan membantu eliminasi

h Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama

1) Tujuan
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
2) Kriteria hasil
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka

3) Rencana tindakan

a) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika
mungkin
b) Rubah posisi tiap 2 jam
c) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang
menonjol
d) Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada
waktu berubah posisi
e) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi
f) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit
4) Rasional
a) Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
b) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
c) Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
d) Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
e) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
f) Mempertahankan keutuhan kulit

i Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan


menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi
1) Tujuan :
Jalan nafas tetap efektif.
2) Kriteria hasil :
- Klien tidak sesak nafas
- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
- Tidak retraksi otot bantu pernafasan
- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit

3) Rencana tindakan :

a) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat
ketidakefektifan jalan nafas
b) Rubah posisi tiap 2 jam sekali
c) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
d) Observasi pola dan frekuensi nafas
e) Auskultasi suara nafas
f) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
4) Rasional :
a) Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah terjadinya ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
b) Perubahan posisi dapat melepaskan sekret darim saluran pernafasan
c) Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
d) Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
e) Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
f) Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru

j Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan kehilangan


tonus kandung kemih, kehilangan kontrol sfingter, hilangnya isarat berkemih.

1) Tujuan :
Klien mampu mengontrol eliminasi urinya
2) Kriteria hasil :
- Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
- Tidak ada distensi bladder

3) Rencana tindakan :

a) Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering


b) Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari
c) Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus dengan
penepukan suprapubik, manuver regangan anal)
d) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang
telah direncanakan
e) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per hari
bila tidak ada kontraindikasi)
4) Rasional :
a) Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih
yang berlebih
b) Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu mencegah enuresis
c) Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih
d) Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine
sehingga memerlukanuntuk lebih sering berkemih
e) Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan batu
ginjal.

3 Pelaksanaan

Pelaksanaan asuhan keperawatan ini merupakan realisasi dari rencana tindakan


keperawatan yang diberikan pada klien.

4 Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah


kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan
anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang
kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai
apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan
pengkajian ulang. (Lismidar, 1990)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN STROKE

A. Pengertian
Stroke adalah deficit neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah
yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal
otak yang terkena (WHO, 1989).

B. Klasifikasi stroke

Berdasarkan proses patologi dan gejala klinisnya stroke dapat diklasifikasikan


menjadi :

1. stroke hemoragik

Terjadi perdarahan cerebral dan mungkin juga perdarahan subarachnoid yeng


disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Umumnya terjadi pada saat
melakukan aktifitas, namun juga dapat terjadi pada saat istirahat. Kesadaran
umumnya menurun dan penyebab yang paling banyak adalah akibat hipertensi
yang tidak terkontrol.

2. stroke non hemoragik

Dapat berupa iskemia, emboli, spasme ataupun thrombus pembuluh darah otak.
Umumnya terjadi setelah beristirahat cukup lama atau angun tidur. Tidak terjadi
perdarahan, kesadaran umumnya baik dan terjadi proses edema otak oleh karena
hipoksia jaringan otak.
Stroke non hemoragik dapat juga diklasifikasikan berdasarkan perjalanan
penyakitnya, yaitu :

1. TIA’S (Trans Ischemic Attack)

Yaitu gangguan neurologist sesaat, beberapa menit atau beberapa jam saja dan
gejala akan hilang sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

1. Rind (Reversible Ischemic Neurologis Defict)

Gangguan neurologist setempat yang akan hilang secara sempurna dalam waktu 1

minggu dan maksimal 3 minggu..

1. stroke in Volution

Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan yang muncul

semakin berat dan bertambah buruk. Proses ini biasanya berjalan dalam beberapa

jam atau beberapa hari.

1. Stroke Komplit

Gangguan neurologist yang timbul bersifat menetap atau permanent.

C. Etiologi

Ada beberapa factor risiko stroke yang sering teridentifikasi, yaitu ;

1. Hipertensi, dapat disebabkan oleh aterosklerosis atau sebaliknya. Proses ini


dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah atau timbulnya thrombus
sehingga dapat mengganggu aliran darah cerebral.

2. Aneurisma pembuluh darah cerebral

Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu tempat yang

diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan dengan maneuver

tertentu dapat menimbulkan perdarahan.

3. Kelainan jantung / penyakit jantung

Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan endokarditis.

Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran
darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber

pada kelainan jantung dan pembuluh darah.

4. Diabetes mellitus (DM)

Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yeitu terjadinya

peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran darah khususnya

serebral dan adanya kelainan microvaskuler sehingga berdampak juga terhadap

kelainan yang terjadi pada pembuluh darah serebral.

5. Usia lanjut

Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk pembuluh

darah otak.

6. Polocitemia

Pada policitemia viskositas darah meningkat dan aliran darah menjadi lambat

sehingga perfusi otak menurun.

7. Peningkatan kolesterol (lipid total)

Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya

embolus dari lemak.

8. Obesitas

Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga

dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya pembuluh

drah otak.

9. Perokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga

terjadi aterosklerosis.

10. kurang aktivitas fisik

Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk kelenturan

pembuluh darah (embuluh darah menjadi kaku), salah satunya pembuluh darah

otak.

D. Patofisiologi

1. Stroke non hemoragik

Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh thrombus
atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya aterosklerosis
pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke
area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi
kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan
oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis.
Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba
berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat
ddisebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.

2. Stroke hemoragik

Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau
ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang
seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat
dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan
menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping itu, darah yang
mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema,
spasme pembuluh darah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan
aliran darah berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.

E. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya daerah otak
yang terkena.

1. Pengaruh terhadap status mental

 Tidak sadar : 30% - 40%

 Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar


1. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:

 Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)

 Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)

 Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)

1. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:

 hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-


80%)

 inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana


yang terkena

1. Daerah arteri serebri posterior

 Nyeri spontan pada kepala

 Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)

1. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:

 Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak

 Hemiplegia alternans atau tetraplegia

 Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan


menelan, emosi labil)

Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kanan

 Hemiparese sebelah kiri tubuh

 Penilaian buruk

 Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan


terjatuh ke sisi yang berlawanan

1. stroke hemisfer kiri

 mengalami hemiparese kanan

 perilaku lambat dan sangat berhati-hati


 kelainan bidang pandang sebelah kanan

 disfagia global

 afasia

 mudah frustasi

F. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah :

1. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit,


kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark
3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya
struktur otak
4. angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai
pembuluh darah yang terganggu

G. Penatalaksanaan medis

Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:

1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan
boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
diberikan ogsigen sesuai kebutuhan
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT
11. Penatalaksanaan spesifik berupa:

 Stroke non hemoragik: asetosal, neuroprotektor, trombolisis,


antikoagulan, obat hemoragik

 Stroke hemoragik: mengobati penyebabnya, neuroprotektor, tindakan


pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN STROKE


NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
KEPERAWATAN HASIL
1. Bersihan jalan nafas tidak Pasien mampu 1. Auskultasi
efektif b.d. penumpukan mempertahankan jalan nafas bunyi nafas
sputum (karena
kelemahan, hilangnya
yang paten.
2. Ukur tanda-
refleks batuk) tanda vital
Kriteria hasil :
3. Berikan posisi semi fowler
a. Bunyi nafas vesikuler sesuai dengan kebutuhan (tidak
bertentangan dgn masalah
b. RR normal keperawatan lain)

c. Tidak ada tanda-tanda sianosis 4. Lakukan penghisapan lender


dan pucat dan pasang OPA jika kesadaran
menurun
d. Tidak ada sputum
5. Bila sudah memungkinkan
lakukan fisioterapi dada dan
latihan nafas dalam

6. Kolaborasi:

 Pemberian ogsigen

 Laboratorium: Analisa gas


darah, darah lengkap dll

 Pemberian obat sesuai


kebutuhan
2. Penurunan perfusi serebral Perfusi serebral membaik 1. Pantau adanya tanda-tanda
b.d. adanya perdarahan, penurunan perfusi serebral
edema atau oklusi Kriteria hasil : :GCS, memori, bahasa respon
pembuluh darah serebral pupil dll
a. Tingkat kesadaran membaik
(GCS meningkat) 2. Observasi tanda-tanda vital
(tiap jam sesuai kondisi pasien)
b. fungsi kognitif, memori dan
motorik membaik 3. Pantau intake-output cairan,
balance tiap 24 jam
c. TIK normal
4. Pertahankan posisi tirah
d. Tanda-tanda vital stabil baring pada posisi anatomis atau
posisi kepala tempat tidur 15-30
derajat
e. Tidak ada tanda perburukan
neurologis
5. Hindari valsava maneuver
seperti batuk, mengejan dsb
f.
6. Pertahankan ligkungan yang
nyaman

7. Hindari fleksi leher untuk


mengurangi resiko jugular
8. Kolaborasi:

 Beri ogsigen sesuai indikasi

 Laboratorium: AGD, gula


darah dll

 Penberian terapi sesuai


advis

 CT scan kepala untuk


diagnosa dan monitoring
3. Gangguan mobilitas fisik Pasien mendemonstrasikan 1. Pantau tingkat kemampuan
b.d. kerusakan mobilisasi aktif mobilisasi klien
neuromuskuler,
kelemahan, hemiparese Kriteria hasil : 2. Pantau
kekuatan otot
a. tidak ada kontraktur atau foot
drop 3. Rubah posisi tiap 2 jan

b. kontraksi otot membaik 4. Pasang trochanter roll pada


daerah yang lemah
c. mobilisasi bertahap
5. Lakukan ROM pasif atau
aktif sesuai kemampuan dan jika
TTV stabil

