KEPERAWATAN DASAR
Disusun oleh
Rizky Meuthia Pratiwi.,S.Kep.,Ns.,M.Kep
1. PENGERTIAN OKSIGENASI
Oksigenasi adalah suatu proses untuk mendapatkan O2 dan mengeluarkan CO2.
dan bisa juga dikatakan suatu proses penambahan oksigen ke dalam sistem (kimia atau
fisika). Oksigen (O2) merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat
dibutuhkan dalam proses metabolisme sel dan sebagai hasilnya terbentuklah karbon
dioksida, energi dan air.
Kebutuhan fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan
hidupnya dan untuk aktivitas berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit orang
tidak mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat
diperbaiki dan biasanya pasien akan meninggal.
Oksigen memegang peranan penting dalam semua proses tubuh secara
fungsional. Tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh secara fungsional
mengalami kemunduran atau bahkan dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu,
kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan yang paling utama dan sangat vital bagi
tubuh. Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari kondisi sistem pernapasan
secara fungsional.
2. ANATOMI-FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN
2) Laring-faring
Laring-faring sering disebut juga dengan tenggorok. Faring terdapat di superior yang
untuk selanjutnya melanjutkan diri menjadi laring. Faring merupakan bagian belakang
dari rongga mulut (kavum oris). Di faring terdapat percabangan 2 saluran yaitu trakea di
anterior sebagai saluran nafas dan esophagus dibagian posterior sebagai saluran
pencernaan. Trakea dan esophagus selalu terbuka, kecuali saat menelan. Ketika
bernafas, udara akan masuk ke kedua saluran tersebut. Melalui gerakan reflek menelan,
saluran trakea akan tertutup sehingga zat makanan akan aman masuk ke esophagus.
Refleks menelan akan terjadi bila makanan yang sudah dikunyah oleh mulut didorong
oleh lidah ke belakang sehingga menyentuh dinding faring. Saat menelan epiglottis dan
pita suara akan menutup trakea. Bila reflek menelan tidak sempurna maka berisiko
terjadi aspirasi (masuknya makanan ke trakea) yang dapat menyebabkan obstruksi
saluran nafas. Pada laring terdapat pita suara. Pita suara akan menutup ketika menelan.
Pita suara berfungsi untuk menimbulkan gelombang bunyi dengan cara bergetar.
Getaran bunyi akan terjadi bila pita suara menegang bersamaan dengan aliran udara
yang lewat saat ekspirasi. Bunyi yang keluar dari pita suara hanya berupa “aaahh”.
Bunyi tersebut akan menjadi kata-kata yang jelas melalui posisi/ gerak spesifik dari
mulut dan lidah.
3) Epiglotis
Epiglotis ini merupakan penutup kedap udara (airtight) yang terdiri atas tulang rawan
dan membran lendir (mukosa). Tujuan nya adalah untuk menutup batang tenggorokan
(Trakea) dan pangkal tenggorokan (laring). Biasanya saat menahan napas dengan
menutup epiglotis setelah mengisi paru paru. Cara memeriksa epiglotis dengan menahan
napas dengan mulut terbuka, dengan membuat beberapa tekanan perlahan pada paru-
paru
4) Trakea, Bronkus dan Bronkiolus
Trakea (tenggorokan) merupakan saluran yang menghantarkan udara ke paru- paru.
Trakea berbentuk seperti pipa dengan panjang kurang lebih 10 cm. Dinding
tenggorokan terdiri atas tiga lapisan berikut, yaitu:
a. Lapisan paling luar terdiri atas jaringan ikat
b. Lapisan tengah terdiri atas otot polos dan cincin tulang rawan. Trakea tersusun atas
16–20 cincin tulang rawan yang berbentuk huruf C. Bagian belakang cincin tulang
rawan ini tidak tersambung dan menempel pada esofagus. Hal ini berguna untuk
mempertahankan trakea tetap terbuka.
c. Lapisan terdalam terdiri atas jaringan epitelium bersilia yang menghasilkan banyak
lendir. Lendir ini berfungsi menangkap debu dan mikroorganisme yang masuk saat
menghirup udara. Selanjutnya, debu dan mikroorganisme tersebut didorong oleh
gerakan silia menuju bagian belakang mulut. Akhirnya, debu dan mikroorganisme
tersebut dikeluarkan dengan cara batuk. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-
benda asing yang masuk bersama udara pernapasan
Di dalam rongga dada/di paru-paru trakea bercabang dua membentuk bronkus
trakea. Bronkus bercabang ke kanan dan kiri. Bronkus kemudian bercabang-cabang
kecil menjadi bronkiolus. Ujung sisi terminal dari bronkiolus terdapat banyak kantong-
kantong udara yang disebut dengan alveoli
Bronkus (Cabang Tenggorokan),
Bronkus merupakan cabang batang tenggorokan. Jumlahnya sepasang, yang satu
menuju paru-paru kanan dan yang satu menuju paru-paru kiri. Bronkus yang ke arah kiri
lebih panjang, sempit, dan mendatar daripada yang ke arah kanan. Hal inilah yang
mengakibatkan paru-paru kanan lebih mudah terserang penyakit. Struktur dinding
bronkus hampir sama dengan trakea. Perbedaannya dinding trakea lebih tebal daripada
dinding bronkus. Bronkus akan bercabang menjadi bronkiolus. Bronkus kanan
bercabang menjadi tiga bronkiolus sedangkan bronkus kiri bercabang menjadi dua
bronkiolus.
Bronkiolus, bronkiolus merupakan cabang dari bronkus. Bronkiolus bercabang-cabang
menjadi saluran yang semakin halus, kecil, dan dindingnya semakin tipis. Bronkiolus
tidak mempunyai tulang rawan tetapi rongganya bersilia. Setiap bronkiolus bermuara
ke alveolus. Disepanjang trakea, bronkus dan bronkiolus, terdapat jaringan mukosa
dengan sel-sel goblet yang diselingi sel epitel bersilia. Sel goblet menghasilkan cairan
mucus yang berperan untuk melembabkan udara inspirasi dan menagkap partikel-
partikel asing. Partikel asing yang tertangkap akan digerakkan oleh silia sel epitel ke
kavum oris. Bila saluran nafas mengalami peradangan/ inflamasi akibat infeksi atau alergi,
maka sel-sel mukosa akan memproduksi mucus lebih banyak dengan tujuan untuk drainase.
5) Paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada. Rongga dada dan perut dibatasi oleh suatu
sekat disebut diafragma. Paru-paru ada dua buah yaitu paru-paru kanan dan paru-paru
kiri. Paru-paru kanan terdiri atas tiga lobus yaitu lobus atas, lobus tengah dan lobus
bawah. Sedangkan paru-paru kiri terdiri atas dua lobus yaitu lobus atas dan lobus
bawah. Paru-paru diselimuti oleh suatu selaput paru-paru (pleura). Kapasitas maksimal
paru-paru berkisar sekitar 3,5 liter.
Paru-paru terletak di dalam kavum toraks. Paru-paru dibatasi oleh dinding toraks
berupa:
Batas anterior (depan) = sternum dan kostae
Batas lateral (samping) = kontae (melingkar)
Batas posterior (belakang) = Kontae dan kolumna vertebrae
Batas inferior (bawah) = Otot diafragma
Diantara dinding toraks dan alveoli terdapat dua lapisan pleura yaitu pleura
parietal dan pleura visceral. Di antara kedua lapisan pleura terdapat kavum pleura yang
selalu memiliki tekanan negative dan berperan sebagai lubrikan (pelumas). Pleura
merupakan lapisan pembungkus paru (pulmo).
Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negatif thoraks kedalam paru-
paru, sehingga paru-paru yang elastis dapat mengembang. Tekanan pleura pada waktu
istirahat (resting pressure) dalam posisi tiduran pada adalah -2 sampai -5 cm H2O;
sedikit bertambah negatif di apex sewaktu posisi berdiri. Sewaktu inspirasi tekanan
negatif meningkat menjadi -25 sampai -35 cm H2O. Selain fungsi mekanis, rongga
pleura steril karena mesothelial bekerja melakukan fagositosis benda asing; dan cairan
yang diproduksinya bertindak sebagai lubrikans.
Cairan rongga pleura sangat sedikit, sekitar 0.3 ml/kg, bersifat hipoonkotik
dengan konsentrasi protein 1 g/dl. Gerakan pernapasan dan gravitasi kemungkinan besar
ikut mengatur jumlah produksi dan resorbsi cairan rongga pleura. Resorbsi terjadi
terutama pada pembuluh limfe pleura parietalis, dengan kecepatan 0.1 sampai 0.15
ml/kg/jam. Bila terjadi gangguan produksi dan reabsorbsi akan mengakibatkan
terjadinya effusion. Udara yang keluar masuk paru-paru pada waktu melakukan
pernapasan biasa disebut udara pernapasan (udara tidal). Volume udara pernapasan pada
orang dewasa lebih kurang 500 ml. Setelah kita melakukan inspirasi biasa, kita masih
bisa menarik napas sedalam-dalamnya.
Udara yang dapat masuk setelah mengadakan inspirasi biasa disebut udara
komplementer, volumenya lebih kurang 1500 ml. Setelah kita melakukan ekspirasi
biasa, kita masih bisa menghembuskan napas sekuat-kuatnya. Udara yang dapat
dikeluarkan setelah ekspirasi biasa disebut udara suplementer, volumenya lebih kurang
1500 ml. Walaupun kita mengeluarkan napas dari paru-paru dengan sekuat- kuatnya
ternyata dalam paru-paru masih ada udara disebut udara residu. Volume udara residu
lebih kurang 1500 ml. Jumlah volume udara pernapasan, udara komplementer, dan
udara suplementer disebut kapasitas vital paru-paru.
6) Alveoli
Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan paru-paru.
Parenkim tersebut banyak mengandung berjuta-juta unit alveolus. Alveolus merupakan
tempat kantong udara yang berukuran sangat kecil dan merupakan akhir dari bronkiolus
respiratoris sehingga memungkinkan pertukaran O2 dan CO2. Dinding alveoli tipis,
lembab setebal dan selapis sel dan berlekatan erat dengan kapiler darah. Di beberapa
bagian alveolus dinding nya terbuka sehingga mempermudah hubungannya dengan
kapiler darah. Dinding alveolus yang tipis dan lembab ini mempermudah udara
pernafasan melaluinya. Adanya alveolus memungkinkan daerah permukaan yang
berperan penting untuk pertukaran gas menjadi luas yaitu sekitar 50 kali luas permukaan
tubuh. Pada bagian alveolus inilah terjadi pertukaran oksigen dari udara bebas ke sel-sel
darah dan CO2 dari sel-sel darah ke udara bebas
3. PROSES PERNAFASAN
Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi membran mukosa bersilia.
Udara disaring,dihangatkan dan dilembabkan di rongga hidung (fungsi utama mukosa
respirasi yang terdiri atas epitel toraks bertingkat,bersilia dan bersel goblet). Permukaan
epitel diliputi oleh lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblet dan kelenjar mukosa.
Partikel debu yang kasar disaring oleh rambut halus di lubang hidung dan partikel yang
halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke
dalam rongga hidung dan sistem pernafasan menuju faring (partikel akan tertelan atau
dibatukkan keluar). Lapisan mukus memberikan air untuk kelembapan dan jaringan
pembuluh darah dibawahnya akan menyuplai panas ke udara inspirasi (udara jadi bebas
debu, hangat dan lembab). Udara mengalir dari faring menuju laring.
Pada waktu menarik napas, otot diafragma berkontraksi. Semula kedudukan
diafragma melengkung keatas sekarang menjadi lurus sehingga rongga dada menjadi
mengembang. Hal ini disebut pernapasan perut. Bersamaan dengan kontraksi otot
diafragma, otot-otot tulang rusuk juga berkontraksi sehingga rongga dada mengembang.
Hal ini disebut pernapasan dada. Akibat mengembangnya rongga dada, maka tekanan
dalam rongga dada menjadi berkurang, sehingga udara dari luar masuk melalui hidung
selanjutnya melalui saluran pernapasan akhirnya udara masuk ke dalam paru-paru,
sehingga paru-paru mengembang.
Setelah melewati rongga hidung, udara masuk ke kerongkongan bagian atas (naro-
pharinx) lalu kebawah untuk selanjutnya masuk tenggorokan (larynx). Setelah melalui
tenggorokan, udara masuk ke batang tenggorok atau trachea, dari sana diteruskan ke
saluran yang bernama bronchus atau bronkus. Saluran bronkus ini terdiri dari beberapa
tingkat percabangan dan akhirnya berhubungan di alveolus di paru-paru. Udara yang
diserap melalui alveoli akan masuk ke dalam kapiler yang selanjutnya dialirkan ke vena
pulmonalis atau pembuluh balik paru-paru. Gas oksigen diambil oleh darah. Dari sana
darah akan dialirkan ke serambi kiri jantung dan seterusnya.
Selanjutnya udara yang mengandung gas karbon dioksida akan dikeluarkan melalui
hidung kembali. Pengeluaran napas disebabkan karena melemasnya otot diafragma dan
otot-otot rusuk dan juga dibantu dengan berkontraksinya otot perut. Diafragma menjadi
melengkung ke atas, tulang-tulang rusuk turun ke bawah dan bergerak ke arah dalam,
akibatnya rongga dada mengecil sehingga tekanan dalam rongga dada naik. Dengan
naiknya tekanan dalam rongga dada, maka udara dari dalam paru-paru keluar melewati
saluran pernapasan.
4. MEKANISME PERTUKARAN GAS dan JENIS PERNAPASAN
Bernapas merupakan kegiatan mengambil dan mengeluarkan udara pernapasan
melalui paru paru (adanya pertukaran gas). Pada pernapasan langsung yaitu dilakukan
secara langsung oleh permukaan tubuh dan pernapasan tidak langsung melalui saluran
pernapasan. Pernapasan atau pertukaran gas pada manusia berlangsung melalui dua
tahap yaitu pernapasan luar (eksternal) dan pernapasan dalam (internal)
A. Macam Pernapasan
1. Pernapasan Dada
Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antartulang rusuk.
Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut.
Fase inspirasi = Fase ini berupa berkontraksinya otot antar tulang rusuk sehingga
rongga dada membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil
daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.
Fase ekspirasi. = Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara tulang
rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga
dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih
besar daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon
dioksida keluar.
Mekanisme inspirasi pernapasan dada sebagai berikut:
Otot antar tulang rusuk (muskulus intercostalis eksternal) berkontraksi → tulang rusuk
terangkat (posisi datar) → Paru-paru mengembang → tekanan udara dalam paru-paru
menjadi lebih kecil dibandingkan tekanan udara luar → udara luar masuk ke paru-paru.
Mekanisme ekspirasi pernapasan dada adalah sebagai berikut:
Otot antar tulang rusuk relaksasi → tulang rusuk menurun → paru-paru menyusut →
tekanan udara dalam paru-paru lebih besar dibandingkan dengan tekanan udara luar →
udara keluar dari paru-paru.
2. Pernapasan Perut
Pernapasan perut adalah pernapasan yang melibatkan otot diafragma. Mekanismenya
dapat dibedakan sebagai berikut.
Fase inspirasi = Fase ini berupa berkontraksinya otot diafragma sehingga rongga dada
membesar, akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan
di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.
Fase ekspirasi = Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot diaframa ke
posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi
kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada
tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar.
Mekanisme inspirasi pernapasan perut sebagai berikut:
sekat rongga dada (diafraghma) berkontraksi → posisi dari melengkung menjadi
mendatar → paru-paru mengembang → tekanan udara dalam paru-paru lebih kecil
dibandingkan tekanan udara luar → udara masuk
Mekanisme ekspirasi pernapasan perut sebagai berikut:
otot diafraghma relaksasi → posisi dari mendatar kembali melengkung → paru-paru
mengempis → tekanan udara di paru-paru lebih besas dibandingkan tekanan udara luar
→ udara keluar dari paru-paru.
B. Tahap Pernapasan mencakup dua proses, yaitu :
1. Pernapasan eksternal = Pernapasan luar merupakan pertukaran gas di dalam paru
paru, berlangsung difusi gas dari luar masuk ke dalam aliran darah (pertukaran gas O2
dan CO2 antara udara dan darah) atau bisa disebut pertukaran oksigen dan karbon
dioksida yang terjadi antara udara dalam gelembung paru-paru dengan darah dalam
kapiler.
=> Pernapasan eksternal adalah udara pernapasan masuk ke paru-paru melalui lubang
hidung, udara akan masuk ke saluran pernapasan menuju paru sampai alveoli dan di
alveoli terjadi pertukaran gas O2 dan CO2. Gas CO2 dilepaskan dari pembuluh darah
kapiler menuju alveoli dan O2 keluar dari alveoli menuju pembuluh darah kapiler yaitu
PCO2 = 40mmHg dan PO2 = 104 mmHg. Jadi pernapasan eksternal adalah pernapasan
yang terjadi pada alat pernapasan.
2. Pernapasan internal = Pernapasan dalam (pertukaran gas didalam tubuh) darah
masuk ke dalam jaringan tubuh, oksigen meninggalkan hemoglobin dan berdifusi
masuk ke dalam cairan jaringan tubuh atau bisa disebut pertukaran oksigen dan karbon
dioksida antara darah dalam kapiler dengan sel-sel jaringan tubuh.
=> Pernapasan internal adalah udara pernapasan keluar dari paru paru melalui lubang
hidung, yaitu pada sel sel aktif, PO2 turun ± 40 mmHg dan PCO2 naik ± 45 mmHg.
Akibat adanya pernapasan sel, CO2 bergerak masuk pembuluh kapiler darah dan O2
bergerak menuju sel sel yang aktif, jadi pernapasan internal adalah pernapasan yang
terjadi pada tubuh yang aktif.
Dalam proses pernapasan, oksigen dibutuhkan untuk oksidasi (pembakaran) zat
makanan. Zat makanan yang dioksidasi tersebut yaitu gula (glukosa), glukosa
merupakan zat makanan yang mengandung energi. Proses oksidasi zat makanan, yaitu
glukosa, bertujuan untuk menghasilkan energi. Jadi, pernapasan atau respirasi yang
dilakukan organisme bertujuan untuk mengambil energi yang terkandung di dalam
makanan. Hasil utama pernapasan adalah energi. Energi yang dihasilkan digunakan
untuk aktivitas hidup, misalnya untuk pertumbuhan, mempertahankan suhu tubuh,
pembelahan sel-sel tubuh, dan kontraksi otot
5. PROSES OKSIGENASI
A. Ventilasi
Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam alveoli atau dari
alveoli ke atmosfer yang terjadi saat respirasi (inspirasi-ekspirasi). Ventilasi paru
dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1) Tekanan oksigen di atmosfer
Tekanan udara atmosfir merupakan jumlah tekanan berbagai gas yang terkandung
dalam udara. Saat inspirasi udara atmosfir akan masuk ke dalam alveoli, sehingga
tekanan udara atmosfir yang rendah akan menyebabkan tekanan oksigen yang masuk ke
dalam alveolipun rendah. Hal ini akan dijumpai pada dataran tinggi dimana makin
tinggi suatu tempat tekanan udara makin rendah dan ini berbanding lurus dengan
tekanan O2. Oleh karena itu saat seseorang berada dalam ketinggian tertentu diperlukan
suplemen oksigen pada udara inspirasinya. Pada lingkungan normal, udara atmosfir
yang dihisap terdiri dari nitrogen (N2), Oksigen (O 2), dan karbon dioksida (CO 2).
Dari ketiga gas tersebut, hanya O 2 yang masuk kapiler, sedangkan CO2 dan N 2
kembali di ekspirasi keluar. Bahkan CO2 dari kapiler berpindah ke alveoli di buang
keluar bersama udara ekspirasi. Proses Pertukaran O2 dan CO2 antara darah kapiler dan
alveoli disebut ventilasi alveolar
2) Keadaan saluran napas
Selama inspirasi udara akan melewati saluran nafas, mulai hidung, pharynx, laring,
trachea, bronchus, bronchioles, sampai ke alveoli dan sebaliknya saat ekspirasi. Ada
beberapa keadaan yang menyebabkan jalan nafas ini menjadi lebih sempit atau
tersumbat, misalnya secret yang berlebihan atau kental, spasme atau konstriksi, ada
benda asing atau ada masa baik pada saluran nafas sendiri atau diluar saluran nafas yang
mendesak saluran nafas sehingga mempersulit ventilasi.
3) Complience dan Recoil
Yaitu daya pengembangan dan pengempisan paru dan thorak. Kemampuan ini terbentuk
oleh:
a. Gerakan turun naik diafragma melalui kontraksi dan relaksasi otot diafragma untuk
memperbesar dan memperkecil rongga dada. Gerakan ini akan terhambat apabila
individu mengalami nyeri pada abdomen, akibat trauma/ pembedahan, distensi abdomen
yang akan menghalangi turunnya diafragma.
b. Elevasi dan depresi iga-iga untuk meningkatkan dan menurunkan diameter
anteroposterior rongga dada melalui kontraksi dan relaksasi otot-otot pernafasan.
Keadaan ini dapat terganggu jika individu mempunyai bentuk dada yang abnormal,
terjadi fraktur beberapa iga (multiple fracture costae), gangguan hubungan saraf-otot
atau kerusakan pusat nafas
c. Elastisitas jaringan paru yang memungkinkan alveoli bisa mengembang dan
mengempis. Ada 2 kemungkinan dalam abnormalitas elastisitas jaringan paru, yaitu
pertama jaringan paru berubah menjadi jaringan ikat, sehingga kemampuan compliance
paru menurun dan kedua jaringan paru bisa berkembang tetapi saat recoil terbatas
sehingga CO2 tertahan, seperti dijumpai pada emphysema.
d. Adanya surfaktan, yaitu zat phospholipid yang terdapat pada lapisan cairan yang
meliputi permukaan alveoli dan bersifat menurunkan tegangan permukaan alveoli
sehingga paru-paru mudah dikembangkan dan mencegah terjadinya kolap paru.
Surfaktan ini dihasilkan oleh sel septal (sel alveoli type II) dengan bahan baku yang
dibawa melalui aliran darah. Surfaktan ini akan dengan mudah dikeluarkan saat alveoli
teregang optimal (saat nafas dalam). Oleh karena itu pernafasan dangkal merupakan
resiko untuk terjadinya atelectasis.
4) Pengaturan Nafas
Pusat pernafasan terdapat pada Medulla oblongata dan Pons. Area bilateral dan
bagian ventral di dalam Medulla oblongata sangat sensitive terhadap perubahan
konsentrasi hydrogen dan karbondioksida. Tetapi sebenarnya tidak ada pengaruh
langsung dari perubahan konsentrasi hydrogen dan karbondioksida dalam darah, karena
saraf-saraf ini hanya terangsang oleh ion hydrogen secara langsung, sementara ion
hydrogen tidak mudah melewati sawar darah otak atau sawar darah cairan
cerebrospinalis, sehingga kenaikan konsentrasi hydrogen dalam darah kurang
memberikan pengaruh terhadap pusat pernafasan.
Pusat nafas biasanya terangsang oleh peningkatan CO2 darah yang merupakan hasil
metabolism sel yang mampu dengan mudah melewati sawar darah otak atau sawar
darah cairan cerebrospinalis. Kenaikan CO2 inilah yang akan meningkatkan konsentrasi
hydrogen dan akan merangsang pusat nafas. Perangsangan pusat pernafasan oleh
peningkatan CO2 merupakan mekanisme umpan balik yang penting untuk mengatur
konsentrasi CO2 seluruh tubuh. Adanya trauma kepala atau edema otak atau peningkaan
tekanan intracranial dapat menyebabkan gangguan pada system pengendalian ini.
B. Difusi Gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen dialveoli dengan kapiler paru dan
CO2 di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu luasnya permukaan paru, tebal membran respirasi atau permeabilitas yang terdiri
atas epitel alveoli dan interstisial (keduanya dapat mempengaruhi proses difusi apabila
terjadi proses penebalan). Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 (hal ini sebagai mana
O2 dari alveoli masuk kedalam darah oleh karena tekanan O 2 dalam rongga alveoli
lebih tinggi dari tekanan O 2 dalam darah vena pulmonalis, masuk dalam darah secara
difusi).
Alveoli dipisahkan dengan darah kapiler oleh membrane pulmonal dan dinding
kapiler. Tebal membrane pulmonal hanya sekitar 0.1-1.5 μm. Oksigen dan CO2 dapat
melewati membrane tersebut secara difusi dengan bebas. Oksigen dari alveoli ke darah
dan CO2 dari darah ke alveoli. Kemampuan berpindah secara difusi ini karena
pengarauh tekanan parsial gas-gas tersebut
Tekanan parsial gas adalah tekanan yang menyebabkan substansi gas memiliki daya
menembus dinding sekitar. Tekanan parsial gas O2 di atmosfir berkisar 159 mmHg dan
CO2 berkisar 0.15 mmHg. Di alveoli, tekanan parsial O2 sekitar sekitar 104 mmHg dan
CO2 sekitar 40 mmHg. Di dalam darah, tekanan parsial O2 100 mmHg dan CO2 46
mmHg. Tekanan parsial ini menyebabkan oksigen cenderung bergerak dari atmosfir
(159 mmHg) ke alveoli (104 mmHg) dan dari alveoli oksigen cenderung masuk ke
kapiler karena tekanan parsialnya lebih rendah (100 mmHg). Sedangkan CO2
cenderung bergerak dari kapiler ke alveoli (46 → 40 mmHg) dan dari alveoli cenderung
ke atmosfir bebas (0.15 mmHg)
Selain tekanan parsial, kemampuan suatu gas dalam menembus (difusi) membrane
pulmonal juga ditentukan beberapa factor lain, berikut beberapa faktor yang
menentukan difusi gas:
1) Ketebalan membrane respirasi
Membran respirasi yang akan dilalui oleh udara terdiri dari lapisan epitel alveoli,
interstitial alveoli (sangat sedikit) dan lapisan endotel kapiler paru. Ketebalan membran
respirasi ini dapat meningkat oleh berbagai keadaan, misalnya karena peningkatan julah
cairan instertitial yang dijumpai pada keadaan edema paru yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru (misalnya pada kelebihan volume cairan
intravaskuler atau congesti paru akibat payah jantung kiri), peningkatan permeabilitas
kapiler paru (misalnya pada radang akut parenkim paru) atau penurunan tekanan
osmotic koloid (misalnya karena hipoalbuminemia yang dapat dijumpai pada
kekurangan gizi yang berat, syndrome nefrotik, atau proses keganasan), sehingga udara
selain harus melewati membrane respirasi yang biasanya juga harus melewati cairan ini.
Oleh karena itu kecepatan difusi berbanding terbalik dengan tebalnya membran
2) Luas permukaan membrane pulmonal
Bila luas permukaan total berkurang menjadi tinggal sepertiga saja, pertukaran gas-
gas tersebut terganggu secara bermakna bakhan dalam keadaan istirahat sekalipun.
Penurunan luas permukaan membrane yang paling sedikitpun dapat menganggu
pertukaran gas yang hebat saat olah raga kompetitif atau gerak badan lainnya. Pada
konsolidasi paru seperti dijumpai pada randang paru akut, atau pada tuberkulosa paru,
pengangkatan sebagian lobus paru, terjadi penurunan luas permukaan membrane
respirasi.
3) Koefisien Difusi
Koefisien difusi tiap gas dalam membrane respirasi tergantung pada daya larutnya
didalam membrane itu dan berbanding terbalik dengan akar pangkat dua berat
molekulnya. Kecepatan difusi CO2 20 kali lebih cepat dari O2 sehingga kekurangan O2
belum tentu disertai kelebihan CO2 Sebaliknya O2 berdifusi 2 kali lebih cepat daripada
nitrogen (N). Kecepatan difusi CO 200 kali lebih cepat dari O2 sehingga mudah terjadi
keracunan. Selain itu karena kecepatan difusi O2 lebih rendah dari CO2, penurunan O2
tidak selamanya disertai peningkatan CO2.
4) Perbedaan tekanan parsial gas antara alveoli dan kapiler
Perbedaan tekanan diantara kedua sisi membrane respirasi adalah perbedaan tekanan
partial gas didalam alveoli dengan didalam darah kapiler paru. Bila tekanan partial suatu
gas didalam alveoli lebih besar daripada tekanan partial di dalam darah kapiler paru,
seperti O2, terjadi perpindahan gas dari alveoli ke dalam darah kapiler paru, tetapi bila
tekanan partial gas dalam darah kapiler paru lebih besar dari pada tekanan partial dalam
alveoli, seprti CO2, terjadi perpindahan gas dari darah kapiler paru ke alveoli. Oleh
karena itu difusi paru juga ditentukan oleh ventilasi paru.
5) Tingkat kelarutan gas pada membrane (semakin besar semakin mudah
berdifusi)
→ O2 ; 1, CO2 : 20.3, N2 : 0.53
Nitrogen yang diinspirasi tidak akan masuk ke dalam darah karena tekanan parsial
di atmosfir sangat rendah. Selain itu tingkat kelarutan N2 hanya 0.53 sehingga sulit
menembus membrane pulmonal
C. Transportasi Gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan tubuh dan
CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu curah jantung (kardiak output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise),
perbandingan sel darah dengan darah secara keseluruhan (hematokrit), serta eritrosit dan
kadar Hb.
Pada kondisi normal, hampir seluruh oksigen diikat oleh hemoglobin (Hb) yang
berada di dalam eritrosit (RBC) untuk dihantarkan keseluruh tubuh. Eritrosit bersama
cairan plasma dipompa oleh jantung keseluruh sel di tubuh. Sebagian kecil O2 (3%)
langsung larut dalam plasma dalam bentuk oksigen bebas. Setelah sampai di kapiler
organ, O2 lepas dari Hb dan berdifusi ke jaringan interstisial dan selanjutnya masuk ke
dalam sel. Dengan berikatan dengan Hb, tra sportasi O2 ditingkatkan sampai 60 x lipat.
Ikatan Oksigen-Hemoglobin = Ketika berdifusi dari alveoli ke dalam kapiler, tekanan
parsial O2 masih 100 mmHg. Tekanan yang cukup tinggi ini membuat sekitar 97% O2
terikat dengan Hb (Hb O2). Ketika sampai dikapiler organ (tempat tujuan) tekanan
parsial oksigen menurun sampai 40 mmHg, akibatnya sekitar 27% O2 dilepas oleh Hb
masuk ke insterstisial sehingga hanya tinggal 70% O2 yang terikat dengan Hb. Bila
tubuh sedang stress (missal berolahraga), oksigen akan banyak habis terpakai sehingga
tekanan parsial O2 menurun, hal ini menyebabkan kemampuan Hb mengikat O2
menurun sehingga O2 banyak dilepas ke jaringan.
Transport Karbon-Dioksida di Jaringan = Di dalam sel, O2 akan bereaksi
(bermetabolisme) dengan karbohidrat (CH2O) untuk suplai energy bagi kehidupan sel.
Sisa metabolism berupa CO2 dan air (H2O). Rerikut reaksi utama untuk kehidupan ini:
CH2O + O2 → CO2 + H2O + energi . Bila air tetap berguna untuk proses kehidupan,
maka CO2 akan dikeluarkan dari sel, CO2 beredar di pembuluh darah untuk nantinya
keluar melalui ekspirasi udara paru. Karbon dioksida cenderung keluar dari sel karena
memiliki tekanan parsial gas di dalam sel (55 mmHg) lebih tinggi disbanding tekanan
parsial di darah (46 mmHg). Setelah sampai di kapiler paru, CO2 akan cenderung ke
alveoli karena tekanan parsial CO2 di alveoli lebih rendah (40 mmHg).
Didalam darah, CO2 ditranspor dalam 3 bentuk:
1. Karbon dioksida akan masuk ke eritrosit dan diikat oleh ion bikarbonat menjadi
asam karbonat (HCO3) dengan bantuan enzim karbonik anhydrase
2. Masuk ke eritrosit dan diikat oleh Hb menjadi karbamino hemoglobin (Hb-CO2)
namun dalam jumlah yang terbatas. Hemoglobin dapat mengikat O2 dan CO2
sekaligus
3. Bentuk CO2 bebas yang larut dalam plasma.
6. VOLUME PERNAPASAN
Volume pernafasan menggambarkan kapasitas pernafasan seseorang. Volume
pernafasan dapat diukur dengan alat yang disebut spirometer.
Spirometer menggunakan prinsip salah satu hukum dalam fisika yaitu hukum
Archimedes. Hal ini tercermin pada saat spiromete ditiup, ketika itu tabung yang berisi
udara akan naik turun karena adanya gaya dorong ke atas akibat adanya tekanan dari
udara yang masuk ke spirometer. Spirometer juga menggunakan hukum Newton yang
diterapkan dalam sebuah katrol. Katrol ini dihubungkan kepada sebuah bandul yang
dapat bergerak naik turun. Bandul ini kemudian dihubungkan lagi dengan alat pencatat
yang bergerak diatas silinder berputar. Karena proses pernafasan terbagi menjadi
inspirasi dan ekspirasi, maka volume pernafasan akan terbagi menjadi beberapa jenis.
Pada spirometri, dapat dinilai 4 volume paru dan 4 kapasitas paru:
1) Volume paru:
a. Volume tidal (Tidal volume/TV), yaitu jumlah udara yang masuk ke dalam dan ke
luar dari paru pada pernapasan biasa/ istirahat. Pada orang dengan berat badan 70 kg,
volume tidal berkisar 500 ml, hal ini berarti dalam kondisi relaks, individu bernafas
sebanyak 12 x per menit, menghisap dan menghembuskan nafas sebanyak 500 x 12 = 6
liter per menit
b. Volume cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume/IRV), yaitu jumlah udara
yang masih dapat masuk ke dalam paru pada inspirasi maksimal setelah inspirasi biasa.
Volume ini menggambarkan seberapa banyak udara yang dapat dihisap sebanyak
mungkin diluar pernafasan biasa. Nilai normal IRV berkisar 3000 ml.
c. Volume cadangan ekspirasi (Expiratory Reserve Volume/ERV), yaitu jumlah udara
yang dikeluarkan secara aktif dari dalam paru setelah ekspirasi biasa. Nilai normal ERV
berkisar 1200 ml
d. Volume residu yaitu jumlah udara yang tersisa dalam paru setelah ekspirasi
maksimal, tetap ada udara yang masih tersimpan di dalam paru-paru. Nilai normal
volume residual berkisar 1.2 liter.
2) Kapasitas paru:
a. Kapasitas paru total (total lung capacity/ TLC), yaitu jumlah total udara dalam paru
setelah inspirasi maksimal. Nilai normal TLC seseorang berkisar 6 liter. Akan tetapi arti
klnis TLC tidak sebesar VC, karena TLC hanya gambaran anatomi dari volume
respirasi.
b. Kapasitas vital (vital capacity/ VC), yaitu jumlah udara yang dapat diekspirasi
maksimal setelah inspirasi maksimal. Kapasitas vital memberikan arti klinis yang
bermakna dimana sebagai gambaran seberapa besar kemampuan paru-paru seseorang
untuk menggerakkan udara pada kondisi inspirasi dan ekspirasi maksimal. Dapat
dikatakan bahwa VC merupakan gambaran kapasitas fisiologis seseorang untuk
menghisap dan menghembuskan udara. Nilai normal VC berkisar 5 liter. Pada atlet VC
dapat mencapai 6.5 liter, orang yang kurus berkisar 3 liter. Ukuran VC akan sangat
berkurang pada klien gangguan kronis parenkim paru seperti Tuberkulosis (TBC).
Kapasitas vital juga akan berkurang bila terjadi kelemahan otot pernafasan akibat
penyakit (missal Polio, Guillan Barre Syndrome) dan konsumsi obat tidur.
c. Kapasitas inspirasi, yaitu jumlah udara maksimal yang dapat masuk ke dalam paru
setelah akhir ekspirasi biasa.
d. Kapasitas residu fungsional, yaitu jumlah udara dalam paru pada akhir ekspirasi biasa
7. RUANG RUGI (DEAD SPACE)
Saat bernafas, udara keluar dan masuk paru-paru, akan tetapi sesungguhnya ada
udara yang tidak masuk ke dalam alveoli, sebab saat ispirasi ada udara yang masih
berada di saluran pernafasan dan sebelum udara itu masuk ke alveoli, paru-paru sudah
masuk ke fase ekspirasi sehingga udara yang masih di saluran pernafasan langsung
keluar lagi. Volume udara yang tidak masuk ke alveoli tersebut isebut volume ruang
rugi. Dari 500 ml volume tidal seseorang, ada sekitar 150 ml (30%) yang tidak masuk
ke alveoli dan langsung di ekspirasi.
Volume ruang rugi ini sesungguhnya menggambarkan volume saluran pernafasan
seseorang, bagi penderita yang mengalami gangguan obstruksi saluran pernafasan
missal pada Penyakit Paru Obstruksi Kronis/ PPOK (Asma bronkial, bronchitis kronis,
empisema), persentase volume ruang ruginya kurang dari 30%. Cara menentukan
volume ruang rugi yaitu dengan mengukur berapa volume paru-paru yang diekspirasi
paksa pada detik pertama (Porce Expiratory Volume Second 1 / PEV 1). Normal PEV 1
seseorang berkisar 30% dari kapasitas vital (VC) paru.
Permasalahan dalam hal pemenuhan kebutuhan oksigen tidak terlepas dari adanya
gangguan yang terjadi pada sistem respirasi baik pada anatomi maupun fisiologis dari
organ-organ respirasi. Permasalahan dalam pemenuhan tersebut dapat disebabkan
adanya gangguan pada sistem tubuh lain, misalnya sistem kardiovaskuler. Gangguan
pada sistem respirasi dapat disebabkan diantaranya oleh peradangan, obstruksi, trauma,
kanker, degeneratif dan lain-lain.
Gangguan tersebut akan menyebabkan kebutuhan oksigen dalam tubuh tidak
terpenuhi secara adekuat. Secara garis besar, gangguan-gangguan respirasi
dikelompokkan menjadi tiga yaitu gangguan irama/ frekuensi pernapasan, insufisiensi
pernapasan dan hipoksia.
Perubahan pola napas mengacu pada frekuensi, volume, irama dan usaha
pernapasan (misal bernapas dengan cuping hidung atau otot bantu pernapasan). Pola
napas normal (eupnea) ditandai dengan pernapasan yang tenang, berirama dan tanpa
usaha.
1) Gangguan irama/ frekuensi pernapasan
a. Gangguan irama pernapasan antara lain:
a) Pernapasan Cheyne-stokes yaitu siklus pernapasan yang amplitudonya mula-
mula dangkal, makin naik kemudian menurun dan berhenti. Lalu pernapasan
dimulai lagi dengan siklus baru. Jenis pernapasan ini biasanya terjadi pada klien
gagal jantung kongesti, peningkatan tekanan intrakranial, overdosis obat. Namun
secara fisiologis, jenis pernapasan ini terutama terdapat pada orang di ketinggian
12.000-15.000 kaki di atas permukaan laut dan pada bayi saat tidur.
b) Pernapasan Biot yaitu pernapasan yang mirip dengan pernapasan Cheyne-
stokes, tetapi amplitudonya rata dan disertai apnea. Keadaan pernapasan ini
kadang ditemukan pada penyakit radang selaput otak.
c) Pernapasan Kussmaul yaitu pernapasan yang jumlah dan kedalamannya
meningkat sering melebihi 20 kali/menit. Jenis pernapasan ini dapat ditemukan
pada klien dengan asidosis metabolik dan gagal ginjal.
d) Pernapasan Apnea adalah henti nafas
e) Pernapasan Ortnopnea adalah ketidakmampuan untuk bernapas kecuali pada
posisi tegak atau berdiri. Pola ini sering ditemukan pada pasien dengan kongestif
paru
f) Pernapasan Dispnea adalah perasaan sesak dan berat saat bernapas atau
ketidaknyamanan saat bernapas. Hal ini disesbabkan oleh perubahan kadar gas
dalam darah/jaringan, kerja berat/berlebihan dan pengaruh psikis
g) Pernapasan Paradoksal adalah pernapasan yakni dinding paru bergerak berlawan
arah dari keadaan normal. Sering ditemukan pada pasien atelektasis
h) Pernapasan Stridor merupakan pernapasan bising yang terjadi karena
penyempitan pada saluran pernapasan. Pada umumnya ditemukan pada kasus
spasme trakea atau obstruksi laring
b. Gangguan frekuensi pernapasan
a) Takipnea/hiperpnea, adalah frekuensi pernapasan cepat, lebih dari 24 kali
permenit. Proses ini terjadi karena paru dalam keadaan atelektasis atau terjadi
emboli. Biasanya terlihat pada pasien dengan kondisi demam,asidosis
metabolik, nyeri dan pada kasus hiperkapnia atau hipoksemia
b) Bradipnea, frekuensi pernapasan lambat ± 10 kali permenit dan abnormal.
Biasanya terlihat pada pasien yang baru menggunakan obat seperti morfin,
kasus alkalosis atau peningkatan TIK
2) Insufisiensi pernapasan
Penyebab insufisiensi pernapasan dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama yaitu:
a. Kondisi yang menyebabkan hipoventilasi alveolus, seperti:
a) Kelumpuhan otot pernapasan, misalnya pada poliomielitis, transeksi servikal.
b) Penyakit yang meningkatkan kerja ventilasi, seperti asma, emfisema, TBC dan
lain-lain.
b. Kelainan yang menurunkan kapasitas difusi paru:
a) Kondisi yang menyebabkan luas permukaan difusi berkurang, misalnya
kerusakan jaringan paru, TBC, kanker dan lain-lain.
b) Kondisi yang menyebabkan penebalan membran pernapasan, misalnya pada
edema paru, pneumonia, dan lain-lain.
c) Kondisi yang menyebabkan rasio ventilasi dan perfusi yang tidak normal dalam
beberapa bagian paru, misalnya pada trombosis paru.
c. Kondisi paru yang menyebabkan terganggunya pengangkutan oksigen dari
paru- paru ke jaringan yaitu:
a) Anemia dimana berkurangnya jumlah total hemoglobin yang tersedia untuk
transpor oksigen.
b) Keracunan karbondioksida dimana sebagian besar hemoglobin menjadi tidak
dapat mengankut oksigen.
c) Penurunan aliran darah ke jaringan yang disebabkan oleh karena curah jantung
yang rendah.
3) Hipoksia
Hipoksia adalah kekurangan oksigen di jaringan. Istilah ini lebih tepat daripada
anoksia. Sebab, jarang terjadi tidak ada oksigen sama sekali dalam jaringan. Hipoksia
dapat dibagi ke dalam empat kelompok yaitu hipoksemia, hipoksia hipokinetik,
overventilasi hipoksia dan hipoksia histotoksik.
a. Hipoksemia
Hipoksemia adalah kekurangan oksigen di darah arteri. Terbagi atas dua jenis yaitu
hipoksemia hipotonik (anoksia anoksik) dan hipoksemia isotonik (anoksia anemik).
Hipoksemia hipotonik terjadi dimana tekanan oksigen arteri rendah karena
karbondioksida dalam darah tinggi dan hipoventilasi. Hipoksemia isotonik terjadi
dimana oksigen normal, tetapi jumlah oksigen yang dapat diikat hemoglobin sedikit.
Hal ini terdapat pada kondisi anemia, keracunan karbondioksida.
b. Hipoksia Hipokinetik (stagnat anoksia/anoksia bendungan)
Hipoksia hipokinetik yaitu hipoksia yang terjadi akibat adanya bendunagn atau
sumbatan. Hipoksia hipokinetik dibagi kedalam dua jenis yaitu hipoksia hipokinetik
ischemic dan hipoksia hipokinetik kongestif. Hipoksia hipokinetik ischemic terjadi
dimana kekurangan oksigen pada jaringan disebabkan karena kuarngnya suplai darah ke
jaringan tersebut akibat penyempitan arteri. Hipoksia hipokinetik kongestif terjadi
akibat penumpukan darah secara berlebihanatau abnormal baik lokal maupun umum
yang mengakibatkan suplai oksigen ke jaringan terganggu, sehingga jarinagn
kekurangan oksigen.
c.Overventilasi hipoksia
Overventilasi hipoksia yaitu hipoksia yang terjadi karena aktivitas yang berlebihan
sehingga kemampuan penyediaan oksigen lebih rendah dari penggunaannya.
d.Hipoksia histotoksik
Hipoksia histotoksik yaitu keadaan dimana darah di kapiler jaringan mencukupi, tetapi
jaringan tidak dapat menggunakan oksigen karena pengaruh racun sianida. Hal tersebut
mengakibatkan oksigen kembali dalam darah vena dalam jumlah yang lebih banyak
daripada normal (oksigen darah vena meningkat).
4) Obstruksi jalan napas
Obstruksi jalan napas baik total maupun sebagian dapat terjadi di seluruh tempat di
sepanjang jalan napas atas atau bawah.
- Obstruksi jalan napas atas merupakan suatu kondisi individu mengalami
ancaman pada kondisi pernapasannya terkait dnegan ketidakmampuan batuk
efektif karena benda asing seperti makanan, akumulasi sekret, atau lidah yang
menyumbat orofaring pada pasien yang tidak sadar karena penyakit persyarafan
seperti CVA
- Obstruksi jalan napas bawah meliputi sumbatan total atau sebagian pada jalan
napas bronkus dan paru. Tanda klinisnya yaitu batuk tidak efektif atau tidak
ada, tidak mampu mengeluarkan sekresi di jalan napas, suara napas menunjukan
adanya sumbatan,jumlah,irama dan kedalaman pernapasan tidak normal.
5) Pertukaran gas
Suatu kondisi individu mengalami penurunan gas baik O2 maupun CO2 antara
alveoli paru dan sistem vaskular dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau
imobilisasi akibat penyakit sistem syaraf, depresi susunan saraf pusat atau penyakit
radang paru.
Terjadinya gangguan pertukaran gas ini menunjukan penurunan kapasitas difusi yang
antara lain disebabkan oleh menurunnya luas permukaan difusi, menebalnya membran
alveolar kapiler, rasio ventilasi perfusi tidak baik dan dapat menyebabkan pengangkutan
O2 dari paru ke jaringan terganggu, anemia dengan segala macam bentuknya, kercunan
CO2 dan terganggunya aliran darah.
Tanda klinisnya antara lain dispnea pada usaha napas, napas dengan bibir pada fase
ekspirasi yang panjang, agitasi, lelah, letargi, meningkatkan tahanan vaskular paru,
menurunnya saturasi oksigen,meningkatnya PaCO2 dan sianosis.
6) Anoksia
Gangguan fungsi respirasi dapat menganggu fungsi fisiologis secara bermakna,
bahkan dapat mengancam nyawa. Suatu kondisi berupa berkurangnya availabilitas/
ketersediaan O2, di dalam sel disebut dengan anoksia. Anoksia akan menimbulkan
gejala yang sama berupa sesak nafas, dimana terjadi peningkatan intensitas dan
frekuensi pernafasan. Anoksia dapat dibagi menjadi beberapa jenis:
1. Anoksia anoksia
Anoksia anoksia terjadi karena gangguan pada system respirasi dan sumber oksigen.
Oksigen kesulitan atau gagal mencapai eritrosit di kapiler paru. Penyebabnya dapat
karena memang kadar oksigen yang sangat rendah/ tidak ada di atmosfir. Penyebab lain
berupa obstruksi jalan nafas karena trauma atau PPOK (Asma bronkial, Bronkitis
kronis, Emfisema dan Bronkiektasis). Terjadi penebalan membrane pulmonal karena
jaringan perkejuan dari TBC atau karena kerusakan paru-paru yang luas akibat penyakit
kronis (TBC)
2. Stagnan anoksia
Gangguan availabilitas oksigen karena gangguan transportasi di pembuluh darah
akibat kemampuan jantung sebagai pompa tidak adekuat (missal gagal jantung)
3.Anemik anoksia
Gangguan anoksia ini terjadi karena gangguan ikatan oksigen dengan Hb akibat
jumlah eritrosit sebagai pembawa oksigen berkurang (anemia), atau eritrosit cukup tapi
kadar Hb yang rendah (anemia hipokrom) atau keracunan gas CO
4.Histotoksik anoksia
Oksigen dapat diserap oleh system respirasi dengan baik dan dapat dihantarkan oleh
darah dengan optimal sehingga kadarnya cukup di kapiler organ. Akan tetapi, kadar
oksigen yang cukup di jaringan ini tidak dapat dimanfaatkan oleh sel secara optimal.
Hal ini dapat disebabkan karena defisiensi enzim-enzim yang memfasilitasi masuknya
O2 ke sel atau karena keracunan at sianida yang merusak enzim-enzim tersebut.
10.SUARA PARU-PARU
Suara paru-paru merupakan bagian dari suara pernafasan atau yang biasa disebut
respiratory sound. Dalam suara pernafasan meliputi suara yang terdapat pada mulut dan
trakea, sedangkan suara paru-paru terjadi pada bagian sekitar dada (chest wall).
Respirasi dapat didefinisikan sebagai kegiatan dalam bernafas. Di dalamnya termasuk
seluruh proses yang berkonstribusi dalam hal menghirup oksigen (inhaling) dan
mengeluarkan karbon dioksida (exhaling) (Baydar et al. 2003).
Suara pernafasan didefinisikan sebagai keseluruhan suara yang berhubungan dengan
respirasi termasuk suara nafas (breath sounds), suara adventif (abnormal sounds), suara
batuk (cough sounds), dengkuran (snoring sounds), dan suara bersin (sneezing sounds)
(Sovijarvi et al.2000).
Adanya suara di dalam paru-paru manusia dikarenakan terjadi turbulensi udara saat
udara memasuki saluran pernafasan selama proses pernafasan terjadi. Turbulensi yang
terjadi di dalam paru-paru manusia terjadi karena adanya perbedaan saluran udara pada
sistem pernafasan sehingga menyebabkan udara mengalir dari saluran yang lebar ke
saluran yang lebih sempit ataupun sebaliknya.
Menurut Kaelin (2000), sistem respirasi dapat dipisahkan menjadi 2 saluran yaitu
saluran atas dan bawah. Saluran pernafasan atas terdiri dari hidung, paranasal sinus,
pharynx, dan larynx. Fungsi dari saluran ini adalah untuk menyaring, menghangatkan,
dan melembabkan udara sebelum mencapai unit pertukaran gas.
Saluran bawah terdiri dari trachea, bronchus utama kanan yang terbagi menjadi 3
lobar atau bagian paru (atas, tengah dan bawah), bronchus kiri yang terbagi menjadi 2
lobar, bronchioli, dan berakhir di alveoli, dimana pertukaran gas terjadi. Puncak suara
paru-paru normal biasanya pada frekuensi dibawah 100Hz, energi suara paru-paru
menurun dengan tajam antara 100200Hz tapi masih dapat dideteksi pada atau di atas
800Hz dengan alat yang sensitif (Sukresno, F, et al. 2009).
a) Jenis Suara Paru-Paru
Suara paru-paru terjadi karena adanya turbulensi dari aliran udara saat udara
memasuki saluran pernafasan. Pada saat tarik nafas (inspirasi),udara yang masuk
mengalir dari saluran yang lebar ke saluran yang lebih sempit menuju ke alveoli. Udara
yang menabrak dinding saluran pernafasan menyembabkan terjadinya turbulen dan
menghasilkan suara. Sedangkan pada saat buang nafas (ekspirasi), udara yang masuk
mengalir ke arah yang berlawanan menuju saluran udara yang lebih lebar. Ini
mengakibatkan turbulen yang terjadi lebih sedikit, sehingga pada ekspirasi normal
terdengar suara yang lebih kecil dibandingkan pada saat inspirasi (Ramadhan, M,Z.
2012).
Suara paru-paru dibagi dalam beberapa kategori yang didasarkan pada pitch,
intensitas, lokasi, dan rasio antara inspirasi dan ekspirasi. Suara paru-paru secara umum
dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu suara paru-paru normal, suara paru-paru abnormal,
dan suara tambahan (adventitious sound). Berikut pembagian suara paru-paru menurut
Ramadhan, M, Z (2012).
Pengertian:
Pada klien yang memerlukan oksigen secara kontinyu dengan kecepatan aliran
1–6 liter/menit serta konsentrasi 21–44%, dengan cara memasukkan selang yang terbuat
dari plastik ke dalam hidung dan mengaitkannya di belakang telinga. Panjang selang
yang dimasukan ke dalam lubang dihidung hanya berkisar 0,6–1,3 cm.
Pemasangan nasal kanula merupakan cara yang paling mudah, sederhana,
murah, relatif nyaman, mudah digunakan cocok untuk segala umur, cocok untuk
pemasangan jangka pendek dan jangka panjang, dan efektif dalam mengirimkan
oksigen. Pemakaian nasal kanul juga tidak mengganggu klien untuk melakukan
aktivitas, seperti berbicara atau makan
Indikasi :
Klien yang bernapas spontan tetapi membutuhkan alat bantu nasal kanula untuk
memenuhi kebutuhan oksigen (keadaan sesak atau tidak sesak).
Prinsip
a. Nasal kanula untuk mengalirkan oksigen dengan aliran ringan atau rendah, biasanya
hanya 1–6 L/menit.
b. Membutuhkan pernapasan hidung
c. Tidak dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi > 40 %.
Keuntungan
Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah
memasukkan kanul dibanding kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih
mudah ditolerir klien dan nyaman.
Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai O2 berkurang bila klien
bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul hanya 1 cm, mengiritasi
selaput lendir.
Pemberian Oksigen Masker, Simple Mask
Simple mask memiliki prinsip yang hamper sama dengan nasal kanule namun
menghasilkan konsentrasi oksigen yang sedikit lebih tinggi dibandingkan nasal kanula.
Konsentrasi oksigen akhir yang didapat bervariasi tergantung aliran oksigen.
Konsentrasi ini tidak dapat dikontrol dengan teliti karena oksigen akan tercampur
dengan udara sekitar yang tertarik masuk dari lubang ekshalasi yang ada di masker.
Pengertian
Pemberian oksigen kepada klien dengan menggunakan masker yang dialiri
oksigen dengan posisi menutupi hidung dan mulut klien. Masker oksigen umumnya
berwarna bening dan mempunyai tali sehingga dapat mengikat kuat mengelilingi wajah
klien. Bentuk dari face mask bermacam-macam. Perbedaan antara rebreathing dan non-
rebreathing mask terletak pada adanya vulve yang mencegah udara ekspirasi terinhalasi
kembali.
Macam Bentuk Masker :
a. Simple face mask
Mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 40- 60% dengan kecepatan aliran 5-8
liter/menit.
b.Partial Rebreathing Mask
Mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 60- 80% dengan kecepatan aliran 8-12
liter/menit. Memiliki kantong yang terus mengembang baik, saat inspirasi maupun
ekspirasi. Pada saat inspirasi, oksigen masuk dari sungkup melalui lubang antara
sungkup dan kantung reservoir,ditambah oksigen dari kamar yang masuk dalam lubang
ekspirasi pada kantong. Udara inspirasi sebagian tercampur dengan udara ekspirasi
sehingga konsentrasi CO2 lebih tinggi daripada simple face mask.
Indikasi: klien dengan kadar tekanan CO2 yang rendah.
c. Non Rebreathing Mask
Mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen sampai 80-100% dengan kecepatan aliran 10-
12 liter/menit. Pada prinsipnya, udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi
karena mempunyai 2 katup, 1 katup terbuka pada saat inspirasi dan tertutup saat pada
saat ekspirasi, dan 1 katup yang fungsinya mencegah udara kamar masuk pada saat
inspirasi dan akan membuka pada saat ekspirasi. (Tarwoto & Wartonah, 2010:37)
Indikasi: klien dengan kadar tekanan CO2 yang tinggi. (Asmadi, 2009:34)
Tujuan
Memberikan tambahan oksigen dengan kadar sedang dengan konsentrasi dan
kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan dengan kanul.(Suparmi, 2008:68)
Prinsip
Mengalirkan oksigen tingkat sedang dari hidung ke mulut, dengan aliran 5-6 liter/ menit
dengan konsentrasi 40 - 60%. (Suparmi, 2008:68)
d.Oksigen (O2) transtrakeal.
Oksigen (O2) transtrakeal dapat mengalirkan oksigen (O2) secara langsung melalui
kateter di dalam trakea. Oksigen (O2) transtrakeal dapat meningkatkan kepatuhan
pasien untuk menggunakan terapi oksigen (O2) secara kontinyu selama 24 jam dan
seringkali berhasil untuk mengatasi hipoksemia refrakter. Oksigen (O2) transtrakeal
dapat menghemat penggunaan oksigen (O2) sekitar 30-60-%. Keuntungan dari
pemberian oksigen (O2) transtrakeal yaitu tidak ada iritasi muka ataupun hidung dengan
rata-rata oksigen (O2) yang dapat diterima pasien mencapai 80-96%. Kerugian dari
penggunaan alat ini yaitu biayanya yang tergolong tinggi dan resiko terjadinya infeksi
lokal. Selain itu, ada pula berbagai komplikasi lainnya yang seringkali terjadi pada
pemberian oksigen (O2) transtrakeal antara lain emfisema subkutan, bronkospasme,
batuk paroksismal dan infeksi stoma.
Sistem pemberian oksigen dengan aliran lambat bisa dilakukan dengan beberapa
metode yaitu kanula nasal, simple face mask, partial rebreating mask dan
nonrebreathing mask.
Simple face mask adalah pemberian oksigen dengan cara menempatkan masker
pada muka pasien, hasilnya akan meningkatkan volume tampungan oksigen yang lebih
besar daripada ukuran tampungan anatomis saluran napas yang terbatas.
Tampungan oksigen yang lebih besar akan meningkatkan FiO2 (fraksi oksigen
inspirasi). Kecepatan aliran oksigen harus cukup tinggi (biasanya 5 liter/menit atau
lebih) untuk mencegah pengumpulan CO2 yang dikeluarkan saat ekspirasi, agar tidak
terhirup kembali (rebreathing). Namun demikian, bila kecepatan aliran oksigen semakin
ditingkatkan, aliran oksigen di atas 10 L/menit tidak bisa lagi meningkatkan FiO2
karena tampungan dalam masker sudah penuh.
Simple face mask memiliki lubang ventilasi di kedua sisi untuk
mempertahankan volume ruang udara dan tempat lewatnya udara ekspirasi. Masker
sederhana ini tidak mempunyai katup atau kantong udara. Masker harus dipasang
dengan benar sehingga menutup hidung, mulut, dan dagu. Tekan bagian logam fleksibel
pada daerah hidung sehingga bentuk masker sesuai dengan bentuk hidung pasien, agar
bisa menutup dengan baik dan mencegah gas keluar dari masker. Atur tali pengikat di
kepala pasien dan beritahu pasien tentang pentingnya penggunaan masker. Bersihkan
bagian dalam masker dan buang air yang terkumpul, khususnya bila menggunakan air
pelembab. Pantau kulit yang mendapat tekanan masker. Saat makan, masker sementara
bisa diganti denga kanula nasal.
Tabel berikut memperlihatkan FiO2 yang dihasilkan bila diberikan oksigen
100% melalui simple face mask dengan berbagai kecepatan aliran (L/menit).
Kelebihan simple face mask
1. Sederhana, ringan
2. Bisa dilengkapi dengan pelembab udara
3. Mampu menghasilkan FiO2 sampai 0,6
Kekurangan simple face mask
1. Pada beberapa pasien terasa mengganggu, ingin membuka masker saat bicara
2. Membatasi akses muka pasien untuk ekspektorasi sekresi
3. Kesulitan menempatkan masker secara tepat, pada pasien dengan NGT atau
orogastric tube
4. Tidak nyaman bila pada muka terdapat trauma atau luka bakar
5. Iritasi atau rasa kering pada mata, bila pengaturan log
Keuntungan dan kerugian dari masing-masing system :
a. Sungkup muka sederhana
Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang seling 5 – 8 L/mnt dengan
konsentrasi O2 40 –60%.
– Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, system
humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat
digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
– Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan
penumpukan CO2 jika aliran rendah.
b.Sungkup muka dengan kantong rebreathing :
Suatu tehinik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 – 80% dengan aliran 8 –
12 L/mnt
– Keuntungan
Konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput
lendir
– Kerugian
Tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat
menyebabkan penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat.
c.Sungkup muka dengan kantong nonrebreathing
Merupakan tehnik pemberian O2 dengan Konsentrasi O2 mencapai 99% dengan aliran
8 – 12 L/mnt dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi
– Keuntungan:
Konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapai 100%, tidak mengeringkan selaput
lendir.
– Kerugian
Kantong O2 bisa terlipat.
d. Sistem aliran tinggi
Suatu tehnik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh tipe
pernafasan, sehingga dengan tehnik ini dapat menambahkan konsentrasi O2 yang lebi
htepat dan teratur. Adapun contoh tehnik system aliran tinggi yaitu sungkup muka
dengan ventury.
Prinsip
Pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan menuju
kesungkup yang kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga tercipta
tekanan negatif, akibatnya udaraluar dapat diisap dan aliran udara yang dihasilkan lebih
banyak. Aliran udara pada alat ini sekitas 4 – 14 L/mnt dengan konsentrasi 30 – 55%.
– Keuntungan
Konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan tidak
dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2 , suhu dan kelembaban gas dapat
dikontrol serta tidak terjadi penumpukan CO2
– Kerugian
Kerugian system ini pada umumnya hampir sama dengan sungkup muka yang lain pada
aliran rendah.
Seperti halnya terapi dengan obat, pemberian terapi oksigen (O2) juga dapat
menimbulkan efek samping, terutama terhadap sistem pernapasan, susunan saraf pusat
dan mata, terutama pada bayi prematur. Efek samping pemberian terapi oksigen (O2)
terhadap sistem pernapasan, di antaranya dapat menyebabkan terjadinya depresi napas,
keracunan oksigen (O2) dan nyeri substernal.
Depresi napas dapat terjadi pada pasien yang menderita penyakit paru obstruktif
kronis (PPOK) dengan hipoksia dan hiperkarbia kronis. Pada penderita penyakit paru
obstruktif kronis (PPOK), kendali pusat napas bukan oleh karena kondisi hiperkarbia
seperti pada keadaan normal, tetapi oleh kondisi hipoksia sehingga pabila kada oksigen
(O2) dalam darah meningkat maka akan dapat menimbulkan depresi napas. Pada
penderita penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), terapi oksigen (O2) dianjurkan
dilakukan dengan sistem aliran rendah dan diberikan secara intermiten.
Keracunan oksigen (O2) terjadi apabila pemberian oksigen (O2) dengan
konsentrasi tinggi (di atas 60%) dalam jangka waktu yang lama. Hal ini akan
menimbulkan perubahan pada paru dalam bentuk kongesti paru, penebalan membran
alveoli, edema, konsolidasi dan atelektasis. Pada keadaan hipoksia berat, pemberian
terapi oksigen dengan fraksi oksigen (O2) (FiO2) yang mencapai 100% dalam waktu 6-
12 jam untuk penyelamatan hidup seperti misalnya pada saat resusitasi masih
dianjurkan namun apabila keadaan kritis sudah teratasi maka fraksi oksigen (O2) (FiO2)
harus segera di turunkan.
Nyeri substernal dapat terjadi akibat iritasi pada trakea yang menimbulkan trakeitis.
Hal ini terjadi pada pemberian oksigen (O2) konsentrasi tinggi dan keluhan tersebut
biasanya akan diperpa-rah ketika oksigen (O2) yang diberikan kering atau tanpa
humidifikasi.
Efek samping pemberian terapi oksigen (O2) terhadap susunan saraf pusat apabila
diberikan dengan konsentrasi yang tinggi maka akan dapat menimbulkan keluhan
parestesia dan nyeri pada sendi sedangkan efek samping pemberian terapi oksigen (O2)
terhadap mata, terutama pada bayi baru lahir yang tergolong prematur, keadaan
hiperoksia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada retina akibat proliferasi
pembuluh darah yang disertai dengan perdarahan dan fibrosis atau seringkali disebut
sebagai retrolental fibroplasia
POSTURAL DRAINASE
Postural drainase (PD) merupakan salah satu intervensi untuk melepaskan sekret
dari berbagai segmen paru dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi. Mengingat
kelainan pada paru bisa terjadi pada berbagai lokasi maka PD dilakukan pada berbagai
posisi disesuaikan dengan kelainan parunya. Waktu yang terbaik untuk melakukan PD
yaitu sekitar 1 jam sebelum sarapan pagi dan sekitar 1 jam sebelum tidur pada malam
hari. PD dapat dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran nafas
tetapi juga mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis. Pada
penderita dengan produksi sputum yang banyak PD lebih efektif bila disertai dengan
clapping dan vibrating.
VIBRATING
Vibrasi secara umum dilakukan bersamaan dengan clapping. Sesama postural
drainase terapis biasanya secara umum memilih cara perkusi atau vibrasi untuk
mengeluarkan sekret. Vibrasi dengan kompresi dada menggerakkan sekret ke jalan
nafas yang besar sedangkan perkusi melepaskan/melonggarkan sekret. Vibrasi
dilakukan hanya pada waktu pasien mengeluarkan nafas. Pasien disuruh bernafas dalam
dan kompresi dada dan vibrasi dilaksanakan pada puncak inspirasi dan dilanjutkan
sampai akhir ekspirasi. Vibrasi dilakukan dengan cara meletakkan tangan bertumpang
tindih pada dada kemudian dengan dorongan bergetar.
MEMBERIKAN OKSIGEN
PENILAIAN
ASPEK YANG DINILAI BOBOT
Tgl....... Tgl...... Tgl.....
A. RESPONSI
1. Tujuan pemberian terapi oksigen
2. Macam-macam alat dalam pemberian terapi 2
oksigen
B. PERSIAPAN ALAT
KANUL
1. Tabung oksigen dengan flowmeter
2. Humidifier dengan cairan steril, air distilasi atau
air matang sesuai dengan peraturan RS
3. Nasal kanul dan slang
4. Kasa jika perlu
2
MASKER SEDERHANA
1.Tabung oksigen dengan flowmeter
2. Humidifier dengan cairan
3. Masker wajah dengan ukuran sesuai
4. Karet pengikat
C. PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Kaji kebutuhan terapi oksigen dan verifikasi (
periksa kembai ) perintah pengobatan
2. Siapkan klien dan keluarga
3. Atur posisi klien semi fowler jika
memungkinkan
Posisi ini memungkinkan ekspansi dada lebih
mudah sehingga memudahkan klien untuk
bernafas
4. Jelaskan bahwa oksigen tidak berbahaya jika
petunjuk keamanan diperhatikan dan akan
mengurangi ketidaknymanan akibat dispnea
5. Atur peralatan oksigen dan humidifier
6. Putar oksigen sesuai dengan terapi dan pastikan
alat dapat berfungsi
7. Cek apakah oksigen dapat mengalir secara bebas
lewat selang. Seharusnya tidak ada suara yang
pada slang dan sambungan tidak bocor.
Seharusnya terdapat gelembung udara pada 2
humidifier saat oksigen mengalir lewat air.
8. Perawat merasakan oksigen keluar kanul, masker
atau tenda
9. Atur oksigen dengan flowmeter sesuai dengan
perintah , misal 2-6L/mnt
10. Pasang alat pemberian oksigen yang sesuai
KANUL
1. Letakkan kanul pada wajah kien dengan lubang
kanul masuk kehidung dan karet pengikat
melingkar kepala seperti pada gambar. Beberapa
model yanglain, karet pengikat ditarik kebawah
dagu
2. Jika kanul ingin tetap berada ditempatnya,
plesterkan pada bagian wajah
3. Alasi slang dengan kasa pada karet pengikat
pada telinga dan tulang pipi jika dibutuhkan
MASKER WAJAH
1. Tempatkan masker kearah wajah klien dan
letakkan dari hidung ke bawah
2. Atur masker sesuai dengan bentuk wajah .
Masker harus menutup wajah sehingga sangat
sedikit oksigen yang keluar lewat mata atau
sekitar pipi dan dagu
3. Ikatkan karet pengikat melingkar kapala kien
sehingga masker terasa nyaman
4. Alasi karet dibelakang telinga dan diatas tulang
yang menonjol. Alas akan mencegah iritasi
karena masker
D. EVALUASI
Kaji hal-hal sebagai berikut
Secara umum
1. Kaji tingkat kecemasan klien , warna mukosa,
dan kemudahan bernafas saat dipasang alat
2. Kaji klien dalam 15 – 30 menit pertama
tergantung pada kondisi klien setelah itu kaji
secara teratur. Kaji tanda – tanda vital, pola
nafas dan gerakan dada
3. Kaji secara teratur tanda – tanda klinis seperti
hipoksia, takikardi , konfusi, dispnea ,
kelelahan dan sianosis.
2
Nasal Kanul
Kaji hidung klien jika ada iritasi. Beri cairan
lubrikan/ pelumas jika dibutuhkan untuk melapisi
membran mukosa
E. SIKAP
1. Hati-hati dan teliti
2. Memperhatikan respon pasien selama dan
2
sesudah dilakukan prosedur
3. Bertanggung jawab atas respon yang terjadi dari
prosedur yang dilaksanakan
KONSEP DASAR NUTRISI
1.PENGERTIAN NUTRISI
Nutrisi adalah komponen dasar kesehatan dan sangat penting untuk pertumbuhan
dan perkembangan normal, pemeliharaan dan perbaikan jaringan, metabolisme sel, dan
fungsi organ. Tubuh manusia membutuhkan pasokan nutrisi yang cukup untuk fungsi-
fungsi penting sel.
Ketahanan pangan sangat penting untuk semua anggota rumah tangga. Ini berarti
bahwa semua anggota rumah tangga memiliki akses ke makanan yang cukup, aman, dan
bergizi untuk mempertahankan gaya hidup sehat; makanan yang cukup tersedia secara
konsisten; dan rumah tangga memiliki sumber daya untuk mendapatkan makanan yang
sesuai untuk diet bergizi. Makanan juga memiliki makna simbolis. Memberi atau
mengambil makanan adalah bagian dari upacara, pertemuan sosial, tradisi liburan, acara
keagamaan, perayaan kelahiran, dan duka kematian. Kesulitan keputusan untuk menarik
makanan dalam penyakit yang mematikan, bahkan dalam bentuk nutrisi intravena (IV),
merupakan bukti kekuatan simbolis makanan dan makanan.
b) Diabetes mellitus.
Diabetes mellitus tipe 1 (DM) memerlukan insulin dan pembatasan diet untuk
kontrol optimal, dengan pengobatan dimulai pada saat diagnosis (ADA, 2008).
Sebaliknya, pasien sering mengontrol DM tipe 2 pada awalnya dengan olahraga dan
terapi diet. Jika langkah-langkah ini terbukti tidak efektif, dapat dilakukan
menambahkan obat oral.
Suntikan insulin sering terjadi jika diabetes tipe 2 memburuk atau gagal merespons
intervensi awal ini. Individualkan diet sesuai dengan usia, berat badan dan tingkat
aktivitas. Mempertahankan asupan karbohidrat yang diresepkan adalah kunci dalam
manajemen diabetes. Diet yang memasukkan karbohidrat dari buah-buahan, sayuran,
biji-bijian, kacang-kacangan, danrendah lemak susudirekomendasikan (American
Dietetic Association, 2010b).
Pemantauan konsumsi karbohidrat adalah strategi kunci dalam mencapai kontrol
glikemik (ADA, 2008). Batasi lemak jenuh hingga kurang dari 7% dari total kalori dan
asupan kolesterol hingga kurang dari 200 mg / hari. Juga direkomendasikan adalah
berbagai makanan yang mengandung serat. Pasien dapat menggantikan makanan yang
mengandung sukrosa untuk karbohidrat tetapi harus memastikan untuk menghindari
asupan energi berlebih. Alkohol gula dan pemanis non-gizi dapat dimakan selama
tingkat asupan harian yang disarankan diikuti (ADA, 2008). Pasien dengan diabetes dan
fungsi ginjal normal harus terus mengkonsumsi protein dalam jumlah biasa (15%
hingga 20% energi) (ADA, 2008). Tujuan pengobatan adalah untuk memiliki kadar
glikemik yang normal atau sedekat mungkin dengan aman;lipid dan lipoprotein profil
yang mengurangi risiko mikrovaskular (misalnya,ginjal dan penyakit mata),
kardiovaskular, neurologis, danvaskular perifer komplikasi; dan tekanan darah dalam
kisaran normal atau mendekati normal (ADA, 2008). Waspadai tanda dan gejala
hipoglikemia dan hiperglikemia.
c) Penyakit kardiovaskular.
American Heart Association Pedoman diet (AHA) (AHA, 2010) dimaksudkan
untuk mengurangi faktor risiko untuk pengembangan hipertensi dan penyakit arteri
koroner. Terapi diet untuk mengurangi risiko penyakit kardiovaskular termasuk
menyeimbangkan asupan kalori dengan olahraga untuk menjaga berat badan, makan
makanan sehat, buah-buahan, sayuran, makanan berserat tinggi; makan ikan minimal 2
kali seminggu; dan membatasi makanan dan minuman yang mengandung banyak gula
dan garam.
Pedoman AHA juga merekomendasikan membatasi lemak jenuh menjadi kurang
dari 7%, trans-lemak menjadi kurang dari 1%, dan kolesterol menjadi kurang dari 300
mg / hari. Untuk mencapai tujuan ini, pasien memilih daging tanpa lemak dan sayuran,
menggunakan produk susu bebas lemak, dan membatasi asupan lemak dan natrium
(Nix, 2009).
d) Kanker dan Perawatan Kanker.
Sel-sel ganas bersaing dengan sel-sel normal untuk mendapatkan nutrisi,
meningkatkan kebutuhan metabolisme pasien. Sebagian besar perawatan kanker
menyebabkan masalah gizi. Pasien dengan kanker sering mengalami anoreksia, mual,
muntah, dan distorsi rasa. Tujuan terapi nutrisi adalah untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan metabolisme pasien (Nix, 2009).
Malnutrisi pada kanker dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas.
Peningkatan status gizi sering meningkatkan kualitas hidup pasien. Terapi radiasi
menghancurkan sel-sel ganas yang membelah dengan cepat; Namun, sel-sel normal
yang membelah dengan cepat lainnya sepertiepitel lapisansaluran GI sering terpengaruh.
Terapi radiasi menyebabkan anoreksia, stomatitis, diare berat, penyempitan usus, dan
nyeri.
Pengobatan radiasi pada daerah kepala dan leher menyebabkanrasa gangguandan
bau, penurunan air liur, dan disfagia.nutrisi Manajemenpasien dengan kanker berfokus
pada memaksimalkan asupan nutrisi dan cairan. Individualisasi pilihan diet sesuai
dengan kebutuhan, gejala, dan situasi pasien (Nix, 2009). Gunakankreatif
pendekatanuntuk mengelola perubahan dalam rasa dan bau. Misalnya, pasien dengan
rasa yang berubah sering lebih suka makanan dingin atau makanan yang pedas. Dorong
pasien untuk makan dengan porsi kecil dan camilan yang bergizi dan mudah dicerna.
e) Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome.
Pasien dengan HIV / AIDS biasanya mengalami pemborosan tubuh dan
penurunan berat badan yang parah. Wasting terkait dengan anoreksia, stomatitis, infeksi
kandidiasis mulut, mual, atauberulang muntah, semuanya menyebabkan asupan yang
tidak adekuat. Faktor-faktor yang terkait dengan penurunan berat badan dan gizi buruk
termasuk diare parah, malabsorpsi GI, dan metabolisme nutrisi yang berubah.
Infeksi sistemik menyebabkan hipermetabolisme akibat peningkatan sitokin.
Seringkali obat yang dipakai untuk mengobati infeksi HIV menyebabkan efek samping
yang mengubah status gizi. Perawatan restorasi malnutrisi akibat AIDS berfokus pada
memaksimalkan kilokalori dan nutrisi. Mendiagnosis dan mengatasi setiap penyebab
penipisan nutrisi dalam rencana perawatan individu
Dukungan nutrisi yang disesuaikan secara berkembang secara bertahap dari oral,
ke enteral, dan akhirnya ke parenteral. Kebersihan tangan yang baik danmakanan
keamanansangat penting karena berkurangnya resistensi pasien terhadap infeksi.
Misalnya, minimalisasi paparan Cryptosporidium dalam air minum, danau, atau kolam
renang adalah penting. Makanan kecil, sering, padat nutrisi yang membatasi makanan
berlemak dan terlalu manis lebih mudah untuk ditoleransi. Pasien mendapat manfaat
dari makan makanan dingin dan makanan kering atau asin dengan cairan di antaranya
(Nix, 2009).
5. PEMENUHAN NUTRISI
Nutrisi enteral (EN) menyediakan nutrisi ke saluran GI. Ini adalah metode yang
disukai untuk memenuhinutrisi kebutuhanjika pasien tidak dapat menelan atau
mengambil nutrisi secara oral tetapi memiliki saluran GI yang berfungsi. Nutrisi enteral
menyediakan dukungan nutrisi fisiologis, aman, dan ekonomis. Pasien dengan
pemberian makanan enteral menerima formula melalui nasogastrik, jejunal, atau
tabunglambung.
Pasien dengan risiko rendah dari refluks lambung menerima pemberian lambung ;
Namun, jika ada risiko refluks lambung, yang mengarah ke aspirasi, makan jejunal lebih
disukai. Pemberian makanan tabung enteral dapat dengan mudah diberikan di
pengaturan rumah oleh perawat atau pengasuh keluarga.
Formula enteral biasanya satu dari empat jenis.
1. Polimer (1 hingga 2 kkal / mL) termasuk makanan blender berbasis susu yang
disiapkan oleh staf diet rumah sakit atau di rumah pasien. Klasifikasi polimer
juga mencakup formula seluruh nutrisi yang disiapkan secara komersial. Agar
jenis formula ini efektif, saluran GI pasien harus mampu menyerap seluruh
nutrisi.
2. formula modular (3,8 hingga 4 kkal / mL), adalah makronutrien tunggal
preparat(misalnya protein, glukosa, polimer, atau lipid) dan tidak lengkap secara
nutrisi. Jenis formula ini ditambahkan kelain makananuntuk memenuhi
kebutuhan gizi individu pasien.
3. Tipe, formula unsur (1 hingga 3 kkal / mL), mengandungdicerna nutrisi yang
telahyang lebih mudahsebagian saluran pencernaan diserap. Akhirnya, formula
khusus (1 hingga 2 kkal / mL) dirancang untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
spesifik pada penyakit tertentu (misalnya, gagal hati, penyakit paru-paru, atau
infeksi HIV).
Nutrisi parenteral (PN) adalah bentuk dukungan nutrisi khusus di mana nutrisi
diberikan secara intravena. Formula PN dasar adalah kombinasi kristal asam amino,
dekstrosa hipertonik, elektrolit, vitamin, dankelumit elemen. Pemberian yang aman
tergantung pada penilaian yang tepat terhadap kebutuhan nutrisi, manajemen kateter
vena sentral (CVC) yang cermat, dan pemantauan yang cermat untuk mencegah atau
mengobati komplikasi metabolik. PN diberikan dalam berbagai pengaturan, termasuk
rumah pasien. Apa pun pengaturannya, patuhi prinsip asepsis dan manajemen infus
untuk memastikannutrisi yang aman dukungan.
Pasien yang tidak dapat mencerna atau menyerap EN mendapat manfaat dari
PN. Pasien dalam keadaan fisiologis yang sangat tertekan seperti sepsis, cedera kepala,
atau luka bakar. Pemantauan klinis dan laboratorium oleh tim multidisiplin diperlukan
selama terapi PN. Kebutuhan untuk melanjutkan PN secara konsisten dievaluasi
kembali.
STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL
MEMASANG NGT
PENILAIAN
ASPEK YANG DINILAI BOBOT
Tgl....... Tgl...... Tgl.....
A. RESPONSI
1. Pengertian 2
2. Tujuan pemasangan NGT
3. Indikasi pemasangan NGT
B. PERSIAPAN ALAT
Baki berisi :
1. NGT no 14 atau 16 ( untuk anak kecil )
2. Jeli
3. Sudip lidah
4. Sepasang sarung tangan
5. Senter 2
6. Spuit/ alat suntik ukuran 50 cc
7. Plester
8. Stetoskop
9. Handuk
10. Tisu
11. Bengkok
12. Mangkuk berisi air
C. PROSEDUR PELAKSANAAN
1. Dekatkan alat ke samping klien
2. Jelaskan tindakan yang akan dilakukan &
tujuannya
3. Cuci tangan
4. Pasang handuk pada dada klien, letakkan tissu
wajah dalam jangkauan pasien
Agar tidak mengotori pakaian pasien .
Pemasangan slang dapat menyebabkan
keluarnya airmata
5. Memakai sarung tangan
6. Untuk menentukan insersi NGT, minta klien
4
untuk rileks dan bernafas normal dengan
menutup satu hidung kemudian
menmgulanginya dengan menutup hidung
yang lain
Slang mudah masuk melalui slang hidung yang
lebih paten
7. Mengukur panjang slang yang akan
dimasukkan dengan menggunakan :
- Metoda tradisional
Ukur jarak dari puncak lubang hidung
kedaun telinga bawah dan ke processus
xifoidius disternu
- Metode Hanson
Mula – mula tandai 50cm pada slang
kemudian lakukan pengukuran dengan
metode tradisional. Slang yang akan
dimasukkan pertengahan antara 50 cm dan
tanda tradisional
8. Beri tanda pada panjang slang yang sudah
diukur dengan menggunakan plester
9. Oleskan jeli pada NGT sepanjang 10-20 cm
Pelumasan menurunkan friksi antar membran
mukosa dengan slang
10. Ingatkan pasien bahwa slang akan segera
dimasukkan dan instruksikan pasien untuk
mengatur posisi kepala ekstensi. Masukkan
selang melalui lubang hidung yang telah
ditentukan
Memudahkan masuknya slang melalui hidung
dan memelihara agar jalan nafas tetap
terbuka
11. Lanjutkan memasukkan slang sepanjang
rongga hidung. Jika terasa agak tertahan,
putarlah slang dan jangan dipaksakan untuk
dimasukkan
Meminimalkan ketidaknyamanan akibat
pemasangan NGT. Dengan memasukkan
slang dengan cara memutar dan sedikit
menarik, ujung slang akan mudah masuk ke
faring
12.Selanjutnya memasang slang sampai melewati
nasofaring. Setelah melewati nasofaring,
anjurkan untuk menekuk leher dan menelan
13. Dorong pasien untuk menelan dengan
memberikan sedikit air minum ( jika perlu ).
13. Tekankan pentingnya bernafas lewat
mulut.
Menelan memudahkan lewatnya slang melalui
orofaring
14. Jangan memaksakan slang untuk masuk. Jika
ada hambatan atau pasien tersedak, sianosis,
hentikan mendorong slang. Periksa posisi
slang dibelakang tenggorok dengan
menggunakan sudip lidah dan senter
Slang mungkin terlipat, menggulung
diorofaring atau masuk ketrakea
15. Jika telah selesai memasang NGT sampai
ujung yang telah ditentukan, anjurkan klien
rileks dan bernafas normal
16. Periksa letak slang dengan :
- Memasang spuit pada ujung NGT,
memasang bagian diafragma stetoskop
pada abdomen kuadran kiri atas (
lambung ) kemudian suntikkan 10 – 20
cc udara bersamaan dengan auskultasi
abdomen
- Mengaspirasi pelan – pelan untuk
mendapatkan mendapatkan isi lambung
- Memasukkan ujung bagian luar slang NGT
kedalam manguk berisi air . Jika terdapat
gelembung udara, slang masuk kedalam
paru – paru. Jika tidak terdapat
gelembung udara slang masuk ke dalam
lambung
17. Oleskan alkohol pada ujung hidung dan
biarkan sampai kering
Membantu merekatkan plester lebih baik
18. Fiksasi slang dengan plester dan hindari
penekanan pada hidung
- Potong 10 cm plester d, belah menjadi dua
sepanjang 5 cm pada batang hidung klien
dan silangkan plester yang keluar dari
hidung
- Tempelkan ujung NGT pada baju klien
dengan memasang plester pada ujungnya
dan penitikan pada baju
19. Evaluasi klien setelah terpasang NGT
20. Rapikan alat alat
21. Cuci tangan
22. Dokumentasikan hasil tindakan pada catatan
keperawatan
D. SIKAP
1. Hati-hati 2
2. Teliti
3. Bertanggung jawab
\