PENDAHULUAN
1
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan selama memberikan Asuhan keperawatan
pada Ny.L dengan dengan efusi pleura di ruang maria 2 RS Santo Borromeus
Bandung.
BAB II
2
PEMBAHASAN
1. Anatomi
3
Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru dalam dua
lapisan : Lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru an lapisan parietal
menutupi permukaan dalam dari dinding dada. Paru-paru yaitu: paru-pau kanan,
terdiri dara 3 lobus (belah paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus nedia, dan
lobus inferior, tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari, pulmo
sinester, lobus superior, dan lobus inferior, tiap-tiap lobus terdiri dari belahan-
belahan yang lebih kecil bernama segment.
Paru-paru kiri mempunyai 10 segment yaitu: lima buah segment pada lobus
superior, dua buah segment pada lobus medialis tiga buah segmen pada lobus
inferior.Kapasitas paru-paru merupakan kesanggupan paru-paru dalam
menampung udara didalamnya.Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai
berikut: 1.Kapasitas total yaitu jumlah udara yang dapat megisi paru-paru pada
inspirasi sedalam dalamnya. 2. Kapasitas vital yaitu jumlah udara yang dapat
dikeluarkan setelah ekspirasi maksimal.
2. Fisiologi
a. Pernapasan pulmoner
Merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang trjadi
pada pau-paru. Empat proses yang berhubugan dengan pernapasan polmuner
yaitu:
1) Ventilasi pulmoner, gerakan pernapasan yang menukar udara dalam alveoli
dengan udara luar.
2) Arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk keseluruh
tubuh, karbondiaksoda dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru
3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian rupa degan jumlah yang
tepat yang bias dicapai untuk semua bagian.
4) Difusi gas yang menembus mambran alveoli dan kapiler karbondioksida.
Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida, konsentrasi dalam darah
nenpengaruhi dan merangsang pusat pernapasan terdapat dalam otak untuk
memperbesar kecepatan dalam pernapasan sehingga terjadi pengambilan
O2 dan pengeluaran CO2 lebih banyak.
b. Pernafasan jaringan (Pernafasan interna) Darah merah (hemoglobin) yang
banyak mengandung oksigen dari seluruh tubuh masuk kedalam jaringan
akhirnya mencapai kapiler, darah mengeluarkan oksigen kedalam jaringan,
mengambil karbondioksida untuk dibawa ke paru-paru terjadi pernafasan
eksterna.
c. Daya muat paru-paru Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4500 ml –
5000 ml (4,5 - 5 liter) udara yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan
ekspirasi) hanya 10 %, ± 500 ml disebut juga udara pasang surut (pidal air)
yaitu yang dihirup dan yang dihembuskan pada pernafasan biasa.
d. Pengendalian pernafasan
4
Mekanisme pernafasan diatur dan dikendalikan oleh dua faktor utama kimiawi
dan pengendalian saraf. Adanya faktor tertentu merangsang pusat pernafasan
yang terletak di dalam medula oblongata .
kalau dirangsang mengeluarkan impuls yang disalurkan melalui saraf
spinal. Otot pernafasan (otot diafragma atau interkostalis) pengendalian oleh
saraf pusat otomatik dalam medula oblongata mengeluarkan impuls eferen
keotot pernafasan melalui radik saraf servikalis diantarkan ke diafragma oleh
saraf prenikus. Impuls ini menimbulkan kontraksi ritmik pada otot diafragma
dan inter costalis yang kecepatanya kira-kira 15 kali setiap menit.
Pengendalian secara kimia, pengendalian dan pengaturan secara kimia
meliputi frekuensi kecepatan dan dalamnya gerakan pernafasan, pusat
pernafasan dalam sumsum sangat peka, sehingga kadar alkali harus tetap
dipertahankan, karbondioksida adalah produksi asam dari metabolisme dan
bahan kimia yang asam merangsang pusat pernafasan untuk mengirim keluar
impuls saraf yang bekerja atas otot pernafasan.
e. Kecepatan pernafasan
Pada wanita lebih tinggi dari pada pria, pernafasan secara normal maka
ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian istirahat, pada bayi
adakalanya terbalik, inspirasi istirahat ekspirasi
disebut juga pernafasan terbalik
f. Kebutuhan tubuh terhadap oksigen
Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan, manusia sangat
membutuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen
selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat
diperbaiki dan bisa menimbulkan kematian, kalau penyediaan oksigen
berkurang akan menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis misalnya
orang bekerja pada ruangan yang sempit, tertutup, ruang kapal, kapal uap dan
lain-lain, bila oksigen tidak mencukupi maka warna darah merahnya hilang
berganti kebiru-biruan misalnya yang terjadi pada bibir, telinga, lengan dan
kaki disebut sianosis.
