Disusun Oleh
NIM. 202006048
2021
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan dan Resume Keperawatan ini disusun untuk memenuhi Tugas
NIM : 202006048
Mengetahui
A. Definisi
Asma adalah suatu peradangan pada bronkus akibat reaksi hipersensitif mukosa
Status asmatikus yang dialami penderita asma dapat ebrupa pernafasan wheezing,
respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian akan berakhir dengan tachypnea. Namun
main besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan
Status asmatikus adalah kegawatan medis dimana gejala asma tidak membaik pada
hari setelah infeksi virus di saluran nafas, diikuti pajanan terhadap allergen atau
iritan, atau setelah beraktivitas saat udara dingin. Seringnya, pasien telah
dada, sesa napas yang semakin bertambah, batuk kering dan mengi, dan
penggunaan betaantagonis yang meningkat (baik inhalasi maupun nebulisasi)
B. Etiologi
1. Menghirup debu yang terdapat di jalan raya maupun debu rumah tangga
3. Menghirup aerosol (asap pabrik yang bercampur gas buangan seperti nitrogen )
individu yang sensitive terhadap faktor pemicu tersebut ada juga yang tidak
(Sukarmin, 2009).
C. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pada pasien asmatikus adalah abtuk, dypsnea (sesak nafas), dan
dada, pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis,
sedangkan waktu serangan tampa penderita bernafas cepat, dalam, dan gelisah,
bantu pernafasan.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1. Tingkat I :
a. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru
b. Timbul bila ada factor pencetus, baik didapat alamiah maupun dengan test
2. Tingkat II :
wheezing).
3. Tingkat III :
a. Tanpa keluhan
nafas
c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah terserang
kembali
4. Tingkat IV :
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas
5. Tingkat V :
a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma
D. Patofisiologi
Awal mula munculnya penyakit status asmatikus ialah disebabkan oleh adanya
dan anafilatoxin sehingga menyebabkan terjadinya kontriksi pada otot polos dan
terjadilah bronchospasme sehingga bersihan jalan napas akan terganggu. Hal ini
kontraksi otot polos, emeka mukosa, dan hipersekresi sehingga akan terja
obstruksi saluran napas dan pola napas menjad tida efektif. Obstruksi saluran
Dan yang teakhir juga terjadi peningkatan sekresi pada mucus hingga prodksi
F. Penatalaksanaan
obstruktif jalan nafas yang berat. Perhatian khusus harus diberikan dalam
faal paru untuk dapat menilai respon pengobatan apakah membaik atau justru
memburuk. Efek samping obat yang berbahaya dapat terjadi pada pemberian drips
Oksigen aliran rendah yang dilembabkan baik dengan masker venture atau
kateter hidung diberikan. Aliran oksigen yang diberikan didasarkan pada nilai
2. Agonis β2
dapat diperjarang pemberiannya setiap 4 jam bila sudah ada perbaikan yang
jelas. Sebagian alternative lain dapat diberikan dalam bentuk inhalasi dengan
3. Aminofilin
per drip didahului secara bolus apabila belum diberikan. Dosis drip aminofilin
direndahkan pada penderita dengan penyakit hati. Bila terjadi mual, muntah,
atau anoreksia dosis harus diturunkan. Bila terjadi konfulsi, aritmia jantung
drip aminofilin segera dihentikan karena terjad gejala toksik yang berbahaya.
4. Kortikosteroid
200-400 mg dengan dosis keseluruhan 1-4 gr/ 24 jam. Sediaan yang lain dapat
5. Antikolonergik
tidak diperlukan bila pemberian agonisβ2 sudah memberikan hasil yang baik.
6. Pengobatan lainnya
c. Fisioterapi dada
d. Antibiotic
7. Prenatalaksanaan lanjutan
Setelah diberikan teapi intensif awal, dilakukan monitor yang ketat terhadap
respon pengobatan dengan menilai parameter klinis seperti sesak nafas, bising
mengi, frekuensi nafas, frekuensi nadi, retraksi otot bantu nafas. Adapun
c. Terjad henti napas (PaO2 <40mmHg atau PaCO2 >45 mmHg) sesudah
pemberian oksigen.
Penderita yang sudah menunjukkan respon yang baik, teapi intensif dilanjutkan
paling sedikit 2 hari. Pada 2-5 hari pertama semua pengobatan intravena
diganti diberikan steroid oral dan aminofilin oral dengan inhaler dosis terukur
6-8x/hari.
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan fungsi paru adalah cara paling akurat dalam mengkaji obstruksi
2. Pemeriksaan gas darah arteri dilakukan jika pasien tida mampu melakukan
I. Komplikasi
1. Pneumothoraks
2. Atelectasis
3. Gagal nafas
a. Pengkajian
1. Pengkajian primer
a. Airway
diperoleh.
b. Breathing
bahwa usaha ventilasi pasien tida efektif. Dismaping itu adanya bising
Pada status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh
tersebut hal ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut nad lebih
d. Disability
Pada tahap ini diperoleh hasil bahwa pasien dengan status asmatikus
dan tidak mampu menyelesaikan satu kalimat akibat usaha napas yang
2. Pengkajian sekunder
c. Eliminasi
d. Maknaan/ cairan
e. Nyeri / kenyamanan
Nyeri pada satu sisi, ekspresi menringis
f. Neurosensory
b. Diagnosa
c. Intervensi
d. Implementasi
2009).
e. Evaluasi
Evalusi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Pada tahap ini
Evaluasi berfokus pada klien, baik itu individu atau kelompok (Deswani,
2009).
DAFTAR PUSTAKA
WIB.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standart Luaran Keperawatan Indonesia.
Ny. K 35 tahun masuk ke UGD RSUD Pare pada tanggal 8 Maret 2021, sebelumnya
klien pernah di diagnose oleh dokter dengan diagnose medis “asma bronchial”.
Keluarga yang mengantar mengatakan klien bertambah sesak sejak kurang lebih 2
hari yang yang lalu setelah membersihkan gudang rumahnya dan mempunyai riwayat
asma sudah 2 tahun. Saat masuk UGD klien kesulitan berbicara karena sesak,
kelihatan sulit bernafas, klien tampak tidak nyaman saat bernafas, lelah saat bernafas,
klien tampak lemas dan berkeringat. Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil
kesadaran composmentis, GCS 456, klien tampak pucat, klien tampa lesu,
konjungtiva anemis, terdapat penggunaan otot bantu pernafasan, terdapat suara nafas
tambahan (wheezing). Hasil TTV sebagai berikut TD : 130/90 mmHg, Nadi : 100