Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN EFUSI


PLEURA DI INSTALASI RAWAT INAP PARU RSUP. DR.
MDAMIL PADANG

LENTINA SOSOMAR

1841313004

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
EFUSI PLEURA

A. Anatomi Fisiologi Paru


1. Anatomi paru
Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk
kerucut. Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura ke dalam tiga lobus atas,
tengah dan bawah. Paru kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke dalam dua lobus
atas dan bawah. Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada
atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru
atau hillus paru-paru dibungkus oleh selaput yang tipis disebut pleura.

Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru


dalam dua lapisan: lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan
lapisan parietal menutupi permukaan dalam dari dinding dada. Paru-paru
yaitu: paru-paru kanan, terdiri dari tiga lobus (belah paru), lobus pulmo
dextra superior, lobus nedia, dan lobus inferior, tiap lobus tersusun oleh
lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra, lobus superior dan lobus
inferior, tiap-tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil
bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu: 5 buah
segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis dan 3 buah
segmen pada lobus inferior. Kapasitas paru-paru merupakan kesanggupan
paru-paru dalam menampung udara didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat
dibedakan sebagai berikut:
a. Kapasitas total, yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru
inspirasi sedalam-dalamnya.
b. Kapasitas vital, yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah
ekspirasi maksimal.
2. Fisiologi Paru
a. Pernapasan pulmoner
Merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada
paru-paru. Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan
pulmoner yaitu :
1. Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara
dalam alveoli dengan udara luar
2. arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksige masuk ke
seluruh tubuh. Karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke aru-
paru.
3. distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan
jumlah yang tepat yang bisa dicapai untuk semua bagian.
4. difusi gas yang menembus membrane alveoli dan kapiler
karbondioksida.
Proses pertukaran oksigen dengan karbondioksida, konsentrasi
dalam darah mempengaruhi dan meransang pusat pernapasan terdapat
dalam otak untuk memperbesar kecepatan dalam pernapasan sehingga
terjadi pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 lebih banyak.
b. Pernapasan jaringan (pernapasan interna)
Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandung oksigen dari seluruh
tubuh masuk ke dalam jaringan akhirnya mencapai kapiler, darah
mengeluarkan oksigen ke dalam jaringan, mengambil karbondioksida
untuk di bawah ke paru-paru terjadi pernapasan eksterna
c. Daya muat paru-paru
Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4.500 ml – 5000 ml (4,5 – 5 L)
udara yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10%.
±500 ml disebut juga udara pasang surut yaitu yang dihirup dan
dihembuskan pada pernapasan biasa
d. Mekanisme pernapasan
Mekanisme pernapasan diatur dan dikendalikan oleh dua faktor
utama kimiawi dan pengendalian syaraf. Adanya faktor tertentu meransang
pusat pernapasan yang terletak di dalam medulla oblongata kalau
diransang mengeluarkan impuls yang disalurkan melalui syaraf spinal.
Otot pernapasan (otot diafragma atau interkostalis) pengendalian
oleh syaraf pusat otomatik dalam medulla oblongata mengeluarkan impuls
eferen ke otot pernapasan melalui radiks syaraf servikalis diantarkan ke
diafragma oleh syaraf prenikus. Impuls ini menimbulkan kontraksi ritmik
pada otot diafragma dan interkostalis yang kecepatannya kira-kira 15 kali
setiap menit.
Pengendalian secara kimia, pengendalian dan pengaturan secara
kimia meliputi frekuensi kecepatan dan dalamnya pernapasan. Pusat
pernapasan dalam sumsum sangat peka, sehingga kadar alkali harus tetap
dipertahankan. Karbondioksida adalah produksi asam dari metabolisme
dan bahan kimia yang asam meransang pusat pernapasan untuk mengirim
keluar impuls syaraf yang bekerja atas otot pernapasan.
e. Kecepatan pernapasan
Pada wanita lebih tinggi daripada pria, pernapasan secara normal
maka ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian istirahat, pada bayi
ada kalanya terbalik inspirasi-istirahat-ekspirasi disebut juga pernapasan
terbalik. Kecepatan setiap menit :
1) Bayi baru lahir: 30-40 kali permenit
2) 12 bulan: 30 kali permenit
3) 2-5 tahun: 24 kali permenit
4) Dewasa: 20 kali permenit
f. Kebutuhan tubuh terhadap oksigen
Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan, manusia
sangat membutuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan
oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak
dapat diperbaiki dan bisa menimbulkan kematian. Kalau penyediaan
oksigen berkurang akan menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis
misalnya orang yang bekerja pada ruangan yang sempit, tertutup, ruang
kapal, kapal uap dan lain-lain. Bila oksigen tidak mencukupi maka warna
darah merahnya hilang berganti kebiru-biruan misalnya yang terjadi pada
bibir, telinga, lengan, dan kaki disebut sianosis.

