Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Solutio plasenta atau disebut abruption placenta/ablasia placenta adalah separasi
prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus uteri) dalam masa
kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam plasenta terdapat banyak
pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat nutrisi dari ibu kejanin, jika plasenta
ini terlepas dari implantasi normalnya dalam masa kehamilan maka akan mengakibatkan
perdarahan yang hebat.
Perdarahan pada solutio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada plasenta previa
oleh karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak keluar melalui vagina hampir
tidak ada / tidak sebanding dengan perdarahan yang berlangsung internal yang sangat
banyak pemandangan yang menipu inilah yang sebenarnya yang membuat solutio plasenta
lebih berbahaya karena dalam keadaan demikian seringkali perkiraan jumlah, darah yang
telah keluar sukar diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu berada dalam keadaan
syok.
Penyebab solutio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasus-kasus berat
didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi vaskular menahun, 15,5% disertai pula oleh
pre eklampsia. Faktor lain diduga turut berperan sebagai penyebab terjadinya solutio
plasenta adalah tingginya tingkat paritas dan makin bertambahnya usia ibu.
Gejala dan tanda solutio plasenta sangat beragam, sehingga sulit menegakkan
diagnosisnya dengan cepat. Dari kasus solutio plasenta didiagnosis dengan persalinan
prematur idopatik, sampai kemudian terjadi gawat janin, perdarahan hebat, kontraksi uterus

yang hebat, hipertomi uterus yang menetap. Gejala-gejala ini dapat ditemukan sebagai
gejala tunggal tetapi lebih sering berupa gejala kombinasi.
Solutio plasenta merupakan penyakit kehamilan yang relatif umum dan dapat
secara seriusmembahayakan keadaan ibu. Seorang ibu yang pernah mengalami solutio
plasenta, mempunyai resiko yang lebih tinggi mengalami kekambuhan pada kehamilan
berikutnya. Solutio plasenta juga cenderung menjadikan morbiditas dan bahkan mortabilitas
pada janin dan bayi baru lahir.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk menyusun mkalah mengenai
bagaimana asuhan keperawatan terhadap klien dengan masalah solutio plasenta.
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan yag
dapat dilakukan terhadap klien dengan solutio plasenta yang terdiri dari:
1. Mengetahui pengertian solutio plasenta
2. Mengetahui etiologi solutio plasenta
3. Mengetahui patofisiologi solutio plasenta
4. Mengetahui manifestasi klinis solutio plasenta
5. Mengetahui klasifikasi solutio plasenta
6. Mengetahui penatalaksanaan solutio plasenta
7. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan solutio plasenta

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi
Solutio Plasenta atau abrupsio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat
implementasinya sebelum janin lahir (Cunningham, 2005). Menurut Helen (2006), solutio
plasenta adalah lepasnya plasenta dari tempat tertanamnya sebelum waktunya.
Solutio Plasenta adalah terlepasnya plasenta dengan implantasi normal sebelum
waktunya pada kehamilan yang berusia diatas 28 minggu (Arief Mansjoer, 2001). Solutio
2

Plasenta adalah suatu keadaan dalam kehamilan viable dimana plasenta yang tempat
implantasinya normal (pada fundus atau korpus uteri) terkelupas atau terlepas sebelum kala
III (Achadiat, 2003).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa solutio plasenta adalah
pelepasan sebagian atau seluruh plasenta yang normal implantasinya antara minggu 22 dan
lahirnya janin.
B. Etiologi
Faktor penyebabnya belum diketahui, tetapi kondisi abrupsio plasenta dapat dikaitkan
dengan hal-hal berikut :
1. Tekanan darah tinggi pada ibu
2. Usia ibu atau paritas cukup tinggi
3. Perokok
4. Gizi buruk
5. Korioamnionitis
6. Trauma tumpul pada abdomen ibu
7. Riwayat absupsio plasenta terdahulu
8. Peningkatan dan ukuran uteri secara mendadak (misal, bila terjadi pecah ketuban
akibat polihidramnion atau diantara persalinan pada kehamilankembar)
9. Versi kepala luar
10. Pengguna kokain terutama jenis crack.

C. Patofisiologi
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang mebentuk
hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila
perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta,
peredaran darah antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan tanda serta gejalanyapun
tidak jelas kejadiannya baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan
didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang
berwarna kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus menerus karna otot uterus yang telah
meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan
perdarahannya. Akibatnya, hematoma retroplsenter akan bertambah besar, sehingga
sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus sebagian darah akan
menyelundup dibawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban
3

masuk kedalam kantong ketuban atau mengadakan ekstravasasi diantara serabut-serabut


diotot uterus. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan
berbercak biru atau ungu. Hal ini disebut uterus couvelaire, menurut orang yang pertama
kali menemukannya uterus seperti itu akan terasa sangat tegang dan nyeri. Akibat kerusakan
jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, banyak tromboplastin akan masuk
kedalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana yang
akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen akibatnya terjadi
hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya diuterus,
akan tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan
pemberian intravaskuler. Oliguria dan proteinuria akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal
mendadak yang masih dapat sembuh kembali, atau akibat nekrosis korteks ginjal mendadak
yang biasanya berakibat fatal.
Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila
sebagian besar atau seluruhnya terlepas, mungkin tidak berpengaruh sama sekali, atau
mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat menentukan hebatnya gangguan pembekuan
darah, kelainan ginjal dan nasib janin, makin lama sejak terjadinya Solutio Plasenta sampai
selesai, makin hebat umumnya komplikasi.
D. Manifestasi Klinis
1. Perdarahan pervaginam disertai rasa nyeri diperut yang terus-menerus, warna darah
merah kehitaman
2. Rahim keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi rahim bertambah dengan darah
yang berkumpul dibelakang plasenta hingga rahim teregang (uterus embosis, Wooden
3.
4.
5.
6.
7.
8.

uterus)
Palpasi janin sulit karena rahim keras
Fundus uteri makin lama makin naik
Auskultasi DJJ sering negatif
KU pasien lebih buruk dari jumlah darah yang keluar
Sering terjadi renjatan (hipovolemik dan neurogenik)
Pasien kelihatan pucat, gelisah dan kesakitan.

E. Klasifikasi Solutio Plasenta


Solutio plasenta dibagi menjadi 3 :
1. Solutio Plasenta ringan
Tanpa rasa sakit
Pendarahan kurang dari 500 cc warna akan kehitam-hitaman
4

2.

3.

F.
1.
2.
3.
4.

Plasenta lepas kurang dari 1/5 bagianFibrinogen diatas 250 mg %


Solutio Plasenta sedang
Bagian janin masih teraba
Perdarahan antara 500-100cc Terjadi fetal distress Plasenta lepas kurang 1/3 bagian
Solutio Plasenta berat
Abdomen nyeri
palpasi janin sukar
Janin telah meninggal

Komplikasi Solutio Plasenta


Perdarahan dan syok
Hypofibrinogenaomi
Apoplexi Uteroplasentair (Uterus Couvelaire)
Gangguan faal ginjal

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium Hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu protrombin, waktu
pembekuan, waktu tromboplastin parsial, kadar fibrinogen, gen elektrolit plasenta, CBC,
CT, BT, elektrolit (bila perlu)
2. Keadaan janin kardiootokografi, Doppler, Laennec
3. USG menilai letak plasenta, usia kehamilan dan keadaan janin secara keseluruhan
H. Penatalaksanaan Solutio Plasenta
1. Konservatif
Hanya untuk Solutio Plsenta derjat ringan dan janin masih belum cukup bulan,

apalagi jika janin telah meninggal.


Transfusi darah (1 x 24 jam) bila anemia (HB kurang dari 10,0%)
Apabila ketuban telah pecah, dipacu dengan oksitosin 10IU dalam larutan saline

500 cc, kemudian ditunggu sampai lahir pervaginam.


Bila 1 botol tersebut belum lahir, ulangi dengan 1 botol lagi dan ditunggu sampai
lahir. Dengan langkah ini biasanya sebagian besar kasus dapat diselesaikan

dengan baik (90%) sedangkan bagi yang gagal dapat dilakukan SC emergency
2. Pengobatan
a. Umum
Pemberian darah yang cukup
Pemberian02
Pemberian antibiotic Pada syok yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis
tinggi.
b. Khusus

Terhadap hypofibrinogenaemi Substansi dengan human fibrinogen 10 g atau


darah segar (Menghentikan fibrinolyse dengan trsylol (proteinase inhibitor)

200.000 S. IV selanjutnya kalau perlu 100.000 s/jam dalam infuse)


Untuk meransang diurese : mannit monnitol diurese yang baik lebih dari 30 40
cc/jam (Pada Solutio Plsenta darah dari tempat pelepasan, mencari jalan keluar
antara selaput janin dan dinding rahim dan pada akhirnya keluar dari serviks.
Terjadilah pendarahan keluar atau pendarahan tampak. Kadang darah tidak
keluar tetapi berkumpul dibelakang plasenta membentuk hematom retroplsentair.
Pendarahan ini disebut pendarahan kedalam atau pendarahan tersembunyi.
Pendarahan juga dapat terjadi keluar tetapi sebagian masuk kedalam ruang

amnion, terjadilah perdarahan keluar dan tersembunyi).


c. Obstetris
Pimpinan persalinan pada Solutio Plsenta bertujuan untuk mempercepat

persalinan sedapat-dapatnya kelahiran terjadi dalam 6 jam.


Alasannya ialah: Bagian yang terlepas meluas, pendarahan bertambah,
hypofibrinogenaemi menjelma dan bertambah
Tujuan ini dicapai dengan: Pemecahan ketuban, pemberian infus pitocin
ialah 5 c dalam 500 cc glukosa 5%, SC, dan Hysterektomi.

I. Konsep Asuhan Keperawatan Solutio Plasenta


Solutio Plasenta merupakan pelepasan prematur terjadi selama trisemester ketiga
biasanya selama persalinan (Doengoes, 2001).
1. Pengkajian
a. Sirkulasi: Hipertensi (faktor pencetus) pendarahan, bila ada, mungkin berwarna
gelap atau terang, mungkin tersembunyi.
b. Makanan / cairan : Abdomen keras, seperti papan, uterus tegang dengan pembesaran
simetris atau asimetris.
c. Nyeri / ketidaknyamanan : Dapat mengalami nyeri dengan hemoragi retroplasenta,
nyeri tekan nyata atau berat secara umum, atau nyeri lokal, nyeri punggung bawah.
d. Seksualitas : Peninggian fundus uterus, relaksasi diantara kontraksi menurun secara
progresif janin hiperaktif, DJJ mungkin DBN atau dapat menunjukkan bradikardia
atau takikardia.

2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


6

1) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskular berlebihan


ditandai dengan hipotensi, peningkatan frekwensi nadi, penurunan tekanan nadi,
urin menurun/terkonsentasi, penurunan pengisian vena, perubahan mental.
KH: Klien akan mendemonstrasikan kestabilan / perbaikan keseimbangan cairan
yang dibuktikan oleh tanda-tanda vital stabil, pengisian kapiler cepat, sensorium
tepat, dan haluaran serta berat jenis urin adekuat secara individual.
Intervensi:
Mandiri

Evaluasi, laporkan dan catat jumlah serta sifat kehilangan darah, lakukan

penghitungan pembalut, timbang pem-balut/pengalas.


R/ Perkiraan kehilangan darah membantu membedakan diagnosa setiap gram
peningkatan berat pembalut sama dengan kehi-langan kira-kira 1 ml darah.
Lakukan tirah baring, instruksikan klien untuk menghindari valsava anuver dan koltus.
R/ Perdarahan dapat berhenti dengan reduksi aktivitas. Peningkatan tekanan
abdomen atau orgasme (yang meningkatkan aktivitas uterus) dapat meransang
perdarahan.
Posisikan klien dengan tepat, telentang dengan panggul ditinggikan atau
posisi semifowler pada plasenta previa, hindari posisi trendelenburg.
R/ Menjamin keadekuatan darah yang tersedia untuk otak, peninggian panggul
meng-hindari kompresi vena kava, posisi semifowler memungkinkan janin
bertindak sebagai tampan. Posisi trendelenburg dapat menurunkan keadaan
pernafasan ibu.
Catat tanda-tanda vital pengisian ka-piler pada dasar kuku, warna
membran mukosa/kulit, dan suhu ukur tekanan vena sentral bila ada.
R/ Membantu menentukan beratnya kehilang-an darah, meskipun sianosis dan
perubahan pada tekanan darah (TD) dan nadi adalah tanda-tanda lanjut dari
kehilangan sirkulasi dan / atau terjadinya syok. Juga pantau keadekukatan
penggantian cairan.
Kolaborasi
Dapatkan atau tinjau ulang pemeriksa-an darah cepat: HDL, jenis dan
pen-cocokan silang, titer Rn, kadar fibrinogen, hitung trombosit, APTT,
PT dan kadar HCG

R/ Menentukan jumlah darah yang hilang dan dapat memberikan informasi


mengenai penyebab. Ht harus dipertahankan diatas 30% untuk mendukung
transpor oksigen dan nutrien.
Siapkan untuk kelahiran sesaria bila ada diagnosa berikut: abrupsi
plasenta berat bila janin hidup dan persalinan tidak terjadi. KID, atau
plasenta previa bila janin matur, kelahiran vagina tidak mungkin, dan
perdarahan berlebihan atau tidak teratasi dengan tirah baring
R/ Hemoragi berhenti bila plsenta diangkat dan sinus-sinus vena tertutup.
Berikan larutan intravena, expander plasma, darah lengkap, atau sel-sel
keemasan, sesuai indikasi
R/ Meningkatkan volume darah sirkulasi dan mengatasi gejala-gejala syok
2) Perubahan perfusi jaringan uteroplasenta berhubungan dengan hipovolemia
ditandai dengan perubahan denyut jantung janin (DJJ) dan/atau aktivitas.
KH: Klien akan mendemosntrasikan perfusi adekuat, dibuktikan oleh DJJ dan
aktivitas DBN serta tes nonstres rekatif (NST).
Intervensi
Mandiri
Perhatikan status fisiologis ibu, status sirkulasi dan volume darah.
R/ Kejadian pendarahan potensial merusak hasil kehamilan, kemungkinan
menyebabkan hipovolemia atau hipoksia uteroplasenta.
Catat kehilangan darah ibu mungkin dan adanya kontraksi uterus.
R/ Bila kontraksi uterus disertai dilatasi serviks, tirah barinng dan medikasi
mungkin tidak efektif dalam mempertahankan kehamilan, kehilangan darah ibu
secara berlebihan menurunkan perfusi plasenta.
Anjurkan tirah baring pada posisi miring kiri.
R/ Menghilangkan tekanan pada vena cava inferior dan meningkatkan sirkulasi
plasenta/janin dan pertukaran oksigen.
Kolaborasi
Berikan suplemen oksigen pada klien.
R/ Meningkatkan ketersediaan oksigen untuk ambilan janin.
Lakukan/ulang NST sesuai indikasi.
R/ Mengevaluasi secara elektronik respons DJJ terhadap gerakan janin
bermanfaat da-lam menentukan kesejahteraan janin (tes reaktif) versus hipoksia
(non relatif).
8

Ganti kehilangan darah/cairan ibu.


R/ Mempertahankan volume sirkulasi yang adekuat untuk transpor oksigen.
Hemoragi maternal mempengaruhi transfer oksigen uteroplasenta secara negatif,
menimbulkan kemungkinan kehilangan kehamilan atau memburuknya status
janin bila penyimpangan oksigen menetap. Janin kehabisan tenaga untuk
melakukan mekanisme koping, dan kemungkinan ssp rusak/janin meninggal.
3) Ketakutan berhubungan dengan acaman kematian pada diri sendiri, janin
ditandai dengan pengungkapan masalah khusus, peningkatan ketegangan,
stimulasi simpatis.
KH: Klien akan mendiskusikan ketakutan mengenai diri, janin dan masa depan
kehamilan, mengenali ketakutan yang sehat dan tidak sehat. Klien akan
mengungkapkan pengetahuan situasi yang akurat. Klien akan mendemonstrasikan
pemecahan masalah dan penggunaan sumber-sumber secara efektif. Klien akan
melaporkan/menunjukkan berkurangnya ketakutan dan/atau prilaku yang
menunjukkan ketakutan.
Intervensi:
Mandiri

Diskusikan situasi dan pemahaman tentang situasi dengan klien dan

pasangan.
R/ Memberikan informasi tentang reaksi individu terhadap apa yang terjadi.
Dengarkan masalah klien dan dengarkan secara aktif.
R/ Meningkatkan rasa kontrol terhadap situasi dan memberikan kesempatan pada
klien untuk mengembangkan solusi sendiri.
Berikan informasi dalam bentuk verbal dan tertulis, dan beri kesempatan
klien untuk mengajukan pertanyaan, jawab pertanyaan dengan jujur.
R/ Pengetahuan akan membantu klien meng-atasi apa yang sedang terjadi dengan
lebih efektif. Informasi tertulis nantinya memungkinkan klien untuk meninjau
ulang informasi karena akibat tingkat stres, klien tidak dapat mengasimilasi
informasi jawa-ban yang jujur dapat meningkatkan pemahaman dengan lebih
baik serta menurunkan rasa sakit.
Libatkan klien dalam perencanaan dan berpartisipasi dalam perawatan
sebanyak mungkin.
R/ Menjadi mampu melakukan sesuatu untuk membantu mengontrol situasi
dapat menurunkan rasa takut.
9

Jelaskan prosedur dan anti gejala-gejala.


R/ Pengetahuan dapat membantu menurunkan rasa takut dan meningkatkan rasa
kontrol terhadap situasi.
4) Nyeri berhubungan dengan kontraksi otot/dilatasi serviks, trauma jaringan
(ruptur tuba falopi) ditandai dengan melaporkan nyeri, perilaku distraksi, respon
otonomik (perubahan pada nadi/TD).
KH : Klien akan melaporkan nyeri/ketidaknyamanan hilang atau terkontrol. Klien
akan mendemonstrasikan penggunaan keterampilan relaksasi/aktivitas hiburan.
Intervensi
Mandiri

Tentukan sifat, lokasi, dan durasi nyeri kaji kontraksi uterus, hemoragi

retro-plasenta atau nyeri tekan abdomen.


R/ Membantu dalam mendiagnosa dan memilih tindakan ketidaknyamanan
dihubungkan dengan aborsi spontan dan molahidatidosa karena kontraksi uterus,
yang mungkin diperberat oleh infus oksitosin. Ruptur kehamilan ektopik
mengakibatkan nyeri hebat, karena hemoragi tersembunyi saat tubafalopi ruptur
kedalam rongga abdomen. Abrupsi plasenta disertai dengan nyeri berat,
khususnya bila terjadi hemoragi retroplasma tersembunyi.
Kaji stres psikologis klien / pasangan dan respon emosional terhadap
kejadian.
R/ Ansietas sebagai respon terhadap siatuasi darurat dapat memperberat derajat
ketidaknyamanan karena sindrome ketegangan takut nyeri.
Kolaborasi
Berikan narkotik atau sedatif, berikan obat-obat praoperatif bila prosedur
pembedahan dindikasikan.
R/ Meningkatkan kenyamanan, menurunkan resiko komplikasi pembedahan.
Siapkan untuk prosedur bedah, bila diindikasikan.
R/ Tindakan terhadap penyimpangan dasar akan menghilangkan nyeri.
5) Resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berdasarkan dengan penggantian
kehilangan cairan berlebihan/cepat ditandai dengan tidak dapat diterapkan
adanya tan/gejala untuk menegakkan diagnos
aktual.
KH : Klien akan menunjukkan TD, nadi, berat jenis urin, dan tanda-tanda neurologis
DBN, tanpa kesulitan pernafasan.

10

Intervensi
Mandiri

Pantau adanya peningkatan TD dan nadi catat tanda-tanda pernafasan

seperti dispnea, krekels, atau ronki.


R/ Bila penggantian cairan berlebihan, gejala beban kerja sirkulasi berlebihan
dan kesuliatan pernafasan dapat terjadi. Selain itu, klien denngan abrupsi
plasenta yang sudah hipertensi, beresiko terhadap manifestasi respon negatif
penggantian cairan, seperti pada klien dengan gangguan fungsi
jantung.
Pantau dengan cermat kecepatan infus secara mnual atau secara elektrik,
catat masukan/haluaran. Ukur berat jenis urin.
R/ Masukan dan haluaran harus kira-kira sama dengan volume sirkulasi stabil.
Haluaran urin meningkat dan berat jenis menurun bila perfusi ginjal dan volume
sirkulasi kembali normal.
Kaji status neurologis, perhatikan prilaku atau peningkatan kepekaan.
R/ Perubahan prilaku dapat menjadi tanda awal dari edema serebral karena
retensi cairan.
Kolaborasi
Kaji kadar Ht Kadar Ht
R/ Dapat menandakan jumlah kehilangan darah dan dapat digunakan untuk
menetukan kebutuhan dan keadekuatan penggantian.

11

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Solutio Plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum janin
lahir, diberi beragam sebutan, yaitu placental arubtion, Arubtio plasenta, dan di Ingris
Accidental Hemorrhage (perdarahan tak disengaja) (Cunningham, 2005).
Plasenta yang terlepas semuanya disebut Solutio Plasenta totalis. Plasenta yang
terlepas sebagian disebut Solutio Plasenta Parsial. Plasenta yang terlepas hanya sebagian
kecil pinggiran plasenta disebut Ruptura Sinus marginalis.
Solutio Plsenta dibagi menjadi 3:
a.
b.
c.
d.
1.
2.
3.
4.

Solutio Plasenta ringan


Solutio Plsenta sedang
Solutio Plsenta berat
Komplikasi Solutio Plasenta :
Perdarahan dan Syok
Hypofibrinogenaomi
Apoplexi Uteroplasentair (Uterus Couvelaire)
Gangguan foal ginjal

B. Saran
Masyarakat mampu dan mau mempelajari keadaan abnormal yang terjadi pada mereka
sehingga para tenaga keehatan dapat memberikan tindakan secara did an mampu
mengurangi mortalitas pada ibu dan janin.
Mahasiswa dengan latar belakang medis sebagai calon tenaga kesehatan mampu
menguasai baik secara teori maupun skill untuk dapat diterapkan kepada masyarakat secara
menyeluruh.

DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, F.(2005). Obstetri williams. Jakarta: EGC

12

Gasong MS., Hartono, E., & Moerniaeni, N. (2004). Penatalaksanaan perdarahan antepartum.
Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS
Gray, H.H. (2009). Kardiologi. Jakarta: Erlangga
Moechtar R. (1998). Pedarahan antepartum, dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan
Obstetri Patologis, Edisi II. Jakarta: EGC
Prawirohardjo, S. (2002). Ilmu kebidanan. Jakarta: YBP SP
Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R Prajitno
Prabowo, Soedarto, penerjemah. (2001). Obstetri williams. Edisi 20. Surabaya: Airlangga
University Press,

13

Anda mungkin juga menyukai