Anda di halaman 1dari 39

Head Injury/

Cedera Kepala

Rima Novia Putri


Pengertian Cedera Kepala
 Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala (bukan
kongenital ataupun degeneratif) tetapi disebabkan karena
serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois,
Rutland-Brown, Thomas, 2010)
 Cedera kepala secara luas didefinisikan sebagai adanya tanda-
tanda sebagai berikut (Arifin, MZ, 2013):
• Adanya riwayat benturan pada kepala
• Adanya cedera pada SCALP/ kulit kepalaa (Skin-Connective
tissue-Aponeurosis Galea-Loose areolar tissue-Perikranium)
yang dapat berupa hematom/memar/lebam atau abrasi/lecet
• Adanya gambaran fraktur pada foto polos atau pada CT scan
kepala
• Adanya gambaran klinis fraktur basis cranii (ottorhea,
rhinorrhea, battle sign/memar belakang telinga)
• Adanya gambaran klinis cedera otak (penurunan kesadaran,
amnesia, defisit neurologis, kejang)
Etiologi cedera kepala
• Jatuh
• Kecelakaan kendaraan bermotor
• Kecelakaan pada saat olah raga
• Cedera akibat kekerasan
• Terkena tembakan atau tusukan

Mekanisme cedera kepala:


1. Cedera percepatan (akleserasi)
terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala
yang diam, seperti akibat pukulan benda tumpul, atau karena
terkena lemparan benda tumpul.
2. Cedera perlambatan (deserelasi) adalah bila kepala
membentur objek yang secara relatif tidak bergerak seperti
badan mobil atau tanah
Klasifikasi cedera kepala

1. Cedera kepala ringan


(GCS 14-15)
2. Cedera kepala sedang
(GCS 9-13)
3. Cedera kepala berat
(GCS 3-8)
Fase Cedera Kepala (Blumberg, 2011)
1. Cedera kepala primer: terjadi 2. Cedera kepala sekunder:
saat kejadian terjadi dalam beberapa jam
 Perdarahan intracerebral sampai beberapa hari setelah
 Perdarahan ekdtradura kejadian
(EDH)  Edema cerebri sebagai
 Perdarahan subdura (SDH) akibat cedera primer atau
 Perdarahan subarakhnoid kegagalan
makro/mikrosirkulasi
 Cedera pada neuron yang
 Peningkatan tekanan
mungkin fokal, multifokal
atau diffuse intrakranial akibat edema
atau penambahan lesi
 Cedera akson
 Iskemia arteri cerebral
 Contusio
 Laserasi
Manifestasi klinis(Arifin, MZ: 2013)
 Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
 Papil edema
 Pupil anisokor
 Mual, muntah, pusing kepala
 Terdapat hematom
 Bila terdapat fraktur mungkin adanya cairan
serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan
telinga (otorrhea)
 Jika terdapat fractur basis cranii maka akan timbul battle
sign dan brill hematoma/ palpebra hematom
Pupil anisokor

battle sign dan brill/


palpebra hematom
Patofisiologi
• Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam
dua tahap yaitu cedera primer dan cedera sekunder
• Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai
akibat langsung dari suatu ruda paksa (benturan,
kekerasan, hamtaman)
• Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan
berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma.
• Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa coup
dan contrecoup
• Coup merupakan cedera primer yang diakibatkan oleh adanya
benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya
• Contracoup merupakan lesi yang timbul pada daerah yang
berlawanan dengan tempat benturan
Patofisiologi
• Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid)
dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak
bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya.
• Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur
permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan
dari benturan (contrecoup).
• Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat
berbagai proses patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan
dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak,
kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan
tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi.
PATOFISIOLOGI
Cedera kepala

Injuri pada kulit kepala, tulang tengkorak, otak


Perdarahan
Pecahnya pembuluh
darah otak Laserasi pada Terdapatnya area
kulit kepala kulit kepala yang Resiko tinggi
terbuka infeksi
Volume komponen intra
cranial meningkat
Pengeluaran zat-zat
TTIK Edema cerebri Penekanan saraf- Akfirnya
vasoaktif (histamine,
saraf bebas reseptor nyeri
bradikinin)
Aliran darah ke Penekanan komponen
otak berkurang intrakranial
Penekanan medulla Persepsi nyeri
Gangguan perfusi Penekanan pada
oblongata
jaringan cerebral lobus otak

Gangguan rasa
Fungsi otak Kerusakan saraf Gangguan Pusat nafas nyaman: nyeri
terganggu kranial mobilitas fisik terganggu

Penurunan kesadaran Berkurangnya kemampuan Resiko tinggi pola


mengunyah dan menelan nafas tidak efektif
Perubahan
persepsi sensori Resiko tinggi nutrisi:
kurang dari kebutuhan
Edema cerebri
Merupakan suatu kondisi patologis dimana volume otak meningkat
sebagai akibat dari abnormal akumulasi cairan dalam parenkim
serebral (Michinaga&Koyama, 2015)
Pemeriksaan penunjang
Foto polos kepala

Indikasi pemeriksaan foto polos kepala yaitu:


1. Kehilangan kesadaran, amnesia
2. Nyeri kepala menetap
3. Gejala neurologis fokal
4. Jejas pada kulit kepala
5. Kecurigaan luka tembus
6. Keluar CSS atau darah dari hidung atau telinga
7. Deformitas tulang kepala
8. Kesulitan dalam penilaian klinis (mabuk, intoksikasi obat,
epilepsi, anak)
9. Pasien dengan GCS 15 tanpa keluhan dan gejala tetapi
mempunyai resiko benturan langsung atau jatuh pada
permukaan keras, atau pasien usianya > 50 tahun
Pemeriksaan penunjang
CT-scan kepala

CT scan merupakan pemeriksaan yang akurat dan cepat untuk


cedera kepala. Indikasi pasien cedera kepala yang memerlukan CT-
scan adalah:
• Cedera kepala sedang dan berat
• Penurunan tingkat kesadaran atau peningkatan defisit neurologis
local (seperti pupil anisokor atau hemiparesis)
Pasien dengan cedera kepala ringan dapat
dilakukan CT scan dengan indikasi:
• Sakit kepala yang menetap atau
bertambah berat
• Muntah yang menetap
• Defisit neurologis fokal
• Perubahan tingkah laku
• Kejang yang menetap
Penatalaksanaan cedera kepala
(Traumatic Brain injury Guidelines, 2014)
Cedera Kepala Ringan
Cedera Kepala Sedang
Cedera Kepala Berat
Asuhan Keperawatan Klien dengan
Cedera Kepala
RESUME KASUS
Tn. R, 48 tahun, masuk RS dengan diagnosa medis
Contusio cerebri pada frontal dextra, EDH pada occipital
sinistra, pneumoensefal, fraktur ringan occipital kiri,
vulnus laceratum. Pasien masuk RS dengan riwayat jatuh
dari ketinggian 4 meter, disertai pingsan, muntah tidak
ada, fungsi memori baik.
Pengkajian menurut teori
adaptasi Roy
Mode Adaptasi fisiologis
1. Oksigenasi: suara nafas vesikuler, NEWSS hijau, RR 16x/menit, TD
120/75mmmHg, HR 50x/menit, saturasi 99%, akral hangat, O2
binasal 2lpm, foto thorax tidak nampak kelainan radiologis pada
jantung dan paru, tidak tampak fraktur pada tulang
2. Nutrisi: adaptif
3. Eliminasi: BAB adaptif, BAK terpasang kateter, tampak produksi
urine jernih 750cc
4. Aktivitas dan istirahat: mobilisasi sebagian dibantu, ADL dibantu
sebagian, kekuatan otot ekstremitas atas 5555I 5555, ekstremitas
bawah 5555I 5555
5. Proteksi: resiko jatuh tinggi, suhu 36,5 C, terdapat luka 8 jahitan di
daerah occipital, luka bersih, tidak ada pus
6. Sensasi: nyeri skala 5, tidak berkurang dengan istirahat, muncul
setelah terjatuh
7. Cairan, elektrolit dan keseimbangan asam basa: intake
2500cc/hari, mukosa bibir lembab
8. Endokrin: tidak ada gangguan
9. Neurologis:
• Masuk RS dengan riwayat jatuh dari ketinggian 4meter, disertai
pingsan, muntah tidak ada, fungsi memori masih dapat mengingat
memori pendek, lama, dan yang baru terjadi.
• Pada saat pengkajian GCS E3M6V5, mengeluh pusing, pupil isokor
3mm/3mm, reaksi terhadap cahaya positif, pandangan silau
terhadap cahaya, refleks fisiologis kanan kiri +2/+2, hasil
pemeriksaan MMSE 29 (normal).
• Rontgen vertebra lumbar: tidak ada gambaran fraktur maupun
listeisis pada pada tulang-tulang corpus vertebra lumbar,
hiperlordosis lumbar, spondilitis lumbalis
• Radiografi cranium: tidak terdapat fraktur pada tulang calvaria
yang tervisualisasi
• CT scan kepala dan leher: perdarahan parenkim cerebri,
perdarahan subarakhnoid frontal kanan, edema hemisfer cerebri
kanan, pneumoensefal frontal kanan dan parasela kanan serta
pneumoorbita kanan, hematosinus sfinoid bilateral, fraktur pada
ocipital kiri, sinusitis maksila kiri
• Mode konsep diri : Tidak pernah mengalami perubahan
dalam tubuhnya

• Mode fungsi peran: klien merasa tidak terganggu


perannya sebagai seorang ayah dan sebagai seorang
buruh, berharap segera sembuh agar bisa beraktivitas
kembali

• Mode interdependensi: selama dirawat di RS, klien


selalu ditemani oleh istrinya
Analisa Kasus
 Pasien mengalami cedera kepala ringan (GCS: 14)
 Mekanisme cedera kepala pada pasien:
 Cedera perlambatanan (deserelasi) : kepala membentur lantai
 Coup: daerah occipital sinistra ditandai dengan hasil CT scan
kepala yaitu EDH pada occipital sinistra, fraktur ringan occipital
sinistra, vulnus laceratum occipital sinistra (8 jahitan)
 Contracoup: daerah frontal dextra ditandai dengan hasil CT scan
kepala yaitu perdarahan parenkim cerebri, perdarahan
subarakhnoid frontal kanan, edema hemisfer cerebri kanan,
pneumoensefal frontal kanan dan parasela kanan serta
pneumoorbita kanan
Patoflow
Jatuh dari ketinggian 4 meter

Coup Kepala bagian occipital sinistra membentur lantai Counter Coup

Vulnus ulceratum dan ICH, SAH, pneumoensefal frontal dextra


fraktur occipital sinistra

Peningkatan Perfusi ke sel otak menurun


EDH occipital sinistra permeabilitas
kapiler
Peningkatan asam laktat
Penekanan pada sirkulasi arteri
yang mengurus formation retikularis Shift cairan ke
di medulla oblongata ekstravaskular Cytotoxic edema

Penurunan kesadaran Vasogenik


edema TTIK

Resiko trauma
Defisit perawatan diri Gangguan perfusi jaringan cerebral
Analisa data
Data Fokus Etiologi Masalah
DS: Edema cerebri 1. Gangguan perfusi
• Tn. A mengeluh pusing jaringan cerebral
DO: 2. Gangguan pemenuhan
• GCS E3M6V5 ADL
• TD 120/75mmmHg 3. Resiko tinggi jatuh
• HR 50x/menit
• CT scan kepala dan leher:
perdarahan parenkim
cerebri, perdarahan
subarakhnoid frontal kanan,
edema hemisfer cerebri
kanan, pneumoensefal
frontal kanan dan parasela
kanan
• mobilisasi sebagian dibantu,
• ADL dibantu sebagian
• Pengkajian resiko jatuh:
tinggi
Diagnosa dan intervensi keperawatan (Nic Noc)
Rencana keperawatan
Diagnosa
Keperawatan/
Masalah Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kolaborasi

NOC : NIC :
Perfusi jaringan  Circulation status  Monitor TTV
cerebral tidak  Neurologic status  Monitor AGD, ukuran pupil, ketajaman,
efektif b/d  Tissue Prefusion : cerebral kesimetrisan dan reaksi
gangguan aliran Setelah dilakukan asuhan selama 24  Monitor adanya diplopia, pandangan
arteri dan vena jam, ketidakefektifan perfusi jaringan kabur, nyeri kepala
  cerebral teratasi dengan kriteria hasil:  Monitor level kebingungan dan orientasi
 Tekanan systole dan diastole  Monitor tonus otot pergerakan
dalam rentang yang diharapkan  Monitor tekanan intrkranial dan respon
 Tidak ada ortostatik hipertensi nerologis
 Komunikasi jelas  Catat perubahan pasien dalam
 Menunjukkan konsentrasi dan merespon stimulus
orientasi  Monitor status cairan
 Pupil seimbang dan reaktif  Pertahankan parameter hemodinamik
 Bebas dari aktivitas kejang  Tinggikan kepala 0-45o tergantung pada
 Tidak mengalami nyeri kepala konsisi pasien dan order medis
   Jika kesadaran mankin menurun
pertimbangkan untuk kolaborasi
pembedahan
Manajemen edema cerebri (Husna et al, 2017)
Rencana keperawatan
Diagnosa
Keperawatan
/ Masalah Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kolaborasi

NOC : NIC :
Defisit  Self care : Activity of Self Care assistane : ADLs
perawatan Daily Living (ADLs)  Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang
diri Setelah dilakukan mandiri.
Berhubungan tindakan keperawatan  Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
dengan selama 4 hari, defisit kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan
kerusakan perawatan diri teratas makan.
persepsi/ dengan kriteria hasil:  Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh
kognitif   Klien terbebas dari untuk melakukan self-care.
bau badan  Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang
 Menyatakan normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
kenyamanan  Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri
terhadap kemampuan bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
untuk melakukan  Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian,
ADLs untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak
 Dapat melakukan mampu untuk melakukannya.
ADLS dengan bantuan  Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
   Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.
 
Rencana keperawatan
Diagnosa
Keperawatan
/ Masalah Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Kolaborasi Hasil