B. Defenisi Efusi Pleura


Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit
primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder
terhadap penyakit lain (Amin Huda, 2015).
Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul
dirongga pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau
seluruhnya (Muralitharan, 2015)

C. Etiologi
1. Efusi pleura disebabkan oleh :
a. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
b. Peningakatan permeabilitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
d. Peningkatan tekanan negative intrapleura
e. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
2. Ada juga yang disebabkan oleh Infeksi (eksudat)
a. Tubercolosis
b. Pneumonitis
c. Emboli paru
d. Kanker
e. Infeksi virus,jamur,dan parasit.
3. Non infeksi (transudat)
a. Gagal jantung kongesif (90% kasus)
b. Sindroma nefrotik
c. Gagal hati
d. Gagal ginjal
e. Emboli paru

D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik efusi pleura akan tergantung dari jumlah cairan yang
ada serta tingkat kompresi paru. Jika jumlah efusinya sedikit (misalnya
< 250 ml), mungkin belum menimbulkan manifestasi klinik dan hanya
dapat dideteksi dengan X-ray foto thorakks. Dengan membesarnya efusi
akan terjadi restriksi ekspansi paru dan pasien mungkin mengalami :
1. Dispneu bervariasi
2. Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi sekunder akibat
penyakit pleura
3. Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi
4. Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat)
5. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang
terkena
6. Perkusi meredup di atas efusi pleura
7. Egofoni di atas paru-paru yang tertekan dekat efusi
8. Suara nafas berkurang di atas efusi pleura
9. Fremitus vokal dan raba berkurang

Gejala-gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis


cairan yang terkumpul ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan
nyeri dada (biasanya bersifat tajam dan semakin memburuk jika
penderita batuk atau bernafas dalam). Kadang beberapa penderita tidak
menunjukkan gejala sama sekali.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan :
1. Batuk
2. Cegukan
3. Pernafasan yang cepat
4. Nyeri perut.

E. Klasifikasi
Efusi pleura di bagi menjadi 2 yaitu :
a. Efusi pleura transudat
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa
membran pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan di
sebabkan oleh faktor sistemik yang mempengaruhi produksi dan
absorbsi cairan pleura.
b. Efusi pleura eksudat
Efusi pleura ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati
pembuluh kapiler yang rusak dan masuk kedalam paru terdekat
(Morton, 2012).
F. Komplikasi
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan
drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura
parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan
fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan
mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada
dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu
dilakukan untuk memisahkan membran-membran pleura tersebut.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat
jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul
akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses
penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura,
atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian
jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh
tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan
mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.
5. Empiema
Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran
yang mengelilinginya (rongga pleura). Empiema disebabkan oleh
infeksi yang menyebar dari paru-paru dan menyebabkan akumulasi
nanah dalam rongga pleura. Cairan yang terinfeksi dapat mencapai
satu gelas bir atau lebih, yang menyebabkan tekanan pada paru-
paru, sesak napas dan rasa sakit

G. Patofisologi dan WOC


Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura
parietalis dan pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat
cairan antara 1 – 20 cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu
bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara
kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain.
Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan
selanjutnya di absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan
hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid pada
pleura viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan
hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang
memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah
terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial. Jumlah
cairan dalam rongga pleura tetap. Karena adanya keseimbangan antara
produksi dan absorbsi. Keadaan ini bisa terjadi karena adanya tekanan
hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm
H2o. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah
satunya adalah infeksi tuberkulosa paru .

Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah


merupakan eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan
pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini
biasanya serous, kadang – kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap
ml cairan pleura bias mengandung leukosit antara 500 – 2000. Mula –
mula yang dominan adalah sel – sel polimorfonuklear, tapi kemudian
sel limfosit, Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman tubukolusa.
Timbulnya cairan effusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis,
tapi karena akibat adanya effusi pleura dapat menimbulkan beberapa
perubahan fisik antara lain : Irama pernapasan tidak teratur, frekuensi
pernapasan meningkat , pergerakan dada asimetris, dada yanbg lebih
cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup.
WOC
- Efusi pleura transudat :
gagal jantung, sindroma
nefrotik, sirosis hepatitis,
hipoalbumenia, TB paru
Etiologi

Tekanan hidrostatik meningkat


Tekanan onkotik menurun

Gangguan reabsorbsi getah bening

Perpindahan cairan ke rongga pleura

Penimbunan cairan di rongga pleura

Penekanan abdomen Efusi pleura penekanan rongga pleura

Mual muntah pengembangan paru menurun nyeri


nyeri

Tidak nafsu Dyspnea


Makan
polanafas
Pola nafastidak
tidak
Nutrisi kurang efektif O2 di paru menurun
dari kebutuhan
tubuh Kebutuhan pertukaran O2 dan CO2 dialvioli perfusi O2 menurun
tubuh ke jaringan
munurun
keletihan

Gangguan pertukaran
gas
Inttoleransi aktivitas
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya
menunjukkan adanya cairan.
2. CT-Scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan
bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
3. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan
yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran
cairan.
4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui
dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang
diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui
sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga
dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
5. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya,
maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar
diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan
menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat
ditentukan.
6. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan
sumber cairan yang terkumpul.
I. Penatalaksanaan Medis
1. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
2. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah
aspirasi.
3. Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan
gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1
– 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya
edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka
pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam
kemudian.
4. Antibiotika jika terdapat empiema
5. Operatif

C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa
yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan
effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada
dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan
terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-
tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada,
berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan
keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita penyakit
seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan
sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
faktor predisposisi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru,
asma, TB paru dan lain sebagainya.

2. Pengkajian 11 Pola Fungsional Gordon


1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan
persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan
adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan
obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Mengukur tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status
nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan
minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan
mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas.
3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum
pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan
menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur
abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus
degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Karena adanya sesak napas pasien akan cepat mengalami kelelahan
pada saat aktivitas. Pasien juga akan mengurangi aktivitasnya karena
merasa nyeri di dada.
5) Pola tidur dan istirahat
Pasien menjadi sulit tidur karena sesak naps dan nyeri. Hospitalisasi
juga dapat membuat pasien merasa tidak tenang karena suasananya
yang berbeda dengan lingkungan di rumah.
6) Pola hubungan dan peran
Karena sakit, pasien akan mengalami perubahan peran. Baik peran
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Contohnya: karena sakit
pasien tidak lagi bisa mengurus anak dan suaminya.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya
sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai
seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya
adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien
mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.
8) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian
juga dengan proses berpikirnya.
9) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks akan
terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit
dan kondisi fisiknya masih lemah.
10) Pola koping
Pasien bisa mengalami stress karena belum mengetahui proses
penyakitnya. Mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan
dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih
tahu mengenai penyakitnya.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Kehidupan beragama klien dapat terganggu karena proses penyakit.
3. Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH


1 DS : Volume cairan di pleura Gangguan pertukaran
- Klien mengatakan sesak meningkat
gas
napas ↓
Tekanan pleura meningkat
DO :

- Respirasi meningkat Pergerakan paru menurun
- Takikardi ↓
- Sianosis Pertukaran O2 dan CO2 tidak
maksimal(asidosis respirator)

2 DS : Inflamasi Nyerikronis
- Klien mengatakan nyeri di ↓
bagian dada Pengeluaran histamin,breadikinin

DO : Nyeri dada bagian kiri
- Klien tampak meringis
kesakitan di bagian dada
3 DS : Inflamasi Hipertermi
- Klien mengatakan ↓
badannya panas Merangsang pengeluaran pirogen
DO : ↓
- Suhu tubuh >39˚c Alpha interleukin
- RR : 21x/mnt ↓
- Nadi : 112x/mnt Peningkatan set point di
- TD : 100/60 mmHg hipotalamus

Hipertermi

4 DS : Gerakan Peristaltik ↓ ketidakseimbangan


- Klien mengatakan tidak ↓ nutrisi kurang dari
nafsu makan Merangsang medulla vomiting kebutuhan tubuh
- Klien mengatakan ada center
mual dan muntah ↓
DO : Mual muntah
- Porsi makan sedikit ↓
- Klien terlihat lemas Intake nutrisi menurun