6. Libatkan keluarga dalam


memobilisasi klien

7. Kolaborasi:
fisioterapi
4. Gangguan komunikasi Komunikasi dapat berjalan dengan 1. Evaluasi sifat dan beratnya
verbal b.d. kerusakan baik afasia pasien, jika berat hindari
neuromuscular, kerusakan memberi isyarat non verbal
sentral bicara Kriteria hasil :
2. Lakukan komunikasi dengan
a. Klien dapat mengekspresikan wajar, bahasa jelas, sederhana
perasaan dan bila perlu diulang

b. Memahami maksud dan 3. dengarkan dengan tekun jika


pembicaraan orang lain pasien mulai berbicara

c. Pembicaraan pasien dapat 4. Berdiri di dalam lapang


dipahami pandang pasien pada saat bicara

5. Latih otot bicara secara


optimal

6. Libatkan keluarga dalam


melatih komunikasi verbal pada
pasien

7. Kolaborasi dengan ahli terapi


wicara
5. (Risiko) gangguan nutrisi Kebutuhan nutrisi terpenuhi 1. Kaji factor penyebab yang
kurang dari kebutuhan b.d. mempengaruhi kemampuan
intake nutrisi tidak Kriteria hasil : menerima makan/minum
adekuat
a. Tidak ada tanda-tanda 2. Hitung kebutuhan nutrisi
malnutrisi perhari

b. Berat badan dalam batas 3. Observasi tanda-tanda vital


normal
4. Catat intake makanan
c. Conjungtiva ananemis
5. Timbang berat badan secara
d. Tonus otot baik berkala

e. Lab: albumin, Hb, BUN dalam 6. Beri latihan menelan


batas normal
7. Beri makan via NGT

8. Kolaborasi : Pemeriksaan
lab(Hb, Albumin, BUN),
pemasangan NGT, konsul ahli
gizi
6. Perubahan persepsi- Persepsi dan kesadaran akan 1. Cari tahu proses patogenesis
sensori b.d. perubahan lingkungan dapat dipertahankan yang mendasari
transmisi saraf sensori,
integrasi, perubahan 2. Evaluasi adanya gangguan
psikologi persepsi: penglihatan, taktil

3. Ciptakn suasana lingkungan


yang nyaman

4. Evaluasi kemampuan
membedakan panas-dingin,
posisi dan proprioseptik

5. Catat adanya proses hilang


perhatian terhadap salah satu sisi
tubuh dan libatkan keluarga
untuk membantu mengingatkan

6. Ingatkan untuk menggunakan


sisi tubuh yang terlupakan

7. Bicara dengan tenang dan


perlahan

8. Lakukan validasi terhadap


persepsi klien dan lakukan
orientasi kembali
7. Kurang kemampuan Kemampuan merawat diri 1. Pantau tingkat kemampuan
merawat diri b.d. meningkat klien dalam merawat diri
kelemahan, gangguan
neuromuscular, kekuatan Kriteria hasil : 2. Berikan bantuan terhadap
otot menurun, penurunan kebutuhan yang benar-benar
koordinasi otot, depresi,
nyeri, kerusakan persepsi
a. mendemonstrasikan perubahan diperlukan saja
pola hidup untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari 3. Buat lingkungan yang
memungkinkan klien untuk
b. Melakukan perawatan diri melakukan ADL mandiri
sesuai kemampuan
4. Libatkan keluarga dalam
c. Mengidentifikasi dan membantu klien
memanfaatkan sumber bantuan
5. Motivasi klien untuk
melakukan ADL sesuai
kemampuan

6. Sediakan alat Bantu diri bila


mungkin

7. Kolaborasi: pasang DC jika


perlu, konsultasi dengan ahli
okupasi atau fisioterapi
8. Risiko cedera b.d. gerakan Klien terhindar dari cedera selama 1. Pantau tingkat kesadaran dan
yang tidak terkontrol perawatan kegelisahan klien
selama penurunan
kesadaran Kriteria hasil : 2. Beri pengaman pada daerah
yang sehat, beri bantalan lunak
a. Klien tidak terjatuh
3. Hindari restrain kecuali
b. Tidak ada trauma dan terpaksa
komplikasi lain
4. Pertahankan bedrest selama
fase akut

5. Beri pengaman di samping


tempat tidur

6. Libatkan keluarga dalam


perawatan

7. Kolaborasi: pemberian obat


sesuai indikasi (diazepam,
dilantin dll)
9. Kurang pengetahuan Pengetahuan klien dan keluarga 1. Evaluasi derajat gangguan
(klien dan keluarga) tentang penyakit dan perawatan persepsi sensuri
tentang penyakit dan meningkat.
perawatan b.d. kurang 2. Diskusikan proses patogenesis
informasi, keterbatasan Kriteria hasil : dan pengobatan dengan klien dan
kognitif, tidak mengenal keluarga
sumber a. Klien dan keluarga
berpartisipasi dalam proses 3. Identifikasi cara dan
belajar kemampuan untuk meneruskan
progranm perawatan di rumah
b. Mengungkapkan pemahaman
tentang penyakit, pengobatan, 4. Identifikasi factor risiko secara
dan perubahan pola hidup yang individual dal lakukan perubahan
diperlukan
pola hidup

5. Buat daftar perencanaan


pulang

Anda mungkin juga menyukai