Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

SPACE OCCUPYING LESION (SOL)


KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Disusun oleh :
RISA SRI WULANDARI
2030282041

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
SPACE OCCUPYING LESION (SOL)
A. DEFINISI

SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah mengenai adanya lesi
pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Terdapat beberapa penyebab yang
dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan
tumor pada intracranial (Smeltzer & Bare, 2013)

Space Occupying Lesion (SOL) merupakan lesi yang meluas atau menempati ruang dalam
otak termasuk tumor, hematoma, dan abses. Suatu lesi yang meluas pertama
kali diakomodasi dengan cara mengeluarkan cairan cerebrospinal dari rongga cranium.
Pada otak umumnya berhubungan dengan malignasi, namun dalam keadaan patologilain
meliputi abses otak atau hematom. Adanya Space Occupying Lesion dalam otak akan
memberikan gambaran seperti tumor yang meliputi gejala umum yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial, perubahan tingkah laku, false localizing sign, serta true
localizing sign. Tumor juga dapat menyebabkan infiltrasi dan kerusakan pada struktur organ
yang penting seperti terjadinya obstruksi pada aliran LCS yang menyebabkan hidrosefalus
atau menginduksi angiogenesis dan edema otak (Akhyar, 2010)

Space occupying lesion intrakranial (lesi desak ruang intrakranial) didefinisikan sebagai
neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder, serta setiap inflamasi yang berada di
dalam rongga tengkorak yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan
menempati ruang di dalam otak.Space occupying lesion intrakranial meliputi tumor,
hematoma, dan abses. (Ejaz Butt, 2011)

Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas yang tumbuh
di otak, meningen dan tengkorak. Tumor otak merupakan salah satu tumor susunan saraf
pusat, baik ganas maupun tidak. Tumor ganas disusunan saraf pusat adalah semua proses
neoplastik yang terdapat dalam intrakranial atau dalam kanalis spinalis, yang mempunyai
sebagian atau seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang berasal dari sel-sel saraf di
meaningen otak, termasuk juga tumor yang berasal dari sel penunjang (Neuroglia), sel epitel
pembuluh darah dan selaput otak. (Fransisca, B Batticaca, (2008), dalam Tuasikal, Hani
(2013).
B. ETIOLOGI
Penyebab tumor masih sangat sedikit yang diketahui. Radiasi merupakan salah satu dari
faktor penyebab timbulnya tumor otak. Trauma, infeksi, dan toksin belum dapat dibuktikan
sebagai penyebab timbulnya tumor otak tetapi bahan industri tertentu seperti nitrosourea
adalah krasinogen yang paten. Limfoma lebih sering terdapat pada mereka yang mendapat
imunosupesan seperti pada transplantasi ginjal. Sumsum tulang dan pada AIDS

Faktor resiko space occupying lession:

1. Riwayat trauma kepala.

2. Faktor genetik

3. Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik

4. Virus tertentu

5. Defisiensi imunologi

6. Congenital (Ngatisyah, (2006), dalam Ulrahma, Amelia Miftah, (2016))

C. ANATOMI FISIOLOGI

Gambar 2.1 Pembentukan Cairan Serebrospinal

Peningkatan tekanan intrakranial didefinisikan sebagai peningkatan tekanan dalam

rongga kranialis. Ruang intrakranial di tempati oleh darah dan cairan serebrospinal. Setiap

bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan intrakranial

normal sebesar 50-200 mm H2O atau 4-15 mmHg. Ruang intrakranial adalah suatu ruangan
baku yang terisi penuh sesuai kapasitas nya dengan unsur yang tidak dapat di tekan. Otak

(1400 g), cairan serebrospinal (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga

unsur utama mengakibatkan desakan ruang yang di tempati oleh unsur lain nya dan menaikan

tekanan intrakranial (Price, 2005)

Pada keadaan fisiologis normal volume intrakranial selalu dipertahankan konstan

dengan tekanan intrakranial berkisar 10-15mmHg. Tekanan abnormal apabila tekanan diatas

20 mmHg dan diatas40 mmHg dikategorikan sebagai peninggian yang parah.

Penyebab peningkatan intrakranial adalah cedera otak yang di akibat kan trauma kepala.

