Anda di halaman 1dari 19

A.

Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat  penumpukan
cairan dalam pleura berupa transudate atau eksudat diakibatkan terjadinya
ketidak seimbangan  antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura
viseralis (Lippincutt Williams & Wilkins, 2019)
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit
primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder
terhadap penyakit lain (Amin Huda, 2018)
Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul
dirongga pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau
seluruhnya (Muralitharan, 2019)
2. Anatomi Paru-paru
Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk
kerucut. Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura ke dalam tiga lobus atas,
tengah dan bawah. Paru kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke dalam dua lobus
atas dan bawah.
Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kavum
mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus
paru-paru dibungkus oleh selaput yang tipis disebut pleura.
Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru
dalam dua lapisan: lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan
lapisan parietal menutupi permukaan dalam dari dinding dada. Paru-paru
yaitu: paru-paru kanan, terdiri dari tiga lobus (belah paru), lobus pulmo
dextra superior, lobus nedia, dan lobus inferior, tiap lobus tersusun oleh
lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra, lobus superior dan lobus
inferior, tiap-tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil
bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu: 5 buah
segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis dan 3
buah segmen pada lobus inferior. Kapasitas paru-paru merupakan
kesanggupan paru-paru dalam menampung udara didalamnya. Kapasitas
paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Kapasitas total, yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru
inspirasi sedalam-dalamnya.
b. Kapasitas vital, yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah
ekspirasi maksimal.

3. Fisiologi Paru-paru
a. Pernapasan pulmoner
Merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada
paru-paru.
Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner yaitu :
1) Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara
dalam alveoli dengan udara luar
2) arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksige masuk
ke seluruh tubuh. Karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke
paru-paru.
3) distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan
jumlah yang tepat yang bisa dicapai untuk semua bagian.
4) difusi gas yang menembus membrane alveoli dan kapiler
karbondioksida.
Proses pertukaran oksigen dengan karbondioksida, konsentrasi
dalam darah mempengaruhi dan meransang pusat pernapasan terdapat
dalam otak untuk memperbesar kecepatan dalam pernapasan sehingga
terjadi pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 lebih banyak.
b. Pernapasan jaringan (pernapasan interna)
Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandung oksigen
dari seluruh tubuh masuk ke dalam jaringan akhirnya mencapai
kapiler, darah mengeluarkan oksigen ke dalam jaringan, mengambil
karbondioksida untuk di bawah ke paru-paru terjadi pernapasan
eksterna
c. Daya muat paru-paru
Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4.500 ml – 5000 ml
(4,5 – 5 L) udara yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan
ekspirasi) hanya 10%. ±500 ml disebut juga udara pasang surut yaitu
yang dihirup dan dihembuskan pada pernapasan biasa
d. Mekanisme pernapasan
Mekanisme pernapasan diatur dan dikendalikan oleh dua faktor
utama kimiawi dan pengendalian syaraf. Adanya faktor tertentu
meransang pusat pernapasan yang terletak di dalam medulla oblongata
kalau diransang mengeluarkan impuls yang disalurkan melalui syaraf
spinal.
Otot pernapasan (otot diafragma atau interkostalis) pengendalian
oleh syaraf pusat otomatik dalam medulla oblongata mengeluarkan
impuls eferen ke otot pernapasan melalui radiks syaraf servikalis
diantarkan ke diafragma oleh syaraf prenikus. Impuls ini
menimbulkan kontraksi ritmik pada otot diafragma dan interkostalis
yang kecepatannya kira-kira 15 kali setiap menit.
Pengendalian secara kimia, pengendalian dan pengaturan secara
kimia meliputi frekuensi kecepatan dan dalamnya pernapasan. Pusat
pernapasan dalam sumsum sangat peka, sehingga kadar alkali harus
tetap dipertahankan. Karbondioksida adalah produksi asam dari
metabolisme dan bahan kimia yang asam meransang pusat pernapasan
untuk mengirim keluar impuls syaraf yang bekerja atas otot
pernapasan.
e. Kecepatan pernapasan
Pada wanita lebih tinggi daripada pria, pernapasan secara normal
maka ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian istirahat, pada
bayi ada kalanya terbalik inspirasi-istirahat-ekspirasi disebut juga
pernapasan terbalik. Kecepatan setiap menit :
1) Bayi baru lahir: 30-40 kali permenit
2) 12 bulan: 30 kali permenit
3) 2-5 tahun: 24 kali permenit
4) Dewasa: 10-20 kali permenit
f. Kebutuhan tubuh terhadap oksigen
Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan, manusia
sangat membutuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak
mendapatkan oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan
pada otak yang tak dapat diperbaiki dan bisa menimbulkan kematian.
Kalau penyediaan oksigen berkurang akan menimbulkan kacau
pikiran dan anoksia serebralis misalnya orang yang bekerja pada
ruangan yang sempit, tertutup, ruang kapal, kapal uap dan lain-lain.
Bila oksigen tidak mencukupi maka warna darah merahnya hilang
berganti kebiru-biruan misalnya yang terjadi pada bibir, telinga,
lengan, dan kaki disebut sianosis.

4. Patofisologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura
parietalis dan pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat
cairan antara 1 – 20 cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu
bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua
pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui
bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi
tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura
parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan
kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil
diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan
penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak
mikrovili disekitar sel – sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga pleura
tetap. Karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadaan
ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan
tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm H2o. Keseimbangan tersebut dapat
terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi tuberkulosa paru
.
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium
tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli, terjadilah infeksi
primer. Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah
bening menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti dengan
pembesaran kelenjar getah bening hilus (limphadinitis regional).
Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permebilitas
membran. Permebilitas membran akan meningkat yang akhirnya dapat
menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan
terjadinya effusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus
subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat
juga dari robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening yang menuju
rongga pleura, iga atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan
eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut
karena kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serous,
kadang – kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura bias
mengandung leukosit antara 500 – 2000. Mula – mula yang dominan
adalah sel – sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan efusi
sangat sedikit mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan effusi
bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya
effusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik antara lain :
Irama pernapasan tidak teratur, frekuensi pernapasan meningkat ,
pergerakan dada asimetris, dada yanbg lebih cembung, fremitus raba
melemah, perkusi redup. Selain hal – hal diatas ada perubahan lain yang
ditimbulkan oleh efusi pleura yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru
yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun.
5. Pathway

6. Etiologi
Efusi pleura disebabkan oleh :
a. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
b. Peningakatan permeabilitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
d. Peningkatan tekanan negative intrapleura
e. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Ada juga yang disebabkan oleh Infeksi (eksudat)
a. Tubercolosis
b. Pneumonitis
c. Emboli paru
d. Kanker
e. Infeksi virus,jamur,dan parasit.
Non infeksi (transudat)
a. Gagal jantung kongesif (90% kasus)
b. Sindroma nefrotik
c. Gagal hati
d. Gagal ginjal
e. Emboli paru
7. Klasifikasi
Efusi pleura di bagi menjadi 2 yaitu :
a. Efusi pleura transudat
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membran
pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan di sebabkan oleh
faktor sistemik yang mempengaruhi produksi dan absorbsi cairan
pleura.
b. Efusi pleura eksudat
Efusi pleura ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati
pembuluh kapiler yang rusak dan masuk kedalam paru terdekat
(Morton, 2012).

8. Manifestasi Klinik
a. Batuk
b. Dispnea bervariasi
c. Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
d. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
e. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang
mengalami efusi.
f. Perkusi meredup diatas efusi pleura.
g. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.
h. Fremitus fokal dan raba berkurang.
9. Komplikasi
a. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan
drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura
parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks.
Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang
berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan
pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan
membran-membran pleura tersebut.
b. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
c. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat
jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul
akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses
penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura,
atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian
jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
d. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh
tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong
udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.
e. Empiema
Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran
yang mengelilinginya (rongga pleura). Empiema disebabkan oleh
infeksi yang menyebar dari paru-paru dan menyebabkan akumulasi
nanah dalam rongga pleura. Cairan yang terinfeksi dapat mencapai
satu gelas bir atau lebih, yang menyebabkan tekanan pada paru-paru,
sesak napas dan rasa sakit.
10. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya
menunjukkan adanya cairan.
b. CT-Scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan
bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
c. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan
yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
d. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui
dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang
diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah
jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada
dibawah pengaruh pembiusan lokal).
e. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya,
maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar
diambil untuk dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah
dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap
tidak dapat ditentukan.
f. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan
sumber cairan yang terkumpul.
11. Penatalaksanaan Medis
a. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
b. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah
aspirasi.
c. Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala
subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter
perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru,
jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan
berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
d. Antibiotika jika terdapat empiema
e. Operatif

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa
yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada
pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas,
rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat
tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada
dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan
mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan
untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita penyakit
seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan
sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura
seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
f. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang
juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan
kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok,
minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor
predisposisi timbulnya penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Mengukur tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status
nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan
minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura
akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas.
3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan
umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan
pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-
otot tractus degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Karena adanya sesak napas pasien akan cepat mengalami
kelelahan pada saat aktivitas. Pasien juga akan mengurangi
aktivitasnya karena merasa nyeri di dada.
5) Pola tidur dan istirahat
Pasien menjadi sulit tidur karena sesak naps dan nyeri.
Hospitalisasi juga dapat membuat pasien merasa tidak tenang
karena suasananya yang berbeda dengan lingkungan di rumah.
6) Pola hubungan dan peran
Karena sakit, pasien akan mengalami perubahan peran. Baik
peran dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Contohnya:
karena sakit pasien tidak lagi bisa mengurus anak dan suaminya.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang
tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada.
Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa
penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam
hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif
terhadap dirinya.

8) Pola sensori dan kognitif


Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian
juga dengan proses berpikirnya.
9) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks akan
terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah
sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
10) Pola koping
Pasien bisa mengalami stress karena belum mengetahui proses
penyakitnya. Mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat
dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap
lebih tahu mengenai penyakitnya.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Kehidupan beragama klien dapat terganggu karena proses
penyakit.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan cairan di pleura paru dextra.
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injury fisik
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan memasukkan, mencerna dan mengabsorpsi
makanan
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
dengan kebutuhan oksigen.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive: pemasangan
WSD (Water Seal Drainage)

3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
keperawatan
Ketidakefektif Setelah dilakukan tindakan a. Posisikan pasien untuk
an pola nafas keperawatan selama 3x24 memaksimalkan ventilas
jam pasien menunjukkan b. Identifikasi pasien
keefektifan jalan nafas perlunya pemasangan alat
dibuktikan dengan kriteria jalan nafas buatan
hasil : c. Lakukan fisioterapi dada
a. Frekuensi pernafasan jika perl
sesuai yang diharapkan d. Keluarkan sekret dengan
b. Ekspansi dada simetris. batuk atau suctio
c. Bernafas mudah. e. Auskultasi suara nafas,
d. Pengeluaran sputum catat adanya suara
e. Tidak didapatkan tambahan
penggunaan otot f. Monitor respirasi dan
tambahan. status oksigen.
f. Tidak didapatkan g. Posisikan pasien untuk
ortopneu mengurangi dispneu.
g. Tidak didapatkan nafas
pendek. Respiratory monitoring
a. Monitoring frekuensi,
irama dan kedalaman
nafas.
b. Monitoring gerakan dada,
lihat kesimetrisan.
c. Monitor pola nafas :
takipneu
d. Beri terapi pengobatan
respirasi.
Nyeri akut NOC : Pain management :
berhubungan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji pengalaman nyeri
dengan agen keperawatan selama 3 x 24 pasien sebelumnya, gali
injury fisik jam, nyeri hilang/terkendali pengalaman pasien
dengan kriteria hasil: tentang nyeri dan
a. Mengenali faktor tindakan apa yang
penyebab dilakukan pasien
b. Mengenali lamanya sakit b. Kaji intensitas,
(skala, intensitas, karakteristik, onset,
frekuensi dan tanda durasi nyeri.
nyeri) c. Kaji ketidaknyamanan,
c. Menggunakan metode pengaruh terhadap
non-analgetik untuk kualitas istirahat, tidur,
mengurangi nyeri ADL.
d. Melaporkan nyeri d. Kaji penyebab dari nyeri
berkurang dengan e. Monitoring respon
menggunakan verbal/non verbal
manajemen nyeri f. Atur posisi yang
e. Menyatakan rasa senyaman mungkin,
nyaman setelah nyeri lingkungan nyaman
berkurang
f. Tanda vital dalam Pain control :
rentang normal Ajarkan teknik relaksasi

Management terapi :
Kelola pemberian analgetik
Ketidakseimba NOC NIC
ngan nutrisi Setelah dilakukan tindakan Nutritional management
kurang dari keperawatan selama 2x24 Aktifitas:
kebutuhan jam diharapkan klien dapat a. Kaji adanya alergi
tubuh terpenuhi kebutuhan makanan
berhubungan nutrisinya, dengan kriteria b. Kolaborasi dengan ahli
dengan hasil: gizi untuk menentukan
ketidakmampu a. Intake zat gizi (nutrien) jumlah kalori dan nutrisi
an b. Intake zat makanan dan yang dibutuhkan pasien
memasukkan, cairan c. Berikan makanan yang
mencerna dan c. Berat badan normal terpilih
mengabsorpsi d. Monitor jumlah nutrisi
makanan dan kandungan kalori
e. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi

Nutritional management:
a. Timbang berat badan
secara rutin
b. Monitor turgor kulit
c. Monitor mual dan muntah
d. Monitor kalori dan intake
nutrisi

Intoleransi NOC : NIC


aktivitas Setelah dilakukan tindakan Activity therapy
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 Observasi :
dengan jam, klien dapat melakukan a. Monitor respon fisik,
ketidakseimba aktivitas dengan baik emosi, social dan spiritual
ngan suplai dengan kriteria hasil: b. Sediakan penguatan
dengan a. Berpartisipasi dalam positif bagi yang aktif
kebutuhan aktivitas fisik tanpa beraktivitas.
oksigen disertai penignkatan
tekanan darah,nadi dan Mandiri :
RR a. Bantu klien untuk
b. Mampu melakukan mengidentifikasi aktivitas
aktivitas sehari-hari yang mampu dilakukan
secara mandiri b. Bantu untuk memilih
c. Tanda-tanda vital normal aktivitas konsisten yang
d. Level kelemahan sesuai dengan kemampuan
e. Status kardiopulmonary fisik, psikologis dan
adekuat sosial.
f. Status respirasi : c. Bantu untuk
pertukaran gas dan mengidentifikasi aktivitas
ventilasi adekuat yang disukai
d. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan.

Health education :
a. Ajarkan untuk
penggunaan teknik
relaksasi
b. Ajarkan Tindakan untuk
mengehemat energi.

Kolaborasi :
a. Kolaborasikan dengan
tenaga rehabilitasi medik
dalam merencanakan
program terapi yang tepat
b. Rujuk pasien ke pusat
rehabilitasi jantung jika
keletihan berhubungan
dengan penyakit jantung.
Resiko infeksi NOC : NIC
berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi
dengan keperawatan selama 3 x 24 a. Pantau tanda dan gejala
tindakan jam, infeksi tidak terjadi infeksi (misalnya, suhu
invasive: dengan kriteria hasil: tubuh, denyut jantung,
pemasangan a. Tanda – tanda vital klien drainase, penampilan luka,
WSD (Water terutama suhu dalam sekresi, penampilan urin,
Seal Drainage) batas normal suhu kulit, lesi kulit,
b. Tidak terdapat tanda – keletihan, dan malise)
tanda infeksi pada b. Kaji faktor yang dapat
daerah pemasangan meningkatkan kerentanan
WSD terhadap infeksi
c. Nilai laboratorium (misalnya, usia lanjut, usia
terutama leukosit dalam kurang dari 1 tahun, luluh
batas normal ( leukosit imun, dan malnutrisi )
normal : 5000 – 10.000 c. Pantau hasil laboratorium
rb/ul ). (hitung darah lengkap,
hitung granulosit, absolut,
hitung jenis, protein
serum, dan algumin)
d. Amati penampilan praktik
higiene Personal untuk
perlindungan terhadap
infeksi

Mandiri
a. Lindungi pasien terhadap
kontaminasi silang dengan
tidak menugaskan perawat
yang sama untuk pasien
lain yang mengalami
infeksi dan memisahkan
ruang perawatan pasien
dengan pasien yang
terinfeksi
b. Bersihkan lingkungan
dengan benar setelah
dipergunakan masing-
masing pasien

Kolaborasi
a. Ikuti protokol institusi
untuk melaporkan suspek
infeksi atau kultur positif
b. Berikan terapi antibiotik,
bila di perlukan

Health education
a. Jelaskan kepada pasien
dan keluarga mengapa
sakit atau terapi
meningkatkan resiko
terhadap infeksi
b. Instruksikan untuk
menjaga higiene personal
untuk melindungi tubuh
terhadap infeksi
(misalnya, mencuci
tangan)
DAFTAR PUSTAKA

Judith M. Wilkinson, P. A. (2019). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:


EGC.

Kusumo, A. H. (2018). NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 1 2015. Jogjakatra:


MediAction Publishing.

Morton, G. (2017). Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 dan 2. Jakarta: Media


Aesculapius.

Peate, M. N. (2018). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan edisi 2. Jakarta: Bumi


Medika.

Anda mungkin juga menyukai