Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

INTRACEREBRAL HEMATOMA (ICH)

OLEH :
DINI KUSMAHARANI
NIM. 1401470001

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAWANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
MALANG
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
INTRACEREBRAL HEMATOMA (ICH)

A. Pengertian
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak
biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara
klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai
lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang
indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya
pergeseran garis tengah, Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan
gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah
evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang kepala. Faktor-faktor yang
menentukan prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor yang menentukan
prognose perdarahan subdural. (Paula, 2009)
Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak
.Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah
kecil dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul. (Suharyanto, 2009)
Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri.
Hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala
terbuka .intraserebral hematom dapat timbul pada penderita stroke hemorgik
akibat melebarnya pembuluh nadi. (Corwin, 2009)

B. Etiologi
Etiologi dari Intra Cerebral Hematom menurut Suyono (2011) adalah :
a. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
b. Fraktur depresi tulang tengkorak
c. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
d. Cedera penetrasi peluru
e. Jatuh
f. Kecelakaan kendaraan bermotor
g. Hipertensi
h. Malformasi Arteri Venosa
i. Aneurisma
j. Distrasia darah
k. Obat
l. Merokok
Menurut Salman dalam American Heart Association (2014); Zuccarello
(2013) dan Chakrabarty & Shivane (2008) :
a. Penyakit pembuluh darah kecil: aterosklerosis, amiloid angiopati, genetik
b. Malformasi pembuluh darah: malformasi arteriovenous, malfomasi cavernous
c. Aneurisma intracranial
d. Penakit vena : sinus serebral/ trombosis vena, dural arteriovenous fistula
e. Reversible cerebral
f. Sindrom vasokontriksi
g. Sindrom moyamoya
h. Inflamasi: vaskulitis, aneurisma mikotik
i. Penyakit maligna: tumor otak, metastasis serebral
j. Koagulopati: genetik, diturunkan/iatrogenik
k. Pengobatan vasoaktif
l. Serangan jantung karena perdarahan
m. Trauma kepala : fraktur tengkorak dan luka penetrasi (luka tembak) dapat
merusak arteri dan menyebabkan perdarahan.
n. Hipertensi : peningkatan tekanan darah menyebabkan penyempitan arteri
yang kemudian pecahnya arteri di otak
o. Terapi pengenceran darah : obat seperti coumadin, heparin, dan warafin yang
digunakan untuk pengobatan jantung dan kondisi stroke
p. Kehamilan: eklamsia, trombosis vena
q. Merokok
r. Tidak diketahui

C. Manifestasi Klinik
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah
orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas.
Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada.
Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana
peluasan pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa,
seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan
tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu
atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil
bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan
kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai
menit. Menurut Corwin (2009) manifestasi klinik dari dari Intra cerebral
Hematom yaitu :
a. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan
membesarnya hematom.
b. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
c. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
d. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium.
e. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan
motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
f. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan
tekanan intra cranium.
Peringkat klinik klien berupa gejala berikut:
1. Tingkat I : asimptomatik
2. Tingkat II : nyeri kepala hebat, defisit neurologik, paralysis nervus kranialis.
3. Tingkat III : somnolent dan defisit ringan
4. Tingkat IV : stupor, hemiparesis, hemiplegia, rigiditas awal dan gangguan
vegetatif.
5. Tingkat V : koma, rigiditas desebrasi dan meninggal dunia.

D. Patofisiologi
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria
serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari
pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau
didekatnya, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan.
Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak, sehingga
mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat
menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan aneorisma-
aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang menonjol pada
arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadang-
kadang pecah saat melakukan aktivitas.
Dalam keadaan fisiologis pada orang dewasa jumlah darah yang mengalir
ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak. Bila aliran darah ke otak turun
menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan menjadi penghentian aktifitas
listrik pada neuron tetapi struktur sel masih baik, sehingga gejala ini masih
revesibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak sedangkan O2 diperoleh dari
darah, otak sendiri hampir tidak ada cadangan O2 dengan demikian otak sangat
tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat. Bila suplay O2 terputus 8-10
detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih lama dari 6-8 menit akan tejadi
jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan kemudian kematian. Perdarahan
dapat meninggikan tekanan intrakranial dan menyebabkan ischemi didaerah lain
yang tidak perdarahan, sehingga dapat berakibat mengurangnya aliran darah ke
otak baik secara umum maupun lokal. Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan
konstan dapat berlangsung beberapa menit, jam bahkan beberapa hari. (Corwin,
2009)
PATHWAYS