Aneurisma intrakranial yang pecah dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial

secara mendadak sehingga mencapai 8 tingkatan tekanan darah arteri untuk sesaat. Tingginya

tekanan intrakranial paska pecah aneurisma sering kali diikuti dengan meningkatnya kadar

laktat cairan serebrospinal dan hal ini mengindikasi terjadinya suatu iskemia serebri. Tumor

otak yang makin membesar akan menyebabkan pergeseran CSS dan darah perlahan-lahan

(Satyanegara, 2010).

Gambar 2.2 Skema Proses Desak Ruang Yang menimbulkan Kompresi Pada Jaringan
Otak dan Pergeseran Struktur Tengah.
(Satyanegara, 2010)
D. PATOFISIOLOGI

Tumor otak menyebabkan gangguan neurolagis. Gejala-gejala terjadi berurutan hal ini

menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala neurologik pada tumor

otak biasanya dianggap disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan vocal

terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi / inovasi langsung pada parenkim

otak dengan kerusakan jaringan neuron.

Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh

menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya

bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan

gangguan cerebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan

neuro dihubungkan dengan kompersi invasi dan perubahan suplai darah kejaringan otak.

Peningkatan intrakranial dapat diakibatakan oleh beberapa factor : bertambahnya masa dalam

tengkorak , terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi serebrospinal.

Pertumbuhan tumor akan menyebabkan bertambahnya massa karena tumor akan

mengambilkan ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas

menimbulkan odem dalam jaringan otak. Mekanisme belum sepenuhnya dipahami namun

diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan pendarahan. Obstruksi vena oedema

yang disebabkan kerusakan sawar darah otak semuanya menimbulkan kenaikan volume

inntrakranial. Observasi sirkulasi cairan serebrospinal dari vantrikel laseral keruang sub

arakhnoid menimbulkan hidrosephalus. Peningkatan intrakranial akan membahayakan jiwa

bila terjadi secara cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicaraknan sebelumnya.

Mekanisme kompensasi memrlukan waktu berhari-hari / berbulan-bulan untuk menjadi

efektif dan oleh karena itu tidak berguna bila apabila tekanan intrakranial timbul cepat.

Mekanisme kompensasi ini bekerja menurunkan volume darah intrakranial, volume cairan

cerborspinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan
yang tidak diobati mengakibatkan herniasi ulkus/serebulum.herniasi timbul bila girus medalis

lobus temporalis bergeser keinterior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemister

otak. Herniasi menekan ensefalon menyebabkan kehilangan kesadaran dan menekan saraf ke

tiga. Pada herniasi serebulum tonsil sebelum bergeser kebawah melalui foramen magnum

oleh suatu massa poterior, (Suddart, Brunner. (2001), dalam Ulrahma, Amelia Miftah, (2016).
E. PATHWAY

Idiopatik
Tumor otak

Penekanan jaringan otak Bertambahnya massa

Invasi jaringan otak Nekrosis jaringan otak Penyerapan cairan otak

Kerusakan jaringan Gg.Suplai darah Hipoksia Obstruksi vena di otak


Neuron ( Nyeri ) jaringan

Kejang Gg.Neurologis Gg.Fungsi Resiko Perfusi Oedema


fokal otak Serebral Tidak
Efektif

Defisit Disorientasi Peningkatan Hidrosefalus


neurologis TIK

 Aspirasi sekresi Resiko Cidera


 Obs. Jalan nafas
 Dispnea
 Henti nafas
Bradikardi progresif, Bicara terganggu,
 Perubahan pola hipertensi sitemik, afasia
nafas gang.pernafasan

