Anda di halaman 1dari 18

Lapuran Pendahuluan Efusi Pleura

A. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi Paru-Paru

Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru


berbentuk kerucut. Paru kanan dibagi oleh dua buah fisura ke dalam
tiga lobus atas, tengah dan bawah. Paru kiri dibagi oleh sebuah
tisuda ke dalam dua lobus atas dan bawah.
Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau
kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-
paru atau hillus paru-paru dibungkus oleh selaput yang tipis disebut
pleura.
Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi
paru dalam dua lapisan: lapisan viseral, yang dekat dengan
permukaan paru dan lapisan parietal menutupi permukaan dalam
dari dinding dada. Paru-paru yaitu: paru-paru kanan, terdiri dari tiga
lobus (belah paru), lobus pulmo dextra superior, lobus nedia, dan
lobus inferior, tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri
dari pulmo sinistra, lobus superior dan lobus inferior, tiap-tiap lobus
terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama segmen. Paru-
paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu: 5 buah segmen pada lobus
superior, 2 buah segmen pada lobus medialis dan 3 buah segmen
pada lobus inferior. Kapasitas paru-paru merupakan kesanggupan
paru-paru dalam menampung udara didalamnya. Kapasitas paru-
paru dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Kapasitas total, yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru
inspirasi sedalam-dalamnya.
b. Kapasitas vital, yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan
setelah ekspirasi maksimal.
2. Fisiologi Paru-paru
a. Pernapasan pulmoner
Merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang
terjadi pada paru-paru. Empat proses yang berhubungan dengan
pernapasan pulmoner yaitu :
1) Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar
udara dalam alveoli dengan udara luar
2) arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksige
masuk ke seluruh tubuh. Karbondioksida dari seluruh tubuh
masuk ke paru-paru.
3) distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa
dengan jumlah yang tepat yang bisa dicapai untuk semua
bagian.
4) difusi gas yang menembus membrane alveoli dan kapiler
karbondioksida.
Proses pertukaran oksigen dengan karbondioksida,
konsentrasi dalam darah mempengaruhi dan meransang pusat
pernapasan terdapat dalam otak untuk memperbesar kecepatan
dalam pernapasan sehingga terjadi pengambilan O 2 dan
pengeluaran CO2 lebih banyak.
b. Pernapasan jaringan
Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandung
oksigen dari seluruh tubuh masuk ke dalam jaringan akhirnya
mencapai kapiler, darah mengeluarkan oksigen ke dalam
jaringan, mengambil karbondioksida untuk di bawah ke paru-
paru terjadi pernapasan eksterna
c. Daya muat paru-paru
Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4.500 ml –
5000 ml (4,5 – 5 L) udara yang diproses dalam paru-paru
(inspirasi dan ekspirasi) hanya 10%. ±500 ml disebut juga udara
pasang surut yaitu yang dihirup dan dihembuskan pada
pernapasan biasa
d. Mekanisme pernapasan
Mekanisme pernapasan diatur dan dikendalikan oleh dua
faktor utama kimiawi dan pengendalian syaraf. Adanya faktor
tertentu meransang pusat pernapasan yang terletak di dalam
medulla oblongata kalau diransang mengeluarkan impuls yang
disalurkan melalui syaraf spinal.
Otot pernapasan (otot diafragma atau interkostalis)
pengendalian oleh syaraf pusat otomatik dalam medulla
oblongata mengeluarkan impuls eferen ke otot pernapasan
melalui radiks syaraf servikalis diantarkan ke diafragma oleh
syaraf prenikus. Impuls ini menimbulkan kontraksi ritmik pada
otot diafragma dan interkostalis yang kecepatannya kira-kira 15
kali setiap menit.
Pengendalian secara kimia, pengendalian dan pengaturan
secara kimia meliputi frekuensi kecepatan dan dalamnya
pernapasan. Pusat pernapasan dalam sumsum sangat peka,
sehingga kadar alkali harus tetap dipertahankan. Karbondioksida
adalah produksi asam dari metabolisme dan bahan kimia yang
asam meransang pusat pernapasan untuk mengirim keluar
impuls syaraf yang bekerja atas otot pernapasan.
e. Kecepatan pernapasan
Pada wanita lebih tinggi daripada pria, pernapasan secara
normal maka ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian
istirahat, pada bayi ada kalanya terbalik inspirasi-istirahat-
ekspirasi disebut juga pernapasan terbalik. Kecepatan setiap
menit :
1) Bayi baru lahir: 30-40 kali permenit
2) 12 bulan: 30 kali permenit
3) 2-5 tahun: 24 kali permenit
4) Dewasa: 10-20 kali permenit
f. Kebutuhan tubuh terhadap oksigen
Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan,
manusia sangat membutuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau
tidak mendapatkan oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan
kerusakan pada otak yang tak dapat diperbaiki dan bisa
menimbulkan kematian. Kalau penyediaan oksigen berkurang
akan menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis
misalnya orang yang bekerja pada ruangan yang sempit,
tertutup, ruang kapal, kapal uap dan lain-lain. Bila oksigen tidak
mencukupi maka warna darah merahnya hilang berganti kebiru-
biruan misalnya yang terjadi pada bibir, telinga, lengan, dan kaki
disebut sianosis.

B. Definisi
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit
primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder
terhadap penyakit lain (Amin Huda, 2015)
Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul
dirongga pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau
seluruhnya (Muralitharan, 2015)
C. Etiologi
Efusi pleura disebabkan oleh :
1. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
2. Peningakatan permeabilitas kapiler
3. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
4. Peningkatan tekanan negative intrapleura
5. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Ada juga yang disebabkan oleh Infeksi (eksudat)
1. Tubercolosis
2. Pneumonitis
3. Emboli paru
4. Kanker
5. Infeksi virus,jamur,dan parasit.
Non infeksi (transudat)
1. Gagal jantung kongesif (90% kasus)
2. Sindroma nefrotik
3. Gagal hati
4. Gagal ginjal
5. Emboli paru

D. Klasifikasi
Efusi pleura di bagi menjadi 2 yaitu :
1. Efusi pleura transudate
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa
membran pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan di
sebabkan oleh faktor sistemik yang mempengaruhi produksi dan
absorbsi cairan pleura.
2. Efusi pleura eksudat
Efusi pleura ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati
pembuluh kapiler yang rusak dan masuk kedalam paru terdekat
(Morton, 2012).
E. Manifestasi Klinis
1. Batuk
2. Dispnea bervariasi
3. Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
4. Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
5. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang
mengalami efusi.
6. Perkusi meredup diatas efusi pleura.
7. Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.
8. Fremitus fokal dan raba berkurang.

F. Patofisiologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura
parietalis dan pleura viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat
cairan antara 1 – 20 cc yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu
bergerak teratur.Cairan yang sedikit ini merupakan pelumas antara
kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu sama lain.
Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan
selanjutnya di absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan
hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid pada
pleura viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan
hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang
memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah
terdapatnya banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial. Jumlah
cairan dalam rongga pleura tetap. Karena adanya keseimbangan
antara produksi dan absorbsi. Keadaan ini bisa terjadi karena adanya
tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o dan tekanan osmotic koloid
sebesar 10 cm H2o. Keseimbangan tersebut dapat terganggu oleh
beberapa hal, salah satunya adalah infeksi tuberkulosa paru.
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil
Mikobakterium tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju
alveoli, terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan timbul
peradangan saluran getah bening menuju hilus (Limfangitis local) dan
juga diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limphadinitis regional). Peradangan pada saluran getah bening akan
mempengaruhi permebilitas membran. Permebilitas membran akan
meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi cairan dalam
rongga pleura. Kebanyakan terjadinya effusi pleura akibat dari
tuberkulosa paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran
getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya pengkejuan kearah
saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau columna
vetebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah
merupakan eksudat, yaitu berisi protein yang terdapat pada cairan
pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah bening. Cairan
ini biasanya serous, kadang – kadang bisa juga hemarogik. Dalam
setiap ml cairan pleura bias mengandung leukosit antara 500 – 2000.
Mula – mula yang dominan adalah sel – sel polimorfonuklear, tapi
kemudian sel limfosit, Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman
tubukolusa. Timbulnya cairan effusi bukanlah karena adanya bakteri
tubukolosis, tapi karena akibat adanya effusi pleura dapat menimbulkan
beberapa perubahan fisik antara lain : Irama pernapasan tidak teratur,
frekuensi pernapasan meningkat , pergerakan dada asimetris, dada
yanbg lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup. Selain hal
– hal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh efusi pleura yang
diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan
berat badan menurun.
G. Pathway

Non Infeksi mis. Ca paru, Ca pleura (Primer dan


Infeksi (TB) Tuberculosis, Pnemonitis sekunder), Ca mediastinum, tumor ovarium, gagal
abses paru jantung, perikarditis, konstruktifa, gagal hati, gagal
ginjal

Batuk, dispnea bervariasi, nyeri dada (nyeri pleuritik),


penonjolan interkosta, gerakan dada berkurang dan
terhambat, perkusi meredup diatas efusi pleura, Suara
nafas berkurang diatas efusi pleura, Fremitus fokal dan
raba berkurang.

EFUSI PLEURA

Cairan pleura Menekan pleura


meningkat

Torakosintesis Pemasangan
Nyeri WSD
Ekspansi paru
inadekuat Nafas pendek

Terputusnya
Kelelahan janringan Perlukaan
Pola napas Sesak nafas
tidakefektif

Kesulitan tidur Nyeri


Nafsu makan Resiko infeksi
menurun

Gangguan pola
Nutrisi kurang dari tidur
kebutuhan tubuh
H. Komplikasi
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani
dengan drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara
pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan
fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan
mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada
dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu
dilakukan untuk memisahkan membran-membran pleura tersebut.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna
yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat
jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul
akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses
penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura,
atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian
jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh
tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan
mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.
5. Empiema
Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan
membran yang mengelilinginya (rongga pleura). Empiema
disebabkan oleh infeksi yang menyebar dari paru-paru dan
menyebabkan akumulasi nanah dalam rongga pleura. Cairan yang
terinfeksi dapat mencapai satu gelas bir atau lebih, yang
menyebabkan tekanan pada paru-paru, sesak napas dan rasa
sakit.
I. Penatalaksanaan Medis
1. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
2. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah
aspirasi.
3. Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan
gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1
– 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya
edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka
pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
4. Antibiotika jika terdapat empiema
5. Operatif

J. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya
menunjukkan adanya cairan.
2. CT-Scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan
dan bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
3. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan
cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan
pengeluaran cairan.
4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui
dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang
diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui
sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga
dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
5. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan
penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan
pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan
pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak
dapat ditentukan.
6. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan
sumber cairan yang terkumpul.

K. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur,
jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku
bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan
pasien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong
pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan
berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat
iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada
saat batuk dan bernafas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan
adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik,
rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya.
Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa
tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita
penyakit seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma,
asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai
penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan
lain sebagainya.
f. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan,
tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah
terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya
riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan
penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi
timbulnya penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Mengukur tinggi badan dan berat badan untuk
mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu
ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan
selama MRS pasien dengan effusi pleura akan
mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak
nafas.
3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan
mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah
MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien
akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur
abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot
tractus degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Karena adanya sesak napas pasien akan cepat
mengalami kelelahan pada saat aktivitas. Pasien juga
akan mengurangi aktivitasnya karena merasa nyeri di
dada.
5) Pola tidur dan istirahat
Pasien menjadi sulit tidur karena sesak naps dan nyeri.
Hospitalisasi juga dapat membuat pasien merasa tidak
tenang karena suasananya yang berbeda dengan
lingkungan di rumah.
6) Pola hubungan dan peran
Karena sakit, pasien akan mengalami perubahan peran.
Baik peran dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
Contohnya: karena sakit pasien tidak lagi bisa mengurus
anak dan suaminya.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien
yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak
nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien
mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah
penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien
mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap
dirinya.
8) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan,
demikian juga dengan proses berpikirnya.
9) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks
akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien
berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
10) Pola koping
Pasien bisa mengalami stress karena belum mengetahui
proses penyakitnya. Mungkin pasien akan banyak
bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau
orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai
penyakitnya.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Kehidupan beragama klien dapat terganggu karena
proses penyakit.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain:
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injury fisik
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nyeri saat
bernapas.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan memasukkan,
mencerna dan mengabsorpsi makanan
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan suplai dengan kebutuhan oksigen.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive:
pemasangan WSD (Water Seal Drainage)
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
NOC Intervensi (NIC)
keperawatan
Nyeri akut NOC : Pain management :
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji pengalaman nyeri pasien
agen injury fisik keperawatan selama 3 x 24 sebelumnya, gali pengalaman pasien
jam, nyeri hilang/terkendali tentang nyeri dan tindakan apa yang
dengan kriteria hasil: dilakukan pasien
a. Mengenali faktor penyebab b. Kaji intensitas, karakteristik, onset,
b. Mengenali lamanya sakit durasi nyeri.
(skala, intensitas, frekuensi c. Kaji ketidaknyamanan, pengaruh
dan tanda nyeri) terhadap kualitas istirahat, tidur, ADL.
c. Menggunakan metode d. Kaji penyebab dari nyeri
non-analgetik untuk e. Monitoring respon verbal/non verbal
mengurangi nyeri f. Atur posisi yang senyaman mungkin,
d. Melaporkan nyeri lingkungan nyaman
berkurang dengan
menggunakan manajemen Pain control :
nyeri Ajarkan teknik relaksasi
e. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang Management terapi :
f. Tanda vital dalam rentang Kelola pemberian analgetik
normal

Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan a. Posisikan pasien untuk


nafas keperawatan selama 3x24 jam memaksimalkan ventilas
pasien menunjukkan b. Identifikasi pasien perlunya
keefektifan jalan nafas pemasangan alat jalan nafas buatan
dibuktikan dengan kriteria hasil c. Lakukan fisioterapi dada jika perl
: d. Keluarkan sekret dengan batuk atau
a. Frekuensi pernafasan suctio
sesuai yang diharapkan e. Auskultasi suara nafas, catat adanya
b. Ekspansi dada simetris. suara tambahan
c. Bernafas mudah. f. Monitor respirasi dan status oksigen.
d. Pengeluaran sputum g. Posisikan pasien untuk mengurangi
e. Tidak didapatkan dispneu.
penggunaan otot
tambahan. Respiratory monitoring
f. Tidak didapatkan ortopneu a. Monitoring frekuensi, irama dan
g. Tidak didapatkan nafas kedalaman nafas.
pendek. b. Monitoring gerakan dada, lihat
kesimetrisan.
c. Monitor pola nafas : takipneu
d. Beri terapi pengobatan respirasi.

Ketidakseimbangan NOC NIC


nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan Nutritional management
kebutuhan tubuh keperawatan selama 2x24 jam Aktifitas:
berhubungan dengan diharapkan klien dapat a. Kaji adanya alergi makanan
ketidakmampuan terpenuhi kebutuhan b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
memasukkan, nutrisinya, dengan kriteria menentukan jumlah kalori dan nutrisi
mencerna dan hasil: yang dibutuhkan pasien
mengabsorpsi a. Intake zat gizi (nutrien) c. Berikan makanan yang terpilih
makanan
b. Intake zat makanan dan d. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
cairan kalori
c. Berat badan normal e. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi

Nutritional management:
a. Timbang berat badan secara rutin
b. Monitor turgor kulit
c. Monitor mual dan muntah
d. Monitor kalori dan intake nutrisi
Intoleransi aktivitas NOC : NIC
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Activity therapy
ketidakseimbangan keperawatan selama 3 x 24 Observasi :
suplai dengan jam, klien dapat melakukan a. Monitor respon fisik, emosi, social dan
kebutuhan oksigen aktivitas dengan baik dengan spiritual
kriteria hasil: b. Sediakan penguatan positif bagi yang
a. Berpartisipasi dalam aktif beraktivitas.
aktivitas fisik tanpa disertai
penignkatan tekanan Mandiri :
darah,nadi dan RR a. Bantu klien untuk mengidentifikasi
b. Mampu melakukan aktivitas yang mampu dilakukan
aktivitas sehari-hari secara b. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
mandiri yang sesuai dengan kemampuan fisik,
c. Tanda-tanda vital normal psikologis dan sosial.
d. Level kelemahan c. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas
e. Status kardiopulmonary yang disukai
adekuat d. Bantu pasien untuk mengembangkan
f. Status respirasi : motivasi diri dan penguatan.
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat Health education :
a. Ajarkan untuk penggunaan teknik
relaksasi
b. Ajarkan Tindakan untuk mengehemat
energi.

Kolaborasi :
a. Kolaborasikan dengan tenaga
rehabilitasi medik dalam merencanakan
program terapi yang tepat
b. Rujuk pasien ke pusat rehabilitasi
jantung jika keletihan berhubungan
dengan penyakit jantung.
Resiko infeksi NOC : NIC
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi
tindakan invasive: keperawatan selama 3 x 24 a. Pantau tanda dan gejala infeksi
pemasangan WSD jam, infeksi tidak terjadi dengan (misalnya, suhu tubuh, denyut jantung,
(Water Seal Drainage) kriteria hasil: drainase, penampilan luka, sekresi,
a. Tanda – tanda vital klien penampilan urin, suhu kulit, lesi kulit,
terutama suhu dalam keletihan, dan malise)
batas normal b. Kaji faktor yang dapat meningkatkan
b. Tidak terdapat tanda – kerentanan terhadap infeksi (misalnya,
tanda infeksi pada daerah usia lanjut, usia kurang dari 1 tahun,
pemasangan WSD luluh imun, dan malnutrisi )
c. Nilai laboratorium terutama c. Pantau hasil laboratorium (hitung darah
leukosit dalam batas lengkap, hitung granulosit, absolut,
normal ( leukosit normal : hitung jenis, protein serum, dan
5000 – 10.000 rb/ul ). algumin)
d. Amati penampilan praktik higiene
Personal untuk perlindungan terhadap
infeksi

Mandiri
a. Lindungi pasien terhadap kontaminasi
silang dengan tidak menugaskan
perawat yang sama untuk pasien lain
yang mengalami infeksi dan
memisahkan ruang perawatan pasien
dengan pasien yang terinfeksi
b. Bersihkan lingkungan dengan benar
setelah dipergunakan masing-masing
pasien

Kolaborasi
a. Ikuti protokol institusi untuk
melaporkan suspek infeksi atau kultur
positif
b. Berikan terapi antibiotik, bila di
perlukan

Health education
a. Jelaskan kepada pasien dan keluarga
mengapa sakit atau terapi
meningkatkan resiko terhadap infeksi
b. Instruksikan untuk menjaga higiene
personal untuk melindungi tubuh
terhadap infeksi (misalnya, mencuci
tangan)
DAFTAR PUSTAKA

Judith M. Wilkinson, P. A. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan.


Jakarta: EGC.

Kusumo, A. H. (2015). NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid 1 2015. Jogjakatra:


MediAction Publishing.

Morton, G. (2012). Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 dan 2. Jakarta: Media


Aesculapius.

Peate, M. N. (2015). Dasar-dasar Patofisiologi Terapan edisi 2. Jakarta:


Bumi Medika.

Anda mungkin juga menyukai