Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN TB PARU PADA ANAK

Makalah
diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Kep Anak
dosen pengampu Eva Supriatin S.Kp.,Ners,M.Kep

Oleh :
Anita Hidayat Putri (218090)
Nadia Khofifah (218108)
Tasya Tasharofa (218122)
Verawati Sanjaya (218124)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN 3C


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PPNI JAWA BARAT
BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya. Sholawat dan salam semoga tetap tercurah pada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh
umat yang setia kepadanyasampai akhir zaman, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini diajukan untuk
memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Bahasa K3 penulis membuat makalah
denngan judul “Asuhan keperawatan TB paru pada anak”
Dalam menyelesaikan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada berbagai pihak yang senantiasa membantu dan membimbing pada proses
pembuatan makalah. Penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran untuk
perbaikan dan penyempurnaan makalah ini. Pada akhirnya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberi
manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca.

Bandung, September 2020

Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang......................................................................................................
1.2.Rumusan masalah ................................................................................................
1.3.Tujuan..................................................................................................................
1.4.Manfaat................................................................................................................
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian.............................................................................................................
2.2 Etiologi.................................................................................................................
2.3 Klasifikasi............................................................................................................
2.4 Patofisiologi.........................................................................................................
2.5 Pathway................................................................................................................
2.6 Manifestasi Klinis................................................................................................
2.7 Komplikasi...........................................................................................................
2.8 Pemeriksaan penunjang......................................................................................
2.9 Penatalaksanaan...................................................................................................
2.10 Pencegahan.......................................................................................................
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pengkajian............................................................................................................
3.2 Diagnosa Keperawatan.........................................................................................
3.3 Perencanaan..........................................................................................................
3.4 Evaluasi................................................................................................................
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan..........................................................................................................
4.2 Saran.....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Insidensi Tuberculosis (TBC) dilaporkan meningkat secara drastis pada
dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini
biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai
tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Tuberculosis (TBC) merupakan
penyakit infeksi penyebab kematian dengan urutan atas atau angka kematian
(mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi
yang cukup lama. Penyakit TBC dapat menyebabkan kematian terutama
menyerang pada usia produktif (15-50 tahun) dan anak-anak. Dan dari satu
literature disebutkan 50 % penderita TBC akan meninggal setelah 5 tahun bila
tidak di obati.
Di Indonesia TBC merupakan penyebab kematian utama dan angka
kesakitan dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan
ketiga setelah India dan China dalam jumlah penderita TBC di dunia. Jumlah
penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini
setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit
muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat
menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Mengingat
besarnya masalah TBC serta luasnya masalah semoga tulisan ini dapat
bermanfaat.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk memahami asuhan keperawatan anak dengan Tuberkulosis
Paru.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi dari Tuberkulosis paru
2. Mengetahui penyebab terjadinya Tuberkulosis paru
3. Mengetahui tanda dan gejala terjadinya Tuberkulosis paru
4. Mengetahui komplikasi yang dapat timbul saat mengalami
Tuberkulosis paru
5. Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam menangani pasien
yang mengalami Tuberkulosis paru

1.3 Manfaat
1. Bagi penulis adalah agar dapat memperoleh pengetahuan yang lebih
mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system
pernafasan khususnya TB paru.
2. Bagi mahasiswa agar pengetahuan dapat dikembangkan ketika
mempelajari Keperawatan Anak.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
1) Tuberkulosis (TBC) adalah  penyakit akibat kuman Mycobakterium
tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh
dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi
infeksi primer (Arif Mansjoer, 2000).
2) Tuberkulosis  paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh
lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan
Brenda, 2001).
3) Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru (Smeltzer, 2001).
4) Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah
TBC) adalah suatu penyaki yang disebabkan oleh infeksi  kompleks
Mycobacterium tuberculosis (id.wikipedia.org).
Berdasarkan beberapa definisi mengenai tuberkulosis diatas, maka dapat
dirumuskan bahwa tuberculosis (TB) paru adalah suatu penyakit infeksius
yang disebabkan kuman  Mycobacterium tuberculosis yang menyerang
parenkim paru, bersifat sistemis sehingga dapat mengenai organ tubuh lain,
terutama meningen, tulang, dan nodus limfe.

