Anda di halaman 1dari 40

PENYAKIT – PENYAKIT

KEGAWATAN
RESPIRASI PADA ANAK

Silvia Yasmin Lubis


Pendahuluan
 Kedaruratan pernapasan akut sering terjadi pada anak.
Tatalaksana yang tidak tepat dapat berakibat kematian.

 Jalan napas bayi dan anak sangat berbeda dengan


dewasa, yaitu :
• Ukuran diameter nafas anak cenderung lebih kecil →
edema ringan dapat menyebabkan pengurangan
secara nyata kaliber jalan napas dan akhirnya
meningkatkan tahanan jalan napas.
• Jalan napas anak berbentuk terowongan seperti corong
dengan ujung yang menyempit(funnel-shape), sedangkan
dewasa yang berbentuk silinder.

• Bagian paling sempit pada jalan napas bayi dan anak


terletak pada area di bawah level pita suara dan tulang
rawan krikoid, sedangkan pada dewasa setentang pita
suara.

• Jalan napas subglotis bayi dan anak tersusun atas jaringan


ikat longgar yang dapat dengan mudah mengalami ekstensi
akibat inflamasi dan edema.

• Lidah cenderung lebih besar.

• Laring terletak setinggi C3-C4.


STATUS ASMATIKUS

 Kondisi yang ditandai oleh bronkospasme berat dan


disfungsi pernapasan yang progresif pada penderita
asma, yang tidak responsif dengan terapi standar
konvensional.

 Disfungsi mekanika paru pada asma terjadi akibat


perubahan patologi pada otot polos bronkus sehingga
terjadi konstriksi, ditambah pula oleh adanya edema
mukosa dan peningkatan produksi mukus yang
semuanya akan menyebabkan pengurangan diameter
jalan napas dan peninggian tahanan aliran udara
Gejala Klinis
 Memperlihatkan variasi derajat gejala distress
pernapasan dan abnormalitas pertukaran gas.

 Mengi simetris pada kedua hemithoraks.

 Letargis dan diaforetik, tidak mampu bersuara dan


memperlihatkan retraksi berat pada dinding dada dengan
pernapasan torakoabdominal yang paradoks.

 Pulse oxymetri menggambarkan derajat keparahan.

 Manifestasi klinis dini dari abnormalitas pertukaran gas


pada status asmatikus berupa hipoksemia dan
hipokarbia.
 Asidosis laktat sering dijumpai karena peningkatan
produksi laktat akibat dehidrasi dan penggunaan otot
pernapasan yang berlebihan.
Tatalaksana
 Pemeriksaan atau penilaian ancaman gagal napas.

 Intervensi terapetik, yaitu pemasangan jalur intravena,


pemberian oksigen dan inhalasi kontinu agonis beta
serta kortikosteroid intravena.

 Metilprednisolon merupakan steroid yang paling umum


digunakan, dosis inisial 2 mg/kg BB diikuti 0,5-1 mg/kg
BB/kali diberikan setiap 6 jam.
 Dexametasone 0,5 – 1 mg/kg/hari diberikan tiap 6-8 jam.

 Aminofilin 6-8 mg/kgBB dalam 20 cc dektrosa 5 % atau


NaCl 0,9% diberikan 20-30 menit, 4 jam kemudian
diberikan dosis rumatan sebesar 0,5 – I mg/kgBB/jam.
Indikasi rawat intensif pasien asma
 Tidak ada respon dengan tatalaksana di IGD atau
perburukan serangan asma dengan cepat.

 Adanya kebingungan, disorientasi, dan tanda lain


ancaman henti nafas atau penurunan kesadaran.

 Hipoksemia tetap terjadi walaupun sudah diberi oksigen.

Indikasi intubasi endotrakeal


 Hipoksemia refrakter, pasca henti jantung paru, atau
asidosis respiratorik yang tidak resposif dengan
farmakoterapi.
PNEUMONIA

 Inflamasi yang mengenai parenkim paru.

 Merupakan sindrom klinis, didefinisikan berdasarkan


gejala dan tanda klinis, serta perjalanan penyakitnya.

 ditandai dengan batuk, sesak napas, demam, ronki


basah, dengan gambaran infiltrat pada foto rontgen
toraks
Dugaan bakteri penyebab pneumonia
Gejala klinis
 Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung dari
kuman penyebab, usia pasien, status imunologis pasien, dan
beratnya penyakit.

 Gejala nonspesifik meliputi demam, menggigil, sefalgia,


resah dan gelisah, beberapa pasien mungkin mengalami
gangguan gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare,
atau sakit perut.

 Setelah beberapa saat proses infeksi berlangsung muncul


gejala napas cuping hidung, takipnu, dispnu, dan timbul
apnu. Otot bantu napas interkostal dan abdominal mungkin
digunakan.

 Batuk umumnya dijumpai pada anak besar, tapi pada


neonatus bisa tanpa batuk.
 Frekuensi nafas indeks paling sensitif untuk mengetahui
beratnya penyakit.

 WHO menetapkan batuk dengan peningkatan frekuensi


nafas serta adanya retraksi sebagai pneumonia.

 Suara napas yang melemah seringkali ditemukan pada


auskultasi.

 Ronkhi basah halus yang khas untuk pasien yang lebih


besar.

 Sulit membedakan penyebab pneumonia.


Pendoman klinis membedakan penyebab pneumonia
Pemeriksaan penunjang
 Foto torak antero proterior (AP) dan lateral dibutuhkan
untuk menentukan lokasi anatomik dalam paru, luasnya
kelainan, dan kemungkinan adanya komplikasi seperti
pneumotoraks,pneumomediastinum, dan efusi pleura.

 Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada


pasien bayi.

 Pembesaran kelenjar hilus sering terjadi pada pneumonia


karena H. influenzae dan S. aureus, tapi jarang pada
pneumonia karena S. pneumoniae.

 Adanya gambaran butterfly di sekitar jantung /parakardial


maka kemungkinan infeksi oleh virus.
 Adanya efusi pleura menguatkan dugaan bakteri sebagai
penyebabnya.

 Dominasi neutrofil pada hitung jenis atau adanya


pergeseran ke kiri menununjukkan bakteri sebagai
penyebab. Leukosit >30.000/ul dengan dominasineutrofil
mengarah ke pneumonia streptokokus.
Tatalaksana
 Meliputi terapi suportif dan terapi etiologik.

 Terapi suportif meliputi pemberian makanan atau cairan


sesuai kebutuhan serta koreksi asam-basa dan elektrolit
sesuai kebutuhan.

 Terapi oksigen diberikan secara rutin, bila gejala


mengarah ke gagal nafas, gunakan alat bantu nafas.

 Streptokokus dan pneumokokus sebagai kuman Gram


positif dapat dicakup oleh ampisilin, sedangkan hemofilus
suatu kuman gram negatif dapat dicakup oleh
kloramfenikol.
 Penggunaan azitromisin dan klaritromisin pada IRBA
sama efektifnya dengan pemberian co-amoksiklav.

 Anjuran antibiotik empiris sesuai dengan perjalanan


penyakit pneumonia anak
BRONKIOLITIS

 Suatu infeksi sistem respiratorik bawah akut yang ditandai


dengan pilek, batuk, distres pernapasan dan ekspiratorik
effort.

 Biasanya pada bayi dan anak dibawah 2 tahun.

 Penyebab tersering adalah RSV (lebih dari 50%) diikuti oleh


virus parainfluenza 3, dan adenovirus.

Gejala klinis
 Gejala awal yang mungkin timbul adalah tanda-tanda
infeksi respiratorik atas akut berupa demam, batuk, pilek,
dan bersin, kemudian diikuti oleh adanya kesulitan
bernapas (sesak) yang umumnya pada saat ekspirasi.
 Pada pemeriksaan fisis didapatkan takipnu, disertai
adanya ekspirasi yang memanjang, mengi yang
dominan serta rhonki.

 Hipoksia dapat dideteksi dengan alat pulse oximetry


atau pemeriksaan analisis gas darah. Pada kasus yang
berat, akan terjadi retensi CO2.

 Pemeriksaan radiologis dijumpai gambaran hiperinflasi,


dengan infiltrat yang biasanya tidak luas.

 Kecenderungan ketidaksesuaian antara gambaran klinis


dan gambaran radiologis.
Tatalaksana
 Tatalaksana suportif sangat dibutuhkan seperti
pemberian oksigen, hidrasi yang cukup, koreksi asam-
basa dan elektrolit, serta nutrisi yang memadai.

 Pemberian kortikoseroid dan bronkodilator masih


kontroversi.

 Inhalasi epineprin 1 : 1000 dosis 0,1 ml/KgBB dan 0,05


ml/KgBB setiap 4 jam
Kriteria indikasi rawat di PICU
− laju napas >80 x/menit
− hipoksia dengan SaO <85%
− terjadi perburukan klinis akibat distres napas progresif
yang mengancam terjadinya gagal napas dan kelelahan
otot pernapasan/fatigue
− ada episode apnea
− gejala diagnostik gagal napas (PaO2 <60mmHg, PaCO2
>50mmHg)
CROUP
(LARINGOTRAKEOBRONKITIS)

 Sindrom klinis yang ditandai suara serak, batuk


menggongong, stridor inspirasi, dengan ada atau
tidaknya suara pernafasan.

 Biasanya terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 6 tahun.


Gejala klinis
 Gejala awal yang muncul pada croup biasanya
didahului dengan coryza, demam yang tidak begitu
tinggi selama 12-17 jam, hidung berair, nyeri menelan,
dan batuk ringan dapat disertai malaise. Pada
kasus tertentu demam bisa mencapai 400C.

 Suara parau, stridor, takipnu;

 Hipoksia dan hiperkapnia yang dialami penderita


dapat menyebabkan gagal nafas dan bahkan henti
nafas.

 Keluhan sesak nafas dan retraksi intercostal sebagai


petunjuk telah terjadi keadaan memberat.
Pemeriksaan penunjang
 Pada pemeriksaan radiologis leher posisi posteroanterior,
dapat ditemukan udara steeple sign yang menunjukkan
adanya penyempitan kolumna subglotis.

 Pada CT scan leher dapat lebih jelas mendeteksi


penyebab obstruksi pada pasien dengan keadaan klinis
yang lebih berat.
Gambaran klinis derajat kegawatan Croup
1. Ringan
• Batuk keras, menggonggong yang kadang-kadang
muncul.
• Stridor tidak terdengar ketika pasien beristirahat/tidak
beraktivitas.
• Retraksi dengan dinding dada.

2. Sedang
• Batuk menggonggong yang sering timbul.
• Stridor juga mudah didengar ketika pasien
beristirahat/tidak beraktivitas,
• Retaksi dinding dada hanya sedikit terlihat.
• Tidak ada gawat nafas (respiratory distress).
3. Berat
• Batuk menggonggong sering timbul ketika pasien
beristirahat,
• stridor inspirasi terdengar jelas.
• Kadang-kadang, pada croup derajad berat ini disertai
dengan stridor ekspirasi.
• Retraksi dinding dada, dan gawat nafas.

4. Gagal nafas mengancam


• Batuk kadang-kadang tidak jelas terdengar.
• Stridor kadang-kadang sangat jelas ketika pasien
beristirahat.
• Gangguan kesadaran, dan letargi.
Berat ringannya croup juga dapat dinilai dengan
menggunakan Wesley Score.
Tatalaksana

 Mengatasi obstruksi jalan nafas.

 Penderita croup yang perlu dirawat di rumah sakit :


 Anak berusia di bawah 6 bulan
 Gelisah, gangguan kesadaran
 Demam tinggi
 Anak tampak toksik
 Stridor progresif
 Gawat nafas, hipoksemia, sianosis

 Oksigen diberikan pada anak hipoksia dan distress nafas


yang signifikan.
 Nebulisasi epineprin 1 : 1000 dosis 0,05ml/KgBB
diberikan setiap 2 jam.

 Antibiotik diberikan hanya bila diduga ada infeksi


bakteri, diberikan antibiotik empiris sambil menunggu
hasil kultur. Golongan sefalosporin generasi ke-3
(seftriaxon atau sefotaksim) selama 7-10 hari.

 Kortikosteroid berupa prednison atau prednisolon


dengan dosis 1-2 mg/kgbb atau deksametason
diberikan dengan dosis 0,6 mg/kgbb per
oral/intamuskuler sebanyak satu kali, dan dapat
diulang dalam 6-24 jam.
- Intubasi endotrakheal dilakukan bila terdapat
 hiperkarbia dan ancaman gagal nafas.
 peningkatan sridor,
 peningkatan frekuensi nafas
 Peningkatan frekuensi nadi
 retraksi dinding dada
 Sianosis
 Letargi
 penurunan kesadaran
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai