EPIDURAL HEMATOM
B. ETIOLOGI
Epidural hematom terjadi karena laserasi atau robekan pembuluh darah yang
ada diantara durameter dan tulang tengkorak akibat benturan yang menyebabkan
fraktur tengkorak seperti kecelakaan kendaraan dan trauma (Japardi, 2004).
Perdarahan biasanya bersumber dari robeknya arteri meningica media (paling
sering), vena diploica (karena fraktur kalvaria), vena emmisaria, dan sinus venosus
duralis (Bajamal, 1999).
D. PATOFISIOLOGI
Epidural hematom secara khas timbul sebagai akibat dari sebuah luka atau
trauma atau fraktur pada kepala yang menyebabkan laserasi pada pembuluh darah
arteri, khususnya arteri meningea media dimana arteri ini berada diantara durameter
dan tengkorak daerah temporal. Rusaknya arteri menyebabkan perdarahan yang
memenuhi epidural. Apabila perdarahan terus mendesak durameter, maka darah
akan memotong atau menjauhkan daerah durameter dengan tengkorak, hal ini akan
memperluas hematoma. Perluasan hematom akan menekan hemisfer otak
dibawahanya yaitu lobus temporal ke dalam dan ke bawah. Seiring terbentuknya
hematom maka akan memberikan efek yang cukup berat yakni isi otak akan
mengalami herniasi. Herniasi menyebabkan penekanan saraf yang ada dibawahnya
seperti medulla oblongata yang menyebabkan terjadinya penurunan hingga
hilangnya kesadaran. Pada bagian ini terdapat nervus okulomotor yang menekan
saraf sehingga menyebabkan peningkatan TIK, akibatnya terjadi penekanan saraf
yang ada diotak (Japardi, 2004 dan Mcphee et al, 2006).
E. PATHWAY
Darah memenuhi
Darah keluar dari Darah memenuhi epidural
epidural
vaskuler
Hematoma
Syok hipovolemik
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doengoes (2004), pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan
pada kasus epidural hematom yaitu sebagai berikut:
1. CT Scan : untuk mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler pergeseran otak. CT Scan merupakan pilihan primer dalam hal
mengevaluasi trauma kepala. Sebuah epidural hematom memiliki batas yang
kasar dan penampakan yang bikonveks pada CT Scan dan MRI. Tampakan
biasanya merupakan lesi bikonveks dengan densitas tinggi yang homogen, tetapi
mingkin juga tampok sebagai ndensitas yang heterogen akibat dari pencampuran
antara darah yang menggumpal dan tidak menggumpal.
2. MRI : memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan lebih jelas
karena mampu melakukan pencitraan dari berbagai posisi apalagi dalam
pencitraan hematom dan cedera batang otak.
3. Angiografi serebral : untuk menunjukan kelainan sirkulasi serebral seperti
pergeseran jaringan otak karena edema dan trauma.
4. EEG : untuk memperlihatkan gelombang patologis.
5. Sinar X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur),
pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan/edema), dan adanya
fragmen tulang.
6. BAER (brain auditory evoked respons) : untuk menentukan fungsi korteks dan
batang otak.
7. PET (positron emmision topography): untuk menunjukan metabolisme
otak.
8. Pungsi lumbal : untuk menduga kemungkinan perdarahan subarachnoid.
9. AGD : untuk melihat masalah ventilasi/oksigenasi yang meningkatkan
TIK.
Keterangan :
1 : Tidak pernah
dilakukan
2 : jarang
dilakukan
3 : Kadang-kadang
dilakukan
4 : sering dilakukan
5 : selalu dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer & Bare. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol.1. Alih
Bahasa : Agung waluyo. Jakarta. EGC.