Anda di halaman 1dari 18

TUGAS

LAPORAN PENDAHULUAN
EFUSI PLEURA
Ditujukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah KMB 1
Dosen : Syaukia Adini, M.Tr.Kep

Disusun oleh :
GINA CAHYANI RUSMAN
P2.06.20.1.19.015
TINGKAT 2A
D3 KEPERAWATAN
 
POLTEKKES KEMENKES TASIKMALAYA

Jl. Cilolohan no.35, Kel. Kahuripan, Kec. Tawang, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat
46115

Tlp. 0265 – 340186 – 7035678 Fax. 0265 – 338939

Email : direktorat@poltekkestasikmalaya

2020
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Amin Huda,
2015)
Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul dirongga
pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau seluruhnya
(Muralitharan, 2015)
Efusi pleura adalah jumlah cairan non purulen yang berlebihan dalam rongga
pleural, antara lapisan visceral dan parietal (Mansjoer Arif, 2001).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara
normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml)
berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak
tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).

2. Anatomi Paru-paru
Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk kerucut.
Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura ke dalam tiga lobus atas, tengah dan
bawah. Paru kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke dalam dua lobus atas dan bawah.
Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kavum
mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru-
paru dibungkus oleh selaput yang tipis disebut pleura.
Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru dalam dua
lapisan: lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan parietal
menutupi permukaan dalam dari dinding dada. Paru-paru yaitu: paru-paru kanan,
terdiri dari tiga lobus (belah paru), lobus pulmo dextra superior, lobus nedia, dan
lobus inferior, tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo
sinistra, lobus superior dan lobus inferior, tiap-tiap lobus terdiri dari belahan-
belahan yang lebih kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen
yaitu: 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis dan
3 buah segmen pada lobus inferior. Kapasitas paru-paru merupakan kesanggupan
paru-paru dalam menampung udara didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat
dibedakan sebagai berikut:
a. Kapasitas total, yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru inspirasi
sedalam-dalamnya.
b. Kapasitas vital, yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi
maksimal.
3. Fisiologi Paru-paru
a. Pernapasan pulmoner
Merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada paru-paru.
Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner yaitu :
1) Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara dalam alveoli
dengan udara luar
2) arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksige masuk ke seluruh tubuh.
Karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.
3) distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah yang tepat
yang bisa dicapai untuk semua bagian.
4) difusi gas yang menembus membrane alveoli dan kapiler karbondioksida.
Proses pertukaran oksigen dengan karbondioksida, konsentrasi dalam darah
mempengaruhi dan meransang pusat pernapasan terdapat dalam otak untuk
memperbesar kecepatan dalam pernapasan sehingga terjadi pengambilan O 2 dan
pengeluaran CO2 lebih banyak
b. Pernapasan jaringan (pernapasan interna)
Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandung oksigen dari seluruh
tubuh masuk ke dalam jaringan akhirnya mencapai kapiler, darah mengeluarkan
oksigen ke dalam jaringan, mengambil karbondioksida untuk di bawah ke paru-
paru terjadi pernapasan eksterna
c. Daya muat paru-paru
Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4.500 ml – 5000 ml (4,5 – 5 L)
udara yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10%. ±500
ml disebut juga udara pasang surut yaitu yang dihirup dan dihembuskan pada
pernapasan biasa
d. Mekanisme pernapasan
Mekanisme pernapasan diatur dan dikendalikan oleh dua faktor utama
kimiawi dan pengendalian syaraf. Adanya faktor tertentu meransang pusat
pernapasan yang terletak di dalam medulla oblongata kalau diransang
mengeluarkan impuls yang disalurkan melalui syaraf spinal.
Otot pernapasan (otot diafragma atau interkostalis) pengendalian oleh syaraf
pusat otomatik dalam medulla oblongata mengeluarkan impuls eferen ke otot
pernapasan melalui radiks syaraf servikalis diantarkan ke diafragma oleh syaraf
prenikus. Impuls ini menimbulkan kontraksi ritmik pada otot diafragma dan
interkostalis yang kecepatannya kira-kira 15 kali setiap menit.
Pengendalian secara kimia, pengendalian dan pengaturan secara kimia
meliputi frekuensi kecepatan dan dalamnya pernapasan. Pusat pernapasan dalam
sumsum sangat peka, sehingga kadar alkali harus tetap dipertahankan.
Karbondioksida adalah produksi asam dari metabolisme dan bahan kimia yang
asam meransang pusat pernapasan untuk mengirim keluar impuls syaraf yang
bekerja atas otot pernapasan.
e. Kecepatan pernapasan
Pada wanita lebih tinggi daripada pria, pernapasan secara normal maka
ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian istirahat, pada bayi ada kalanya
terbalik inspirasi-istirahat-ekspirasi disebut juga pernapasan terbalik. Kecepatan
setiap menit :
1) Bayi baru lahir: 30-40 kali permenit
2) 12 bulan: 30 kali permenit
3) 2-5 tahun: 24 kali permenit
4) Dewasa: 10-20 kali permenit
f. Kebutuhan tubuh terhadap oksigen
Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan, manusia sangat
membutuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen selama
4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat diperbaiki dan
bisa menimbulkan kematian. Kalau penyediaan oksigen berkurang akan
menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis misalnya orang yang bekerja
pada ruangan yang sempit, tertutup, ruang kapal, kapal uap dan lain-lain. Bila
oksigen tidak mencukupi maka warna darah merahnya hilang berganti kebiru-
biruan misalnya yang terjadi pada bibir, telinga, lengan, dan kaki disebut sianosis.
4. Patofisologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan
pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 1 – 20 cc
yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.Cairan yang
sedikit ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut
mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura
parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan
hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura
viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian
kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan
cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak mikrovili disekitar
sel – sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap. Karena adanya
keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadaan ini bisa terjadi karena
adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic koloid sebesar
10 cm H2o. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah
satunya adalah infeksi tuberkulosa paru .
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium
tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli, terjadilah infeksi primer.
Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(Limfangitis local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening
hilus (limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah bening akan
mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan meningkat
yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura.
Kebanyakan terjadinya effusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus
subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari
robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga
atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan
eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena
kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang –
kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura bias mengandung
leukosit antara 500 – 2000. Mula – mula yang dominan adalah sel – sel
polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan efusi sangat sedikit
mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan effusi bukanlah karena adanya
bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya effusi pleura dapat menimbulkan
beberapa perubahan fisik antara lain : Irama pernapasan tidak teratur, frekuensi
pernapasan meningkat , pergerakan dada asimetris, dada yanbg lebih cembung,
fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal – hal diatas ada perubahan lain
yang ditimbulkan oleh efusi pleura yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru
yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun.
5. Etiologi
a) Efusi pleura disebabkan oleh :
a. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
b. Peningakatan permeabilitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
d. Peningkatan tekanan negative intrapleura
e. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
b) Ada juga yang disebabkan oleh Infeksi (eksudat)
a. Tubercolosis
b. Pneumonitis
c. Emboli paru
d. Kanker
e. Infeksi virus,jamur,dan parasit.
c) Non infeksi (transudat)
a. Gagal jantung kongesif (90% kasus)
b. Sindroma nefrotik
c. Gagal hati
d. Gagal ginjal
e. Emboli paru
6. Klasifikasi
Efusi pleura di bagi menjadi 2 yaitu :
a. Efusi pleura transudat
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membran pleura
tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan di sebabkan oleh faktor sistemik yang
mempengaruhi produksi dan absorbsi cairan pleura.
b. Efusi pleura eksudat
Efusi pleura ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler
yang rusak dan masuk kedalam paru terdekat (Morton, 2012).
7. Manifestasi Klinik
a. Batuk
b. Dispnea bervariasi
c. Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
d. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
e. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi.
f. Perkusi meredup diatas efusi pleura.
g. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.
h. Fremitus fokal dan raba berkurang.
8. Pathway
9. Komplikasi
a. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang
baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis.
Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat
menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada
dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk
memisahkan membran-membran pleura tersebut.
b. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan
oleh penekanan akibat efusi pleura.
c. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat
paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan
jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan
peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat
menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
d. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik
pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan
mengakibatkan kolaps paru.
e. Empiema
Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang
mengelilinginya (rongga pleura). Empiema disebabkan oleh infeksi yang
menyebar dari paru-paru dan menyebabkan akumulasi nanah dalam rongga
pleura. Cairan yang terinfeksi dapat mencapai satu gelas bir atau lebih, yang
menyebabkan tekanan pada paru-paru, sesak napas dan rasa sakit.
10. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
b. CT-Scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
c. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan
d. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan
diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
e. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk
dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh,
penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
f. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan
yang terkumpul.
11. Penatalaksanaan Medis
a. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
b. Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif
seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter perlu dikeluarkan
segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih
banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
c. Antibiotika jika terdapat empiema
d. Operatif
e. Therapy oksigen
Dapat diberikan jika terjadi pernafasan yang tidak adekuat
f. Pleurodesis
Pada prosedur ini zat kimia dimasukkan pada kavum pleura untuk melekatkan
dualapis pleura. Hal ini dapat mencegah terkumpulnya cairan pleura kembali. Zat-
zatyang dipakai adalah tetrasiklin (terbanyak dipakai), bleomisin, korinebakterium
parvum, Tio-tepa, 5-Fluorourasil. Prosedur ini untuk mencegah terjadinya lagi
efusi pleura setelah aspirasi.
g. Thoracosintesis
Aspirasi cairan pleura (thorakosintesis) berguna sebagai sarana diagnostik
maupunterapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada pasien dengan
posisi duduk.Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris
posterior denganmemakai jarum kateter nomor 14-16.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi
pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri
pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada
saat batuk dan bernafas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul.
Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC
paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan
untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit
yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan
lain sebagainya.
f. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan
persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah
terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan
merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor
predisposisi timbulnya penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Mengukur tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien,
selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat
dari sesak nafas.
3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi
sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien
akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat
pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot
tractus degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Karena adanya sesak napas pasien akan cepat mengalami kelelahan pada saat
aktivitas. Pasien juga akan mengurangi aktivitasnya karena merasa nyeri di dada.
5) Pola tidur dan istirahat
Pasien menjadi sulit tidur karena sesak naps dan nyeri. Hospitalisasi juga dapat
membuat pasien merasa tidak tenang karena suasananya yang berbeda dengan
lingkungan di rumah.
6) Pola hubungan dan peran
Karena sakit, pasien akan mengalami perubahan peran. Baik peran dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat. Contohnya: karena sakit pasien tidak lagi bisa
mengurus anak dan suaminya.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-
tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien
mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan
mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif
terhadap dirinya.
8) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan
proses berpikirnya.
9) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks akan terganggu untuk
sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih
lemah.
10) Pola koping
Pasien bisa mengalami stress karena belum mengetahui proses penyakitnya.
Mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya
atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Kehidupan beragama klien dapat terganggu karena proses penyakit.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru yang menurun.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi saluran
pernafasan akibat peningkatan mukus yang berlebih.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (insersi jarum/ selang WSD)
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dankebutuhan O2, kelemahan umum.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan, adanya saluran invasive.
3. Intervensi Keperawatan

a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru yang menurun.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien
menunjukkan pola nafas kembali efektif. Dengan Kriteria hasil:
1) RR = 12-16 x/menit
2) Tidak ada dyspnea
3) Pengembangan paru maksimal
Intervensi :
1) Aturlah posisi dengan memungkinkan ekspansi paru maksimum dengan
semifowler atau kepala agak tinggi kurang lebih 30 derajat.
Rasional : Posisi semi fowler akan meningkatkan ekspansi paru.2)
2) Kaji pernapasan, irama, kedalaman atau gunakan oksimetri nadi untukmemantau
saturasi oksigen.
Rasional : Tachipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetrissering
terjadi karena ketidaknyaman gerakan dinding dada.
3) Berikan bantal atau sokongan agar jalan nafas memungkinkan tetap terbuka.
Rasional : Sokongan bantal akan membantu membuka jalan napas.
4) Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : Relaksasi akan membantu menurunkan kecemasan sehinggakebutuhan
O2 tidak meningkat.
5) Kolaborasi oksigen sesuai kebutuhan
Rasional : Pemberian O2 akan membantu memenuhi kebutuhan O2 tubuh.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi saluran
pernafasan akibat peningkatan mukus yang berlebih.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien
menunjukkan keefektifan jalan nafas.
Dengan Kriteria Hasil :
1) Tidak ada dyspnea
2) Perkusi paru sonor
3) Tidak ada penggunaan otot bantu nafas
4) Tidak ada batuk produktif
Intervensi :
2) Auskultasi area paru, catat area penurunan / tidak ada aliran udara dan bunyi nafas
lain
Rasional : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengancairan.
Bunyi nafas bronkhial (normal pada bronkhus) dapat juga terjadi padaarea
konsolidasi. Krekels terdengar pada inspirasi.
3) Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada.
Rasional : Tachipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetrissering
terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada/ atau cairan paru.
4) Atur posisi semi fowler atau fowler.
Rasional : Posisi duduk memungkinkan upaya nafas lebih dalam dan lebihkuat.
5) Berikan obat sesuai indikasi : mukoitik, ekspektoran, bronkodilator, analgetik.
Rasional : Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret.
Analgetik diberkan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan
ketidaknyamanan tetapi harus digunakan hati - hati
6) Berikan cairan tambahan IV atau oksigen.
Rasional : Cairan diperlukan untuk menggantikan kehilangan (termasuk
taktampak) dan memobilisasikan secret.
C. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (insersi jarum/ selang WSD)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan klien
dapat mengontrol nyeri.
Dengan Kriteria Hasil :
1) Melaporkan nyeri
2) Frekuensi nyeri
3) Lamanya episode nyeri
4) Ekspresi nyeri; wajah
5) Perubahan respirasi rate
6) Perubahan tekanan darah
7) Kehilangan nafsu makanKlien tidak tampak kelemahan
Intervensi :
1) Kaji keluhan nyeri, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,dan beratnya
nyeri.
Rasional : Klien dapat mengetahui letak dan faktor apa yang dapat menyebabkan
nyeri meningkatkat
2) Pastikan klien menerima perawatan analgetik dengan tepat.
Rasional : Pemberian analgetik sesuai indikasi dapat mengurangi nyeri
3) Sediakan lingkungan yang nyaman.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membuat rilex sehingga mengurangi
nyeri
4) Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi.
Rasional : Tehnik relaksasi dapat mengalihkan perhatian nyeri
5) Tingkatkan istirahat yang adekuat untuk meringankan nyeri.
Rasional : Istirahat yang adekuat dapatt meringankan nyeri
D. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dankebutuhan O2, kelemahan umum.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan klien
toleran terhadap aktivitas.
Denga Kriteria Hasil :
1) Klien tidak tampak kelemahan
2) Dyspnea berkurang
3) Tidak ada dyspnea saat aktivitas
4) Tidak ada sianosis setelah aktivitas
5) Dapat beraktivitas optimalf.
Intervensi :
1) Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas, catat lapoan dyspnea,
peningkatankelemahan / kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah
aktivitas.
Rasional : Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan
intervensi.
2) Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akutsesuai
indikasi.
Rasional: Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkanistirahat.
3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan
perlunyakeseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
menurunkankebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
4) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai
dankebutuhan oksigen.

E. Resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan, adanya saluran invasive.


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
pasien tidak mengalami infeksi.
Dengan Kriteria Hasil : Memperlihatkan pengetahuan tentang faktor resiko yang
berkaitan denganinfeksi dan melakukan tindakan pencegahan yang tepat untuk
mencegahinfeksi.
Intervensi :
1) Kaji status nutrisi, kondisi penyakit yang mendasari. Rasional :mengidentifikasi
individu terhadap infeksi nosocomial
2) Cuci tangan dengan cermat.
Rasional : kurangi organisme yang masuk kedalam individu.
3) Rawat luka dengan teknik aseptik/ antiseptik.
Rasional : kurangi organismeyang masuk ke dalam individu
4) Observasi terhadap manifestasi klinis infeksi (demam, drainase, purulen).
5) Rasional : deteksi dini proses infeksi
b. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dengan
cara menilai sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Dalam mengevaluasi, perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan
untuk memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan
menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai, serta kemampuan dalam
menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Evaluasi keperawatan
pada asuhan keperawatan Efusi Pleura yaitu :
1) Bersihan jalan nafas kembali efektif
2) Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
3) Nyeri akut teratasi
4) Tidak terjadi resiko tinggi infeksi
5) Aktivitas sehari-hari kembali baik

DAFTAR PUSTAKA

Judith M. Wilkinson, P. A. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Kusumo, A. H. (2015). NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 1 2015. Jogjakatra:


MediAction Publishing.

Morton, G. (2012). Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 dan 2. Jakarta: Media Aesculapius.

Peate, M. N. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan edisi 2. Jakarta: Bumi Medika.

Anda mungkin juga menyukai