5 DS : Reaksi Inflamasi Intoleransi aktivitas


- Klien mengatakan lelah ↓
- Klien mengatakan sulit Permeabilitas Membran ↑
beraktivitas ↓
DO :
Shift Cairan
- Lelah
- Aktivitas terganggu ↓
Protein masuk pleura (Eksudat)

Volume Cairan di Pleura ↑

Tekanan Pleura ↑

Suplai O2 ↓

Metabolisme ↓

Letih

Aktivitas Terganggu/Terbatas

4. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain:


a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan
cairan di pleura paru dextra.
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injury fisik
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan memasukkan, mencerna dan mengabsorpsi
makanan
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
dengan kebutuhan oksigen.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive: pemasangan WSD
(Water Seal Drainage)

5. NANDA NOC NIC

NANDA NOC NIC


Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan a. Posisikan pasien untuk
nafas keperawatan selama 3x24 jam memaksimalkan ventilas
pasien menunjukkan b. Identifikasi pasien perlunya
keefektifan jalan nafas pemasangan alat jalan nafas
dibuktikan dengan kriteria buatan
hasil : c. Lakukan fisioterapi dada jika
a. Frekuensi pernafasan perl
sesuai yang diharapkan d. Keluarkan sekret dengan batuk
b. Ekspansi dada simetris. atau suctio
c. Bernafas mudah. e. Auskultasi suara nafas, catat
d. Pengeluaran sputum adanya suara tambahan
e. Tidak didapatkan f. Monitor respirasi dan status
penggunaan otot oksigen.
tambahan. g. Posisikan pasien untuk
f. Tidak didapatkan ortopneu mengurangi dispneu.
g. Tidak didapatkan nafas
pendek. Respiratory monitoring
a. Monitoring frekuensi, irama dan
kedalaman nafas.
b. Monitoring gerakan dada, lihat
kesimetrisan.
c. Monitor pola nafas : takipneu
d. Beri terapi pengobatan respirasi.
Nyeri akut NOC : Pain management :
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan i. Kaji pengalaman nyeri pasien
agen injury fisik keperawatan selama 3 x 24 sebelumnya, gali pengalaman
jam, nyeri hilang/terkendali pasien tentang nyeri dan
dengan kriteria hasil: tindakan apa yang dilakukan
a. Mengenali faktor pasien
penyebab ii. Kaji intensitas, karakteristik,
b. Mengenali lamanya sakit onset, durasi nyeri.
(skala, intensitas,iii. Kaji ketidaknyamanan,
frekuensi dan tanda nyeri) pengaruh terhadap kualitas
c. Menggunakan metode istirahat, tidur, ADL.
non-analgetik untukiv. Kaji penyebab dari nyeri
mengurangi nyeri v. Monitoring respon verbal/non
d. Melaporkan nyeri verbal
berkurang denganvi. Atur posisi yang senyaman
menggunakan manajemen mungkin, lingkungan nyaman
nyeri
e. Menyatakan rasa nyaman Pain control :
setelah nyeri berkurang Ajarkan teknik relaksasi
f. Tanda vital dalam rentang
normal Management terapi :
Kelola pemberian analgetik