2.1.3 ETIOLOGI
a. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti
pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindrom meig
(tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
b. Penbentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia,
virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura,
karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma.
5
b. Penurunan tekanan osmotik koloid darah
c. Peningkatan tekanan negative intrapleural
d. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
2.1.4 PATOFISOLOGI
Pleura dan rongga pleura dapat menjadi tempat sejumlah gangguan yang dapat
menghambat pengembangan paru atau alveolus atau keduanya. Reaksi ini dapat
disebabkan oleh penekanan pada paru akibat penimbunan udara, cairan, darah, atau
nanah dalam rongga pleura. Nyeri akibat peradangan atau fibrosis pleura juga dapat
menyebabkan pembatasan pengembangan dada.
Pleura parietalis atau viseralis letaknya berhadapan satu sama lain dan hanya
dipisahkan oleh selapis tipis cairan serosa. Lapisan tipis ini memperlihatkan adanya
keseimbangan antara transudasi dari kapiler-kapiler pleura dan reabsorbsi oleh vena
visceral dan parietal, dan saluran getah bening. Efusi pleura adalah istilah yang
digunakan untuk penimbunan cairan dalam rongga pleura. Efusi pleura dapat berupa
transudat atau eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan vena pulmonalis
misalnya pada gagaj jantung kongestif. Pada kasus ini keseimbangan kekuatan
menyababkan penyebab pengeluaran cairan dari pembuluh darah. Trasudasi juga
dapat terjadi pada hipoproteinemia, seperti pada penyakit hati dan ginjal. Penimbunan
transudat dalam rongga pleura disebut hidrothoraks. Cairan pleura cenderung
tertimbun pada dasar paru akibat gaya gravitasi. Penimbunan eksudat ini disebabkan
oleh peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorbs getah bening. Eksudat
dibedakan dengan transudat dari kadar protein yang dikandungnya dan berat jenis.
Transudat mempunyai berat jenis kurang dari 1.015 dan kadar proteinnya kurang dari
3%, eksudat mempunyai berat jenis dan kadar protein lebih tinggi, karena banyak
mengandung sel.
Jika efusi pleura mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema. Empiema
disebabkan oleh perluasan infeksi dari struktur yang berdekatan dan dapat merupakan
komplikasi dari pneumonia, abses paru, dan perforasi karsinoma ke dalam ronga
pleura. Empiema yang tak tertangani dengan drainase yang baik dapat membahayakan
rangka thoraks. Eksudat akibat peradangan akan mengalami organisasi, dan terjadi
perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan viseralis . keadaan ini dikenal dengan
nama fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas, dapat menimbulkan hambatan mekanis
yang berat pada jaringan-jaringan yang terdapat dibawahnya. Pembedahan
pengupasan yang dikenal sebagai dekortikasi, kadang-kadang perlu dilakukan guna
memisahkan membran-membran pleura tersebut.
Istilah hemotoraks dipakai untuk menyatakan perdarahan sejati ke dalam
rongga pleura dan tidak dimaksudkan untuk menyatakan efusi pleura yang berdarah.
Trauma merupakan penyebab tersering dari hemotoraks. Trauma dapat
diklasifikasikan sebagai trauma tembus (misalnya, luka tusuk) atau trauma tumpul
(misalnya fraktur iga yang selanjutnya menyebabkan laserasi paru atau pembuluh
darah interkostal). Duktus torasikus dapat juga menyalurkan getah bening ke dalam
rongga pleura sebagai akibat trauma atau keganasan. Keadaan ini dikenal dengan
nama kilotoraks (Price & Wilson 2005).