2.2 Etiologi
Agens infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah batang
aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas
dan sinar ultra violet, dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3 – 0,6/um.
Yang tergolong kuman mycobakterium tuberkulosis kompleks  adalah:
 Mycobakterium tuberculosis
 Varian asian
 Varian african I
 Varian asfrican II
 Mycobakterium bovis
Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan  mycobakterial
othetan Tb (mott, atipyeal) adalah :
 Mycobacterium cansasli
 Mycobacterium avium
 Mycobacterium intra celulase
 Mycobacterium scrofulaceum
 Mycobacterium malma cerse
 Mycobacterium xenopi

2.3 Klasifikasi
a. Pembagian secara patologis :
 Tuberkulosis  primer ( Child hood tuberculosis ).
 Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ).
b. Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :
 Tuberkulosis Paru BTA positif.
 Tuberkulosis Paru BTA negative
c. Pembagian secara aktifitas radiologis :
 Tuberkulosis paru ( Koch pulmonal ) aktif.
 Tuberkulosis non aktif .
 Tuberkulosis quiesent ( batuk aktif yang mulai sembuh ).
d. Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )
 Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non
kapitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak
melebihi satu lobus paru.
 Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan
diameter tidak lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak
lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari
satu pertiga bagian satu paru.
 For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang
melebihi keadaan pada moderateli advanced tuberculosis.
e. Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American
Thorasic Society memberikan klasifikasi baru:
 Karegori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat
kontak tidak pernah, tes tuberculin negatif.
 Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya
infeksi, disini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
 Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.
 Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit.
f. Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori :
 Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan
kasus baru dengan batuk TB berat.
 Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal
dengan sputum BTA positf.
 Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan
paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut
dalam kategori I.
 Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.

2.4 Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau
dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini
dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada
tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam
suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai
berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan
menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar
bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit ( biasanya
sel T ) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal,
melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan
limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi
sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung
tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit
( Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian
bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak
didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh
organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh
makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul
gejala  pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya,
sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus
difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui
getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini
butuh waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang
biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan
jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast
menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa
membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya
kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon.
Respon lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana
bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel
yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan
trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau
terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus
dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan
perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak
dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan
bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini
dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan brokus sehingge menjadi peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis
penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri.
Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat
menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem
vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.
2.5 Pathway

Mycobacterium tuberculosis

Masuk traktus respiratorius

Tinggal di alveoli

Pertahanan primer
MK : Resiko
tidak adekuat
tinggi infeksi

reaksi inflamasi Rrespon Gangguan


imun termoregulasi

Kerusakan
membran alveolar Pembentukan MK :
sputum dan Hipertermi
sekret
Gangguan
respirasi
Penumpukan
secret

Ketidakseimbangan Sesak nafas


suplai dan
kebutuhan oksigen MK : Bersihan jalan
nafas tidak efektif
Sianosis
MK :
Intoleransi
aktivitas Hipoksia
MK : Gangguan pertukaran gas

Pelepasan mediator Respon tubuh


kimia seperti histamin, menurun
bradikinin dan
prostaglandidn
Batuk refleks
muntah
MK : Nyeri

Obstruksi

Anoreksia

MK : Gangguan
keseimbangan nutrisi
2.6 Manifestasi Klinis
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala
khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara
klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk
menegakkan diagnosa secara klinik.
a. Gejala sistemik/umum, antara lain sebagai berikut:
 Demam tidak terlalu tinggi yang  berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
 Penurunan nafsu makan dan berat badan.
 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
 Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
b. Gejala khusus, antara lain sebagai berikut:
 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat
penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan
suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
 Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
 Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada
kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
 Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

2.7 Komplikasi
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi
pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
 Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena
tersumbatnya jalan napas.
 Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus
akibat retraksi bronchial.
 Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
 Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan
ginjal.

2.8 Pemeriksaan penunjang


1) Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
2) Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
3) Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area durasi
10 mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen
menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara
berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang
secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau
infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
4) Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.
5) Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan
menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.
6) Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urien dan
cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium
tubrerkulosis.
7) Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB ; adanya sel
raksasa menunjukan nekrosis.
8) Elektrolit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ;
ex ;Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru
luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa
pada paru.
9) Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan
ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan
penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim /
fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis
luas).

2.9 Penatalaksanaan
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1. Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka
waktu 1 – 3 bulan.
 Streptomisin inj 750 mg.
 Pas 10 mg.
 Ethambutol 1000 mg.
 Isoniazid 400 mg.
Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya
adalah setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah
perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Therapi TB paru dapat
dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis :
 INH.
 Rifampicin.
 Ethambutol
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan
menjadi 6-9 bulan.
2. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan
dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
 Rifampicin.
 Isoniazid (INH).
 Ethambutol.
 Pyridoxin (B6).

2.10 Pencegahan
1. Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak
anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.
2. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati
sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi
penularan.
3. Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.
4. Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
5. Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak
melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan
dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi
udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah.
6. Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah /
mengeluarkan dahak di sembarangan tempat dan menyediakan tempat
ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang dianjurkan dokter dan untuk
mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan melalui kegiatan
pengumpulan data yang akurat dari klien dan keluarga guna mengetahui
berbagai permasalahan yang ada.
Adapun pengkajian yang dilakukan pada klien dengan masalah TB paru
yaitu : Identitas Data Umum (selain identitas klien, juga identitas
orangtua; asal kota dan daerah, jumlah keluarga)
1. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama (penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit)
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat kesehatan masa lalu
2. Keadaan umum
Terdiri dari (KU dan tingkat kesadaran GCS)
3. Kebutuhan dasar
a. Rasa nyaman/nyeri
b. Nutrisi
c. Personal hygiene/kebersihan perorangan
d. Cairan
e. Aktivitas dan latihan
f. Eliminasi
g. Oksigenasi
h. Istirahat/tidur
i. Pencegahan terhadap bahaya
j. Keamanan
k. Neurosensoril.Hubungan psikologi, spiritual dan interaksi sosial.
Data dasar pengkajian pasien (  Doengoes, Marilynn E : 2000 ) adalah
sebagai berikut:
a. Pola aktivitas dan istirahat
 Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak
(nafas pendek), demam, menggigil.
 Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak
(tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam
subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b. Pola nutrisi
 Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat
badan.
 Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak
sub kutan.
c. Respirasi
 Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
 Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan
kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks
paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan
pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris
(effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan
pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d. Respirasi
 Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
 Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan
kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks
paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan
pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris
(effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan
pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
e. Rasa nyaman/nyeri
 Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
 Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi,
gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura
sehingga timbul pleuritis.
f. Integritas ego
 Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.
 Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan,
mudah tersinggung.
g. Keamanan
 Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
 Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.
h. Interaksi Sosial
 Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular,
perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan kapasitas
fisik untuk melaksanakan peran.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sekret.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
alveolar.
3. Gangguan keseimbangan  nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia.
4. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan reaksi inflamasi.
5. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
7. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak
adekuat.
3.3 Perencanaan
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Bersihan jalan Setelah diberikan Mandiri : Mandiri :
napas tidak tindakan 1. Kaji  ulang fungsi 1. Penurunan bunyi napas
efektif keperawatan pernapasan: bunyi napas, indikasi atelektasis, ronki
berhubungan kebersihan jalan kecepatan, irama, indikasi akumulasi
dengan napas efektif, kedalaman dan secret/ketidakmampuan
penumpukan dengan criteria penggunaan otot aksesori. membersihkan jalan napas
sekret. hasil:  sehingga otot aksesori
 Memperta digunakan dan kerja
hankan jalan pernapasan meningkat.
napas pasien. 2. Catat kemampuan untuk 2. Pengeluaran sulit bila sekret
 Mengeluar mengeluarkan secret atau tebal, sputum berdarah akibat
kan sekret batuk efektif, catat kerusakan paru atau luka
tanpa bantuan. karakter, jumlah sputum, bronchial yang memerlukan
 Menunjuk adanya hemoptisis.  evaluasi /intervensi lanjut
kan prilaku 3. Berikan pasien posisi semi 3. Meningkatkan ekspansi paru,
untuk atau Fowler, Bantu/ajarkan ventilasi maksimal membuka
memperbaiki batuk efektif dan latihan area atelektasis dan
bersihan jalan napas dalam. peningkatan gerakan sekret
napas. agar mudah dikeluarkan.

