Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE INFARK HEMORAGIK INTRA CEREBRAL HEMATOMA (ICH)

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak
biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara
klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai
lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang
indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya
pergeseran garis tengah, Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan
gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi
hematom disertai dekompresi dari tulang kepala. Faktor-faktor yang menentukan
prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor yang menentukan prognose
perdarahan subdural. (Paula, 2009)

2. Etiologi
Etiologi dari Intra Cerebral Hematom menurut Suyono (2011) adalah :
a. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
b. Fraktur depresi tulang tengkorak
c. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
d. Cedera penetrasi peluru
e. Jatuh
f. Kecelakaan kendaraan bermotor
g. Hipertensi
h. Malformasi Arteri Venosa
i. Aneurisma
j. Distrasia darah
k. Obat
l. Merokok

3. Manifestasi Klinik.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa,
dan mati rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian
tubuh. orang kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi
pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang. Mata
bisa di ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil
bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah, dan
kehilangan kesadaran bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai
menit. Menurut Corwin (2009) manifestasi klinik dari dari Intra
cerebral Hematom yaitu :
1. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap
seiring dengan membesarnya hematom.
2. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
3. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
4. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan
intra cranium.
5. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada
berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara
lambat.
6. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring
dengan peningkatan tekanan intra cranium.

4. Patofisiologi
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria
serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari
pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau didekatnya,
sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan. Darah yang
keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak, sehingga mengakibatkan
vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat menyebar keseluruh
hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan aneorisma-aneorisma ini
merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang menonjol pada arteri pada
tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadang-kadang pecah
saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang dewasa jumlah
darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak. Bila aliran darah
ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan menjadi
penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur sel masih baik, sehingga
gejala ini masih revesibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak sedangkan O2
diperoleh dari darah, otak sendiri hampir tidak ada cadangan O2 dengan demikian
otak sangat tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat. Bila suplay O2
terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih lama dari 6-8
menit akan tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan kemudian
kematian. Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan menyebabkan
ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat berakibat
mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal. Timbulnya
penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa menit, jam
bahkan beberapa hari. (Corwin, 2009)

B. Pathway
Trauma kepala, Fraktur depresi tulang tengkorak, , Hipertensi, Malformasi Arteri
Venosa, Aneurisma, Distrasia darah, Obat, Merokok

Pecahnya pembuluh darah otak


(perdarahan intracranial)

Darah masuk ke dalam Ruptur pembuluh


jaringan otak darah serebral

Penekanan pada jaringan otak


Kerusakan sel saraf
meningkat
Peningkatan Tekanan Intracranial

Gangguan aliran darah dan oksigen ke otak

Metabolisme Fungsi otak Ketidakefektifan


anaerob menurun perfusi jaringan
cerebral
Vasodilatasi
pembuluh darah
Refleks menelan Gangguan Daya Penurunan Pendengaran dan
menurun bicara penciuman daya keseimbangan
Sel melepaskan menurun penglihatan tubuh menurun
mediator nyeri : Anoreksia
prostaglandin, Hambatan
Penurunan
sitokinin komunikasi
Ketidakseimbangan lapang
verbal
nutrisi kurang dari pandang Kerusakan
Impuls ke pusat kebutuhan tubuh neuromotorik
nyeri di otak Gangguan Reflek
(thalamus) citra tubuh cahaya Kelemahan otot
menurun progresif
Perubahan
Somasensori korteks
ukuran Hambatan
otak : nyeri
pupil mobilitas fisik
dipersepsikan
Bola mata tidak dapat
mengikuti perintah
Nyeri

Risiko jatuh
C. Penatalaksanaan
Menurut Corwin (2009) penatalaksanaan untuk Intra Cerebral
Hematom adalah sebagai berikut :
a. Observasi dan tirah baring.
b. Diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom
secara bedah.
c. Diperlukan ventilasi mekanis.
d. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok.
e. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium
termasuk pemberian diuretik dan obat anti inflamasi.
f. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan
laboratorium lainnya yang menunjang.