6
2.1.5 TANDA DAN GEJALA
a. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah
cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak
napas.
b. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seprti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleurtitis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosis), banyak
keringat, batuk, banyak riak.
c. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan
d. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena
cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam
pernafasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah
pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung
(garis Ellis Domoiseu)
e. Didapati segitiga garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani bagian
atas garis Ellis Domiseu. Segitiga grocco-Rachfusz, yaitu daerah pekak karena
cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati
vesikuler melemah dengan ronki.
f. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
7
2.1.7 KOMPLIKASI
1. Penumonia
2. Pneumothoraks
3. Empiema
2.18 PENATALAKSANAAN
1. Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah
penumpukan kembali cairan, dn untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta
dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (Co: gagal jantung
kongestif, pneumonia, sirosis)
2. Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna
keperluan analisis dan untuk menghilangkan dispneu.
3. Bila penyebab dasar malignasi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari
atau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan
elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan
pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke sistem drainase
water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasi pleura dan pengembangan paru.
4. Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan ke dalam
ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleura dan mencegah akumalasi cairan
lebih lanjut.
5. Pengobatan lain untuk efusi pleura maligna termasuk radiasi dinging dada, bedah
plerektomi, dan terapi diuretic.
(Padila, 2012).
8
a. Keluhan utama
Nyeri dada, sesak nafas, takipneu, hipoksemi
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-
tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat
badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan
itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC
paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisia.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru,
asma, TB paru dan lain sebagainya
3) Pola fungsional Gordon yang terkait
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi
pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum
dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan
nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien
dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah nutrisi dan metabolik
b. Pola persepsi sensori dan kognitif
Akibat dari efusi pleura adalah penekanan pada paru oleh cairan sehingga
menimbulkan rasa nyeri
c. Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan akan
cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien
juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada.
Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien
dibantu oleh perawat dan keluarganya.
d. Istirahat dan tidur
Karena adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahatnya
4) Pemeriksaan Fisik
a. Sistem pernafasan
1. Inspeksi
Peningkatan usaha frekuensi pernafasan yang disertai penggunaan otot
bantu pernafasan. Gerakan pernafasan ekspansi dada yang asimetris
9
(pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga
dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit). Pengakjian batuk yang
produktif dengan sputum purulen.
2. Palpasi
Pendorongan mediatinum ke arah hemithoraks yang diketahui dari
posisi trakhea dan ictus cordis. Taktil fremitus menurun terutama untuk
efusi pleura yang jumlah cairannya > 300 cc. Di samping itu, pada
palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada
dada yang sakit.
3. Perkusi
Suara perkusi redup hingga pekak tergantung dari jumlah cairannya
4. Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit. Pada
posisi duduk, cairan semakin ke atas semakin tipis
b. Sistem kardiavaskuler
Pada saat dilakukan inspeksi, perlu diperhatikan letak ictus cordis
normal yang berada pada ICS 5 pada linea media claviculas kiri selebar 1
cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pergeseran
jantung.
Palpasi dilakukan untuk menghitung frekuensi jantung (heart rate) dan
harus memerhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung. Selain
itu, perlu juga memeriksa adanya thrill, iatu getaran ictus cordis. Tindakan
perkusi dilakukan untuk menentukan batas jantung daerah mana yang
terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan apakah terjadi
pergeseran jantung karena pendorongan cairan efusi pleura. Auskultasi
dilakukan untuk menentukan bunyi jantung I dan II tunggal atau gallop dan
adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung, serta
adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbelensi
darah.
c. Sistem persyarafan
Pada saat dilakukan inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji, setelah
sebelumnya diperlukan pemeriksaan GCS untuk menentukan apakah klien
berada dalam keadaan compos mentis, samnolen, atau koma. Selain itu
fungsi-fungsi sensorik juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan,
penciuman, perabaan, dan pengecapan.
d. Sistem perkemihan
Pengukuran volume output urine dilakukan dalam hubungannnya dengan
intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria,
karena itu merupakan tanda awal syok.
e. Sistem pencernaan
Pada saat inspeksi, hal yang perlu diperhatikan adalah apakah abdomen
membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilikus menonjol
atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan
10
atau massa. Pada klien biasanya didapatkan indikasi mual dan muntah,
penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.