Ancaman Gang.Komunikasi
Gangguan kematian verbal
Pertukaran gas

Ansietas Mual, muntah,


papileodema, pandangan
kabur, penurunan fungsi
pendengaran, nyeri
kepala

Gangguan
Rasa nyaman
F. MANIFESTASI KLINIS

1. Tanda dan gejala peningkatan TIK :


a) Sakit kepala
b) Muntah
c) Papiledema
2. Gejala terlokalisasi ( spesifik sesuai dengan dareh otak yang terkena ) :
a) Tumor korteks motorik ; gerakan seperti kejang kejang yang terletak pada satu
sisi tubuh ( kejang jacksonian )
b) Tumor lobus oksipital ; hemianopsia homonimus kontralateral (hilang penglihatan
pada setengah lapang pandang, pada sisi yang berlawanan dengan tumor) dan
halusinasi penglihatan.
c) Tumor serebelum ; pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan dengan
kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot otot tidak terkoordinasi dan nistagmus (
gerakan mata berirama dan tidak disengaja )
d) Tumor lobus frontal ; gangguan kepribadia, perubahan status emosional dan
tingkah laku, disintegrasi perilaku mental, pasien sering menjadi ekstrim yang
tidak teratur dan kurang merawat diri
e) Tumor sudut serebelopontin ; tinitus dan kelihatan vertigo, tuli (gangguan saraf
kedelapan), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah (saraf kelima),
kelemahan atau paralisis (saraf kranial keketujuh), abnormalitas fungsi motorik.
f) Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan
bicara dan gangguan gaya berjalan terutam pada lansia. ( Brunner & Sudarth,
(2003), dalam Tuasikal, Hani (2013).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
I. Pemeriksaan diagnostik
1. CT Scan ; memberi informasi spesifik mengenai jumlah, ukuran, kepadatan,

jejas tumor dan meluasnya odema cerebral serta memberi informasi tentang

sistem vaskuler
2. MRI ; membantu dalam mendeteksi tumor didalam batang otakdan daerah

hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan CT

Scan

3. Biopsi Stereotaktik ; dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan

untuk memberi dasar pengobatan serta informasi prognosis.

4. Angiografi ; memberi gambaran pembuluh darahserebral dan letak tumor

5. Elektro ensefalografi ; mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang

ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal

pada waktu kejang.

II. Pemeriksaan laboratorium

1. Spesimen darah bila ada indikasi kecurigaan ke arah penyakit sistemik sebagai

penyebab nyeri kepala.

2. Spesimen CSS bila ada indikasi kecurigaan pendarahan subarahnoidatau

infeksi susunan saraf pusat. (Doengoes, (2004), dalam Ulrahma, Amelia

Miftah, (2016)).

H. PENATALAKSANAAN

I. Penatalaksaan Medis

1. Pendekatan pembedahan (craniotomy)

Pengangkatan tumor secara menyeluruh dan pengobatan tidak mungkin,

tetapi dapat melakukan tindakan yang mencakup pengurangan TIK,

mengangkat jaringan nefrotik dan mengangkat bagian besar dari tumor

yang secara teori meninggalkan sedikit sel yang tertinggal atau menjadi

resisten terhadap radiasi atau kemoterapi.

2. Pendekatan kemoterapy
Terapi radiasi merupakan dasar pada pengobatan beberapa tumor otak, juga

menurunkan timbulnya kembali tumor yang tidak lengkap transplantasi

sumsum tulang autologi intravens digunakan pada beberapa pasien yang

akan menerima kemoterapi atau terapi radiasi karena keadaan ini penting

sekali untuk menolong pasien terhadap adanya keracunan sumsum tulang

sebagai akibat dosis tinggi radiasi.

3. Terapi antibiotik. Kombinasi antibiotik dengan antibiotik spektrum luas.

Antibiotik yang dipakai ;Penicilin, chlorampenicol (chloramyetin) dan

nafacillen (unipen). Bila telah diketahui bakteri anaerob, metrodiazelo

(flagyl) juga dipakai.

4. Surgery ; aspirasi atau eksisi lengkap untuk evaluasi abses.

5. Untuk tumor primer jika memungkinkan dilakukan eksisi sempurna namun

umumnya sulit dilakukan sehingga dilakukan radioterapi dan kemoterapi,

pada tumor metastase dilakukan perawatan paliatif

6. Hematom membutuhkan evakuasi

7. Lesi infeksi membutuhkan evakuasi dan terapi antibiotic

8. Pemberian deksametason dapat menurunkan edema sebral.

9. Pemberian Manitol untuk menurunkan peningkatan TIK

10. Pemberian antikonvulsan sesuai gejala yg timbul. (Widjoesno, 2004.

(Eccher, 2004), dalam Ulrahma, Amelia Miftah, (2016)).

II. Penatalaksaan Keperawatan

1. Monitor adanya cardiac aritmia pada pembedahan fossa posterior akibat

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit

2. Monitor intake dan output cairan pasien. Batasi intake cairan sekitar 1.500

cc / hari.
3. Lakukan latihan ROM untuk semua ekstremitas setiap pergantian dinas.