Ketidakseimbangan NOC NIC


nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan Nutritional management
kebutuhan tubuh keperawatan selama 2x24 jam Aktifitas:
berhubungan dengan diharapkan klien dapat a. Kaji adanya alergi makanan
ketidakmampuan terpenuhi kebutuhan b. Kolaborasi dengan ahli gizi
memasukkan, nutrisinya, dengan kriteria untuk menentukan jumlah kalori
mencerna dan hasil: dan nutrisi yang dibutuhkan
mengabsorpsi a. Intake zat gizi (nutrien) pasien
makanan b. Intake zat makanan dan c. Berikan makanan yang terpilih
cairan d. Monitor jumlah nutrisi dan
c. Berat badan normal kandungan kalori
e. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
Nutritional management:
a. Timbang berat badan secara
rutin
b. Monitor turgor kulit
c. Monitor mual dan muntah
d. Monitor kalori dan intake nutrisi
Intoleransi aktivitas NOC : NIC
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Activity therapy
ketidakseimbangan keperawatan selama 3 x 24 Observasi :
suplai dengan jam, klien dapat melakukan a. Monitor respon fisik, emosi,
kebutuhan oksigen aktivitas dengan baik dengan social dan spiritual
kriteria hasil: b. Sediakan penguatan positif bagi
a. Berpartisipasi dalam yang aktif beraktivitas.
aktivitas fisik tanpa
disertai penignkatan Mandiri :
tekanan darah,nadi dan a. Bantu klien untuk
RR mengidentifikasi aktivitas yang
b. Mampu melakukan mampu dilakukan
aktivitas sehari-hari secara b. Bantu untuk memilih aktivitas
mandiri konsisten yang sesuai dengan
c. Tanda-tanda vital normal kemampuan fisik, psikologis
d. Level kelemahan dan sosial.
e. Status kardiopulmonary c. Bantu untuk mengidentifikasi
adekuat aktivitas yang disukai
f. Status respirasi : d. Bantu pasien untuk
pertukaran gas dan mengembangkan motivasi diri
ventilasi adekuat dan penguatan.

Health education :
a. Ajarkan untuk penggunaan
teknik relaksasi
b. Ajarkan Tindakan untuk
mengehemat energi.

Kolaborasi :
a. Kolaborasikan dengan tenaga
rehabilitasi medik dalam
merencanakan program terapi
yang tepat
b. Rujuk pasien ke pusat
rehabilitasi jantung jika
keletihan berhubungan dengan
penyakit jantung.
Resiko infeksi NOC : NIC
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi
tindakan invasive: keperawatan selama 3 x 24 a. Pantau tanda dan gejala infeksi
pemasangan WSD jam, infeksi tidak terjadi (misalnya, suhu tubuh, denyut
(Water Seal Drainage) dengan kriteria hasil: jantung, drainase, penampilan
a. Tanda – tanda vital klien luka, sekresi, penampilan urin,
terutama suhu dalam batas suhu kulit, lesi kulit, keletihan,
normal dan malise)
b. Tidak terdapat tanda – b. Kaji faktor yang dapat
tanda infeksi pada daerah meningkatkan kerentanan
pemasangan WSD terhadap infeksi (misalnya, usia
c. Nilai laboratorium lanjut, usia kurang dari 1 tahun,
terutama leukosit dalam luluh imun, dan malnutrisi )
batas normal ( leukosit c. Pantau hasil laboratorium
normal : 5000 – 10.000 (hitung darah lengkap, hitung
rb/ul ). granulosit, absolut, hitung jenis,
protein serum, dan algumin)
d. Amati penampilan praktik
higiene Personal untuk
perlindungan terhadap infeksi

Mandiri
a. Lindungi pasien terhadap
kontaminasi silang dengan tidak
menugaskan perawat yang sama
untuk pasien lain yang
mengalami infeksi dan
memisahkan ruang perawatan
pasien dengan pasien yang
terinfeksi
b. Bersihkan lingkungan dengan
benar setelah dipergunakan
masing-masing pasien

Kolaborasi
a. Ikuti protokol institusi untuk
melaporkan suspek infeksi atau
kultur positif
b. Berikan terapi antibiotik, bila di
perlukan

Health education
a. Jelaskan kepada pasien dan
keluarga mengapa sakit atau
terapi meningkatkan resiko
terhadap infeksi
b. Instruksikan untuk menjaga
higiene personal untuk
melindungi tubuh terhadap
infeksi (misalnya, mencuci
tangan)

6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan
dengan cara menilai sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai
atau tidak.
Dalam mengevaluasi, perawat harus memiliki pengetahuan dan
kemampuan untuk memahami respon terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai, serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil.
Evaluasi keperawatan pada asuhan keperawatan Efusi Pleura yaitu :
a. Bersihan jalan nafas kembali efektif
b. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
c. Nyeri akut teratasi
d. Tidak terjadi resiko tinggi infeksi
e. Aktivitas sehari-hari kembali baik
DAFTAR PUSTAKA

Judith M. Wilkinson, P. A. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:


EGC.

Kusumo, A. H. (2015). NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 1 2015. Jogjakatra:


MediAction Publishing.

Morton, G. (2012). Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 dan 2. Jakarta: Media


Aesculapius.

Peate, M. N. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan edisi 2. Jakarta: Bumi


Medika.

Anda mungkin juga menyukai