Trauma kepala, Fraktur depresi tulang tengkorak, , Hipertensi, Malformasi Arteri Venosa,
Aneurisma, Distrasia darah, Obat, Merokok

Pecahnya pembuluh darah


otak (perdarahan intracranial)

Darah masuk ke dalam


jaringan otak

Penatalaksanaan : Darah membentuk massa


Kraniotomi atau hematoma

Luka insisi Port d’entri


Penekanan pada jaringan
pembedahan Mikroorganisme
otak

Resiko infeksi
Peningkatan Tekanan
Intracranial

Metabolisme Gangguan aliran darah


Sel melepaskan Fungsi otak menurun
anaerob dan oksigen ke otak Fungsi otak menurun
mediator nyeri :
prostaglandin, Refleks menelan
Ketidakefektifan Kerusakan
sitokinin Vasodilatasi menurun
perfusi jaringan neuromotorik
pembuluh darah
cerebral
Kelemahan otot Anoreksia
Impuls ke pusat
nyeri di otak progresif
(thalamus) Ketidakseimbangan
kebutuhan nutrisi
ADL dibantu Kerusakan mobilitas
Impuls ke pusat kurang dari
fisik
nyeri di otak kebutuhan tubuh
(thalamus)
Gangguan pemenuhan
Somasensori korteks kebutuhan ADL
otak : nyeri
dipersepsikan

Nyeri

(Corwin, 2009)
E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut American Heart Association (2014); Zuccarello (2013) dan
Chakrabarty & Shivane (2008) pemeriksaan penunjang untuk ICH adalah:
a. Angiografi
Angiografi berfungsi untuk menyelidiki keadaan normal dan patologis dari
sistem kapal penyempitan dan obstruksi lumen terutama atau pelebaran
aneurismal. Selain kondisi tumor, malformasi arteriovenosa (AVM) dan
fistula arteriovenosa (aVF) atau sumber perdarahan diselidiki dengan
angiografi.

b. Lumbal pungsi
c. MRI
Magnetic resonance imaging (MRI) atau pencitraan resonansi magnetik
adalah alat pemindai yang memanfaatkan medan magnet dan energi
gelombang radio untuk menampilkan gambar struktur dan organ dalam
tubuh. MRI dapat memberikan informasi struktur tubuh yang tidak dapat
ditemukan pada tes lain, seperti X-ray,ultrasound, atau CT scan. Beberapa
penyakit pada otak dan saraf tulang belakang yang dapat didiagnosis
dengan MRI, antara lain stroke, tumor, aneurisma, multiple sclerosis,
cedera saraf tulang belakang, serta gangguan mata dan telinga bagian
dalam.

d. Thorax photo
e. Laboratorium
f. EKG
g. CT Scan
Pemindai CT-scan atau CT-scanner (computerized tomography scanner)
adalah mesin sinar-x khusus yang mengirimkan berbagai berkas
pencintraan secara bersamaan dari sudut yang berbeda. Berkas-berkas
sinar-X melewati tubuh dan kekuatannya diukur dengan algoritma khusus
untuk pencitraan. Berkas yang telah melewati jaringan kurang padat
seperti paru-paru akan menjadi lebih kuat, sedangkan berkas yang telah
melewati jaringan padat seperti tulang akan lemah.
Perbedaan antara perdarahan dan infark serebral tidak dapat dibuat
berdasarkan pemeriksaan klinis atau pemeriksaan cairan serebrospinal
(LCS), melainkan memerlukan CT scan/MRI. Pada CT scan adanya
daerah hipodens tampak beberapa jam setelah infark serebri, sedangkan
setelah perdarahan langsung timbul daerah hipodens (Rubenstein, 2007).

Contoh CT scan pada ICH

Gambar 4. The dynamic evolution of a CT Perfusion Spot Sign. A 86-year old


female patient presenting within 105 min of symptom onset. Individual frames
extracted from a dynamic CT perfusion study are presented. (A,B) No contrast
enhancement is seen within the first 9 s. (C,D) At 18 s early contrast is seen within
a CT Spot Sign, peaking at 36 s (E). Dissipation of contrast material is seen on
delayed image at 36 s (F).

F. Penatalaksanaan
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke
ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada
orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah
orang yang mengalami pendarahan besar meninggal dalam beberapa hari. Mereka
yang bertahan hidup biasanya kembali sadar dan beberapa fungsi otak bersamaan
dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi
otak yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic.
Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obat-
obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan
makin buruk. Jika orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang
mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan pengobatan yang membantu
penggumpalan darah seperti :
a. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse.
b. Transfusi atau platelet. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan
pengangkatan platelet (plasma segar yang dibekukan).
c. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam
darah yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan).
Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan di
dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang dilakukan
karena operasi itu sendiri bisa merusak otak. Juga, pengangkatan penumpukan
darah bisa memicu pendarahan lebih, lebih lanjut kerusakan otak menimbulkan
kecacatan yang parah. Meskipun begitu, operasi ini kemungkinan efektif untuk
pendarahan pada kelenjar pituitary atau pada cerebellum. Pada beberapa kasus,
kesembuhan yang baik adalah mungkin.
Menurut Corwin (2009) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral
Hematom adalah sebagai berikut :
a. Observasi dan tirah baring terlalu lama.
b. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom
secara bedah.
c. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis.
d. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok.
e. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk
pemberian diuretik dan obat anti inflamasi.
f. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan laboratorium
lainnya yang menunjang.
Farmakologi
1) Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti-edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
2) Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), berat untuk mengurangi
vasodilatasi.
3) Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%, atau
glukosa 40%, atau gliserol 10%.
4) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (panisillin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidasol.
5) Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrose 5%, aminofusin, aminopel
(18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
6) Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat klien mengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit
maka hari-hari pertama(2-3 hari) tidak perlu banyak cairan. Dextrosa 5% 8
jam pertama, ringer dextrose 8 jam kedua, dan dextrose 5% 8 jam ketiga.
Pada hari selanjutnya bila kesadran rendah maka makanan diberikan
melalui nasogastric tube (25000-3000 TKTP). Pemberian protein
tergantung dari nilai urenitrogennya.

G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul pada pasien dengan stroke hemoragi
adalah sebagai berikut (Kowalak, 2011) :
1. Tekanan darah yang tidak stabil (akibat kehilangan kontrol vasomotor)
2. Edema serebral
3. Ketidakseimbangan cairan
4. Kerusakan sensorik
5. Infeksi seperti pneumonia, emboli paru
6. Aspirasi
7. Kematian
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
INTRACEREBRAL HEMATOMA (ICH)

A. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Umum
1. Anamnesis
Usia (kebanyakan terjadi pada usia tua) dan kebanyakan terjadi pada laki-laki.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta bantuan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit saat ini
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar selain gejala kelumpuhan separuh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan
pada tingkat kesadaran dalam hal perubahan didalam intrakranial. Keluhan
perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat
terjadi letargi, tidak responsif, dan koma.
4. Riwayat penyakit dahulu
Ada riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan. Pengkajian pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari
riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih lanjut
dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

11
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus
atau riwayat stroke dari generasi terdahulu.
6. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan
fokus pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhankeluhan dari klien ;
1) Keadaan umum
Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Suara bicara kadang
mengalami gangguan, yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara, dan
tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.
2) B1 (breathing)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi didapatkan bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien
dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun
yang sering didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat
kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis pada
pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi thoraks
didapatkan taktil premitus seimbang kiri dan kanan. Auskultasi tidak
didapatka bunyi napas tambahan.
3) B2 (blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan syok hipovolemik
yang terjadi pada klien stroke. TD biasanya terjadi peningkatan dan bisa
terdapat adanya hipertensi masif TD > 200 mmHg.
4) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang

12
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).
Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3
merupakan pemerikasaan terfokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
5) B4 (bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontenensia urine
sementara kerena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan,
dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol
motorik dan postural.
6) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual, dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi
akibat penurunan peristaltic usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis luas.
7) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor
atas melintas, gangguan control motor volunteer pada salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang
berlawanan otak.
7. Pemeriksaan Sistem Neurologis
a. Tingkat Kesadaran
1. Kualitatif adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan :
 CM → sadar akan diri dan punya orientasi penuh
 APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
 LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
 DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal aktifitas
psikomotor → gaduh gelisah

13
 SAMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mau tidur → dirangsang
bangun lalu tidur kembali
 KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
2. Kuantitatif yaitu dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)

B. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d Tahanan pembuluh darah ;infark
b. Nyeri kepala akut b.d peningkatan tekanan intracranial (TIK)
c. Resiko: Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia
d. Kerusakan mobilitas fisik b.d Kelemahan neutronsmiter
e. Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL b.d kelemahan fisik.
f. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan invasi MO.

14
C. Intervensi
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN

1 Ketidakefektifan Perfusi jaringan 1. Lakukan BHSP dan 1. Dengan rasal saling


perfusi jaringan cerebral efektif setelah berikan penjelasan percaya antara
cerebral b.d dilakukan tindakan kepada keluarga keluarga dan
Tahanan pembuluh keperawatan selama tentang kondisi px perawat akan
darah ;infark 3x24 jam dengan KH: saat ini mempermudah
2. Monitor Vital Sign. untuk melakukan
- Vital Sign normal.
3. Monitor tingkat tindakan
- Tidak ada tanda-
kesadaran. keperawatan.
tanda peningkatan
4. Monitor GCS. 2. Identifikasi
TIK (takikardi,
5. Tentukan faktor hipertensi.
Tekanan darah turun
penyebab penurunan 3. Mengetahui
pelan2)
perfusi cerebral. perkembangan
- GCS E4M5V6
6. Pertahankan posisi 4. Mengetahui
tirah baring atau perkembangan
head up to 30°. 5. Acuan intervensi
7. Pertahankan yang tepat.
lingkungan yang 6. Meningkatakan
nyaman. tekanan arteri dan
8. Kolaborasi dengan sirkulasi atau
tim kesehatan. perfusi cerebral.
Pemberian terapi
oksigen 7. Membuat klien
lebih tenang.
Pola
3. Nafas tidak Setelah dilakukan 1. Lakukan BHSP dan 1. Dengan rasal saling
efektif b.d medula tindakan keperawatan berikan penjelasan percaya antara
oblongata tertekan selama 1x2 jam, pasien kepada keluarga keluarga dan

15
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN

menunjukkan tentang kondisi px perawat akan


keefektifan pola nafas, saat ini mempermudah
dibuktikan dengan 2. Monitor vital sign untuk melakukan
kriteria hasil: 3. Posisikan pasien tindakan
dengan head up keperawatan.
a. Mendemonstrasikan
4. Keluarkan sekret 2. Untuk mengetahui
batuk efektif dan
dengan batuk atau keadaan umum,
suara nafas yang
suction terutama TD untuk
bersih, tidak ada
5. Auskultasi suara mengetahui adanya
sianosis dan
nafas, catat adanya hipoventilasi
dyspnea
suara tambahan 3. Untuk
b. Menunjukkan jalan
6. Lakukan kolaborasi memaksimalkan
nafas yang paten
dengan tim medis ventilasi
(klien tidak merasa
dalam pemberian 4. Untuk
tercekik, irama
terapi oksigen membebaskan jalan
nafas, frekuensi
nafas
pernafasan dalam
5. Untuk mengetahui
rentang normal,
adanya suara
tidak ada suara
abnormal
nafas abnormal)
6. Untuk membantu
c. Tanda Tanda vital
kerja pernapasan px
dalam rentang
normal: TD= 100-
140/60-90 mmHg;
N=60-100x/menit;
RR= 16-24x/menit
2 Nyeri kepala akut - Setelah dilakukan 1. Observasi keadaan 1. Mengetahui respon
b.d peningkatan asuhan keperawatan umum dan tanda- autonom tubuh

16
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN

tekanan intracranial selama 3x24 jam tanda vital


(TIK) diharapkan nyeri 2. Lakukan pengkajian 2. Menentukan
terkontrol atau nyeri secara penanganan nyeri
berkurang dengan komprehensif secara tepat
kriteria hasil : 3. Observasi reaksi 3. Mengetahui tingkah
- Ekspresi wajah abnormal dan laku ekspresi dalam
rileks ketidaknyamanan merespon nyeri
- Skala nyeri 4. Control lingkungan 4. Meminimalkan
berkurang yang dapat factor eksternal
- Tanda-tanda vital mempengaruhi yang dapat
dalam batas normal nyeri mempengaruhi
5. Pertahankan tirah nyeri
baring 5. Meningkatkan
6. Ajarkan tindakan kualitas tidur dan
non farmakologi istirahat
dalam penanganan 6. Terapi dalam
nyeri penanganan nyeri
7. Kolaborasi tanpa obat
pemberian analgesic 7. Terapi penanganan
sesuai program nyeri secara
farmakologi
3 Resiko: Kebutuhan nutrisi 1. Kaji kebiasaan 1. Menentukan
Ketidakseimbangan terpenuhi setelah makan-makanan intervensi yang
kebutuhan nutrisi dilakukan tindakan yang disukai dan tepat.
kurang dari keperawatan selama tidak disukai. 2. Mengurangi rasa
kebutuhan tubuh 3x24 jam dengan KH: 2. Anjurkan klien bosan sehingga
b.d anoreksia makan sedikit tapi makanan habis.
- Asupan nutrisi

17
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN

adekuat. sering. 3. Agar kebutuhan


- BB meningkat. 3. Berikan makanan nutrisi terpenuhi.
- Porsi makan yang sesuai diet RS. 4. Mulut bersih
disediakan habis. 4. Pertahankan meningkatkan
- Konjungtiva tidak kebersihan oral. nafsu makan.
ananemis. 5. Kolaborasi dengan 5. Menentukan diet
ahli gizi. yang sesuai.
4 Kerusakan Mobilitas meningkat 1. Kaji tingkat 1. Menentukan
mobilitas fisik b.d setelah dilakukan mobilisasi fisik intervensi.
Kelemahan tindakan keperawatan klien. 2. Meningkatkan
neutronsmiter selama 3 x 24 jam 2. Ubah posisi secara kanyamanan, cegah
dengan KH: periodik. dikobitas.
3. Lakukan ROM 3. Melancarkan
- Klien mampu
aktif/pasif. sirkulasi.
melakukan aktifitas
4. Dukung ekstremitas 4. Mencegah
dbn.
pada posisi kontaktur.
- Kekuatan otot
fungsional. 5. Menentukan
meningkat.
5. Kolaborasi dengan program yang tepat.
- Tidak terjadi
ahli fisio terapi.
kontraktur.
5 Gangguan Pemenuhan kebutuhan 1. Kaji kemampuan 1. Mengetahui
pemenuhan ADL terpenuhi setelah ADL. kemampuan ADL.
kebutuhan ADL b.d dilakukan tindakan 2. Mempermudah
kelemahan fisik. keperawatan selama 3 2. Dekatkan barang- pemenuhan ADL.
x 24 jam dengan KH: barang yang 3. Meningkatkan
dibutuhkan klien. kemandirian klien.
- Mampu memenuhi
3. Motivasi klien 4. Meningkatkan
kebutuhan secara
untuk melakukan kemandirian klien

18
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN

mandiri. aktivitasa secara dan meningkatkan


- Klien dapat bertahap. menyamanan.
beraktivitas secara 4. Dorong dan dukung 5. Pemenuhan
bertahap. aktivitas perawatan kebutuhan klien
- Nadi normal. diri. dapat terpenuhi.
5. Menganjurkan
keluarga untuk
membantu klien
memenuhi
kebutuhan klien.
6 Resiko tinggi Mempertahankan 1. Berikan perawatan 1. Cara pertama untuk
terhadap infeksi nonmotermia, bebas aseptik dan menghidari infeksi
berhubungan tanda-tanda infeksi antiseptic. nosokomial.
dengan invasi MO o Mencapai 2. Deteksi dini
penyembuhan luka 2. pertahankan teknik perkembangan
(craniotomi) tepat pada cuci tangan yang infeksi
waktunya. baik. 3. memungkinkan
3. catat karakteristik untuk melakukan
dari drainase dan tindakan dengan
adanya inflamasi. segera dan
pencegahan
4. Pantau suhu tubuh terhadap komplikasi
secara teratur. Catat selanjutnya
adanya demam, 4. Dapat
menggigil, diaforesis mengindikasikan
dan perubahan perkembangan
fungsi mental sepsis yang

19
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN

(penurunan selanjutnya
kesadaran). memerlukan
evaluasi atau
5. Batasi pengunjung tindakan dengan
yang dapat segera.
menularkan infeksi 5. Menurunkan
atau cegah pemajanan terhadap
pengunjung yang “pembawa kuman
mengalami infeksi penyebab infeksi”.
saluran napas bagian 6. Terapi profilaktik
atas. dapat digunakan
pada pasien yang
6. Berikan antibiotik mengalami trauma
sesuai indikasi. (luka, kebocoran
CSS atau setelah
7. Ambil bahan dilakukan
pemeriksaan pembedahan untuk
(spesimen) sesuai menurunkan risiko
indikasi terjasdinya infeksi
nasokomial).
7. Kultur/sensivitas.
Pewarnaan Gram
dapat dilakukan
untuk memastikan
adanya infeksi.

20
DAFTAR PUSTAKA

Baticaca, F. B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Bulecked, G.M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). United Sates
of America: Elsevier.
Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River Mangunkusuma, Vidyapati W, 1988,
Penanganan Cidera Mata dan Aspek Sosial Kebutaan, Universitas Indonesia,
Jakarta
Kowalak, J. P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:
EGC. Sloane, E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Volume 1. Edisi 8. Jakarta: EGC.

21

Anda mungkin juga menyukai