4. Pasien dapat dibantu untuk alih posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam.

5. Posisi kepala dapat ditinggikan 30 -35 derajat untuk meningkatkan aliran

balik dari kepala. Hindari fleksi posisi panggul dan leher.

6. Cek sesering mungkin balutan kepala dan drainage cairan yang keluar.

7. Lakukan pemeriksaan laboratorium secara rutin

8. Memberikan obat-obatan sebagaimana program, misalnya :

antikonvulsi,antasida, atau antihistamin reseptor, kortikosteroid.

9. Melakukan tindakan pencegahan terhadap komplikasi post operasi.

I. KOMPLIKASI

1. Edema serebral.

2. Tekanan intrakranial meningkat.

3. Herniasi otak.

4. Hidrosefalus.

5. Kejang.

6. Metastase ketempat lain. (Brunner & Sudarth, (2003), dalam Ulrahma, Amelia

Miftah, (2016)).

J. ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pengkajian

1. Identitas klien ; usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku

bangsa, tgl masuk RS, askes.

2. Keluhan utama ; nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran.


3. Riwayat penyakit sekarang ; demam, anoreksi dan malaise, peninggian tekanan

intrakranial serta gejala nerologik fokal.

4. Riwayat penyakit dahulu ; pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media,

mastoiditis) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema) jantung

(endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit.

5. Riwayat keluarga yaitu pada migren dan nyeri kepala biasanya di dapatkan juga

pada keluarga pasien.

6. Pemeriksaa fisik

1) Makan

Dikaji apakah klien menghabiskan porsi makan yang telah disediakan RS,

apakah pasien mengalami mual atau muntah ataupun kedua-duanya.

2) Minum

Dikaji kebiasaan minum pasien sebelum dan saat berada di RS, apakah ada

perubahan (lebih banyak minum atau lebih sedikit dari biasanya).

3) Eliminasi (BAB / BAK)

Dikaji pola buang air kecil dan buang air besar.

4) Gerak dan aktifitas

Dikaji apakah pasien mengalami gangguan/keluhan dalam melakukan

aktivitasnya saat menderita suatu penyakit (dalam hal ini adalah setelah

didiagnosa mengalami alergi) atau saat menjalani perawatan di RS.

5) Rasa Nyaman

Dikaji kondisi pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala penyakitnya,

misalnya pasien merasa nyeri di perut bagian kanan atas (dikaji dengan

PQRST : faktor penyebabnya, kualitas/kuantitasnya, lokasi, lamanya dan skala

nyeri)
6) Kebersihan Diri

Dikaji kebersihan pasien saat dirawat di RS

7) Rasa Aman

Dikaji apakah pasien merasa cemas akan setiap tindakan keperawatan yang

diberikan kepadanya, dan apakah pasien merasa lebih aman saat ditemani

keluarganya selama di RS.

8) Sosial dan komunikasi

Dikaji bagaimana interaksi pasien terhadap keluarga, petugas RS dan

lingkungan sekitar (termasuk terhadap pasien lainnya).

9) Pengetahuan

Dikaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya yang diderita saat ini

dan terapi yang akan diberikan untuk kesembuhannya.

10) Rekreasi

Dikaji apakah pasien memiliki hobi ataupun kegiatan lain yang ia senangi.

11) Spiritual

Dikaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah pasien

menerima penyakitnya adalah karena murni oleh penyakit medis ataupun

sebaliknya.

7. Pemeriksaan neurologis

a) Pemeriksaan Fisik Persyarafan

Nilai kesadaran dengan menggunakan patokan Glasgow Coma Scale (GCS)

Tanyakan waktu, tanggal, tempat dan alasan berkunjung, kaji kemampuan klien

dalam berhitung dan mulailah dengan perhitungan yang sederhana.

b) Saraf Kranial

- Fungsi saraf kranial I (N Olvaktorius)


Lakukan pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung klien dan

dekatkan bau-bauan seperti kopi dengan mata tertutup klien diminta menebak

bau tersebut.

- Fungsi saraf kranial II (N. Optikus)

Periksa ketajaman dengan membaca, perhatikan jarak baca atau

menggunakan snellenchart untuk jarak jauh. Periksa lapang pandang : Klien

berhadapan dengan pemeriksa 60-100 cm, minta untuk menutup sebelah

mata dan pemeriksa juga menutup sebelah mata dengan mata yang

berlawanan dengan mata klien.

- Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan Abdusen)

Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi konjungtiva,

dan ptosis kelopak mata. Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran

pupil, dan adanya perdarahan pupil

Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi

cardinal) yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral

bawah. Minta klien mengikuti arah telunjuk pemeriksa dengan bolamatanya

- Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus)

Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah maxilla,

mandibula dan frontal dengan mengguanakan kapas. Dengan menggunakan

sensori nyeri menggunakan ujung jarum atau peniti di ketiga area wajah tadi

dan minta membedakan benda tajam dan tumpul.

- Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis)

Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan sentuhkan

ke ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa ulangi untuk gula dan asam
Fungsi mootorik dengan meminta klien tersenyum, bersiul, mengangkat

kedua al;is berbarengan, menggembungkan pipi.

- Fungsi saraf kranial VIII (N. Vestibulokoklear)

Dengan menggunakan test pendengaran mengguanakan weber test dan rhinne

test

- Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus)

Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang faring

menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring. Periksa aktifitas

motorik faring dengan meminta klien menel;an air sedikit, observasi gerakan

meelan dan kesulitan menelan. Periksa getaran pita suara saat klien berbicara.

- Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris)

Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan kedua bahu

secara bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan.

- Fugsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus)

Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke kanan, observasi

kesimetrisan gerakan lidah

c) Fungsi Motorik

Kaji cara berjalan dan keseimbangan dengan mengobservasi cara berjalan,

kemudahan berjalan, dan koordinasi gerakan tangan dan kaki.

d) Fungsi Sensorik

Pemeriksaan dilakukan dengan memberikan stimulus secara acak pada bagian

tubuh klien dan dapat berupa sentuhan ringan seperti kapas, tumpul dan tajam,

suhu, getaran.

e) Fungsi Refleks
- Biseps: pukulkan refleks hammer pada ibu jari, observasi kontraksi otot

biseps (fleksi siku)

- Triseps: pukulkan refleks hammer pada prosesus olekranon, observasi

kontraksi otot triseps (ekstensi siku).

- Patelar: pukulkan reflek hammer, perhatikan ekstensi otot quadriceps.

f) Pemeriksaan GCS dan Refleks

- Compos Mentis (conscious) yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat

menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.

- Apatis yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan

sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.

- Delirium yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,

berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

- Somnolen (Obtundasi, Letargi) yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor

yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang

(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban

verbal.

- Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon

terhadap nyeri.

- Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap

rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,

mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
2. Resiko Cidera
3. Gangguan Pertukaran Gas
4. Ansietas\
5. Gangguan Rasa Nyaman
C. INTERVENSI
N Diagnosa Keperawtan (SDKI) SLKI SIKI
o
1. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif Yang Perfusi Serebral Manajemen Peningkatan Tekanan
Ditandai Dengan Tumor Otak Setelah dilakukan tindakan Intrakranial
keperawatan selama 3x24 jam Aktivitas-aktivitas :
Kondisi Klinis Terkait diharapkan perfusi serebral Observasi
1. Cidera kepala klien dapat meningkat, dengan 1. Identifikasi penyebab peningkatan
2. Neoplasma otak kriteria : TIK (mis. Lesi, edema serebral)
3. Hidrosefalus 2. Monitor tanda dan gejala
No Kriteria peningkatan TIK (mis. Tekanan darah
1. Tekanan Intra meningkat, kesadaran menurun)
Kranial 3. Monitor status pernafasan
2. Gelisah
3. Kecemasan 4. Monitor intake dan output cairan
4. Demam Terapeutik
Keterangan :
1. Berikan posisi semi fowler
1. Meningkat
2. Cegah terjadinya kejang
2. Cukup Meningkat
3. Pertahankan suhu tubuh normal
3. Sedang
Kolaborasi
4. Cukup Menurun
1. Kolaborasi pemberian sedasi dan
5. Menurun
anti konvulsan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian deuretik
osmosis, jika perlu
2. Resiko Cedera Yang Ditandai Tingkat Cedera Pencegahan Cedera
Dengan Perubahan Fungsi Setelah dilakukan tindakan Aktivitas-aktivitas :
Psikomotor keperawatan selama 3x24 jam Observasi
diharapkan tingkat cedera klien 1. Identifikasi area lingkungan yang
Kondisi Klinis Terkait dapat menurun dengan berpotensi menyebabkan cedera
1. Kejang kriteria : 2. Identifikasi obat yang berpotensi
2. Gangguan penglihatan No Kriteria menyebabkan cidera
3. Gangguan pendengaran 1. Kejadian Teraupetik
4. Kelainan nervus vetibularis cedera 1. Sediakan cahaya yang memadai
2. Ekspresi wajah
2. Sediakan pispot atau urinal untuk eliminasi
kesakitan
3. Agitasi ditempt tidur, jika perlu
4. Gangguan 3. Pastikan bel panggilan atau telepon mudah
mobilitas dijangkau
Keterangan :
4. Pastikan roda ditempat tidur terkunci
1. Meningkat
5. Gunakan pengaman tempat tidur sesuai
2. Cukup Meningkat
dengan kebijakan fasilitas pelayanan
3. Sedang
kesehatan
4. Cukup Menurun
6. Diskusikan mengenai latihan dan terapi
5. Menurun
fisik yang diperlukan
7. Diskusikan anggota keluarga yang dapat
mendampingi pasien
8. Tingkatkan frekuensi observasi dan
pengawasan pasien, sesuai kebutuhan
Edukasi
1. Anjurkan berganti posisi secara perlahan
dan duduk selama beberapa menit sebelum
berdiri
3. Gangguan Pertukaran Gas Berhubungan Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi
Dengan Dispnea Ditandai Dengan Pola Nafas Setelah dilakukan tindakan Aktivitas-Aktivitas
Abnormal(Cepat/Lambat, keperawatan selama 3x24 jam Observasi
Reguler/Ireguler,Dalam/Dangkal) diharapkan pertukaran gas 1. Monitor freuensi, irama, kedalaman
jkien dapat membaik, dengan dan upaya nafas
Gejala dan Tanda Mayor kriteria : 2. Monitor pola nafas
Objektif No Kriteria 3. Monitor kemampuan batuk efektif
1. Dispnea 1. Dispnea 4. Auskultasi bunyi nafas
2. Pusing
Objektif 3. Penglihatan 5. Monitor saturasi oksigen
1. PCO2 meningkat/menurun kabur
2. PO2 menurun 4. Gelisah Teraupetik
3. Takikardi 1. Alur intervensi pemantauan
Keterangan :
4. Bunyi nafas tambahan respirasi sesuai kondisi pasien
1. Menurun
2. Dokumentasi hasil pemantauan
2. Cukup Menurun
Gejala dan Tanda Minor Edukasi
3. Sedang
Subjektif 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
1. Pusing 4. Cukup Meningkat pemantauan
2. Penglihatan kabur 5. Meningkat 2. Informasikan hasil pemantauan,
Objektif jika perlu
1. Sianosis
2. Gelisah
3. Nafas cuping hidung
4. Pola nafas abnormal (cepat/lambat,
reguler/ireguler,dalam/dangkal)
5. Warna kulit abnormal (mis.pucat)
6. Kesadaran menurun

4. Gangguan Rasa Nyaman Berhubungan Status Kenyamanan Terapi Relaksasi


Dengan Gelisah Dibuktikan Dengan Gejala Setelah dilakukan tindakan Aktivitas-Aktivitas
Penyakit keperawatan selama 3x24 jam Observasi
diharapkan status kenyamanan 1. Periksa adaya deficit mobilitas
Gejala dan Tanda Mayor klien dapat membaik, dengan 2. Periksa kemampuan fisik dan
Subjektif kriteria : mental untuk berpartisipasi dalam
1. Mengunyah tidak nyaman No Kriteria kegiatan rekreasi
Objektif 1. Keluhan tidak 3. Identifikasi makna kegiatan
1. Gelisah nyaman rekreasi
2. Gelisah
Gejala dan Tanda Minor 3. Keluhan sulit 4. Identifikasi tujuan kegiatan rekreasi
Subjektif tidur (mis.mengurangi kecemasan)
1. Mengeluh sulit tidur 4. Mual Teraupetik
2. Tidak mampu rileks 5. Lelah 1. Libatkan dalam perencanaan
3. Merasa mual kegiatan rekresi
Keterangan :
4. Mengeluh lelah 2. Pilih kegiatan rekreasi sesuai
1. Meningkat
Objektif dengan kemampuan fisik, psikologis
2. Cukup meningkat
1. Menunjukkan gejala distress dan social
3. Sedang
3. Rencanakan kegiatan rekreasi
4. Cukup menurun
Kondisi Klinis Terkait sesuai usia dan kemampuan
5. Menurun
1. Penyakit kronis 4. Siapkan peralatan rekreasi yang
2. Kegansan aman
5. Persiapkan tindakan pencegahan
resiko keselamatan
6. Berikan penguatan positif terhadap
partisipasi aktif dalam kegiatan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur terapi
2. Jelaskan manfaat stimulasi melalui
modalitas sensorik dalam rekreasi

5. Ansietas Berhubungan Dengan Merasa Tingkat Ansitas Reduksi Ansietas


Khawatir Dengan Akibat Dan Kondisi Yang Setelah dilakukan tindakan Aktivitas-Aktivitas
Dihadapi Dibuktikan Dengan Kurang keperawatan selama 3x24 jam Observasi
Terpapar Informasi diharapkan tingkat ansietas 1. Identifikasi st aktivitas berubah
klien dapat menurun, dengan (mis. Kondisi, waktu, stressor)
Gejala dan Tanda Mayor kriteria : 2. Monitor tanda-tanda aktivitas
Subjektif No Kriteria (verbal dan non-verbal)
1. Merasa Bingung 1. Verbalisasi

2. Merasa Khawatir dengan Akibat kebingungan Teraupetik


2. Verbalisasi
dari Kondisi Yang Dihadapi 1. Ciptakan suasana teraupetik untuk
khawatir
3. Sulit Berkonsentrasi menumbuhkan kepercayaan
akibat kondisi
Objektif 2. Temani paien untuk mengurangi
yang dihadapi
1. Tampak Gelisah 3. Perilaku kecemasan, jika memungkinkan
2. Tampak Tegang gelisah 3. Pahami situasi yang membuat
4. Perilaku ansietas dengarkan dengan penuh
Gejala dan Tanda Minor tegang perhatian
Subjektif 4. Gunakan pendekatan yang tenang
Keterangan :
1. Mengeluh Pusing dan meyakinkan
1. Meningkat
2. Merasa Tidak Berdaya Edukasi
2. Cukup meningkat
Objektif 1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
3. Sedang
1. Tremor yang mungkin dialami
4. Cukup menurun
2. Muka Tampak Pucat 2. Anjurkan keluarga untuk tetap
5. Menurun
3. Suara Bergetar bersama pasien, jika perlu
3. Anjurkan mengungkapkan perasaan
dan persepsi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
antlansietas, jika perlu
PENUTUP

A. Kesimpulan
a. Tumor otak adalah lesi intrakranial yang menempati ruang dalam tulang

tengkorak. Tumor otak ( tumor intrakranial )meliputi lesi benigna dan maligna

Tumor otak dapat terjadi pada beberapa struktur area otak dan pada semua

kelompk umur. Tumor otak dinamakan sesuai dengan jaringan dimana tumor

itumuncul.

b. Tanda dan gejala dari SOL itu sendiri yaitu gangguan kepribadian ringan,

kelemahan otot wajah, kelemahan ekstrimitas bawah, kejang, gangguan

penglihatan, dan nyeri kepala.

B. Saran
a. Dapat Belajar dalam memahami secara teoritis dan praktek dalam

memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Spece Occupying

Lession

b. Bagi perawat hendaknya lebih memahami tentang SOL agar dapat

memberikan asuhan keperawatan yang profesional dan benar sehingga

meningkatkan kemungkinan kesembuhan pasien


DAFTAR PUSTAKA

Ulrahma, Amelia Miftah, 2016. Asuhan Keperawatan Pada Ny.S Dengansuspect Space
Occupying Lession (S.O.L) Di Ruang Rawat Inap Interne Wanita Rsud
Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi. Diakses pada 24 Mei 2021

Tuasikal, Hani, 2013 Laporan Pendahuluan Space Occupying Lesion (Sol). Diakses pada
24 Mei 2021

Anda mungkin juga menyukai