 Berpartisip 4. Bersihkan sekret dari mulut 4. Mencegah obstruksi/aspirasi.


asi dalam dan trakea, suction bila Suction dilakukan bila pasien

program perlu. tidak mampu mengeluarkan

pengobatan sekret.

sesuai kondisi. 5. Membantu mengencerkan

 Mengident 5. Pertahankan intake cairan secret sehingga mudah

ifikasi potensial minimal 2500 ml/hari dikeluarkan.

komplikasi dan kecuali kontraindikasi. 6. Mencegah pengeringan

melakukan 6. Lembabkan udara/oksigen membran mukosa.


tindakan tepat. inspirasi. Kolaborasi :
Kolaborasi: 1. Menurunkan kekentalan
1. Berikan obat: agen sekret, lingkaran ukuran
mukolitik, bronkodilator, lumen trakeabronkial, berguna
kortikosteroid sesuai jika terjadi hipoksemia pada
indikasi. kavitas yang luas.
Gangguan Setelah diberikan Mandiri : Mandiri :
pertukaran gas tindakan 1. Kaji dispnea, takipnea, 1. Tuberkulosis paru dapat
berhubungan keperawatan bunyi pernapasan rnenyebabkan meluasnya
dengan pertukaran gas abnormal. Peningkatan jangkauan dalam paru-pani
kerusakan efektif, dengan upaya respirasi, yang berasal dari
membran kriteria hasil:  keterbatasan ekspansi dada bronkopneumonia yang
alveolar  Melaporka dan kelemahan. meluas menjadi inflamasi,
n tidak terjadi nekrosis, pleural effusion dan
dispnea. meluasnya fibrosis dengan
 Menunjuk gejala-gejala respirasi distress.
kan perbaikan 2. Evaluasi perubahan-tingkat 2. Akumulasi secret dapat
ventilasi dan kesadaran, catat tanda- menggangp oksigenasi di
oksigenasi tanda sianosis dan organ vital dan jaringan.
jaringan perubahan warna kulit,
adekuat dengan membran mukosa, dan
GDA dalam warna kuku.
rentang normal. 3. Demonstrasikan/anjurkan 3. Meningkatnya resistensi
 Bebas dari untuk mengeluarkan napas aliran udara untuk mencegah
gejala distress dengan bibir disiutkan, kolapsnya jalan napas.
pernapasan. terutama pada pasien
dengan fibrosis atau
kerusakan parenkim.
4. Anjurkan untuk bedrest, 4. Mengurangi konsumsi
batasi dan bantu aktivitas oksigen pada periode
sesuai kebutuhan. respirasi.
5. Monitor GDA.
5. Menurunnya saturasi
oksigen (PaO2) atau
meningkatnya PaC02
menunjukkan perlunya
Kolaborasi: penanganan yang lebih.
1. Berikan oksigen sesuai adekuat atau perubahan terapi.
indikasi. Kolaborasi :
1. Membantu mengoreksi
hipoksemia yang terjadi
sekunder hipoventilasi dan
penurunan permukaan
alveolar paru.
Gangguan Setelah diberikan Mandiri : Mandiri :
keseimbangan tindakan 1. Catat status nutrisi paasien: 1. Berguna dalam
nutrisi kurang keperawatan turgor kulit, timbang berat mendefinisikan derajat
dari kebutuhan diharapkan badan, integritas mukosa masalah dan intervensi yang
tubuh kebutuhan nutrisi mulut, kemampuan tepat.
berhubungan adekuat, dengan menelan, adanya bising
dengan kriteria hasil:  usus, riwayat mual/rnuntah
anoreksia.  Menunjuk atau diare.
kan berat 2. Kaji ulang  pola diet pasien 2. Membantu intervensi
badan yang disukai/tidak disukai.  kebutuhan yang spesifik,
meningkat meningkatkan intake diet
mencapai pasien.
tujuan dengan 3. Monitor intake dan output 3. Mengukur keefektifan nutrisi
nilai secara periodik. dan cairan.
laboratoriurn 4. Catat adanya anoreksia, 4. Dapat menentukan jenis diet
normal dan mual, muntah, dan tetapkan dan mengidentifikasi
bebas tanda jika ada hubungannya pemecahan masalah untuk
malnutrisi. dengan medikasi. Awasi meningkatkan intake nutrisi.
 Melakuka frekuensi, volume,
n perubahan konsistensi Buang Air
pola hidup Besar (BAB).
untuk 5. Anjurkan bedrest. 5. Membantu menghemat energi
meningkatkan khusus saat demam terjadi
dan peningkatan metabolik.
mempertahan 6. Lakukan perawatan mulut 6. Mengurangi rasa tidak enak
kan berat sebelum dan sesudah dari sputum atau obat-obat
badan yang tindakan pernapasan. yang digunakan yang dapat
tepat. merangsang muntah.
7. Anjurkan makan sedikit 7. Memaksimalkan intake nutrisi
dan sering dengan dan menurunkan iritasi gaster.
makanan tinggi protein dan
karbohidrat.
Kolaborasi: Kolaborasi :
1. Rujuk ke ahli gizi untuk 1. Memberikan bantuan
menentukan komposisi dalarn perencaaan diet dengan
diet. nutrisi adekuat unruk
kebutuhan metabolik dan diet.
2. Awasi pemeriksaan 2. Nilai rendah
laboratorium. (BUN, menunjukkan malnutrisi dan
protein serum, dan perubahan program terapi.
albumin).
Gangguan rasa Setelah diberikan Mandiri : Mandiri :
nyaman : nyeri tindakan 1. Observasi karakteristik 1. Nyeri merupakan respon
berhubungan keperawatan rasa nyeri, mis tajam, konstan , subjekstif yang dapat diukur.
dengan reaksi nyeridapat ditusuk. Selidiki perubahan
inflamasi berkurang atau karakter /lokasi/intensitas
terkontrol, dengan nyeri.
KH:  2. Pantau TTV 2. Perubahan frekuensi jantung
 Menyataka TD menunjukan bahwa pasien
n nyeri mengalami nyeri, khususnya
berkurang bila alasan untuk perubahan
atauter kontrol   tanda vital telah terlihat. 
 Pasien 3. Berikan tindakan nyaman 3. Tindakan non analgesik
tampak rileks mis, pijatan punggung, diberikan dengan sentuhan
perubahan posisi, musik lembut dapat menghilangkan
tenang, relaksasi/latihan ketidaknyamanan dan
nafas. memperbesar efek terapi
analgesik.
4. Tawarkan pembersihan 4. Pernafasan mulut dan terapi
mulut dengan sering. oksigen dapat mengiritasi dan
mengeringkan membran
mukosa, potensial
ketidaknyamanan umum.
5. Anjurkan dan bantu pasien 5. Alat untuk mengontrol
dalam teknik menekan ketidaknyamanan dada
dada selama episode sementara meningkatkan
batukikasi. keefektifan upaya batuk.
Kolaborasi : Kolaborasi :
1. Kolaborasi dalam 1. Obat ini dapat digunakan
pemberian analgesik sesuai untuk menekan batuk non
indikasi produktif, meningkatkan
kenyamanan
Hipertermi Setelah diberikan Mandiri : Mandiri :
berhubungan tindakan 1. Kaji suhu tubuh pasien. 1. Mengetahui peningkatan
dengan reaksi keperawatan suhu tubuh, memudahkan
inflamasi. diharapkan suhu intervensib.
tubuh kembali 2. Beri kompres air hangat. 2. Mengurangi panas
normal dengan dengan pemindahan panas
KH :  secara konduksi. Air hangat
 Suhu mengontrol pemindahan panas
tubuh 36°C- secara perlahan tanpa
37°C menyebabkan hipotermi atau
menggigil.
3. Berikan/anjurkan pasien 3. Untuk mengganti cairan
untuk banyak minum 1500- tubuh yang hilang akibat
2000 cc/hari (sesuai evaporasi.
toleransi).
4. Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian 4. Memberikan rasa nyaman
yang tipis dan mudah dan pakaian yang tipis mudah
menyerap keringat. menyerap keringat dan tidak
merangsang peningkatan suhu
5. Observasi intake dan tubuh.
output, tanda vital (suhu, 5. Mendeteksi dini
nadi, tekanan darah) tiap 3 kekurangan cairan serta
jam sekali atau sesuai mengetahui keseimbangan
indikasi. cairan dan elektrolit dalam
tubuh. Tanda vital merupakan
acuan untuk mengetahui
Kolaborasi : keadaan umum pasien.
1. Pemberian cairan intravena Kolaborasi :
dan nutrisi lewat infus. 1. Pemberian cairan sangat
penting bagi pasien dengan
suhu tubuh yang tinggi. Obat
khususnya untuk menurunkan
panas tubuh pasien.
Intoleransi Setelah diberikan Mandiri : Mandiri :
aktivitas tindakan 1. Evaluasi respon pasien 1. Menetapkan kemampuan atau
berhubungan keperawatan terhadap aktivitas. Catat  kebutuhan pasien
dengan pasien diharapkan laporan  dispnea, memudahkan pemilihan
ketidakseimban mampu peningkatan kelemahan intervensi.
gan antara melakukan atau kelelahan.
suplai dan aktivitas dalam 2. Berikan lingkungan tenang 2. Menurunkan stress dan
kebutuhan batas yang dan batasi pengunjung rangsanagn berlebihan,
oksigen. ditoleransi selama fase akut sesuai meningkatkan istirahat.
dengan  kriteria indikasi.   
hasil:  3. Jelaskan pentingnya 3. Tirah baring dipertahankan
 Melaporka istirahat dalam rencana selama fase akut untuk
n atau pengobatandan perlunya menurunkan kebutuhan
menunjukan keseimbangan aktivitas dan metabolic, menghemat energy
peningkatan istirahat. untuk penyembuhan.
toleransi
terhadap 4. Bantu pasien memilih 4. Pasien mungkin nyaman
aktivitas yang posisi nyaman untuk dengan kepala tinggi, tidur di
dapat diukur istirahat. kursi atau menunduk ke depan
dengan adanya meja atau bantal.
dispnea, 5. Bantu aktivitas perawatan 5. Meminimalkan kelelahan dan
kelemahan diri yang diperlukan. membantu
berlebihan, dan Berikan kemajuan keseimbanagnsuplai dan
tanda vital peningkatan aktivitas kebutuhan oksigen.
dalam rentan selama fase penyembuhan.
normal.
Risiko tinggi Setelah diberikan Mandiri : Mandiri :
infeksi tindakan 1. Review patologi 1. Membantu pasien agar mau
berhubungan keperawatan tidak penyakit fase aktif/tidak mengerti dan menerima terapi
dengan terjadi aktif, penyebaran infeksi yang diberikan untuk
pertahanan penyebaran/ melalui bronkus pada mencegah komplikasi.
primer tidak aktivitas ulang jaringan sekitarnya atau
adekuat. infeksi, dengan aliran darah atau sistem
kriteria hasil:  limfe dan resiko infeksi
 Mengident melalui batuk, bersin,
ifikasi meludah, tertawa., ciuman
intervensi atau menyanyi.
untuk 2. Identifikasi orang- 2. Orang-orang yang beresiko
mencegah/men orang yang beresiko perlu program terapi obat
urunkan resiko terkena infeksi seperti untuk mencegah penyebaran
penyebaran anggota keluarga, teman, infeksi.
infeksi. orang dalam satu
 Menunjuk perkumpulan. 3. Kebiasaan ini untuk
kan/melakukan 3. Anjurkan pasien mencegah terjadinya
perubahan pola menutup mulut dan penularan infeksi.
hidup untuk membuang dahak di tempat
meningkatkan penampungan yang
lingkungan tertutup jika batuk.
yang. aman. 4. Gunakan masker 4. Mengurangi risilio
setiap melakukan tindakan. penyebaran infeksi.
5. Monitor temperatur. 5. Febris merupakan indikasi
terjadinya infeksi.
6. Identifikasi individu 6. Pengetahuan tentang faktor-
yang berisiko tinggi untuk faktor ini membantu pasien
terinfeksi ulang untuk mengubah gaya hidup
Tuberkulosis paru, seperti: dan menghindari/mengurangi
alkoholisme, malnutrisi, keadaan yang lebih buruk.
operasi bypass intestinal,
menggunakan obat
penekan imun/
kortikosteroid, adanya
diabetes melitus, kanker.
7. Tekankan untuk tidak 7. Periode menular dapat terjadi
menghentikan terapi yang hanya 2-3 hari setelah
dijalani. permulaan kemoterapi jika
sudah terjadi kavitas, resiko,
penyebaran infeksi dapat
berlanjut sampai 3 bulan.
Kolaborasi: Kolaborasi :
1. Pemberian terapi INH, 1. INH adalah obat pilihan
etambutol, Rifampisin. bagi penyakit Tuberkulosis
primer dikombinasikan
dengan obat-obat lainnya.
Pengobatan jangka pendek
INH dan Rifampisin selama 9
bulan dan Etambutol untuk 2
bulan pertama.
2. Pemberian terapi 2. Obat-obat sekunder
Pyrazinamid diberikan jika obat-obat
(PZA)/Aldinamide, para- primer sudah resisten.
amino salisik (PAS),
sikloserin, streptomisin.
3. Monitor sputum BTA. 3. Untuk mengawasi
keefektifan obat dan efeknya
serta respon pasien terhadap
terapi

3.4 Evaluasi
1. Dx 1:Kebersihan jalan napas efektif, dengan kriteria evaluasi:
 Mempertahankan jalan napas pasien.
 Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
 Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas.
 Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi.
 Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.
2. Dx 2: Pertukaran gas efektif, dengan kriteria evaluasi:
 Melaporkan tidak terjadi dispnea.
 Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat
dengan GDA dalam rentang normal.
 Bebas dari gejala distress pernapasan.
3. Dx 3: Kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria evaluasi:
 Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai
laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi.
 Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan
mempertahankan berat badan yang tepat.
4. Dx 4: Nyeri dapat berkurang atau terkontrol, dengan kriteria evaluasi:
 Menyatakan nyeri berkurang atauterkontrol
 Pasien tampak rileks
5. DX 5 : Suhu tubuh kembali normal dengan kriteria evaluasi :
 Suhu tubuh 36°C-37°C.
6. DX 6 : Pasien mampu melakukan aktivitas dalam batas yang ditoleransi
dengan  kriteria evaluasi :
 Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan
tanda vital dalam rentan normal.
7. DX 7 :Tidak terjadi penyebaran/ aktivitas ulang infeksi, dengan kriteria
evaluasi:
 Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko
penyebaran infeksi.
Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan
lingkungan yang. Aman.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tuberkolosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon
imunitas perantara sel . sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit
(biasanya sel T) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini
biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi
oleh limfosit dan limfokitnya. Respon ini disebut sebagai reaksi
hiperseensitifitas (lambat).
Tuberkolosis (TB) paru adalah suatu penyakit infeksius yang
disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis yang menyerang
parenkim paru, bersifat sistemis sehingga dapat mengenai organ tubuh
lain, terutama meningen, tulang dan nodus limfe.Penularan tuberculosis
paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi
droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara
bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidak nya sinar ultraviolet,
ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap
kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila
partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan
nafas atau paru-paru.Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau
pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan
mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi
pada organ lain. Jenis penyebaran ini disebut limfohematogen yang
biasanya sembuh sendiri.

4.2 Saran
Diharapkan kepada mahasiswa dapat memahami dan mempelajari
tentang penyakit tuberkolosis TB paru sehingga dapat mencegah
terjadinya penyakit tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI., 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta :
Depkes RI hal. 8: 3- 47
Depkes RI., 2002. Penemuan dan Diagnosa Tuberkulosis. Jakarta : Gerdunas TB.
Modul 2 hal 1
https://id.scribd.com/doc/125748821/Askep-TB-Paru-Pada-Anak

Anda mungkin juga menyukai