Anda di halaman 1dari 8

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

S DENGAN HOSPITAL
ACUIRED PNEUMONIA (HAP)
DIRUANG GICU - A RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah gadar kritis


Program Studi Ners
Oleh
Anita Hidayat Putri
322003

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
PPNI JAWA BARAT
BANDUNG
2023
A. Konsep Hospital Acuired Pneumonia (HAP)
1. Pengertian
Menurut pedoman American Thoracic Society (ATS), HAP (Hospital
Acquired Pneumonia) atau pneumonia nosokomial didefinisikan sebagai infeksi
paru-paru yang dimulai pada pasien yang belum di intubasi dalam waktu 48 jam
setelah berada di ruang rawat intensif.
Infeksi Nosokomial (asal kata dari noso = penyakit, komeon = merawat)
adalah suatu infeksi yag diperoleh atau dialami oleh pasien selama dirawat di
rumah sakit dan menunjukkan gejala infeksi baru setelah 72 jam pasien berada di
rumah sakit, serta infeksi itu tidak ditemukan atau diderita pada saat pasien masuk
rumah sakit. Infeksi nosokomial dapat terjadi pada berbagai system atau organ
tubuh seperti saluran kemih kelamin, saluran pencernaan, pembuluh dan aliran
darah, luka pembedahan atau post-operasi, dan pada sistem pernafasan misalnya
Pneumonia nosokomial.
2. Etiologi
Mikroorganisme yang banyak pada Pneumonia nosokomial (HAP, VAP, HCAP)
adalah :
1) Streptococcus pneumonia, sering resisten obat pada HCAP
2) Staphylococcus aureus, baik metisilin sensitif (MSSA) atau metisilin resisten
(MRSA)
3) Gram negatif batang yang tidak memproduksi Extended Spectrum
4) Beta-lactamase (ESBL)
5) Gram negatif batang penghasil ESBL, termasuk Enterobacter sp., Escherichi
coli, Klebsiella pneumonia
6) Pseudomonas aeruginosa, dan
7) Acinetobacter spesies (Maxine AP et al, 2013; Justin LR et al, 2010).
Mikroba yang paling bertanggung jawab untuk HAP adalah Streptococcus
pneumonia, Staphylococcus aureus (MSSA dan MRSA), Pseudomonas
aeruginosa, Gram negatif batang yang tidak memproduksi ESBL dan yang
memproduksi ESBL (Enterobacter sp., Escherichi coli, Klebsiella pneumonia).
Mikroorganime yg bertanggung jawab pada VAP adalah Acinetobacter sp. Dan
Strenotrophomonas maltophilia. Adapun penyebab HCAP umumnya
Streptococcus pneumonia dan Haemophylus Influenzae yang mungkin resisten
obat, atau adanya mikroba
yang mirip penyebab HAP. Mikroba anaerobik (bacteroides, streptococcus
anaerobic, fusobacterium) mungkin dapat juga menyebabkan pneumonia pada
pasien di rumah sakit, dan jika diisolasi merupakan bagian dari flora polimikroba.
Mycobacterium, Jamur, Chlamydiae, Virus, Rickettsiae, dan Protozoa tidak umum
menyebabkan pneumonia nosokomial .

3. Pathofisiologi
HAP (Hospital Acquired Pneumonia) terjadi apabila mikroorganisme
memasuki ke saluran napas bagian bawah. Sistem pernapasan manusia memiliki
berbagai mekanisme pertahanan tubuh seperti barier anatomi, refleks batuk, sistem
imunitas humoral dan seluler yang diperantarai oleh sel seperti fagosit, baik itu
makrofag alveolar maupun neutrofil. Interaksi antara faktor host dan faktor risiko
akan menyebabkan kolonisasi bakteri patogen di saluran napas bagian atas atau di
lambung. Kolonisasi mikroorganisme pada saluran napas bagian atas sebagai titik
awal yang berperanan penting dalam terjadinya HAP (Hospital Acquired
Pneumonia). Apabila bakteri dalam jumlah besar berhasil masuk ke dalam saluran
napas bagian bawah yang steril, maka pertahanan host yang gagal membersihkan
inokulum dapat menimbulkan proliferasi dan inflamasi sehingga terjadi
pneumonia.
Mikroorganisme yang berasal dari tubuh (endogen) maupun mikroorganisme
yang berasal dari luar tubuh (eksogen) merupakan penyebab utama HAP (Hospital
Acquired Pneumonia). Mikroorganisme endogen merupakan penyebab tersering
HAP (Hospital Acquired Pneumonia) dibandingkan dengan mikroorganisme
eksogen.
HAP (Hospital Acquired Pneumonia) sering diawali dengan kolonisasi
mikroorganisme terutama bakteri gram negatif di saluran pernapasan bagian atas
yiatu (orofaring, nasal, dan sinus) atau di lambung dan selanjutnya bakteri tersebut
akan teraspirasi ke dalam saluran napas bagian bawah. Kolonisasi diawali dengan
perlekatan mikroorganisme pada sel-sel epitel kerana pengaruh virulensi bakteri
(vili, silia, kapsul, atau produksi elastase atau musinase), ataupun pengaruh faktor
host (gangguan mekanisme pembersihan mukosilier akibat gizi buruk, penurunan
kesadaran, atau penyakit kritis), dan juga akibat pengaruh faktor lingkungan
(peningkatan pH lambung dan terdapat musin dalam sekresi pernapasan)
Pada orang normal, dengan pertahanan tubuh yang baik juga dapat ditemukan
bakteri gram negatif dalam jumlah yang sedikit sehingga mekanisme tubuh dapat
mengeliminasi bakteri tersebut. Pada orang dengan penyakit kritis akibat disfungsi
barrier pertahanan lokal ataupun adanya penurunan kesadaran maka akan terjadi
peningkatan kolonisasi mikroorganisme tersebut.
4. Manispestasi klinik
1) Kriteria HAP (Hospital Acquired Pneumonia) berat menurut ATS
2) Dirawat di ruang rawat intensif
3) Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau membutuhkan O2 > 35 %
untuk mempertahankan saturasi O2 > 90 %
4) Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia multilobar atau kaviti
dari infiltrat paru
5) Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi dan atau
disfungsi organ yaitu :
a. Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60 mmHg)
b. Memerlukan vasopresor > 4 jam
c. Jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam
d. Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialisis
5. Pemeriksaan penunjang
1) CT Scan (tanpa atau dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
2) MRI : sama dengan CT Scan
3) Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, pendarahan, trauma
4) EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis.
5) PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
6) Sinar X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur),
pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan) adanya fragmen
tulang.
7) Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti:
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
8) Fungsi Lumbal : CSS, dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan sub
arakhnoid.
9) AGD : untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi perdarahan
sub arakhnoid.
10) Kimia elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam
peningkatan TIK atau perubahan mental.
11) Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrkranial

6. Penatalaksanaan
a. Klien diposisikan dalam keadaan fowler dengan sudut 45°. Kematian sering
kali berhubungan dengan hipotensi, hipoksia, aritmia kordis, dan penekanan
susunan saraf pusat, maka penting untuk dilakukan pengaturan keseimbangan
cairan elektrolit dan asam-basa dengan baik, pemberian O2 di alveoli-arteri,
dan mencegah hipoksia seluler. Pemberian O2 sebaiknya dalam konsentrasi
yang tidak beracun (PO240) untuk mempertahankan PO2arteri sekitar 60-70
mmHg dan juga penting mengawasi pemeriksaan analisa gas darah.
b. Pemberian cairan intravena untuk IV line dan pemenuhan hidrasi tubuh untuk
mencegah penurunan volume cairan tubuh secara umum. Bronkodilator seperti
Aminofilin dapat diberikan untuk memperbaiki drainase sekret dan distribusi
ventilasi. Kadang-kadang mungkin timbul dilatasi lambung mendadak,
terutama jika pneumonia mengenai lobus bawah yang dapat menyebabkan
hipotensi. Jika hipotensi terjadi, segera atasi hipoksemia arteri dengan cara
memperbaiki volume intravaskular dan melakukan dekompresi lambung. Kalau
hipotensi tidak dapat diatasi, dapat dipasang kateter SwanGanz dan infus
Dopamin (2-5µg/kg/menit). Bila perlu dapat diberikan analgesik untuk
mengatasi nyeri pleura.
c. Pemberian antibiotik terpilih, diberikan selama sekurang-kurangnya seminggu
sampai klien tidak mengalami sesak napas lagi selama tiga hari dan tidak ada
komplikasi lain. Klien dengan abses paru dan empiema memerlukan antibiotik
yang lama. Untuk klien yang alergi terdapat Penisilin dapat diberikan
Eritromisin. Tetrasiklin jarang digunakan untuk pneumonia karena banyak
resisten.
d. Pemberian sefalosporin harus hati-hati untuk klien yang alergi terhadap
Penisilin karena dapat menyebabkan reaksi hipersensitif silang terutama dari
tipe anafilaksis. Dalam 12-36 jam, setelah pemberian penisilin, suhu, denyut
nadi, frekuensi pernafasan menurun serta nyeri pleura menghilang. Pada ±20%
klien, demam berlanjut sampai lebih dari 48 jam setelah obat dikonsumsi

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. PENGKAJIAN
Pengkajian Menurut Muttaqin (2019) fokus pengkajian pada Pneumonia
berdasarkan sistem tubuh manusia adalah :
a. B1 Breathing/ Sistem Pernafasan
1) Inspeksi : Sesak nafas, peningkatan frekuensi nafas, dan menggunakan
otot bantu pernafasan.
2) Palpasi : Vokal fremitus menurun
3) Perkusi : Bunyi pekak
4) Auskultasi : Suara nafas ronkhi
b. B2 Blood/ Sistem Kardiovaskuler
1) Inspeksi : Adanya paru dan kelemahan fisik
2) Palpasi : Denyut nadi perifer melemah
3) Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran
4) Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal
c. B3 Brain/ Sistem persarafan
Kesadaran biasanya compos mentis, adanya sianosis perifer apabila gangguan
perfusi jaringan berat
d. B4 Bladder/ Sistem perkemihan
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Klien
diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan
berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai eksresi karena
meminum OAT terutama Rifampisin.
e. B5 Bowel/ Sistem pencernaan & Eliminasi
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan.
f. B6 Bone/ Sistem integument
Gejala yang muncul antara lain yaitu kelemahan, kelelahan, insomnia, pola
hidup menetap, dan jadwal olahraga tidak teratur.
2. Riwayat Keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan pada pasien dengan kebutuhan oksigen meliputi :
Ada atau tidaknya riwayat gangguan pernafasan seperti sinusitis, kondisi akibat
polip, hipertropi tulang hidung, tumor, influenza, dan keadaan lain yang
menyebabkan gangguan pernafasan. Hal – hal yang harus diperhatikan yaitu
keadaan infeksi kronis dari hidung, nyeri pada sinus, otitis media, nyeri
tenggorokan, suhu tubuh meningkat hingga 38,5 derajat celsius, nyeri kepala,
lemah, dan adanya edema.
3. Pola Batuk dan Produksi Sputum
Tahap pengkajian pola batuk dilakukan dengan cara menilai apakah batuk
termaksud batuk kering, keras, dan kuat dengan suara mendesing, berat, dan
berubah-ubah seperti kondisi pasien yang mengalami penyakit kanker. Juga
dilakukan pengkajian apakah pasien mengalami sakit pada bagian tenggorokan
saat batuk kronis dan produktif serta saat pasien sedang makan, merokok, atau saat
malam hari.
4. Sakit Dada
Pengkajian terhadap sakit dada untuk mengetahui bagian yang sakit, luas,
intensitas, faktor yang menyebabkan rasa sakit, perubahan nyeri dada apabila
posisi pasien berubah, serta apakah ada kelainan saat inspirasi dan ekspirasi.
5. Pengkajian Fisik
a) Inspeksi : Apakah nafas spontan melalui nasal, oral dan selang endotrakeal atau
tracheostomi, serta kebersihan dan adanya sekret, pendarahan, edema, dan
obstruksi mekanik. Kemudian menghitung frekuensi pernafasan dan apakah
pernafasan bradipnea, takhipnea. Apakah sifat pernafasan abdominal dan
torakal, kemudian irama pernafasan apakah ada perbandingan antara inspirasi
dan ekspirasi, pernafasan teratur atau tidak dan pernafasan cheyne stokes.
b) Palpasi : adanya nyeri tekan, peradangan setempat, pleuritis, adanya edema,
dan benjolan pada dada. Gerakan dinding dada apakah simetris atau tidak, jika
ada kelainan paru adanya getaran suara atau fremitus vokal yang jelas
mengeras atau melemah.
c) Perkusi : untuk menilai suara perkusi paru normal (sonor) atau tidak normal
(redup).
d) Auskultasi : untuk menilai adanya suara nafas seperti bunyi nafas vesikuler dan
bunyi nafas bronkhial. Bunyi nafas tambahan seperti bunyi ronkhi, suara
wheezing dan sebagainya.
6. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan SDKI 2017 Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada
pasien dengan Pneumonia, yaitu :
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif
2) Pola napas tidak efektif
3) Hipertermia
4) Defisit nutrisi

7. Perencanaan/Intervensi Keperawatan
a. Latihan batuk efektif
Observasi
o Identifikasi kemampuan batuk
o Monitor adanya retensi sputum
o Monitor tanda-tanda gejala infeksi saluran napas
o Monitor ouput cairan (mis jumlah dan karakteristik )
Terapeutik
o Atur posisi semi fowler
o Pasang perlak dan bengkok dipangkuan pasien
o Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi
o Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
o Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik,ditahan selama
2 detik. Kemudian dikeluarkan dari mulut dengan bibir
mencucudibulatkan) selama 6 detik
o Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
o Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam
Kolaborasi
o kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian analgetik
b. pemantauan respirasi
Observasi
o Monitor frekuensi,irama,kedalaman dan upaya napas
o Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,hiperventilasi)
o Monitor kemampuan batuk efektif
o Monitor adanya produksi sputum
o Monitor adanya sumbatan jalan napas
o Auskultasi bunyi napas
o Monitor saturasi oksigen
o Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
o Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
o Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
o Informasikan hasil pemantauan,jika perlu

Anda mungkin juga menyukai