ASUHAN KEPERAWATAN
SOLUSIO PLASENTA
DI SUSUN OLEH :
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah
tepat pada waktunya Makalah ini berisikan informasi tentang Asuhan keperawatan solusio
plasenta .
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir, dan juga rasa terima kasih kami kepeda
dosen pengampu yaitu Ns. Lisna Wati Rahayu S.Kep yang telah bersedia membimbing kami
hingga makalah ini dapat kami selesaikan. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha
kita. Amin.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
A. Kesimpulan ...................................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Solusio plasenta atau disebut abruption placenta/ablasia placenta adalah separasi
prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus(korpus uteri) dalam masa
kehamilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam plasenta terdapat banyak
pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat nutrisi dari ibu kejanin, jika
plasenta ini terlepas dari implantasi normalnya dalam masa kehamilan maka akan
mengakibatkan pendarahan yang hebat.
Pendarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada plasenta
previa oleh karena pada kejadiam tertentu pendarahan yang tampak keluar melalui vagina
hamper tidak ada/ tidak sebanding dengan pendarahan yang berlangsung internal yang
sangat banyak pemandangan yang menipu inilah yang sebenarnya yang membuat solusio
plasenta lebih berbahaya karena dalam keadaan demikian sering kali perkiraan jumlah,
dalam keadaan syok.
Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasus kasus
berat didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi vascular menahun, 15,5% disetai
pula oleh pre eklampsia. Faktor lain diduga turut berperan sebagai penyebab terjadinya
solusio plasentas adalah tingginya tingkat paritas dan makin bertambahnya usia ibu.
Gejala dan tanda solusio plasenta sangat beragam, sehingga sulit menegakkan
diagnosisnya dengan cepat. Dari kasus solusio plasenta didiagnosis dengan persalinan
prematur idopatik, sampai kemuadian terjadi gawat janin, pendarahan hebat, kontaksi
uterus yang hebat, hipertomi uterus yang menetap. Gejala gelaja ini dapat ditemukan
sebagai gelaja tunggal tetapi lrbih sering berupa gejala kombinasi. Solusio plasenta
merupakan penyakit kehamilan yang relative umum dan dapat secara serius
membahayakan keadaan ibu. Seorang ibu yang pernah mengalami solusio plasenta,
mempunyai resiko yang lebih tinggi mengalami kekambuhan pada kehamilan berikutnya.
Solusio plasenta juga cenderung menjadikan morbiditas dan bahkan mortabilitas pada
janin dan bayi baru lahir.
1
B. Rumusan Masalah
a. Definisi solusio plasenta.
b. Etiologi solusio plasenta.
c. Klasifikasi solusio plasenta.
d. Patofisiologi solusio plasenta.
e. Manifestasi Klinis solusio plasenta.
f. Pemeriksaan Penunjang solusio plasenta.
g. Penatalaksanaan solusio plasenta.
h. Komplikasi solusio plasenta.
i. Pencegahan solusio plasenta.
j. Phatway solusio plasenta.
k. Konsep asuhan keperawatan solusio plasenta.
C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mendapatkan gambaran tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
kasus solusio plasenta.
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien solusio
plasenta.
2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien solusio
plasenta.
3. Mahasiswa mampu membuat perencanaan keperawatan pada pasien solusio
plasenta.
4. Mahasiswa mampu melaksanakan tindakan pada pasien solusio plasenta.
5. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien solusio
plasenta.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
9. Defisiensi asam folat.
10. Merokok, alkohol, dan kokain.
11. Perdarahan retroplasenta.
12. Kekuatan rahim ibu berkurang pada multiparitas.
13. Peredaran darah ibu terganggu sehingga suplay darah ke janin tidak ada.
14. Pengecilan yang tiba-tiba pada hidromnion dan gameli.(Sarwono Prawirohardjo,
2009)
4
c. Kelas II : gejala klinik sedang dan terdapat hampir 27% kasus.Solusio plasenta
sedang dalam hal ini plasenta telah lebih dari seperempatnya tetapi belum sampai
dua pertiga luas permukaannya.
Gejala : perdarahan pervaginam yang berwarna kehitamhitaman, perut mendadak
sakit terus-menerus dan tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan
pervaginam walaupun tampak sedikit tapi kemungkinan lebih banyak perdarahan
di dalam, di dinding uterus teraba terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian
bagian janin sulit diraba, apabila janin masih hidup bunyi jantung sukar di dengar
dengan stetoskop biasa harus dengan stetoskop ultrasonic, terdapat fetal distress,
dan hipofibrinogenemi (150 – 250 % mg/dl).
d. Kelas III : gejala berat dan terdapat hampir 24% kasus.Solusio plasenta berat,
plasenta lebih dari dua pertiga permukaannya, terjadinya sangat tiba-tiba biasanya
ibu masuk syok dan janinnya telah meninggal.
Gejala : ibu telah masuk dalam keadaan syok, dan kemungkinan janin telah
meninggal, uterus sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri, perdarahan
pervaginam tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, perdarahan
pervaginam mungkin belum sempat terjadi. Besar kemungkinan telah terjadi
kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal, hipofibrinogenemi (< 150
mg/dl)
3. Berdasarkan luasnya bagian plasenta yang terlepas dari uterus
a. Solusio plasenta ringan.
b. Solusio plasenta sedang.
c. Solusio plasenta berat.
5
perdarahan darah antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan tanda serta gejala pun
belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan
didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah yang berwarna
kehitam-hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang
telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan
perdarahannya. Akibatnya hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga
sebagian dan seluruh plasenta lepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan
menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput
ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan ektravasasi di antara serabut-
serabut otot uterus.
Pada solusio plasenta, darah dari tempat pelepasan akan mencari jalan keluar
antara selaput janin dan dinding rahim hingga akhirnya keluar dari serviks hingga
terjadilah perdarahan keluar atau perdarahan terbuka. Terkadang darah tidak keluar,
tetapi berkumpul di belakang plasenta membentuk hematom retroplasenta. Perdarahan
semacam ini disebut perdarahan ke dalam atau perdarahan tersembunyi. Solusio plasenta
dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan tanda yang lebih khas karena seluruh
perdarahan tertahan di dalam dan menambah volume uterus. Umumnya lebih berbahaya
karena jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai dengan beratnya syok. Perdarahan
pada solusio plasenta terutama berasal dari ibu, namun dapat juga berasal dari anak.
2. Pemeriksaan fisik
Tanda vital dapat normal sampai menunjukan tanda syok
6
3. Pemeriksaan obstetric
Nyeri tekan uterus dan tegang, bagian bagian janin yang sekar dinilai, denyut jantung
janin sulit dinilai/tidak ada, air ketuban berwarna kemerahan karena tercampur darah.
7
Ekspektatif, bila ada perbaikan (pendarahan berhenti, kontraksi uterus tidak ada,
janin hidup) dengan baring atasi anemia, USG dan KTG serial, lalu tunggu
persalinan spontan.
Aktif, bila ada perburukan ( pendarahan berlangsung terus, uterus berkontraksi,
dapat mengancam ibu/janin) usahakan partus pervaginam dengan
amnintomi/infus oksitosin bila memungkinkan, jika teruspendarahan skor pelvik
kurang dari 5 / persalinan masih lama, lakukan seksio sesarea.
b. Solusio plasenta sedang/berat
Resusitasi cairan
Atasi anemia dengan pemberian transfuse darah
Partus pervaginam bila diperkirakan dapat berkurang dalam6 jam perabdominan
bila tidak dapat renjatan, usia gestasi 37 minggu/lebih/taksiran berat janin
2.500gr/lebih, pikirkan partus perabdominam bila persalinan pervaginam
diperkirakan berlangsung lama.
8
e. Koagulopati konsumtif, DIC: solusio plasenta merupakan penyebab
koagulopati konsumtif yang tersering pada kehamilan.
f. Ruptur uteri.
9
J. Phatway Solusio Plasenta
10
K. Konsep Asuhan Keperawatan Solusio Plasenta
1. Pengkajian
Data diri pasien
a. Indentitas Pasien secara lengkap
b. Aktifitas atau Istirahat
c. Sirkulasi
d. Integritas ego pasien
e. Eliminasi
f. Makanan dan cairan
g. Higiens
h. Neurosensori
i. Nyeri/ketidaknyamanan
j. Seksual
k. Interaksi Sosial
Data Pemeriksaan
a. Anamnesis.
Perasaan sakit saan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien
dapat menunju menunjukkan tempat yang dirasa paling sakit.
Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat da sekonyongkonyong
(non-recurrent) terdiri dari darah dari darah segar dan segar dan bekuan-
bekuan darah yang berwarna kehitaman.
Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti
(anak tidak bergerak lagi).
Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang.Ibu
terlihat anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar
pervaginam.
Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
b. Inspeksi
Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
11
Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
Terlihat darah keluar erlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
c. Palpasi
Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus inbois
(wooden uterus) baik waktu his maupun di luar his.
Nyeri tekan di plasenta terlepas
Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.
d. Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar
biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang, bila
plasenta yang terlepas lebih dari satu per tiga bagian.
e. Pemeriksaan dalam
Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
Kalau sudah terbuka maka Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat
teraba menonjol dan tegang,baik sewaktu his maupun di luar his.
Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini
akan turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolap
prolapsus placenta, sus placenta, ini sering meragukan dengan ini sering
meragukan dengan plasenta previa.
f. Pemeriksaan umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya
menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam
dalam keadaan syok., Nadi cepat, kecil dan filiformis.
g. Pemeriksaan Laboratorium
Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan
silinder dan leukosit.
12
Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-matchtest.
Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah
hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT(Clot Observation test)
tiap l jam
h. Pemeriksaan Palsenta
Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan
cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau
darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta yangdisebut
hematoma retroplacenter.
i. Pemeriksaan Ultrasonografi
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain:
Terlihat daerah daerah terlepasnya plasenta-Janin dan kandung kemih ibu.
Darah.
Tepian plasenta.
2. Diagnosa
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan pendarahan ditandai dengan
congjungtiva anemis, acral dingin, Hb turun, muka pucat dan lemas.
b. Resiko tinggi terjadinya letal distress berhubungan dengan perfusi darah ke
plasenta berkurang.
c. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan kontraksi uterus ditandai terjadi
distress/pengerasan uterus, nyeri tekan uterus.
d. Gangguan psikologi (cemas) berhubungan dengan keadaan yang dialami.
e. Potensial terjadinya hypovelemik syok berhubungan dengan pendarahan.
f. Kurang pengetahuan klien tentang keadaan patologi yang dialaminya
berhubungan dengan kurangnya informasi.
3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perubahan ditandai dengan
conjunctiva anemis, acrar dingin,Hb turun, muka pucat,lemas
13
- Tujuan : suplai / kebutuhan darah kejaringan terpenuhi
- Kriteria hasil
- Intervensi :
Bina hubungan saling percaya dengan pasien
rasional : pasien percaya tindakan yang dilakukan
Jelaskan penyebab terjadi pendarahan
rasional : pasien paham tentang kondisi yang dialami
Monitor tanda tanda vital
rasional : tensi, nadi yang rendah, RR dan suhu tubuh yang tinggi
menunjukkan gangguan sirkulasi darah.
Kajian tingkat pendarah 15 - 30 menit
rasional : mengantisipasi terjadinya syok
Catat intake dan output
rasional : produsi urin yang kurang dari 30 ml/jam menunjukan
penurunan fungsi ginjal.
Kolaborasi pemberian cairan infus isotonik
rasional : cairan infus isotonikdapat menggsnti volume darah yang
hilang akibat pendarahan
Kolaborasi pemberian tranfusi darah bila Hb rendah
rasional : tranfusi darah mengganti komponen darah yang hilang
akibat pendarahan .
b. Resiko tinggi terjadinya fetal distres behubungan dengan perfusi darah keplasenta
- Tujuan : tidak terjadi fetal distres
- Kriteria hasil : DJJ normal / terdengar bisa berkoordinaasi, adanya
pergerakan bayi, bayi lahir selamat.
- Intervensi:
Jelaskan resiko terjadinya dister janin / kematian janin pada ibu
rasional : kooperatif pada tindaakan
Hindari tidur dan anjurkan tidur ke posisi kiri
14
rasional : tekanan uterus pada vena cava aliran darah kejantung
menurun sehingga terjadi perfusi jaringan
Obsevasi tekan darah dan nadi klien
rasional : penurunan dan peningkatan denyut nadi terjadi pada sindrom
vena cafa sehingga klien harus dimonitor secara teliti
Observasi perubahan frekuensi dan pola DJ janin
rasional : penurunan frekuensi plasenta mengurangi kadar oksigen
dalam janin sehingga menyebabkan perubahan frekuensi jantung janin
Berikan 02 10 -12 liter dengan masker jika terjadinya tanda tanda
fetak distres
rasional : meningkat oksigen pada janin.
15
Berikan massage pada perut dan penekanan pada punggung.
Rasional : Memberi dukungan mental pada klien.
d. Gangguan psikologis (cemas) berhubungan dengan keadaan yang dialami.
- Tujuan : Klien tidak cemas dan dapat mengerti tentang keadaannya.
- Kriteria Hasil : penderita tidak cemas, penderita tenang, klien tidak
gelisah.
- Intervensi:
Anjurkan klien untuk mengemukakan hal hal yang dicemaskan
Rasional : dengan mengungkapkan perasaannya akan mengurangi
beban pikiran klien.
Ajak klien mendengarkan denyut jantung janin.
Rasional : Mengurangi kecemasan klien tentang kondisi janin.
Beri penjelasan tentang kondisi janin
Rasional : mengurangi kecemasan tentang kondisi/keadaan janin.
Beri informasi tentang kondisi klien.
Rasional : mengembalikan kepercayaan klien
Anjurkan untuk mengadirkan orang orang terdekat.
Rasional : dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi klien.
Anjurkan klien berdoa kepada Tuhan.
Rasional : dapat meningkatkan keyakinan kepada Tuhan tentang
kondisi yang dialami.
Menjelaskan tujuan dan tindakan yang akan diberikan
Rasional : penderita kooperatif.
e. Potensi terjadinya hypovelemik syok berhubungan dengan pendarahan.
- Tujuan : Syok hipovolemik tidak terjadi
- Kriteria Hasil :
Pendarahan berkurang.
Tanda tanda vital normal
Kesadaran kompos metit
- Intervensi :
Kaji pendarahan setiap 15-30 m3nit
Rasional : Mengetahui adanya gelaja syok sedini mungkin.
Monitorntekanan darah, nadi, pernafasan setiap 15 menit, bila
16
normal observasi dilakukan setiap 30 menit.
Rasional : Mengetahui keadaan pasien
Awasi adanya tanda tanda syok, pucat, menguap, keringat
dingin,dan kepala pusing.
Rasional : Menentukan intervensi selanjutnya dan mencegah syok
sedini mungkin.
Kaji konsistensi abdomen dan tinggi fundur uteri.
Rasional : Mengetahui peedarahan yang tersembunyi.
Catat intake dan output
Rasional : Produksi urine yang berkurang dari 30ml/jam
merupakan penurunan fungsi ginjal.
Berikan cairan sesuai dengan program terapi.
Rasional : Mempertahankan volume cairan sehingga sirkulasi bias
adekuat dan sebagian persiapan bila diperlukan tranfusi darah.
4. Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik.Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditunjukkan
pada perawat untuk membuat klien dalam mencapai tujuan yang diharapkan oleh
karena itu rencan tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-
faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari implemetasi
keperawatan pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan
pemulihan (Nursalam,2001). Implementasi yang dilakukan disesuaikan dengan
intervensidan disesuikan dengan kondisi pasien.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan
yang sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk
memonitor yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa data, perencanaan dan
17
pelaksanaan tindakan. Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan
dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang
telah dibuat pada tahap perencanaan (Nursalam,2001). Pendekatan yang dilakukan
dengan pendekatan S.O.A.P (Subjectif, Objectif, Assessment, Planning).
Evaluasi respon klien terhadap asuhan yang diberikan dan pencapaianhasil yang
diharapkan (yang dikembangkan dalam fase perencanaan dan di dokumentasikan
dalam rencana keperawatan) adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Fase
evaluasi perlu untuk menentukan seberapa baik rencana asuhan tersebut berjalan dan
bagaimanan selama proses terus menerus. Revisi rencana keperawatan adalah
komponen penting dalam evaluasi.
Pengkajian ulang adalah ajian ulang adalah proses evaluasi terus menerus yang
terus menerus yang terjadi tidak hanya hasil yang diharapkan terjadi pada klien di
tinjau ulang atau bila keputusan dibutuhkan apakah klien siap atau dibutuhkan apakah
klien siap atau tidak untuk pulan tidak untuk pulang. (Doengos, 2001:15). g.
(Doengos, 2001:15).
Evaluasi adalah proses berkelanjutan. Perawat dapat mengasumsikan perawatan
tersebut perawatan tersebut telah efektif telah efektif saat hasil saat hasil yang
diharapkan untuk perawatan yang diharapkan untuk perawatan dapat terjadi. terjadi.
(Wong, 2002:366).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Solusio plasenta atau di sebut abruption placenta / Amblasi palsenta separasi
prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpus uteri) dalam masa
kehemilan lebih dari 20 minggu dan sebelum janin lahir . Dalam plasenta terdapat banyak
pembuluh darah yang memungkinkan pengantaran zat nutrisi dari ibu ke janin, jika
plasenta ini terlepas dari implantasi normalnya dalam masa kehamilan maka akan
mengakibatkan pendarahan yang hebat .
pendarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya dari pada palsenta
previa oleh karena pada kejadian tertentu pendarahan yang tampak keluar melalui vagina
hamper tidak ada / tidak sebanding dengan pendarahan yang berlangsung internal yang
sangat banyak pemandangan yang menipu inilah yang sebenarnya yang membuat solusio
plasenta lebih berbahaya karena dalam keadaan demikian seringkali perkiraan jumlah
darah yang telah keluar sukar di perhitungkan , padahal janin telah mati dan ibu berada
dalam kondisi shok .
Penyebab solusio plasenta tidak di ketahui dengan pasti , tetapi pada kasus-kasus
berat didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi vascular menahun ,
15.5%disertipula oleh preklamsia . Faktor lain diduga turut berperan sebagai penyebab
terjadinya solusio plasenta adalah tingginya tingkat paritas dan makin bertambahnya usia
ibu .
Gejala dan tanda solusio plasenta sangat beragam , sehingga sulit untuk
menegakkan diagnosisnya dengan tepat . Dari kasus solusio plasenta di diagnosis dengan
persalinan premature idiopatik sampai kemudian terjadi gawat janin, pendarahan hebat ,
kontraksi uterus yang hebat , hipertomi uterus yang menetap . Gejala-gejala ini dapat di
temukan sebagai gejala tunggal tetapi lebih sering berupa gejala kombinasi .
19
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, I.M., Lowdermilk, D.L., & Jensen, M.D. (2005). Buku Ajar Keperawatan
Maternitas (Edisi 4). Jakarta : EGC.
Lao, T.T., Sahota, D.S., Cheng, Y.K.Y., Law, L.W., & Leung, T.Y. (2014).Advanced
Maternal Age and Postpartum Hemorrhage Risk Factor or Red Herring. The Journal
of Maternal Fetal Neonatal Medicine, 27 (3), 243–246.
20