11
Intervensi :
a. Kaji perkembangan nyeri
R/ Untuk mengetahui terjadiya komplikasi
b. Ajarkan klien tehnik relaksasi
R/ Untuk meringankan nyeri
c. Beri posisi yang nyaman untuk klien
R/ Untuk memberikan kenyamanan dan mengurangi rasa nyeri klien
d. Kolaborasi pemberian analgetik
R/analgesik dapat memblok rasa nyeri sehingga mengurangi rasa sakit
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubugan dengan akumulasi sekret
Tujuan : Setelah di berikan perawatan diharapkan jalan nafas klien menjadi efektif
Kriteria : - Tidak ada pengumpulan secret
- Tidak ada pengguaan alat bantu nafas
Intervensi
a. Observasi karakteristik batuk
R/ Untuk mengetahui batuk apakah menetap atau tidak efektif
b. Ajarkan batuk efektif
R/membantu pengeluaran secret
c. Berikan pasian posisi semi fowler
R/ Membantu memaksimalkan ekspansi paru.
d. Kolaborasi pemberian Oksigen
R/ Dapat meningkatkan intake oksige
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
Tujuan : Setelah diberikan perawatan diharapkan tidak terjadi nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Kriteria : Nafsu makan meningkat, porsi habis, BB tidak turun drastis
Intervensi :
a. Observasi nafsu makan klien
R/ Porsi makan yang tidak habis menunjukkan nafsu maka belum baik
b. Beri makan klien sedikit tapi sering
R/ Meningkatkan masukan secara perlahan
c. Beritahu klien pentingnya nutrisi
R/ Klien dapat memahami dan mau meningkatkan masukan
nutrisi
12
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk mengetahui masalah teratasi, masalah teratasi
sebagian, masalah tidak teratasi.
2.3.1 PENGKAJIAN
A. PENGUMPULAN DATA
13
1. Data umum
a. Identitas Klien
Nama : Ny. L. K
Umur : 55 thn 10 bln 6 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal pengkajian : 20-1-2015
Tanggal masuk : 19-1-2015
Diagnosa masuk : Efusi Pleura + TBC lama
Alamat : Jln. Aria Cikondang No. 2A
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Klien
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Alasan Masuk Rumah Sakit
Ny. L mengatakan merasa sesak nafas sehingga keluarga membawa
Ny.L ke IGD santo borromeus pada tgl 19-1-2015 jam 17.30. Sampai di
IGD Ny. L di periksa dan didapatkan hasil nyeri pada ulu hati, badan
lemas, TD: 100/70 mmhg, N: 80x/mnt, S: 38.3°C, RR: 20x/mnt,
sehingga Ny. L perlu di rawat di RS.
b) Keluhan Utama
Sesak nafas
c) Riwayat Penyakit Sekarang
P : Sesak napas setelah beraktivitas (Pergi ke toilet, miring kiri
dan miring kanan dan berbicara banyak) dan berkurang setelah
beristirahat dan diberikan O2
14
gangguan berat
T : lamanya sesak nafas yang di rasakan Ny. L ± 30 menit
d) Keluhan Yang Menyertai
Pusing dan nafsu makan berkurang
e) Riwayat Tindakan Konservatif dan Pengobatan Yang Telah Didapat
Ny. Mendapatkan terapi oksigen dan obat-obatan
3. Data biologis
a. Penampilan Umum
Ny. Tampak sakit sedang, terpasang infus Ringer asetat 15 tts/mnt, terpasang
O2 2 liter , Ny. L dalam keadaan bersih.
b. Tanda-tanda vital
- Tekanan Darah
110/60 mmhg
- Suhu
37,5°C
- Nadi (frekuensi. Keteraturan, lokasi arteri, denyutan)
84 x/mnt, teratur, arteri radialis, dan denyutan lemah
- Pernapasan
23 x/mnt
c. Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 46 kg
IMT : 18 kategori : Tidak Normal
d. Anamnesa
1) Sistem Pernapasan
15
Ny. L mengeluh sesak nafas, RR: 24x/menit, takipnea, jalan nafas tidak ada
sumbatan, bentuk dada simetris, tidak ada nafas cuping hidung, ada batuk,
sputum tidak ada, sianosis tidak ada, terpasang oksigen 2 ltr
2) Sistem Persyarafan
Ny. L mengeluh pusing
3) Sistem Pencernaan
Nafsu makan berkurang, porsi makan tidak di habiskan, bising usus
18x/mnt, Bab 1 x konsistensi encer dan warna kuning, kesulitan untuk
menelan
4) Sistem Muskuloskeletal
Ny. L merasa lemas, cepat lelah ketika beraktivitas, ADL di bantu parsial,
skala kekuatan otot
5 5
5 5
4. Data Psikologis
a. Status Emosi
Ny.L mampu mengontrol emosinya
b. Konsep Diri
Ny. L merasa tidak kehilangan peranya sebagai orang tua karena meskipun
sakit klien masih bisa mendidik anak-anaknya dan aktivitas seperti biasa
seperti membuka toko mebel diganti oleh suami.
c. Gaya komunikasi
Ny. L menggunakan bahasa yang jelas, menggunakan bahasa indonesia,
intonasinya baik,
d. Pola Interaksi
Ny. L mampu berinteraksi dengan orang disekelilingnya teruma keluarga,
dokter dan perawat di ruangan
e. Pola Mengatasi Masalah
Ny. L mengatakan jika ada masalah selalu berunding dengan istri dan anak-
anaknya
5. Data Sosio-Spritual
a. Hubungan sosial
Baik
b. Kultur yang diikuti
Klien sudah menetap lama di bandung sehingga klien mengikuti adat istiadat
bandung tetapi masih mengikuti budaya cina
c. Gaya hidup
Ny. L Selalu makan makanan rumah, tidak pernah meminum alkohol atau
merokok
16
Ny. L mengatakan setiap minggu pergi ke gereja tetapi jika sakit Ny. Hanya
berdoa sendiri
6. Persepsi Klien Terhadap Penyakitnya
Ny. L mengatakan merasa biasa saja dengan penyakitnya karena yakin bahwa ia
dapat sembuh jika di rawat dengan baik.
7. Data Penunjang
a. Laboratorium
1) Pemeriksaan tanggal 19-1-2015 jam 21.30
- Darah lengkap
Hemoglobin 11,4 g/dl
Hematokrit 33,0 %
Eritrosit 3,97 juta/µL
MCV 83 FL
MCH 29 pg/ml
MCHC 35 g/dl
Jumlah leukosit 13,38 10.3 /µL
Jumlah trombosit 328 ribu/µL
- Hitung jenis
Basofil 0,0 %
Eosinofil 0,0 %
Neutrofil segmen 81,0 %
Limfosit 10.0 %
Monosit 9,0 %
b. Radiologi
Pemeriksaan tanggal 20-1-2015
17
Klinis : low back pain
Hasilnya
- Pemeriksaan radiografi bertebrae lumbalsacral proyeksi AP dan lateralis
- Kelengkapan vertebra lumbal balik
- Kedudukan bertebra lumbal baik, tidak tampak listheus
- Pensitas vertebra lumbascaral baik
- Prosesus transversus L5 kiri kanan tampak lebar & fusi dengan 05 scarum
disertai defek
- Prosesus spinossus L5
Tidak ada tanda-tanda fraktur lesi titik maupun blastik
- Pembentukan spur di anterolateral corpus L4 dan lateralis corpus L3
Lelah diskus intervertebralis tidak menyempit
- Facet sant L3-4 dan L4-5
Tampak slerotik celah sendi scaroliaca bilateral terlihat baik jaringan lunak
paravertebra kesan baik rongga pelvis tampak terpasang IUD
c. Terapi
1) Terapi parenteral
Terpasang infus ringer asetat 15 tts/ menit dan lancar
2) Terapi oral
18
Untuk hipersensit
pengobata ivitas atau
n lepra, alergi,
digunakan trombosito
dalam penia,
kombinasi leukopenia
,dapat
dengan
terjadi
senyawa
abdominal
leprotik
distress
lain.
(ketidakny
amanan
pada
perut) dan
pernah
dilaporkan
terjadinya
kolitis
pseudo
membran,
Juga
pernah
dijumpai
keluhan-
keluhan
seperti
influenza
(flu
syndrome)
, demam,
nyeri otot
dan sendi
3. Probiotik Antimikroba 1x1 Penyakit Infeksi Intestinal Mencegah
/antibakteri yang bakteri gas dan pelekatan/adh
mengandung stapiloko perut esi dar sel-sel
virus atau kus kembung. pathogen
bakteri yang penghasil yang akan
bisa penisilin memperoduk
menular, ase dan si zat kimi
non aktif
penisilin permukaan,
ase mencegah
perkembanga
n dari sel-sel
pathogen
yang
memperoduk
si asam,
hydrogen
peroxide dan
bakteriosin.
4 Lansoprazol Antasida dan 1x1 Pengobatan hipersens Sakit Lansoprazole
19
e ulkus, jangka itivitas kepala, adalah
antibusa pendek diare, inhibitor
tukak usus, mual,munt sekresi asam
tukak ah, mulut lambung
lambung, kering, yang efektif.
refluks sembelit, Lansoprazole
esofagus kembung secara efektif
pusing,lela menghambat
h, ruam (H+/K+)ATP
kuliturtika ase (pompa
ria, proton) dari
pruritus. sel parietal
mukosa
lambung.
5. Ofloxacin 40 Antimikroba 1x1 Infeksi Hipersen Mual,mun Menghambat
mg /antibakteri saluran sitivitas tah,diare, enzim DNA
nafas bawah mulut topoisomeras
kring, e (ATP-
konstipasi, hydrolyzing).
sakit
kepala,
insomnia.
6. Pariet 20 mg Antasisa dan 1x1 Tukak Hipersen Konstipasi -
ulkus, lambung sitivitas ,edema,
antibusa ringan terhadap sakit
penggant kepala,
i peningkata
benzimid n GPT
azol.
Hamil
dan
laktasi
7. Domporidon Antiemetik 1x1 Menyembuh Hipersen Jarang Domperidone
e 10 mg kan rasa sitivitas, dilaporkan merupakan
sakit kepala, prolaktin : sedasi, antagonis
dopamin
menurunkan oma, reaksi
yang
demam yang tumor ekstrapira mempunyai
diserati flu hipofise midal kerja anti
yang distonik, emetik, Efek
mengerlu parkinson, Anti emetik
akan tardive dapat
prolaktin diskinesia disebabkan
oelh
. (pada
kombinasi
pasien efek periferal
dewasa (gastrokinetik
dan usia ) dengan
lanjut) dan antagonis
dapat terhadap
diatasi reseptor
dopamin di
dengan
kemoreseptor
obat "triggerzone"
antiparkin yang terletak
20
so, di luar sawar
Peningkat darah otak
an diarea
postrema,
prolaktin
Pemberian
serum peroral
sehingga Domperidone
menyebab menambah
kan lamanya
galaktorrh kontraksi
oea dan anal dan
duodenum,
ginekomas
meningkatka
tiaMulut n
kering, pengosongan
sakit lambung
kepala, dalam bentuk
diare, cairan dan
ruam kulit, setengah
pada pada
rasa haus,
orang sehat,
cemas dan serta bentuk
gatal. pada pada
penderita
yang
pengosongan
nya terlambat
dan
menambah
tekanan pada
sfinker
esofagus
bagian bawah
pada orang
sehat
8. Sumagestik Analgesik 1x1 Sakit kepala, hipersens Reaksi Sumagesic
non narkotik pusing, itivitas kulir,darah bekerja pada
demam ,reaksi pusat rasa
kulit lain sakit dalam
otak,
mencegah
timbulnya
rangsangan
sakit.
Sumagesic
juga dapat
menurunkan
demam
dengan
mempengaru
hi pusat
pengatur
suhu tubuh
dalam otak.
Sumagesic
membuat
penderita
21
demam
mengeluarka
n keringat,
sehingga
suhu badan
menurun
d. Diit
-
e. Acara infus
Infus RA 500 ml dalam 15 tts/ mnt
f. Mobilisasi
Ny.L dapat pergi ke toilet sendiri dan dapat bangun dan duduk sendiri, aktivitas
terbatasa karena Ny. L merasa pusing.
B. PENGELOMPOKKAN DATA
C. ANALISA DATA
Adanya tekanan
hidrostatik
Terjadi pergesekan
Gangguan ventilasi
(pengembangan baru
tidak maksimal) dan
gangguan difusi
22
KETIDAKEFEKTIFAN
POLA NAFAS
INTOLERANSI
AKTIVITAS
23
napas klien akan
berkurang
c. ajarkan teknik c. untuk
nafas dalam menurunakan
rasa sesak nafas
dan
memberikan
rasa nyaman
d. bantu pasien d. untuk
dalam posisi memungkinkan
semi ekspansi dada
fowler/fowler maksimal
sehingga mudah
untuk bernafas
e. kolaborasi e. untuk
dalam o2 sesuai meningkatkan
indikasi asupan o2
sehingga
menurunkan
distress
pernapasan
f. observasi f. untuk
keluhan sesak, mengetahui
RR, irama keberhasilan
pernapasan dan dari tindakan
batuk dan menentukan
intervansi
selanjutnya
2. 20/1/15 Intoleransi aktivitas b.d Setelah a. Kaji skala a. untuk
kelemahan umum yang diberikan aktivitas klien menentukan
ditandai dengan Ny. L perawatan 3x24 tingkat
mengeluh badan terasa jam di harapkan ketergantungan
lemas, adanya dispnea, aktivitas klien klien
cepat lelah saat sehari-hari akan b. lakukan b. bantuan fisik
beraktivitas, TD: terpenuhi dan terapi aktivitas dapat
110/60, N: 84x/mnt, RR: kemampuan dengan menurunkan
24x mnt, ADL di bantu beraktivitas memberi kelelahan yang
parsial meningkat anjuran dan di rasakan klien
dengan kriteria: bantuan sehingga dapat
- tidak aktivitaf fisisk, menurunkan
mengeluh kognitif sosial kerja
badan lemas dan spitual yang miokard/konsu
- aktiivtas ADL spesifik untuk msi oksisgen
di lakukan meningkatkan
24
sendiri rentang gerak
- TD; 120/80
Mmhg
-N : 60-100 c. ajarkan c. aktivitas yang
x/mnt periode untuk meningkat
istirahat dan memberikan
- RR : 12- aktivitas secara kontrol jantung,
20x/mnt bergantian meningkatkan
regangan, dan
mencegah
aktivitas
berlebihan.
d. lakukan d. dengan
manajemen manajemen
energi: bantu energi dapat
dengan aktivitas menurunkan
fisik teratur rasa kelelahan
misalnya, akibat aktivitas
duduk,
berpindah,
mengubah
posisi dan
perawatan
personel
e. observasi e. untuk
keluhan lelah mengetahui
klien, rentang keberhasilan
gerak, TD, N, dari tindakan
RR
25
08.20 Membantu merapikan tempat tidur Sinta
09.00 Membantu Ny. L dalam mengubah posisi duduk, Sinta
kemudian fowler
09.15 Memberikan waktu istirahat di antara aktivitas Sinta
11.30 Mengukur TTV (TD, N, RR, S) Sinta
14.00 Mengobservasi keluhan lelah klien, rentang gerak, TD, Sinta
N, RR
21/1/1 09.00 1 Membantu Ny. L dalam posisi fowler Sinta
5 09.15 Memberikan obat INH & rifampicin Sinta
10.15 Mengajarkan teknik nafas dalam dengan cara menarik Sinta
nafas melalui hidung dan menghembuskan melalui
mulut sebanyak 3 x
12.30 Memberikan obat ofloxatin & pariet k. adji
14.00 Mengobservasi keluhan sesak, RR, dan batuk
07.45 2 Membantu Ny. Ke toilet untuk BAK Sinta
08.00 Membantu Ny. L dalam melakukan personal hygiene Sinta
08.20 Membantu merapikan tempat tidur Sinta
09.00 Membantu Ny. L dalam mengubah posisi duduk, Sinta
kemudian fowler
09.15 Memberikan waktu istirahat di antara aktivitas Sinta
11.30 Mengukur TTV (TD, N, RR, S) Sinta
14.00 Mengobservasi keluhan lelah klien, rentang gerak, TD, Sinta
N, RR
BAB III
PENUTUP
27
3.1 KESIMPULAN
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang
pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas
yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi. Penyebab efusi
pleura yaitu pernah menderita TBC, gangguan jantung dll. Tanda dan gejala dari efusi
pleura yaitu sesak napas, batu, pusing, mual,muntah, kelemahan. Pengobatan yang bisa
dilakukan yatu salah satunya bisa dengan melakukan WSD.
Penyakit efusi pleura yang dierita Ny. L disebabkan karena Ny. L menderita sakit
TBC sudah hampie setahun sehingga berkomplikasi pada efusi pleura. Selama sakit Ny.
L merasakan sesak nafas, nafsu makan berkurang, pusing dan cepat lelah jika
beraktivitas. Pengobatan yang telah didapat oleh Ny. L yaitu terapi oksigen 2 ltr dan
juga obat-obatan (INH, rifampicin, Pariet, Sumagesti dll).
3.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
28
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-asuhankepe-5141-2-babii.pdf.
Tgl 24-2-2015 jam 14.45
Padila, 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha medika.
Price, Sylvia Anderson dan Lorraine M. Wilson . 2005 . Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit vol 2 ed 1 . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran (EGC)
Smeltzer, Suzzane C . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth vol 1 ed 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC)
Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika
29