November 2008
PENATALAKSANAAN
PASIEN DENGAN ASPIRASI PENUMONIA
DI ICU
Oleh:
Bambang Aslamto
Peserta PPDS I Anestesiologi dan Reanimasi
FK-UGM/RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta
Pembimbing Moderator
ABSTRAK
Dilaporkan penatalaksanaan pasien dengan aspirasi pneumonia di ICU
terhadap seorang laki-laki umur 52 tahun dengan berat badan 60 kg. Pasien
pindahan dari bangsal yang didiagnosis dengan aspirasi pneumonia dn akses
mandibula dengan keluhan sesak nafas.
Pasien dirawat di ICU, dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator
dengan volume kontrol, pemberian antibiotik dan korticosteroid. Selama
perawatan di ICU juga diberikan nebulizer, dan nutrisi yang adequat. Monitoring
dilakukan terhadap fungsi kardiovaskuler, hemodinamik dan respirasi dengan
monitoring tekanan darah, EKG, saturasi dengan pulse oxymetri dan CVP.
Selama perawatan di ICU, pasien mengalami perbaikan, maka dilakukan
weaning ventilasi mekanik secara bertahap sampai akhirnya dilakukan ekstubasi
dengan kondisi klinis yang stabil. Pasien dirawat di ICU selama 6 hari, kemudian
dipindahkan ke bangsal.
I. PENDAHULUAN (1,2)
Aspirasi didefinisikan sebagai inhalasi dari orofaring atau isi lambung ke
dalam laring dan alat pernafasan bagian bawah. Beberapa pulmonary syndrom
dapat terjadi setelah aspirasi, tergantung dari jumlah dan jenis bahan yang
teraspirasi, frekwensi aspirasi dan respon pasien terhadap bahan yang teraspirasi.
Aspirasi pneumonia adalah proses infeksi yang disebabkan oleh inhalasi
sekresi orofaring yang mengandung bakteri patogen. Aspirasi paru merupakan
penyebab penyakit yang serius dan kematian yang cukup tinggi, karena sering
terjadi misdiagnosis dan terapi yang tidak adekuat.
Beberapa penelitian merumuskan bahwa 5–15% kasus community
acquired pneumonia adalah aspirasi pneumonia. Angka kejadian aspirasi
pneumonia di Amerika antara 300.000 – 600.000 penduduk pertahun.
B. Terapi Oksigen
FiO2 tinggi diberikan pada fase awal untuk menjamin PaO 2 yang
aman. Pulse oxymetry kontinyu analisa gas darah digunakan untuk
memonitor fungsi paru-paru.
C. Ventilasi Mekanik
Bila terjadi penurunan kesadaran dan gagal nafas, maka segera
dilakukan intubasi dan ventilasi mekanik untuk menjaga ventilasi yang
adequate dari penderita. Setting awal ventilator digunakan control ventilation
dengan tidal volume yang rendah (5 – 8 mℓ/kgBB)dan pemberian PEEP yang
tinggi (10 – 20).
Tidal volume yang rendah ditujukan untuk mengurangi tekanan jalan
nafas karena akan merusak jaringan paru. PEEP diberikan untuk memelihara
alveolus recruitment dan mencegah kolap dari alveolus. Weaning ventilator
dilakukan sesuai kondisi klinis yang ada.
D. Terapi Antibiotik
Pemberian antibiotik profilaksis tanpa gejala dan tanda infeksi yang
jelas masih kontroversial. Bila aspirasi dari bahan terinfeksi, maka diberikan
antibiotik. Jenis antibiotik tergantung dari material yang teraspirasi.
Meskipun demikian, antibiotik dengan brond spectrum harus diberikan
seawal mungkin. Kultur sputum, bila mungkin, diambil setelah pemberian
antibiotik. Setelah hasil kultur ada, maka antibiotik diberikan sesuai dari hasil
kultur.
E. Terapi Supportif
Pasien dengan pneumonia, perlu dilakukan suction sekresi jalan nafas
untuk mencegah obstruksi jalan nafas. Pada kondisi tertentu, kadang-kadang
diperlukan bronchoscopy untuk mengidentifikasi adanya obstruksi
endobronchial. Pada sebagian besar pasien dengan pneumonia, diberikan
branchodicator untuk mencegah branchospasme meskipun efektivitasnya
pada pasien tanpa penyakit obstruksi paru belum diketahui.
Pada aspirasi pneumonia berat, bisa terjadi kebocoran cairan yang
kaya protein ke dalam paru dan menyebabkan penurunan preload, cardiac dan
hipotensi. Pemberian cairan intravascular diperlukan untuk mencukupi
kebutuhan cairan dan menjaga kardiovaskuler dengan menghitung balance
cairan secara cermat.
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Tn.S
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Berat badan : 60 kg
Masuk RS : 7-6-2008
Masuk ICU : 12-6-2008
Keluar ICU : 18-6-2008
ANAMNESIS
a. Keluhan utama : sesak nafas
b. Riwayat penyakit sekarang :
Kira-kira 3 minggu sebelum masuk RSS, pasien cabut gigi di dokter gigi
bagian gigi kanan atas dan bawah. Dua hari setelah cabut gigi, pasien merasa
nyeri hebat di tempat gigi yang di cabut, kemudian periksa di Puskesmas,
mondok satu hari, dan keluhan berkurang.
Dua minggu sebelum masuk RSS, rahang kanan bawah pasien bengkak
dan nyeri. Pasien periksa di RS Tidar dan mondok. Sebelum mondok,
bengkak tidak berkurang, bahkan makin besar dan memerah. Empat hari
sebelum masuk RSS, ada luka di tempat yang bengkak dan keluar cairan putih
kental. Pada tanggal 7-6-2008, pasien di rujuk ke RS Sardjito.
Dari tanggal 7-12 Juli, pasien di rawat di bangsal dan mendapat terapi :
Dressing abses dan nekrotomi
Infus RL 20-24 tetes/menit
Cefotaxim 2 x 1 gr
Metronidazal 3 x 500 mg
Ketorolac 2 x 1Amp
Ranitidin 2 x 1 Amp
Selama perawatan di bangsal, kondisi pasien membaik dan stabil dengan
T: 110-120/70-80 mmHg, N: 90-96 x/menit, RR: 18-20x/menit, kesadaran
compos mentis.
Pemeriksaan laboratorium dan penunjang selama di rawat di bangsal:
Tgl 9-6-08: Hasil laboratorium: AL = 10,4; AE = 3,28; Hb = 10,6; Hct = 33,8;
AT:180. Thorax foto: cor dan pulmo normal.
Pada tanggal 12-6-2008 pagi, pasien mengeluh ada cairan yang keluar
dalam rongga mulut dan terasa asin. Pasien merasa takut dan gelisah. Kira-kira
jam 20.00, pasien tersedak karena cairan dalam mulut dan merasa sesak, dan
makin gelisah.
Kemudian diberi O2 nasal kanul 2 l/menit dan diperiksa AGD. Hasil
AGD (12-6-08) jam 20.30:
FiO2 = 0,3, t = 36,8
pH = 7,461 BE = 0,1
PCO2 = 31,2 AaDO2 = 123,0
PO2 = 71,5 SO2 = 92,1
HCO3 = 21,5
Pada jam 22.00, dikonsulkan oleh bagian THT untuk rawat di ICU.
Secondary Survey:
M1 : bebas, terpasang ET no 8, on ventilator, setting mode VC 14, PEEP 10,
VT 450, FiO2 100%, V +/+, Rh +/+ wh -/-, terpasang NGT
M2 : t : 110/60, N :116 x/menit, temperature 36,8oC, S1S2 tanggal , murmur (-)
M3 : GCS tersedasi, RC +/+, pupil isokor 2 mm/2mm, lateralisasi (-), kaku
kuduk (-)
M4 : perut supel, distansi (-), peristaltik (+) H/L tak teraba
M5 : terpasang DC, win output 0,6 cc/jam
M6 : odem tungkai (-), akral hangat (+)
VII. KESIMPULAN
Aspirasi pneunomia adalah aspirasi bahan terinfeksi yang masuk laring
dan jalan nafas bagian bawah. Gejala dan tanda klinis berupa dyspneau,
takipneau, takikardi, sianosis, hipotensi dan demam. Gambaran foto thorax tidak
khas, biasanya tampak infiltrasi difuse atau odem pulmo. Diagnosis dibuat
berdasarkan anamnesis, gejala dan tanda klinis serta pemeriksan penunjang.
Penatalaksanaan aspirasi pneumonia adalah berdasarkan gambaran klinis.
Oksigenasi, ventilasi mekanik, antibiotik dan supportive care biasanya merupakan
terapi yang diberikan pada kasus aspirasi pneumonia.
Indikasi perawatan di ICU pasien aspirasi pneumonia adalah kegagalan
ventilasi yang menyebabkan pasien jatuh dalam critical ill.
DAFTAR PUSTAKA