Menurut Djojodibroto (2014) istilah Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) ditujukan untuk mengelompokkan
penyakit-penyakit yang mempunyai gejala berupa terhambatnya arus udara pernapasan.
Masalah yang menyebabkan terhambatnya arus udara tersebut bisa terletak pada saluran
pernapasan maupun pada parenkim paru. Kelompok penyakit yang dimaksud adalah bronkitis
kronik (masalah pada saluran pernapasan), emfisema (masalah pada parenkim).
B.Etiologi
1. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu, asap dan gas-gas kimiawi.
2. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya fungsi paru-paru,
bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
3. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan asma orang dengan
kondisi ini berisiko mendapat PPOK.
4. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang normalnya
melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang kekurangan enzim ini dapat
terkena empisema pada usia yang relatif muda, walaupun tidak merokok.
C. Patofisiologi
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok Komponen. komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi
bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan pada sel-sel
penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan
penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas.
Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi
sangat purulen. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan
akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (Jackson, 2014).
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut Reeves (2006) dan Mansjoer (2008) pasien dengan
penyakit paru obstruksi kronis adalah perkembangan gejalagejala yang merupakan ciri dari
PPOK yaitu: malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai
dengan batuk- batuk dan produksi dahak khususnya yang muncul di pagi hari. Napas pendek
sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut.
E.Pathway
F. Penatalaksanaan
1. Bronkodilator
Dianjurkan penggunaan dalam bentuk inhalasi kecuali pada eksaserbasi digunakan oral
atau sistemik
2. Anti inflamasi
3. Antibiotik
4. Mukolitik
5. Antitusif
Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu. Penggunaan secara
rutin merupakan kontraindikasi.
b. Pengobatan penunjang
1. Rehabilitasi
a) Edukasi
b) Berhenti merokok
d) Nutrisi
2. Terapi oksigen
Harus berdasarkan analisa gas darah baik pada penggunaan jangka panjang
atau pada eksaserbasi. Pemberian yang tidak berhati hati dapat menyebabkan
hiperkapnia dan memperburuk keadaan. Penggunaan jangka panjang pada PPOK
stabil derajat berat dapat memperbaiki kualiti hidup
3. Ventilasi mekanik
4. Operasi paru
Dilakukan bulektomi bila terdapat bulla yang besar atau transplantasi paru (masih
dalam proses penelitian di negara maju)
5. Vaksinasi influensa
G. Pemeriksaan Penunjang
2. Spirometri
H. Pengkajian Fokus
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang membutuhkan perawatan
tidak terlepas dari pendekatan dengan proses keperawatan. Proses keperawatan yaitu suatu
proses pemecahan masalah yang dinamis dalam usaha untuk memperbaiki dan melihat pasien
sampai ke taraf optimum melalui suatu pendekatan yang sistematis untuk mengenal,
membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan melalui langkah-langkah yaitu
pengkajian, perencanaan, pelaksanaan tindakan, dan evaluasi keperawatan yang
berkesinambungan. Menurut (Febriani dkk, 2020) berikut tinjauan teoritis tentang
pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan PPOK:
a. Anamnesis
1. Identitas
Sebelumnya jenis kelamin PPOK lebih sering terjadi pada laki-laki, tetapi karena
peningkatan penggunaan tembakau di kalangan perempuan di negara maju dan
resiko yang lebih tinggi dari paparan polusi udara di dalam ruangan (misalnya
bahan bakar yang digunakan untuk memasak dan pemanas) pada negara-negara
miskin, penyakit ini sekarang mempengaruhi laki-laki dan perempuan hampir
sama. Kebanyakan penderita PPOK terjadi pada individu diatas usia 40 tahun. Hal
ini bisa duhubungkan bahwa penurunan fungsi respirasi pada umur 30-40 tahun
(Oemiati, 2013).
2. Keluhan utama
Keluhan yang sering dikeluhkan oleh orang dengan penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK) adalah sesak napas yang bertambah berat bila aktivitas, kadang-
kadang disertai mengi, batuk kering atau dengan dahak yang produktif, rasa berat
didada.
b. Aktivitas/Istirahat
c. Sirkulasi
d. Integritas ego
e. Hygiene
f. Pernapasan
Gejala : Batuk menetap dengan atau tanpa produksi sputum selama minimun 3
bulan berturut-turut tiaptahunya sedikitnya 2 tahun, episode batuk hilang
timbul. Tanda : pernapasan bisa cepat, penggunaan otot bantu pernapasan,
bentuk dada barrel chest atau normo chest, gerakan diagfragma minimal,
bunyi nafas ronchi, perkusi hypersonan pada area paru, warna pucat dengan
sianosis bibir dan kuku, abu-abu keseluruhan.
g. Keamanan
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada pasien dengan PPOK menurut Wahid &
Suprapto (2013) adalahsebagai berikut :
1. Pernafasan
a. Inspeksi
Terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan serta penggunaan
alat bantu napas. Bentuk dada barrel chest (akibat udara yang tertangkap) atau
bisa juga normo chest, penipisan massa otot, dan pernapasan dengan bibir
dirapatkan. Pernapasan abnormal tidak efektif dan penggunaan otot otot Bantu
napas. Pengkajian batuk produktif dengan sputum purulen disertai demam
mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernapasan.
b. Palpasi
c. Perkusi
d. Auskultasi
Sering didapatkan adanya bunyi napas ronchi dan weezing sesuai tingkat
beratnya obstruktif pada bronkiolus
2. Kardiovaskuler
3. Persyarafan
4. Perkemihan
Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem
perkemihan
5. Pencernaan
Pasien biasanya mual, nyeri lambung dan menyebabkan pasien tidak nafsu makan.
Kadang disertai penurunan berat badan.
Karena penggunaan otot bantu napas yang lama pasien terlihat keletihan,sering
didapatkan intoleransi aktivitas dan gangguan pemenuhan ADL.
7. Psikososial
Pasien biasanya cemas dengan keadaan sakitnya
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas,
hipersekresi jalan napas,sekresi yang tertahan, dan proses infeksi
3. Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan depresi pusat pernafasan
(napas pendek dan produksi sputum)
Kolaborasi
Edukasi
DAFTAR PUSTAKA
Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan Manajemen Edisi
2. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.
Doenges, Marilynn E. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.
Somantri, Irman. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Pernafasan.
Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1
Cetakan II. Jakarta Selatan. DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PNI. 2017. Standar Daignosa Keperawatan Indonesia Edisi 1. Jakarta
Selatan. DPP PPNI