Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

EFUSI PLEURA

OLEH
NAM : RAHMAH
NIM : 201902022
PRODI : S1 KEPERAWATAN
SEMESTER : VI ( ENAM )

PRODI S1 KEPERAWATAN
INSTITUT KESEHATAN DAN BISNIS
ST. FATIMAH MAMUJU
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

EFUSI PLEURA

A. Definisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit
primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder
terhadap penyakit lain (Amin Huda, 2015)
Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul dirongga
pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau seluruhnya
(Muralitharan, 2015)
B. Anatomi Fisiologi Paru-Paru
1. Anatomi paru-paru
Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk
kerucut. Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura ke dalam tiga lobus
atas, tengah dan bawah. Paru kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke dalam
dua lobus atas dan bawah.
Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kavum
mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau
hillus paru-paru dibungkus oleh selaput yang tipis disebut pleura.
Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru
dalam dua lapisan: lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru
dan lapisan parietal menutupi permukaan dalam dari dinding dada.
Paru-paru yaitu: paru-paru kanan, terdiri dari tiga lobus (belah paru),
lobus pulmo dextra superior, lobus nedia, dan lobus inferior, tiap lobus
tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra, lobus
superior dan lobus inferior, tiap-tiap lobus terdiri dari belahan-belahan
yang lebih kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10
segmen yaitu: 5 buah segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada
lobus medialis dan 3 buah segmen pada lobus inferior. Kapasitas paru-
paru merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung udara
didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Kapasitas total, yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru
inspirasi sedalam-dalamnya.
b. Kapasitas vital, yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah
ekspirasi maksimal.
2. Fisiologi paru paru
a. Pernapasan pulmoner
Merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi
pada paru-paru. Empat proses yang berhubungan dengan
pernapasan pulmoner yaitu :
 Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara
dalam alveoli dengan udara luar
 arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksige masuk
ke seluruh tubuh. Karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke
paru-paru.
 distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan
jumlah yang tepat yang bisa dicapai untuk semua bagian.
 difusi gas yang menembus membrane alveoli dan kapiler
karbondioksida.
Proses pertukaran oksigen dengan karbondioksida, konsentrasi
dalam darah mempengaruhi dan meransang pusat pernapasan
terdapat dalam otak untuk memperbesar kecepatan dalam
pernapasan sehingga terjadi pengambilan O2 dan pengeluaran CO2
lebih banyak.
b. Pernapasan jaringan ( pernapasan interna )
Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandung
oksigen dari seluruh tubuh masuk ke dalam jaringan akhirnya
mencapai kapiler, darah mengeluarkan oksigen ke dalam jaringan,
mengambil karbondioksida untuk di bawah ke paru-paru terjadi
pernapasan eksterna
c. Daya muat paru-paru
Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4.500 ml –
5000 ml (4,5 – 5 L) udara yang diproses dalam paru-paru (inspirasi
dan ekspirasi) hanya 10%. ±500 ml disebut juga udara pasang surut
yaitu yang dihirup dan dihembuskan pada pernapasan biasa
d. Mekanisme pernapasan
Mekanisme pernapasan diatur dan dikendalikan oleh dua
faktor utama kimiawi dan pengendalian syaraf. Adanya faktor
tertentu meransang pusat pernapasan yang terletak di dalam
medulla oblongata kalau diransang mengeluarkan impuls yang
disalurkan melalui syaraf spinal.
Otot pernapasan (otot diafragma atau interkostalis)
pengendalian oleh syaraf pusat otomatik dalam medulla oblongata
mengeluarkan impuls eferen ke otot pernapasan melalui radiks
syaraf servikalis diantarkan ke diafragma oleh syaraf prenikus.
Impuls ini menimbulkan kontraksi ritmik pada otot diafragma dan
interkostalis yang kecepatannya kira-kira 15 kali setiap menit.
Pengendalian secara kimia, pengendalian dan pengaturan
secara kimia meliputi frekuensi kecepatan dan dalamnya
pernapasan. Pusat pernapasan dalam sumsum sangat peka,
sehingga kadar alkali harus tetap dipertahankan. Karbondioksida
adalah produksi asam dari metabolisme dan bahan kimia yang
asam meransang pusat pernapasan untuk mengirim keluar impuls
syaraf yang bekerja atas otot pernapasan.
e. Kecepatan pernapasan
Pada wanita lebih tinggi daripada pria, pernapasan secara
normal maka ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian
istirahat, pada bayi ada kalanya terbalik inspirasi-istirahat-ekspirasi
disebut juga pernapasan terbalik. Kecepatan setiap menit :
a. Bayi baru lahir: 30-40 kali permenit
b. 12 bulan: 30 kali permenit
c. 2-5 tahun: 24 kali permenit
d. Dewasa: 10-20 kali permenit
f. Kebutuhan tubuh terhadap oksigen
Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan,
manusia sangat membutuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak
mendapatkan oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan
kerusakan pada otak yang tak dapat diperbaiki dan bisa
menimbulkan kematian. Kalau penyediaan oksigen berkurang akan
menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis misalnya orang
yang bekerja pada ruangan yang sempit, tertutup, ruang kapal,
kapal uap dan lain-lain. Bila oksigen tidak mencukupi maka warna
darah merahnya hilang berganti kebiru-biruan misalnya yang
terjadi pada bibir, telinga, lengan, dan kaki disebut sianosis.
C. Patofisologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura
parietalis dan pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat
cairan antara 1 – 20 cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu
bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara kedua
pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain. Di ketahui
bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di absorbsi
tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura
parietalis dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan
kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan hanya sebagian kecil
diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan
penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak
mikrovili disekitar sel – sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga pleura
tetap. Karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi.
Keadaan ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm
H2o dan tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm H2o. Keseimbangan
tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi
tuberkulosa paru .
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium
tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju alveoli, terjadilah infeksi
primer. Dari infeksi primer ini akan timbul peradangan saluran getah
bening menuju hilus (Limfangitis local) dan juga diikuti dengan
pembesaran kelenjar getah bening hilus (limphadinitis regional).
Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permebilitas
membran. Permebilitas membran akan meningkat yang akhirnya dapat
menimbulkan akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan
terjadinya effusi pleura akibat dari tuberkulosa paru melalui focus
subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat
juga dari robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening yang menuju
rongga pleura, iga atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan
eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut
karena kegagalan aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serous,
kadang – kadang bisa juga hemarogik. Dalam setiap ml cairan pleura bias
mengandung leukosit antara 500 – 2000. Mula – mula yang dominan
adalah sel – sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan efusi
sangat sedikit mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan effusi
bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya
effusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik antara lain :
Irama pernapasan tidak teratur, frekuensi pernapasan meningkat ,
pergerakan dada asimetris, dada yanbg lebih cembung, fremitus raba
melemah, perkusi redup. Selain hal – hal diatas ada perubahan lain yang
ditimbulkan oleh efusi pleura yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru
yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun

D. ETIOLOGI
Efusi pleura disebabkan oleh :
1. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
2. Peningakatan permeabilitas kapiler
3. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
4. Peningkatan tekanan negative intrapleura
5. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Ada juga yang disebabkan oleh Infeksi (eksudat)
1. Tubercolosis
2. Pneumonitis
3. Emboli paru
4. Kanker
5. Infeksi virus,jamur,dan parasit.
6. Non infeksi (transudat)
7. Gagal jantung kongesif (90% kasus)
8. Sindroma nefrotik

E. TANDA DAN GEJALA


1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena
pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan
banyak, penderita akan sesak napas.
2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil,
dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril
(tuberkulosis), banyak keringat, batuk.
3. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).Gejala yang
paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang
terkumpul ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada
(biasanya bersifat tajam dan semakin memburuk jika penderita batuk
atau bernafas dalam). Kadang beberapa penderita tidak menunjukkan
gejala sama sekali.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
 Batuk
 Pernafasan yang cepat
 Demam
 Cegukan

F. MANIFESTASI KLINIK
1. Batuk
2. Dispnea bervariasi
3. Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
4. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
5. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang
mengalami efusi.
6. Perkusi meredup diatas efusi pleura.
7. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.
8. Fremitus fokal dan raba berkurang.

G. KOMPLIKASI
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase
yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan
pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika
fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat
pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan
pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan
membran-membran pleura tersebut.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan
ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara
perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang
menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang
berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang
terserang dengan jaringan fibrosis.
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan
ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara
keluar dan mengakibatkan kolaps paru.
5. Empiema
Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang
mengelilinginya (rongga pleura). Empiema disebabkan oleh infeksi
yang menyebar dari paru-paru dan menyebabkan akumulasi nanah
dalam rongga pleura. Cairan yang terinfeksi dapat mencapai satu gelas
bir atau lebih, yang menyebabkan tekanan pada paru-paru, sesak napas
dan rasa sakit.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan
untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya
cairan.
2. CT-Scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
3. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan
4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang
dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh
pembiusan lokal).
5. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil
untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan
menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
6. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber
cairan yang terkumpu
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien 
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa
yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa :
sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura
yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan
bernafas serta batuk non produktif.
3. Riwayat Penyakit Sekarang 
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tandatanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada
dada, berat badan menurun dan sebagainya. 
4. Riwayat Penyakit Dahulu 
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC
paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
5. Riwayat Penyakit Keluarga 
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakitpenyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura
seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya
6. Riwayat Psikososial 
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya.
7. Pengkajian Pola Fungsi
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat 
Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang
juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan
kesehatan.
b. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol
dan penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi
timbulnya penyakit.
8. Pola nutrisi dan metabolisme
 Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu
melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk
mengetahui status nutrisi pasien,
 Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu
makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur
abdomen.
9. Pola eliminasi
 Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS.
 Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih
banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain
akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan
peristaltik otot-otot tractus degestivus.
10. Pola aktivitas dan latihan
 Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi
 Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
 Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat
adanya nyeri dada.
11. Pola tidur dan istirahat
 Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat.
 Selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan
rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak
orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
12. Pemeriksaan Fisik
a. Status Kesehatan Umum 
b. Sistem Respirasi
 Inspeksi Pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang
sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar,
pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum
ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi
trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan
pasien biasanya dyspneu.
 Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang
jumlah cairannya > 250 cc.
 Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah
cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga
pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis
lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita
dalam posisi duduk.
 Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada
posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan
dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru.
Sistem Cardiovasculer
c. Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal
berada pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1
cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran jantung.
d. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan
harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut
jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran
ictuscordis.
e. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah
jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan
adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
f. Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal
atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan
gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan
adanya peningkatan arus turbulensi darah.
13. Sistem Pencernaan
a. Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit
atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol
atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya
benjolan-benjolan atau massa.
b. Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana
nilai normalnya 5-35kali per menit.
c. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan
abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk
mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba.
d. Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau
cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites,
vesikaurinarta, tumor).
14. Sistem Neurologis
a. Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga
diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau
somnolen atau comma
b. Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
c. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti
pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan
pengecapan.
15. Sistem Muskuloskeletal
a. Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial
b. Palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat
perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refiltime.
c. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan
otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.

16. Sistem Integumen


a. Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada
tidaknya lesi pada kulit,
b. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit
(dingin, hangat, demam).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi
udara/cairan), gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses
inflamasi
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya
akumulasi sekret jalan napas
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan
ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler

C. Intervensi

DX : Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif berhubungan dengan adanya


akumulasi sekret jalan napas

TUJUAN : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien


dapat bernafas normal dengan Kriteria Hasil :

 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,


tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
 Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)

INTERVENSI :

 Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

 Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

 Lakukan fisioterapi dada jika perlu

 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

 Monitor respirasi dan status O2

DX 2 : Pola Nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi


udara/cairan)

Kriteria Hasil :

Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)

INTERVENSI :

Airway Management

 Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi


 Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

  Monitor respirasi dan status O2

Vital sign Monitoring

 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

 Catat adanya fluktuasi tekanan darah

 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas

 Monitor kualitas dari nadi

 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

DX 3 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kemampuan


ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler

Kriteria Hasil :

 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed lips)

 Tanda tanda vital dalam rentang normal

INTERVESI :

Airway Management

 Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

 Pasang mayo bila perlu

  Lakukan fisioterapi dada jika perlu

  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

Respiratory Monitoring

 Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi

  Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,


retraksi otot supraclavicular dan intercostal

 Monitor suara nafas, seperti dengkur

 Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne


stokes, biot

 Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan

 Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi


pada jalan napas utama

  auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya


DAFTAR PUSTAKA

Judith M. Wilkinson, P. A. (2009). Buku Saku Diagnosis


Keperawatan. Jakarta: EGC.

Kusumo, A. H. (2015). NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 1 2015.


Jogjakatra: MediAction Publishing.

Morton, G. (2012). Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 dan 2. Jakarta:


Media Aesculapius.

Peate, M. N. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan edisi 2.


Jakarta: Bumi Medika.

Anda mungkin juga menyukai