D. Pengkajian Fokus
1. Primary Survey (ABCDE)
a. Airway. Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway
1) Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi atau
kesadarannya menurun. Agitasi memberi kesan adanya
hipoksia, dan penurunan kesadaran memberi kesan
adanya hiperkarbia. Sianosis menunjukkan hipoksemia
yang disebabkan oleh kurangnya oksigenasi dan dapat
dilihat dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit sekitar
mulut. Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot
napas tambahan yang apabila ada, merupakan bukti
tambahan adanya gangguan airway. Airway (jalan napas)
yaitu membersihkan jalan napas dengan memperhatikan
kontrol servikal, pasang servikal kollar untuk immobilisasi
servikal sampai terbukti tidak ada cedera servikal,
bersihkan jalan napas dari segala sumbatan, benda asing,
darah dari fraktur maksilofasial, gigi yang patah dan lain-
lain. Lakukan intubasi (orotrakeal tube) jika apnea, GCS
(Glasgow Coma Scale) < 8, pertimbangan juga untuk GCS
9 dan 10 jika saturasi oksigen tidak mencapai 90%.
2) Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal. Pernapasan
yang berbunyi (suara napas tambahan) adalah
pernapasan yang tersumbat.
3) Feel (raba)
b. Breathing. Tanda-tanda objektif-ventilasi yang tidak adekuat
1) Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan
pergerakan dinding dada yang adekuat. Asimetris
menunjukkan pembelatan (splinting) atau flail chest dan
tiap pernapasan yang dilakukan dengan susah (labored
breathing) sebaiknya harus dianggap sebagai ancaman
terhadap oksigenasi penderita dan harus segera di
evaluasi. Evaluasi tersebut meliputi inspeksi terhadap
bentuk dan pergerakan dada, palpasi terhadap kelainan
dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi,
perkusi untuk menentukan adanya darah atau udara ke
dalam paru.
2) Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada kedua sisi
dada. Penurunan atau tidak terdengarnya suara napas
pada satu atau hemitoraks merupakan tanda akan adanya
cedera dada. Hati-hati terhadap adanya laju pernapasan
yang cepat-takipneu mungkin menunjukkan kekurangan
oksigen.
3) Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu memberikan
informasi tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer
penderita, tetapi tidak memastikan adanya ventilasi yang
adekuat
c. Circulation dengan kontrol perdarahan
1) Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi
untuk mempertahankan cardiac output walaupun stroke
volum menurun
2) Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi
(tekanan sistolik-tekanan diastolik)
3) Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan
lagi, maka timbullah hipotensi
4) Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan
dengan balut tekan pada daerah tersebut
5) Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku,
jangan sumpal MAE (Meatus Akustikus Eksternus) dengan
kapas atau kain kasa, biarkan cairan atau darah mengalir
keluar, karena hal ini membantu mengurangi TTIK
(Tekanan Tinggi Intra Kranial)
6) Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk
menghindari terjadinya koagulopati dan gangguan irama
jantung.
d. Disability
1) GCS setelah resusitasi
a) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
b) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti,
kadang tidak bisa bicara
c) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
2) Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
3) Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau
tidak
e. Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian
yang menutupi tubuh penderita harus dilepas agar tidak ada
cedera terlewatkan selama pemeriksaan. Pemeriksaan bagian
punggung harus dilakukan secara log-rolling dengan harus
menghindari terjadinya hipotermi (America College of
Surgeons ; ATLS)
1) Secondary Survey (pemeriksaan fisik)
a) Kepala dan leher
- Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan
tengkorak, warna dan distribusi rambut kulit
kepala), palpasi (keadaan rambut, tengkorak, kulit
kepala, massa, pembengkakan, nyeri tekan,
fontanela (pada bayi)).
- Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna,
pembengkakan, jaringan parut, massa), tiroid),
palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid, trakea),
mobilitas leher.
Pada ICH bentuk Kepala normocephalik, muka
umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah
satu sisi, Leher kaku kuduk jarang terjadi
b) Dada dan paru
- Inspeksi. Dada diinspeksi terutama mengenai
postur, bentuk dan kesimetrisan ekspansi serta
keadaan kulit. Inspeksi dada dikerjakan baik pada
saat dada bergerak atau pada saat diem,
terutama sewaktu dilakukan pengamatan
pergerakan pernapasan. Pengamatan dada saat
bergerak dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui frekuensi, sifat dan ritme/irama
pernapasan.
- Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji
keadaan kulit pada dinding dada, nyeri tekan,
massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan
tactil vremitus (vibrasi yang dapat teraba yang
dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal
selama seseorang berbicara)
- Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau ”dull”
yang menunjukkan udara (pneumotorak) atau
cairan (hemotorak) yang terdapat pada rongga
pleura.
- Auskultasi. Berguna untuk mengkaji aliran udara
melalui batang trakeobronkeal dan untuk
mengetahui adanya sumbatan aliran udara.
Auskultasi juga berguna untuk mengkaji kondisi
paru-paru dan rongga pleura.
Pada ICH pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar
ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak
teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
c) Kardiovaskuler
- Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan
palpasi secara stimultan untuk mengetahui
adanya ketidaknormalan denyutan atau dorongan
(heaves).
- Palpasi dilakukan secara sistematis mengikuti
struktur anatomi jantung mulai area aorta, area
pulmonal, area trikuspidalis, area apikal dan area
epigastrik
- Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan
bentuk jantung. Akan tetapi dengan adanya foto
rontgen, maka perkusi pada area jantung jarang
dilakukan karena gambaran jantung dapat dilihat
pada hasil foto torak anteroposterior.
d) Ekstermitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada
ekstremitas bersangkutan, antara lain :
1) Cedera pembuluh darah.
2) Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku.
3) Crush injury.
4) Sindroma kompartemen.
5) Dislokasi sendi panggul.
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a) Pusasi arteri tidak teraba.
b) Pucat (pallor).
c) Dingin (coolness).
d) Hilangnya fungsi sensorik dan motorik.
e) Kadang-kadang disertai hematoma, ”bruit dan
thrill”.
Fiksasi fraktur khususnya pada penderita dengan
cedera kepala sedapat mungkin dilaksanakan
secepatnya. Sebab fiksasi yang tertunda dapat
meningkatkan resiko ARDS (Adult Respiratory
Disstress Syndrom) sampai 5 kali lipat. Fiksasi dini
pada fraktur tulang panjang yang menyertai cedera
kepala dapat menurunkan insidensi ARDS.
e) Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis, Pemeriksaan motorik,
Pemeriksaan sensorik, Pemeriksaan refleks.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
a. CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
b. MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
c. Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma
atau malformasi vaskuler.
d. Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi
kronis pada penderita stroke.

2. Pemeriksaan laboratorium
a. Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin
c. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula
darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur
turun kembali.
d. Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

F. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
2. Nyeri akut
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

G. Intervensi dan Rasional


No Diagnosa Kep Intervensi Rasional

1 Ketidakefektifa 1. Monitor Vital Sign. 1. Identifikasi hipertensi.


n perfusi 2. Monitor tingkat 2. Mengetahui
jaringan kesadaran. perkembangan
cerebral 3. Monitor GCS. 3. Mengetahui
4. Tentukan faktor perkembangan
penyebab penurunan 4. Acuan intervensi yang
perfusi cerebral. tepat.
5. Pertahankan posisi 5. Meningkatakan tekanan
tirah baring atau head arteri dan sirkulasi atau
up to 30°. perfusi cerebral.
No Diagnosa Kep Intervensi Rasional

6. Pertahankan 6. Membuat klien lebih


lingkungan yang tenang.
nyaman.
7. Kolaborasi dengan tim
kesehatan. Pemberian
terapi oksigen
2 Nyeri akut 1. Observasi keadaan 1. Mengetahui respon
umum dan tanda- autonom tubuh
tanda vital
2. Lakukan pengkajian 2. Menentukan
nyeri secara penanganan nyeri
komprehensif secara tepat
3. Observasi reaksi 3. Mengetahui tingkah laku
abnormal dan ekspresi dalam
ketidaknyamanan merespon nyeri
4. Control lingkungan 4. Meminimalkan factor
yang dapat eksternal yang dapat
mempengaruhi nyeri mempengaruhi nyeri
5. Pertahankan tirah 5. Meningkatkan kualitas
baring tidur dan istirahat
6. Ajarkan tindakan non 6. Terapi dalam
farmakologi dalam penanganan nyeri tanpa
penanganan nyeri obat
7. Kolaborasi pemberian 7. Terapi penanganan nyeri
analgesic sesuai secara farmakologi
program
3 Ketidakseimba 1. Kaji kebiasaan 1. Menentukan intervensi
ngan nutrisi makan-makanan yang tepat.
kurang dari yang disukai dan 2. Mengurangi rasa bosan
kebutuhan tidak disukai. sehingga makanan
tubuh 2. Anjurkan klien makan habis.
sedikit tapi sering. 3. Agar kebutuhan nutrisi
3. Berikan makanan terpenuhi.
sesuai diet RS. 4. Mulut bersih
4. Pertahankan meningkatkan nafsu
kebersihan oral. makan.
5. Kolaborasi dengan 5. Menentukan diet yang
ahli gizi. sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta

Kliat, Budi Ana. 2018. Nanda-1 Diagnosis Keperawatan definisi dan klasifikasi.penerbit
buku kedokteran EGC: Indonesia.

Nurarif, amin huda & hardhi kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc. Mediaction: jogjakarta

Paula, J. Christensen dan Janet W Kenney. 2009. Proses Keperawatan


Aplikasi Model Konseptual. EGC: Jakarta

Suharyanto, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan


Gangguan Sistem Perkemihan. Salemba Medika: Jakarta

Suyono, Slamet, 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3,
Balai Penerbit FKUI: Jakarta

Sudoyo A, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUI: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai