Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL

BEDAH DENGAN KASUS COMMUNITY-


ACQUIRREDPNEUMONIA( CAP )

PADA TN. DI RUANG RPDP RSUD TGK.ABDULLAH SYAFI’I


BEREUNUEN

Disusun oleh :

Pembimbing akademik :

Ns.Tuti Sahara, M.Kep

Clinical Instruktur :

Ns.Rahmaniar, S.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES MEDIKA NURUL ISLAM

SIGLI

2023
KONSEP DASAR

A. Definisi
Community Aquared Pneumonia (CAP) didefinisikan sebagai pneumonia
yang berkembang dalam pengaturan rawat jalan atau dalam waktu 48 jam
masuk ke rumah sakit (Kamangar ,2013).
Pneumonia adalah peradangan paru dimana asinus tensi dengan cairan,
dengan atau tanpa di sertai infiltrat sel radang kedalam dinding alveoli dan
rongga intistisium (Ridha, 2014).

B. Anatomi Fisiologi
Anatomi fisiologi sistem respirasi (Yusran, 2016) :

1. Hidung
Pada orang normal, udara masuk kedalam paru melalui lubang hidung
(nares anterior) dan kemudian masuk kedalam rongga hidung. Rongga
hidung dibagi menjadi dua bagian oleh sekat (septum nasal) dan pada
masing-masing sisi lateral rongga hidung terdapat tiga saluran yang
dibentuk akibat penonjolan turbinasi (konka). Rongga hidung dilapisi oleh
mukosa yang banyak mengandung vaskuler dan juga ditumbuhi oleh bulu.
Bulu hidung (vibrissae) efektif untuk menyaring debu atau partikel yang
terkandung dalam udara dengan ukuran hingga 10 mm. mukosa hidung
setiap saat mengeluarkan mukus yang diproduksi oleh sel-sel goblet dan
glandula serosa yang juga berfungsi untuk memerangkap kotoran udara.
Adanya turbulasi udara yang masuk ke hidung akibat struktur konka,
menyebabkan udara berputar dan terpapar secara maksimal dengan
dinding mukosa. Akibatnya, kotoran yang mungkin terkandung dalam
udara akan menempel pada dinding mukosa.
Udara yang masuk akan dilembabkan. Hampir seluruh proses
pelembapan udara dilakukan di hidung dan untuk seluruh proses
pelembapan udara ini, setiap hari tubuh kehilangan air sekitar 250 ml.
umumnya pelembapan udara baru mencapai keadaan saturasi 100% ketika
udara telah sampai pada alveoli. Proses penghangatan udara dilakukan
agar suhu udara yang masuk kedalam tubuh sama dengan suhu tubuh.
Proses penghangatan dimungkinkan karena di dinding hidung banyak
terdapat vaskuler yang mampu menimbulkan efek radiasi untuk
melembabkan udara yang dihirup.
2. Sinus paranalis
Sinus paranasalis adalah rongga dalam tulang tengkorak yang terletak
didekat hidung dan mata. Terdapat empat sinus, yaitu sinus frontalis,
etmoidalis, sfeinodalis, dan maksilaris. Sinus dilapisi oleh mukosa hidung
dan epitel kolumnar bertingkat semu yang bersilia. Fungsi sinus adalah
memperingan tulang tengkorak, memproduksi mukosa serosa yang
dialirkan ke hidung, dan menimbulkan resonansi suara sehingga memberi
karakteristik suara yang berbeda pada tiap individu

3. Faring
Faring atau tenggorok adalah rongga yang menghubungkan antara
hidung dan rongga mulut. Faring dibagi dalam tiga area yaitu nasal, oral,
dan laring. Faring nasal atau disebut dengan nasofaring terletak di sisi
posterior hidung, diatas palatum. Pada nasofaring terdapat kelenjar
adenoid dan muara tuba eustachii. Faring oral atau disebut orofaring
berlokasi di mulut. Area orofaring dibatasi secara superior oleh palatum,
inferior oleh pangkal lidah, dan lateral oleh lengkung palatum. Tonsil
terdapa pada orofaring. Faring laryngeal atau disebut juga laringofaring
atau hipofaring terletak bagian inferior, pada daerah ini terdapat epiglottis,
kartilago aritenoid, sinus piriformis.

4. Laring
Laring merupakan unit organ terakhir pada jalan napas atas. Laring
disebut juga sebagai kotak suara karena pita suara terdapat disini. Laring
terletak disisi inferior faring dan menghubungkan faring dan trakea. Batas
bawah dari larin sejajar dengan vertebra servikalis keenam. Bagian atas
terdapat glotis yang dapat bergerak pintu laring oleh epiglottis saat terjadi
proses menelan. Pada laring juga terdapat tiroid, tulang krikoid, dan
kartilago arytenoid. Epiglottis merupakan daun katup kartilago yang
menutup ostium selama menelan, glotis merupakan ostium antar pita suara
dalam laring. Terdapat juga kartilago tiroid, yang merupakan kartilago
terbesar pada faring dan sebagian membentuk jakun (Addam’s apple).

5. Trakea
Trakea disebut juga pita udara, merupakan organ silindris sepanjang
sekitar 10-12 cm (pada dewasa) dan berdiameter 1,5-2,5 cm. Terletak
digaris tengah leher dan pada garis tengah sternum. Trakea memanjang
dari kartilago krikoid pada laring hingga bronkus di toraks. Trakea terdiri
atas oto polos dengan sekitar 20 cincin kartilago inkomplet dan ditutupi
oleh membrane fibroelastik. Dinding posterior trakea tidak di sokong oleh
kartilago dan hanya terdapat membrane fibroelastik yang menyekat trakea
dan esophagus.

6. Percabangan Bronchial
Bronkus kanan dibagi dalam tiga cabang lobaris yang masing-masing
menyuplai udara pada tiga lobus kiri paru yaitu lobus atas, lobus tengah,
dan lobus bawah. Bronkus lobus paru kiri atas selanjutnya bercabang
menjadi tiga segmen, yaitu anterior, apikal, dan posterior. Bronkus tengah
paru kanan bercabang menjadi dua segmen yaitu lateral dan medial. Lobus
bawah bercabang menjadi lima cabang, yaitu superior, anteriobasal,
latero-basal, medio-basal, dan posterio-basal sehingga total terdapat 10
segmen pada paru kanan. Selanjutnya, bronkus akan bercabang dalam
subdivisi hingga 20 atau lebih percabangan dalam bronkus subsegmental,
bronkus terminal, bronkiolus, bronkiolus terminal, dan bronkiolus
respiratorius. Bronkus respirarotorius selanjutnya bercabang menjadi
bronkiolus respiratorius terminalis hingga akhirnya sampai pada ductus
alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli.
Bronkus dibentuk oleh kartilago dan otot. Cincin kartilago inkomplet
seperti pada trakea ditemukan juga pada bronkus utama dan bronkus lobus
bawah. Sedikit cincin kartilago komplet terdapat pada bronkus lobaris dan
bronkus segmental. Pada bronkus kecil dan bronkiolus, terdapat jaringan
konektif elastis yang membantu kepatenan jalan napas. Pada bronkus kecil
dan bronkiolus tidak ada lagi tulang kartilago, hanya terdapa otot yang
memiliki kemampuan recoil elastic. Bronkus dilapisi oleh
epitelpseudostratifikasi kollmnar berlapis (psudostartified ciliated
columnar ephitelium). Sel goblet dalam epithelium menyekresi mukus.
Silia dan mucus bersam-sama membantu melindungi paru dari debu,
kuman, dan partikel lainnya.

7. Paru
Sistem respirasi terdiri dari sepasang paru didalam rongga toraks. Paru
kanan dibagi oleh fisura transversa dan oblik menjadi tiga lobus: atas,
tengah, dan bawah. Paru kiri memiliki fisura oblik dan dua lobus.
Pembuluh darah, saraf, dan sistem limfatik memasuki paru pada
permukaan medialnya diakar paru atau hilus. Setiap paru dibagi dalam
sejumlah segmen bronkopulmonalyang berbentuk baji dan bagian apeks
pada hilus dan bagian dasarnya pada permukaan paru. Setiap segmen
bronkoplmonal dibagi disuplai oleh bronco segmental, arteri, dan venanya
sendiri serta dapat diangkat dengan pembedahan yng hanya menimbulkan
sedikit perdarahan atau keluarnya udara dari paru yang masih ada. Setiap
paru dilapisi oleh membrane tipis, yaitu pleura viseralis, yang
bersambungan dengan pleura parietalis yang melapisi dinding dada,
diafragma, pericardium, dan mediastinum. Ruang diantara lapisan parietal
dan visceral sangat tipis pada keadaan sehat dan dilubrikasi oleh cairan
pleura

C. Etiologi
Menurut Ridha, 2014. Pneumonia bisa disebabkan karena
beberapa faktor, diantaranya adalah :
1. Bakteri (pneumokokus, streptokokus, H. Influenza, klebsiela mycoplasma
pneumonia)
2. Virus (virus adena, virus para influenza, virus influenza).
3. Jamur / fungi (kandida abicang, histoplasma, capsulatum, koksidiodes).
4. Protozoa (pneumokistis karinti).
5. Bahan kimia (aspirasi makan/susu/isi lambung, keracunan hidrokarbon
(minyak tanah, bensin, dan lain-lain)

D. Klasifikasi

1. Pneumonia Kriteria minor


a. Frekuensi nafas > 30 x/mnt
b. Gagal nafas, PaO2 / FiO2 < 250
c. Gambaran rongent : bilateral
d. Gambaran rongent : > 2 lobus
e. Sistolik < 90 mmHg dan Diastolik < 60 mmHg

2. Pneumonia berat Kriteria mayor :


a. Membutuhkan ventilasi mekanik
b. Abnormalitas ventilasi : respiratory muscle dysfunction, decrease
ventilatory drive, increased airway resistance/obstruction
c. Abnormalitas oksigenasi : refractory hipoxemia, need for positive end
expiratory pressure (PEEP) (ARDS : PaO2/FiO2 < 200), excessive
work of breathing Infiltrasi bertambah > 50 %
d. Membutuhkan vasopressor > 4 jam dan Kreatinin serum > 2 mg/dl
atau peningkatan > 2 mg bila tak ada penyakit ginjal.

E. Manifestasi klinis
Menurut (Kementerian Kesehatan RI, 2016) Gejala yang muncul pada
anak biasanya seperti :
1. Batuk
2. Demam
3. Sesak napas
4. Menggigil serta sakit kepala

F. Patofisiologi
Mencakup interaksi antara mikroorganisme (MO) penyebab yang masuk
melalui berbagai jalan, dengan daya tahan tubuh. Kuman mencapai alveoli
melalui inhalasi, aspirasi kuman orofaring, penyebaran hematogen dari focus
infeksi lain, atau penyebaran langsung dari lokasi infeksi. Pada bagian saluran
napas bawah, kuman menghadapi daya tahan tubuh berupa sistem pertahanan
mukosilier, daya tahan selular makrofag alveolar, limfosit bronkial dan
neutrofit.
Faktor predisposisi antara lain berupa kebiasaan merokok, pasca infeksi
virus. Penyakit jantung kronik, DM, keadaan imunodefisiensi, kelainan atau
kelemahan struktur organ dada dan penurunan kesadaran. Pneumonia
diharapkan akan sembuh setelah terapi 2 – 3 minggu. Bila lebih lama perlu
dicurigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non bakteri seperti
oleh jamur mikrobakterium atau parasit. Karena itu penyelidikan lanjut
terhadap MO perlu dilakukan bila pneumonia berlangsung lama tanda dan
gejalanya adalah adan terasa lemas,Badan terasa panas , Sesak napas, Muntah-
muntah.
G. Phatway
H. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosa dari CAP ditegakkkan berdasarkan data klinis, laboratorium, dan
radiologi. Selain melihat gejala klinis (batuk, demam, nyeri dada pleuritik),
pemeriksaan fisik dilakukan untuk mencari adanya rales atau suara bronki
yang tidak sensitif ataupun spesifik untuk mendiagnosa pneumonia (Bartlett
JG, Dowell SF, 2000). Oleh karena itu, pemeriksaan radiographi thoraks
dibutuhkan untuk mendapatkan diagnosis pasti (adanya infiltrat) juga untuk
membuat diagnosis banding seperti efusi parapneumonia, abses paru, dan
keterlibatan multilobuler. Walaupun Computed Tomography (CT) scan adalah
pemeriksaan yang lebih sensitif untuk mendeteksi adanya infiltrat pada paru-
paru, tetapi tidak direkomendasikan oleh IDSA ataupun ATS sebagai
pemeriksaan rutin (Mandell,dk., 2003; Bartlett JG, Dowell SF, 2000).
Pemeriksaan radiographi thoraks dapat tidak dilakukan misalnya dalam
keadaan pasien yang sulit dipindahkan di rumah perawatan yang tidak
memiliki fasilitas atau akses ke pemeriksaan radiographi. Dalam hal ini, terapi
empirik dapat diberikan tanpa konfirmasi diagnosis dengan pemeriksaan
radiographi (Mandell,dk., 2003).
Pada pasien CAP yang didiagnosa dengan adanya infiltrat abnormal
dengan pemeriksaan radiographi, pemeriksaan ini perlu diulang dalam 6
sampai 10 minggu untuk melihat resolusi dari pneumonia dan mengekslusi
adanya keganasan yang menyerupai infiltrat infeksius terutama pada perokok
usia lanjut (Bartlett JG,Dowell SF, 2000). Pemeriksaan radiographi lanjutan,
CT scan thoraks, atau keduanya harus dilakukan pada pasien yang tidak
menunjukkan tanda-tanda perbaikan (misalnya kesulitan bernapas atau
demam yang persisten) atau dengan adanya kondisi klinis yang memburuk
untuk menyingkirkan adanya emphyema atau abses (Bartlett JG, Dowell SF,
2000).
Apabila pada hasil pemeriksaan fisik atau radiographi tidak menunjukkan
adanya faktor risiko untuk terjadinya akibat yang buruk maka pemeriksaan
laboratorium rutin pada pasien CAP tidak harus dilakukan. Pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan antara lain adalah hitung sel darah lengkap,
elektrolit, pemeriksaan fungsi liver dan ginjal, dan penilaian saturasi oksigen.
Pemeriksaan laboratorium ini dilakukan pada pasien dengan penyakit berat
dan jarang bermanfaat untuk pasien rawat jalan (outpatients) (Mandell,dk.,
2003).
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan CAP dibagi menjadi:
1. Penderita rawat jalan
Pengobatan suportif / simptomatik
a. stirahat di tempat tidur
b. Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
c. Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
d. Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
e. Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8
jam

2. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa


Pengobatan suportif / simptomatik
a. Pemberian terapi oksigen
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
c. Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8
jam

3. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif


Pengobatan suportif / simptomatik
a. Pemberian terapi oksigen.
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
c. Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik.
DAFTAR PUSTAKA

Betz, C. L., & Sowden, L. A 2014, Buku saku keperawatan pediatri, RGC, Jakarta.

Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih Sbahasa:
Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC: Jakarta.

Budi Santosa, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006, Prima Medika

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta. Penebit


BukuKedokteran EGC

Ika Puspitassari, 2017 perbandingan pola terapi Antibiotik pada Community Aquired
Pnemonia (CAP) di Rumah Sakit tipe A danB,http://jurnal.ugm.ac.id

Mecy Alvinda Sari. 2016. Derajat keperawatan Pnemonia Komunitas Pada Geniatri
Berdasarkan Scor CURB-65 Dibangsal Penyakit Dalam Rs. Dr.M.
Djamil.http://jurnal.Fk.Unand. ac.id

Anda mungkin juga menyukai