NOC : NIC :
Risiko trauma  Knowledge :
  Environmental Management safety
Personal Safety
 Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
   Safety Behavior :
 Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan
Fall Prevention
kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat
 Safety Behavior :
penyakit terdahulu pasien
Fall occurance
 Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya
 Safety Behavior :
memindahkan perabotan)
Physical Injury
 Memasang side rail tempat tidur
 Tissue Integrity:
 Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
Skin and Mucous
 Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah
Membran
dijangkau pasien.
Setelah dilakukan
 Membatasi pengunjung
tindakan keperawatan
 Memberikan penerangan yang cukup
selama 7 hari, klien
 Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
tidak mengalami trauma
 Mengontrol lingkungan dari kebisingan
dengan kriteria hasil:
 Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
- pasien terbebas
 Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau
dari trauma fisik
pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.
Evidence Based Practice:
General Recommendations for the
Management of Mild TBI
(Ontario Neurotrauma Foundation, 2014)
NO REKOMENDASI GRADE
1 Karena berbagai faktor (biopsikososial, kontekstual, dan A
fisik, baik preinjuri, saat injuri dan post injuri dapat
berdampak pada pasien mTBI, maka petugas kesehatan
harus mempertimbangkan faktor-faktor tersebut ketika
merencanakan dan mengimplementasikan perawatan
pasien.
2 Masalah kecil yang terjadi pada pasien harus dikelola C
secara simtomatis dan pasien harus ditawarkan mengenai
bantuan kesehatan dan informasi tentang strategi
manajemen penanggulangan gejala.
3 Semua orang yang mengalami mTBI harus menerima B
informasi tentang gejala umum dan jaminan bahwa
pemulihan dapat diperoleh dalam waktu singkat (beberapa
hari atau beberapa minggu) kedepan
4 Seseorang yang mengalami mTBI seharusnya tidak C
mengemudi selama setidaknya 24 jam dan mungkin
memerlukan penilaian ulang secara medis.
Perpanjangan periode waktu 24 jam yang disarankan
disarankan jika ada gejala atau komplikasi, penurunan
kapasitas intelektual, kejang pasca traumatik, gangguan
penglihatan atau hilangnya keterampilan motorik.
NO REKOMENDASI GRADE
5 Pasien yang masih mempunyai simtomatik harus diikuti setiap dua C
sampai empat minggu sejak saat kontak awal sampai tidak lagi gejala
atau sampai prosedur penilaian ulang yang lain telah diberlakukan.
6 Seorang pasien mengalami penurunan fungsi kognitif dalam A
beberapa hari pertama setelah cedera diharapkan memiliki gejala-
gejala dapat menyelesaikan dan mengembalikan fungsi kognitif
preinjury dalam beberapa hari, hingga tiga bulan
7 Pasien dengan gangguan psikiatri preinjury harus diberikan A
perawatan multidisipliner.
8 Manajemen pasien mTBI harus diberikan bimbingan untuk A
meminimalkan dampak gejala dan secara bertahap melanjutkan
aktivitas dan partisipasi peran dalam hidupnya
9 Penyedia perawatan utama harus mempertimbangkan rujukan C
pasien yang telah memiliki mTBI ke layanan spesialis ketika gejala
tetap ada dan gagal untuk berespon terhadap perawatan standar
untuk salah satu dari tiga lingkup Gejala Fisik, Perilaku / Emosional
dan Kognitif
10 Penyedia perawatan primer harus mempertimbangkan risiko depresi B
atau gangguan kesehatan mental lainnya pada pasien yang telah
mengalami mTBI yang mungkin dipengaruhi oleh respon psikologis
maladaptif terhadap cedera
Kesimpulan
1. Penanganan pasien cedera kepala harus disesuaikan dengan
derajat cedera kepala dan kondisi pasien dengan
mempertimbangkan hasil pemeriksaan penunjang seperti foto
polos dan CT scan kapala
2. Perawat berperan penting dalam penatalaksanaan pasien cedera
kepala baik dalam menerapkan tindakan mandiri perawat
maupun kolaboratif.
3. Perawat harus mampu menerapkan prinsip-prinsip penanganan
pasien cedera kepala khususnya dalam pencegahan terjadinya
cedera sekunder pada pasien yaitu salah satunya dengan
memberikan posisi head up dan monitoring kondisi pasien untuk
menilai perbaikan atau perburukan dari kondisi cedera kepala
yang dialami pasien
Daftar Pustaka
Arifin, MZ dan Risdianto, A. (2013). Cedera kepala: Teori dan penanganan. Bandung:
Sagung Seto.
Blumberg, P.C. (2011). Neuropathology of traumatic brain injury. Youman Neurological
Surgery. H.R. Winn. Philadelphia: Elvesier Saunders, 4: 3277-3287.
Husna, U dan Dahlar, M. (2017). Pathophysiology and management of cerebral edema.
MNJ, Vol.03, No.02, Juli 2017. http://dx.doi.org/10.21776/ub.mnj.2017.003.02
.
Michinaga,Shotaro and Yutaka Koyama. (2015). Pathogenesis of Brain Edema and
Investigation into Anti-Edema Drugs. Int. J. Mol. Sci. 2015, 16, 9949-9975;
doi:10.3390/ijms16059949
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
Ontario Neurotrauma Foundation. (2014). Guidelines for Mild Traumatic Brain Injury and
Persistent Symptoms.
Saladin, Kenneth S. (2007). Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function.3rd
Edition. McGraw-Hill, USA.
Tim Neurotrauma RSU Dr. Soetomo – Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
Surabaya,. (2014). Pedoman tatalaksana cedera otak: guideline for
management of traumatic brain injury.
W. Rutland-Brown, J. A. Langlois, K. E. Thomas, and Y. L. Xi. (2010). Incidence of
traumatic brain injury in the United States, 2010, Journal of Head Trauma
Rehabilitation, vol. 21, no. 6, pp. 544–548, 2010.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai