Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN OKSIGENASI

(EFUSI PLEURA)

Nama : Nita Puspita Sari

NIM : 2018200038

Kelas : 2A

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN (FIKES)

UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN (UNSIQ)

JAWA TENGAH DI WONOSOBO

2019/2020
A. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi Paru-paru
Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk kerucut. Paru
kanan dibagi oleh dua buah fisura ke dalam tiga lobus atas, tengah dan bawah. Paru kiri
dibagi oleh sebuah tisuda ke dalam dua lobus atas dan bawah.
Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum.
Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru-paru dibungkus oleh
selaput yang tipis disebut pleura.
Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru dalam dua
lapisan: lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan parietal
menutupi permukaan dalam dari dinding dada. Paru-paru yaitu: paru-paru kanan, terdiri
dari tiga lobus (belah paru), lobus pulmo dextra superior, lobus nedia, dan lobus inferior,
tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra, lobus
superior dan lobus inferior, tiap-tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil
bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu: 5 buah segmen pada
lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis dan 3 buah segmen pada lobus
inferior. Kapasitas paru-paru merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung
udara didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Kapasitas total, yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru inspirasi sedalam-
dalamnya.
b. Kapasitas vital, yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi
maksimal.
2. Fisiologi Paru-paru
a. Pernapasan pulmoner
Merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada paru-paru.
Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner yaitu :
1) Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara dalam alveoli
dengan udara luar
2) arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksige masuk ke seluruh
tubuh. Karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru.
3) distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah yang tepat
yang bisa dicapai untuk semua bagian.
4) difusi gas yang menembus membrane alveoli dan kapiler karbondioksida.
Proses pertukaran oksigen dengan karbondioksida, konsentrasi dalam darah
mempengaruhi dan meransang pusat pernapasan terdapat dalam otak untuk
memperbesar kecepatan dalam pernapasan sehingga terjadi pengambilan O2 dan
pengeluaran CO2 lebih banyak.
b. Pernapasan jaringan (pernapasan interna)
Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandung oksigen dari seluruh
tubuh masuk ke dalam jaringan akhirnya mencapai kapiler, darah mengeluarkan
oksigen ke dalam jaringan, mengambil karbondioksida untuk di bawah ke paru-
paru terjadi pernapasan eksterna
c. Daya muat paru-paru
Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4.500 ml – 5000 ml (4,5 – 5 L)
udara yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10%. ±500 ml
disebut juga udara pasang surut yaitu yang dihirup dan dihembuskan pada
pernapasan biasa
d. Mekanisme pernapasan
Mekanisme pernapasan diatur dan dikendalikan oleh dua faktor utama kimiawi
dan pengendalian syaraf. Adanya faktor tertentu meransang pusat pernapasan yang
terletak di dalam medulla oblongata kalau diransang mengeluarkan impuls yang
disalurkan melalui syaraf spinal.
Otot pernapasan (otot diafragma atau interkostalis) pengendalian oleh syaraf
pusat otomatik dalam medulla oblongata mengeluarkan impuls eferen ke otot
pernapasan melalui radiks syaraf servikalis diantarkan ke diafragma oleh syaraf
prenikus. Impuls ini menimbulkan kontraksi ritmik pada otot diafragma dan
interkostalis yang kecepatannya kira-kira 15 kali setiap menit.
Pengendalian secara kimia, pengendalian dan pengaturan secara kimia meliputi
frekuensi kecepatan dan dalamnya pernapasan. Pusat pernapasan dalam sumsum
sangat peka, sehingga kadar alkali harus tetap dipertahankan. Karbondioksida
adalah produksi asam dari metabolisme dan bahan kimia yang asam meransang
pusat pernapasan untuk mengirim keluar impuls syaraf yang bekerja atas otot
pernapasan.
e. Kecepatan pernapasan
Pada wanita lebih tinggi daripada pria, pernapasan secara normal maka
ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian istirahat, pada bayi ada kalanya
terbalik inspirasi-istirahat-ekspirasi disebut juga pernapasan terbalik. Kecepatan
setiap menit :
1) Bayi baru lahir: 30-40 kali permenit
2) 12 bulan: 30 kali permenit
3) 2-5 tahun: 24 kali permenit
4) Dewasa: 10-20 kali permenit
f. Kebutuhan tubuh terhadap oksigen
Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan, manusia sangat
membutuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen selama
4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat diperbaiki dan
bisa menimbulkan kematian. Kalau penyediaan oksigen berkurang akan
menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis misalnya orang yang bekerja
pada ruangan yang sempit, tertutup, ruang kapal, kapal uap dan lain-lain. Bila
oksigen tidak mencukupi maka warna darah merahnya hilang berganti kebiru-
biruan misalnya yang terjadi pada bibir, telinga, lengan, dan kaki disebut sianosis.

B. DEFINISI
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Amin Huda, 2015).
Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul dirongga pleura yang
dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau seluruhnya (Muralitharan, 2015).
Klasifikasi Efusi pleura di bagi menjadi 2 yaitu :
a. Efusi pleura transudat
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membran pleura tidak
terkena penyakit. Akumulasi cairan di sebabkan oleh faktor sistemik yang
mempengaruhi produksi dan absorbsi cairan pleura.
b. Efusi pleura eksudat
Efusi pleura ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler
yang rusak dan masuk kedalam paru terdekat (Morton, 2012).

C. ETIOLOGI
Efusi pleura disebabkan oleh :
a. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
b. Peningakatan permeabilitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
d. Peningkatan tekanan negative intrapleura
e. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Ada juga yang disebabkan oleh Infeksi (eksudat)
a. Tubercolosis
b. Pneumonitis
c. Emboli paru
d. Kanker
e. Infeksi virus,jamur,dan parasit.
Non infeksi (transudat)
a. Gagal jantung kongesif (90% kasus)
b. Sindroma nefrotik
c. Gagal hati
d. Gagal ginjal
e. Emboli paru

D. MANIFESTASI KLINIS
 Batuk
 Dispnea bervariasi
 Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
 Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
 Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi.
 Perkusi meredup diatas efusi pleura.
 Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.
 Fremitus fokal dan raba berkurang.

E. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan pleura
viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 1 – 20 cc yang
merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini
merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu
sama lain. Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di
absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis
dan tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh
system limfatik dan hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal
yang memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya
banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap.
Karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadaan ini bisa terjadi
karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic koloid sebesar
10 cm H2o. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya
adalah infeksi tuberkulosa paru .
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium tuberkulosa
masuk melalui saluran nafas menuju alveoli, terjadilah infeksi primer. Dari infeksi
primer ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (Limfangitis
local) dan juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limphadinitis
regional). Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permebilitas
membran. Permebilitas membran akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan
akumulasi cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya effusi pleura akibat dari
tuberkulosa paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening.
Sebab lain dapat juga dari robeknya pengkejuan kearah saluran getah bening yang
menuju rongga pleura, iga atau columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan eksudat,
yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran
protein getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang – kadang bisa juga hemarogik.
Dalam setiap ml cairan pleura bias mengandung leukosit antara 500 – 2000. Mula –
mula yang dominan adalah sel – sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan
efusi sangat sedikit mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan effusi bukanlah
karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya effusi pleura dapat
menimbulkan beberapa perubahan fisik antara lain : Irama pernapasan tidak teratur,
frekuensi pernapasan meningkat , pergerakan dada asimetris, dada yanbg lebih
cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal – hal diatas ada perubahan
lain yang ditimbulkan oleh efusi pleura yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu
peningkatan suhu, batuk dan berat badan menurun.
F. PATHWAY
Adanya kebocoran antar alveoli dengan rongga pleura

Udara pindah dari alveoli ke rongga pleura

Paru kolaps (menguncup)

Pneumotoraks (udara terdapat didalam rongga pleura)

Infeksi masuk ke menghambat drainase tekanan osmotik


rongga pleura limfatik plasma

peradangan permukaan tekanan kapiler paru transudasi cairan


pleura meningkat intravaskuler

permeabilitas vas kuler tekanan hidrostatik edema

transudasi cavum pleura


Efusi pleura

Penumpukan cairan dalam rongga pleura

Ekspansi paru menurun peningkatan O2 & CO2

Frekuensi paru menurunnya suplai O 2

Pola nafas tidak efektif Sesak nafas Ggn. Pertukaran gas


Nyeri dada Nafsu makan menurun

Ggn. Pemenuhan kebutuhan nutrisi

G. KOMPLIKASI
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik
akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini
disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan
mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan
pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membran-membran pleura
tersebut.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh
penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru
dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai
kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura,
atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang
terserang dengan jaringan fibrosis.
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada
sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps
paru.
5. Empiema
Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang
mengelilinginya (rongga pleura). Empiema disebabkan oleh infeksi yang menyebar dari
paru-paru dan menyebabkan akumulasi nanah dalam rongga pleura. Cairan yang
terinfeksi dapat mencapai satu gelas bir atau lebih, yang menyebabkan tekanan pada
paru-paru, sesak napas dan rasa sakit.

H. PENATALAKSANAAN
1. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
2. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
3. Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif seperti
nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk
mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka
pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
4. Antibiotika jika terdapat empiema
5. Operatif
6. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
7. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan
adanya pneumonia, abses paru atau tumor
8. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya
sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
9. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis
(pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam
rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
10. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan
biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa. Pada sekitar
20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari
efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
11. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang
terkumpul.

I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
 Identitas Pasien

Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.

 Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari


pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan efusi pleura
didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat
iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan
bernafas serta batuk non produktif.

 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul.
Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhannya tersebut.
 Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.

 Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit


sebagai penyebab efusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
 Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi
yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat
kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi
faktor predisposisi timbulnya penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Mengukur tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien,
selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan
akibat dari sesak nafas.
3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang
lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Karena adanya sesak napas pasien akan cepat mengalami kelelahan pada saat
aktivitas. Pasien juga akan mengurangi aktivitasnya karena merasa nyeri di
dada.
5) Pola tidur dan istirahat
Pasien menjadi sulit tidur karena sesak naps dan nyeri. Hospitalisasi juga dapat
membuat pasien merasa tidak tenang karena suasananya yang berbeda dengan
lingkungan di rumah.
6) Pola hubungan dan peran
Karena sakit, pasien akan mengalami perubahan peran. Baik peran dalam
keluarga ataupun dalam masyarakat. Contohnya: karena sakit pasien tidak lagi
bisa mengurus anak dan suaminya.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-
tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien
mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan
mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif
terhadap dirinya.
8) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan
proses berpikirnya.
9) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks akan terganggu untuk
sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya
masih lemah.
10) Pola koping
Pasien bisa mengalami stress karena belum mengetahui proses penyakitnya.
Mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang
merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai
penyakitnya.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Kehidupan beragama klien dapat terganggu karena proses penyakit.

 Pemeriksaan Radiologi

Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa
terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukan kostofrenikus.
Pada efusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari 300 cc,
frenicocostalis tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikan
dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral dekubitus) ini akan
memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit (Hood Alsagaff,
1990, 786-787).
 Pemeriksaan Laboratorium

Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :


a) Pemeriksaan Biokimia
- Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi,
arthritis reumatoid dan neoplasma
- Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis
adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).
b) Analisa cairan pleura
- Transudat : jernih, kekuningan
- Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
- Hilothorax : putih seperti susu
- Empiema : kental dan keruh
- Empiema anaerob : berbau busuk
- Mesotelioma : sangat kental dan berdarah
c) Perhitungan sel dan sitologi
Leukosit 25.000 (mm3) : empiema
Banyak Netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru
Banyak Limfosit : tuberculosis, limfoma, keganasan.
Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur
Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan
tampak kemorogis, sering dijumpai pada
pankreatitis atau pneumoni. Bila erytrosit > 100000
(mm3 menunjukkan infark paru, trauma dada dan
keganasan.
Misotel banyak :Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa
disingkirkan.
Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat
ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih
terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat
mekanisme obstruksi, preamonitas atau atelektasis
(Alsagaff Hood, 1995 : 147,148)

d) Bakteriologis

Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis, E-
coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan
terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 %
(Soeparman, 1998: 788).
 Analisa Data
Data Etiologi Problem
DS : Adanya kebocoran antar Gangguan pola nafas
pasien mengatakan tidak efektif
alveoli dengan rongga
sesak pleura
DO : |
Pasien tampak sulit Udara pindah dari alveoli
bernafas, RR :32x/i ke rongga pleura
o Hasil foto : |
Kesimpulan radiologis Paru kolaps
(menguncup)
Cardiomegali + suspect
|
TB dupleks lama yang
Pneumotoraks (udara
masih aktif + effusi
terdapat didalam rongga
pleura kanan
pleura)
/ kiri
|
o Hasil CT scan :
menghambat drainase
limfatik
Kesan : tidak tampak |
SOL maupun kelainan tekanan kapiler paru
mitaraceribral lainnya meningkat
|
tekanan hidrostatik
|
efusi pleura
|
Penumpukan cairan
dalam rongga pleura
|
Ekspansi paru menurun
|
Frekuensi paru
|
Pola nafas tidak
efektif

DS : Ketidakseimbangan nutrisi
Pasien mengatakan kurang dari kebutuhan
tidak selera makan tubuh.
DO :
tampak porsi makan yang
disediakan tidak
dihabiskan
BB dahulu : 40 kg
BB sekarang : 37 kg
DS : pertukaran O2 dan CO2 Gangguan pertukaran gas
- DO terganggu
: |
Terpasang O2 sebanyak 4- menurunnya suplai O2
6 liter |
Hasil AGD
PH : 7,55 Resiko tinggi gangguan
PCO2 : 72,2 pertukaran gas
PO2 :183,5
Bicarbonat : 49,5
Total CO2 : 51,7
Saturasi O2 : 99

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru (akumulasi
udara/cairan).
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan pertukaran O2 dan CO2 terganggu

d. Nyeri dada berhubungan dengan peradangan pada rongga pleura.

3. Intervensi
a. - Diagnosa Keperawatan :
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan)
- NOC : Pola napas tidak efektif
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien bias
bernapas dengan normal dengan kriteria hasil :
▪ Menunjukkan pola napas efektif dengan GDA normal
▪ Bebas sianosia dan tanda gejala hipoksia
- NIC :
▪ Identifikasi etiologi atau factor pencetus
▪ Evaluasai fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan TTV)
▪ Auskultasi bunyi napas
▪ Kaji pasien adanya nyeri tekan bila batuk napas dalam
▪ Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur
▪ Kolaborasi pemberian oksigen melalui kanul masker

b. - Diagnosa Keperawatan :
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
- NOC : Gangguan pertukaran gas
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pertukaran gas
dalam alveoli adekuat dengan kriteria hasil :
 TTV pasien normal
 Bunyi paru normal
 Tidak adanya distress pernapasan
 Dapat menunjukkan teknik napas dalam dan batuk efektif
 Tidak ada sianosis
 Kulit hangat
- NIC :
 Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernapas
 Observasi warna kulit, membrane mukosa, dan kuku, catat adanya sianosis
perifer (kuku) atau sianosis sentral (sirkumolar)
 Awasi frekuensi jantung/irama
 Pertahankan istirahat dan tidur. Dorong menggunakan teknik relaksasi dan
aktivitas senggang
 Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, napas dalam, dan
batuk efektif
 Berikan terapi oksigen dengan benar
 Awasi GDA, nadi oksimetri
DAFTAR PUSTAKA

Baughman C Diane. (2000). Keperawatan medical bedah. Jakrta: EGC.

Judith M. Wilkinson, P. A. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Kusumo, A. H. (2015). NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 1 2015. Jogjakatra: MediAction
Publishing.

Morton, G. (2012). Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 dan 2. Jakarta: Media Aesculapius.

Peate, M. N. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan edisi 2. Jakarta: Bumi Medika.

Smeltzer c Suzanne. (2002). Buku Ajar Keperawatan medical Bedah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai