S DENGAN HOSPITAL
ACUIRED PNEUMONIA (HAP)
DIRUANG GICU - A RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG
3. Pathofisiologi
HAP (Hospital Acquired Pneumonia) terjadi apabila mikroorganisme
memasuki ke saluran napas bagian bawah. Sistem pernapasan manusia memiliki
berbagai mekanisme pertahanan tubuh seperti barier anatomi, refleks batuk, sistem
imunitas humoral dan seluler yang diperantarai oleh sel seperti fagosit, baik itu
makrofag alveolar maupun neutrofil. Interaksi antara faktor host dan faktor risiko
akan menyebabkan kolonisasi bakteri patogen di saluran napas bagian atas atau di
lambung. Kolonisasi mikroorganisme pada saluran napas bagian atas sebagai titik
awal yang berperanan penting dalam terjadinya HAP (Hospital Acquired
Pneumonia). Apabila bakteri dalam jumlah besar berhasil masuk ke dalam saluran
napas bagian bawah yang steril, maka pertahanan host yang gagal membersihkan
inokulum dapat menimbulkan proliferasi dan inflamasi sehingga terjadi
pneumonia.
Mikroorganisme yang berasal dari tubuh (endogen) maupun mikroorganisme
yang berasal dari luar tubuh (eksogen) merupakan penyebab utama HAP (Hospital
Acquired Pneumonia). Mikroorganisme endogen merupakan penyebab tersering
HAP (Hospital Acquired Pneumonia) dibandingkan dengan mikroorganisme
eksogen.
HAP (Hospital Acquired Pneumonia) sering diawali dengan kolonisasi
mikroorganisme terutama bakteri gram negatif di saluran pernapasan bagian atas
yiatu (orofaring, nasal, dan sinus) atau di lambung dan selanjutnya bakteri tersebut
akan teraspirasi ke dalam saluran napas bagian bawah. Kolonisasi diawali dengan
perlekatan mikroorganisme pada sel-sel epitel kerana pengaruh virulensi bakteri
(vili, silia, kapsul, atau produksi elastase atau musinase), ataupun pengaruh faktor
host (gangguan mekanisme pembersihan mukosilier akibat gizi buruk, penurunan
kesadaran, atau penyakit kritis), dan juga akibat pengaruh faktor lingkungan
(peningkatan pH lambung dan terdapat musin dalam sekresi pernapasan)
Pada orang normal, dengan pertahanan tubuh yang baik juga dapat ditemukan
bakteri gram negatif dalam jumlah yang sedikit sehingga mekanisme tubuh dapat
mengeliminasi bakteri tersebut. Pada orang dengan penyakit kritis akibat disfungsi
barrier pertahanan lokal ataupun adanya penurunan kesadaran maka akan terjadi
peningkatan kolonisasi mikroorganisme tersebut.
4. Manispestasi klinik
1) Kriteria HAP (Hospital Acquired Pneumonia) berat menurut ATS
2) Dirawat di ruang rawat intensif
3) Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau membutuhkan O2 > 35 %
untuk mempertahankan saturasi O2 > 90 %
4) Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia multilobar atau kaviti
dari infiltrat paru
5) Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi dan atau
disfungsi organ yaitu :
a. Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60 mmHg)
b. Memerlukan vasopresor > 4 jam
c. Jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam
d. Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialisis
5. Pemeriksaan penunjang
1) CT Scan (tanpa atau dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
2) MRI : sama dengan CT Scan
3) Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, pendarahan, trauma
4) EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis.
5) PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
6) Sinar X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur),
pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan) adanya fragmen
tulang.
7) Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti:
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
8) Fungsi Lumbal : CSS, dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan sub
arakhnoid.
9) AGD : untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi perdarahan
sub arakhnoid.
10) Kimia elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam
peningkatan TIK atau perubahan mental.
11) Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrkranial
6. Penatalaksanaan
a. Klien diposisikan dalam keadaan fowler dengan sudut 45°. Kematian sering
kali berhubungan dengan hipotensi, hipoksia, aritmia kordis, dan penekanan
susunan saraf pusat, maka penting untuk dilakukan pengaturan keseimbangan
cairan elektrolit dan asam-basa dengan baik, pemberian O2 di alveoli-arteri,
dan mencegah hipoksia seluler. Pemberian O2 sebaiknya dalam konsentrasi
yang tidak beracun (PO240) untuk mempertahankan PO2arteri sekitar 60-70
mmHg dan juga penting mengawasi pemeriksaan analisa gas darah.
b. Pemberian cairan intravena untuk IV line dan pemenuhan hidrasi tubuh untuk
mencegah penurunan volume cairan tubuh secara umum. Bronkodilator seperti
Aminofilin dapat diberikan untuk memperbaiki drainase sekret dan distribusi
ventilasi. Kadang-kadang mungkin timbul dilatasi lambung mendadak,
terutama jika pneumonia mengenai lobus bawah yang dapat menyebabkan
hipotensi. Jika hipotensi terjadi, segera atasi hipoksemia arteri dengan cara
memperbaiki volume intravaskular dan melakukan dekompresi lambung. Kalau
hipotensi tidak dapat diatasi, dapat dipasang kateter SwanGanz dan infus
Dopamin (2-5µg/kg/menit). Bila perlu dapat diberikan analgesik untuk
mengatasi nyeri pleura.
c. Pemberian antibiotik terpilih, diberikan selama sekurang-kurangnya seminggu
sampai klien tidak mengalami sesak napas lagi selama tiga hari dan tidak ada
komplikasi lain. Klien dengan abses paru dan empiema memerlukan antibiotik
yang lama. Untuk klien yang alergi terdapat Penisilin dapat diberikan
Eritromisin. Tetrasiklin jarang digunakan untuk pneumonia karena banyak
resisten.
d. Pemberian sefalosporin harus hati-hati untuk klien yang alergi terhadap
Penisilin karena dapat menyebabkan reaksi hipersensitif silang terutama dari
tipe anafilaksis. Dalam 12-36 jam, setelah pemberian penisilin, suhu, denyut
nadi, frekuensi pernafasan menurun serta nyeri pleura menghilang. Pada ±20%
klien, demam berlanjut sampai lebih dari 48 jam setelah obat dikonsumsi
7. Perencanaan/Intervensi Keperawatan
a. Latihan batuk efektif
Observasi
o Identifikasi kemampuan batuk
o Monitor adanya retensi sputum
o Monitor tanda-tanda gejala infeksi saluran napas
o Monitor ouput cairan (mis jumlah dan karakteristik )
Terapeutik
o Atur posisi semi fowler
o Pasang perlak dan bengkok dipangkuan pasien
o Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi
o Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
o Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik,ditahan selama
2 detik. Kemudian dikeluarkan dari mulut dengan bibir
mencucudibulatkan) selama 6 detik
o Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
o Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam
Kolaborasi
o kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian analgetik
b. pemantauan respirasi
Observasi
o Monitor frekuensi,irama,kedalaman dan upaya napas
o Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,hiperventilasi)
o Monitor kemampuan batuk efektif
o Monitor adanya produksi sputum
o Monitor adanya sumbatan jalan napas
o Auskultasi bunyi napas
o Monitor saturasi oksigen
o Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
o Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
o Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
o Informasikan hasil pemantauan,jika perlu