Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN RESUME KEPERAWATAN

PADA Ny. KDENGAN KASUS STATUS ASMATIKUS

DI RUANG UGD RSUD PARE KEDIRI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi Ners Departemen KMB

Disusun Oleh

DILIANA TITIS NURHALISZA

NIM. 202006048

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN KARYA HUSADA KEDIRI

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Resume Keperawatan ini disusun untuk memenuhi Tugas

Praktik Profesi Ners Prodi STIKES Karya Husada Kediri.

Nama : Diliana Titis Nurhalisza

NIM : 202006048

Judul : Laporan Pendahuluan dan Resume Keperawatan Pada Ny. K dengan

Kasus Status Asmatikus di Ruang UGD RSUD Pare Kediri

Mengetahui

Pembimbing Akademik Mahasiswa

Pria Wahyu R. G., S.Kep., Ns., M.Kep Diliana Titis Nurhalisza

NIDN. 07-0305-8807 NIM. 202006048


LAPORAN PENDAHULUAN

1. Konsep Dasar Status Asmatikus

A. Definisi

Asma adalah suatu peradangan pada bronkus akibat reaksi hipersensitif mukosa

bronkus terhadap allergen. Reaksi hipersensitif pada bronkus dapat mengakibatkan

pembengkakan pada mukosa bronkus (Sukarmain, 2009).

Suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional (Smeltzer,

2011). Status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung

memberikan respon tehaap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).

Status asmatikus yang dialami penderita asma dapat ebrupa pernafasan wheezing,

ronchi ketika bernafas, kemudian bisa berlanjut menjadi pernafasan labored

(perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis,

respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian akan berakhir dengan tachypnea. Namun

main besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan

biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernafasan (Purnomo, 2008).

Status asmatikus adalah kegawatan medis dimana gejala asma tidak membaik pada

pemberian bronkodilator di unit gawat darurat. Biasanya, gejala muncul beberapa

hari setelah infeksi virus di saluran nafas, diikuti pajanan terhadap allergen atau

iritan, atau setelah beraktivitas saat udara dingin. Seringnya, pasien telah

menggunakan obat-obat antiinflamasi. Pasien biasanya mengeluh rasa berat d

dada, sesa napas yang semakin bertambah, batuk kering dan mengi, dan
penggunaan betaantagonis yang meningkat (baik inhalasi maupun nebulisasi)

sampai hitungan menit.

B. Etiologi

Penyebab hipersensitifitas saluran pernafasan pada kasus asma banyak diakibatkan

oleh faktor genetic (keturunan). Sedangkan faktor pemicu timbulnya reasi

hipersensitifitas saluran pernafasan dapat berupa :

1. Menghirup debu yang terdapat di jalan raya maupun debu rumah tangga

2. Hirupan asap kendaraan, asap rokok, dan asap pembakaran.

3. Menghirup aerosol (asap pabrik yang bercampur gas buangan seperti nitrogen )

4. Pajanan hawa dingin

5. Alergi terhadap bulu binatang

6. Stress yang berlebihan

Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, terkadang terdapat beberapa

individu yang sensitive terhadap faktor pemicu tersebut ada juga yang tidak

(Sukarmin, 2009).

C. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis pada pasien asmatikus adalah abtuk, dypsnea (sesak nafas), dan

wheezing (terengah-engah). Pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri

dada, pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis,

sedangkan waktu serangan tampa penderita bernafas cepat, dalam, dan gelisah,

duduk dengan tangan menyangga ke depan serta tampak penggunaan otot-otot

bantu pernafasan.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :

1. Tingkat I :

a. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru

b. Timbul bila ada factor pencetus, baik didapat alamiah maupun dengan test

provokasi bronkial di laboratorium.

2. Tingkat II :

a. Tanpa keluhan dan kelianan pemeriksaan fisik tetapi fungsi paru

menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas (batuk, sesak nafas,

wheezing).

b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.

3. Tingkat III :

a. Tanpa keluhan

b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan

nafas

c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah terserang

kembali

4. Tingkat IV :

a. Klien mengeluh batuk, sesa nafas dan nafas berbunyi whezzing

b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas

5. Tingkat V :

a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma

akut yang bersifat refrakter (tak beraksi) sementara terhadap pengobatan

yang lazim dipakai.


b. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang

reversible (Sukirman, 2009).

D. Patofisiologi

Awal mula munculnya penyakit status asmatikus ialah disebabkan oleh adanya

allergen, mengkonsumsi obat-obatan dan adanya infeksi yang menyebabkan

tejadinya reaksi antigen dan antibody yang mengaktifkan histamine, brodikinin

dan anafilatoxin sehingga menyebabkan terjadinya kontriksi pada otot polos dan

terjadilah bronchospasme sehingga bersihan jalan napas akan terganggu. Hal ini

juga dapata menyebabkna peningkatan pada permeabilitas kapiler dan terjadlah

kontraksi otot polos, emeka mukosa, dan hipersekresi sehingga akan terja

obstruksi saluran napas dan pola napas menjad tida efektif. Obstruksi saluran

napas juga menyebabkan hipoventilasi dan terjadlah gangguan pertukaran gas.

Dan yang teakhir juga terjadi peningkatan sekresi pada mucus hingga prodksi

mucus akan meningkat yang dapat menyebabkan ketidseimbangan nutrisi sehingga

nutrisi akan kurang dari kebutuhan.


E. WOC

F. Penatalaksanaan

Semua penderita yang dirawat inap di rumah sakit memperlihatkan keadaan

obstruktif jalan nafas yang berat. Perhatian khusus harus diberikan dalam

perawatan, sedapat mungkin dirawat oleh dokter dan perawat yang


berpengalaman. Pemantauan dilakukan secara tepat berpedoman secara klinis, uji

faal paru untuk dapat menilai respon pengobatan apakah membaik atau justru

memburuk. Efek samping obat yang berbahaya dapat terjadi pada pemberian drips

aminofilin. Penderita status asmatikus yang dirawat inap di ruangan, setelah

dikirim dari UGD dilakukan penatalaksanaan sebagai berikut :

1. Pemberian terapi oksigen dilanjutkan

Terapi oksigen dilakukan untuk mengatasi dyspnea, sianosis, dan hipoksemia.

Oksigen aliran rendah yang dilembabkan baik dengan masker venture atau

kateter hidung diberikan. Aliran oksigen yang diberikan didasarkan pada nilai

gas darah. PaO2 dipertahankan antara 65 dan 85 mmHg. Pemberian sedative

merupakan kontraindikasi, jika tida tedapat respons pengobatan berulang,

dbutuhkan perawatan di rumah sakit.

2. Agonis β2

Dilanjutkan dengan pemberian inhalasi nebulasi 1 dosis tiap jam, kemudian

dapat diperjarang pemberiannya setiap 4 jam bila sudah ada perbaikan yang

jelas. Sebagian alternative lain dapat diberikan dalam bentuk inhalasi dengan

nebuhaler/volumatic atau secara injeksi. Bila terjaid perburukan diberikan

drips salbutamol atau terbutalin.

3. Aminofilin

Diberikan melalui infus/ drip dengan dosis 0,5-0,9 mg/kgBB/jam. Pemberian

per drip didahului secara bolus apabila belum diberikan. Dosis drip aminofilin

direndahkan pada penderita dengan penyakit hati. Bila terjadi mual, muntah,
atau anoreksia dosis harus diturunkan. Bila terjadi konfulsi, aritmia jantung

drip aminofilin segera dihentikan karena terjad gejala toksik yang berbahaya.

4. Kortikosteroid

Kortikosteeroid dosis tinggi intravena diberikan setiap 2-8 jam tergantung

beratnya keadaan serta kecepatan respon. Preparat pilihan adalah hidrokortison

200-400 mg dengan dosis keseluruhan 1-4 gr/ 24 jam. Sediaan yang lain dapat

juga diberikan sebagai altenative adalah triamsiolon 40-80 mg, dexamethasone

intravena dapat diberikan kortikosteroid per oral yaitu predmison atau

predmisolon 30-60 mg/hari.

5. Antikolonergik

Iptopium bromide dapat diberikan baik sendiri maupun dalam kombinasi

agonis β2 secara inhalasi nebulisasi terutama penambahan-penambahan ini

tidak diperlukan bila pemberian agonisβ2 sudah memberikan hasil yang baik.

6. Pengobatan lainnya

a. Hidrasi dan keseimbangan elektrolit

b. Mukolitik dan ekspektoran

c. Fisioterapi dada

d. Antibiotic

e. Sedasi dan antihistamin

7. Prenatalaksanaan lanjutan

Setelah diberikan teapi intensif awal, dilakukan monitor yang ketat terhadap

respon pengobatan dengan menilai parameter klinis seperti sesak nafas, bising
mengi, frekuensi nafas, frekuensi nadi, retraksi otot bantu nafas. Adapun

pendeita yang memerlukan perawatan intensif yaitu :

a. Terdapat tanda-tanda kelelahan

b. Gelisah, bingung, kesadaran menurun

c. Terjad henti napas (PaO2 <40mmHg atau PaCO2 >45 mmHg) sesudah

pemberian oksigen.

8. Penatalaksanaan lanjutan di ruangan

Penderita yang sudah menunjukkan respon yang baik, teapi intensif dilanjutkan

paling sedikit 2 hari. Pada 2-5 hari pertama semua pengobatan intravena

diganti diberikan steroid oral dan aminofilin oral dengan inhaler dosis terukur

6-8x/hari.

G. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan fungsi paru adalah cara paling akurat dalam mengkaji obstruksi

jalan nafas akut

2. Pemeriksaan gas darah arteri dilakukan jika pasien tida mampu melakukan

manufer fungsi pernafasan karena obstruksi berat.

3. Pemeriksaan foto thoraks dilakukan untuk melihat hal-hal yang ikut

memperburuk atau komplikasi asma akut.

H. Elektrokardiografi tanda-tanda abnormalia sementara dan refersible setelah terjadi

perbaikan klinis adalah glombang P meninggi (P=pulmonal), (Nugroho,2016).

I. Komplikasi

Komplikasi yang dapat tejadi pada klien dengan asma adalah

1. Pneumothoraks
2. Atelectasis

3. Gagal nafas

4. Bronchitis (Nur Arif Amin, 2015).

2. Konsep Asuhan Kegawatdaruratan pada pasien status asmatikus

a. Pengkajian

1. Pengkajian primer

a. Airway

Pada pasien dengan status asmatikus adanya penumpukan sputum

pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan nafas

sehingga status asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien yang

sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin sedkit yang dapat

diperoleh.

b. Breathing

Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan

bertambahnya uasaha napas pasien untuk memperoleh oksigen yang

dperlukan oleh tubuh. Namun pada status asmatikus pasine mnegalami

nafas lemah hingga adanya henti napas. Sehingga ini memunginkan

bahwa usaha ventilasi pasien tida efektif. Dismaping itu adanya bising

mengi dan sesak napas berat sehingga pasien tida mampu

menyelesaikan satu kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan dalam

bergerak. Pada pengkajian ini dapat diperoleh frekuensi napas lebih

dari 25x/menit. Pantau adanya mengi.


c. Circulation

Pada status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh

oksigen maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan

tersebut hal ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut nad lebih

dari 110x/menit. Terjadi pula penurunan tekanan darah sistolik pada

watu inspirasi. Adanya kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan

sianosis yang dikaji pada tahap circulation ini.

d. Disability

Pada tahap ini diperoleh hasil bahwa pasien dengan status asmatikus

mengalami penurunan kesadaran. Disamping itu pasien yang amsih

dpaat berespon hanya dapa mengeluarkan kalimat yang trebata-bata

dan tidak mampu menyelesaikan satu kalimat akibat usaha napas yang

dilakukannya sehingga menimbulkan kelelahan. Namun pada

penurunan kesadaran semua motoric sensorik pasien unrespon.

2. Pengkajian sekunder

a. Pemeriksaan fisik head to toe

b. Pemeriksaan keadaan umum dan kesadaran

c. Eliminasi

kaji keluaran uli, diare/ konstipasi

d. Maknaan/ cairan

penambahan BB yang signifikan, pembengkakan ekstremitas odema

pada bagian tubuh

e. Nyeri / kenyamanan
Nyeri pada satu sisi, ekspresi menringis

f. Neurosensory

Kelemahan : penurunan kesadaran

b. Diagnosa

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif

2. Pola nafas tidak efektif

3. Gangguan pertukaran gas

c. Intervensi

No. Diagnosa SLKI SIKI

1. Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen jalan


nafas tidak efektif tindakan keperawatan napas
selama 3x24 jam, Observasi
diharapkan bersihan jalan 1. Monitor pola
nafas meningkat dengan napas
kriteria hasil 2. Monitor bunyi
1. Produksi sputum napas tambahan
menurun 3. Monitor sputum
2. Mengi menurun Terapeutik
3. Wheezing 1. Pertahankan
menurun kepatenan jalan
4. Dispnea menurun napas
5. Gelisah menurun 2. Posisikan semi-
6. Frekuensi nafas fowler / fowler
membaik 3. Berikan minum
7. Pola nafas hangat
membaik 4. Lakukan fisioterapi
dada
5. Berikan oksigen
Edukasi
1. Anjurkan asupan
cairan 2000ml/hari
2. Ajarkan teknik
batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator
2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan
efektif tindakan keperawatan napas
selama 3x24 jam, Observasi
diharapkan pola napas 1. Monitor pola
membaik dengan kriteria napas
hasil 2. Monitor bunyi
1. Dispnea menurun napas tambahan
2. Penggunaan otot 3. Monitor sputum
bantu nafas Terapeutik
menurun 1. Pertahankan
3. Pemanjanagan kepatenan jalan
fase ekspirasi napas
menurun 2. Posisikan semi-
4. Frekuensi napas fowler / fowler
membaik 3. Berikan minum
5. Kedalaman nafas hangat
membaik 4. Lakukan
fisioterapi dada
5. Berikan oksigen
Edukasi
1. Anjurkan asupan
cairan 2000ml/hari
2. Ajarkan teknik
batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator
3. Gangguan Setelah dilakukan Terapi oksigen
pertukaran gas tindakan keperawatan Observasi
selama 3x24 jam, 1. Monitor kecepatan
diharapkan pertukaran aliran oksigen
gas meningkat dengan 2. Monitor posisi alat
kriteria hasil terapi oksigen
1. Dispnea menurun 3. Monitor tanda-
2. Bunyi napas tanda hipoventilasi
tambahan menurun 4. Monitor tingkat
3. Gelisah menurun kecemasan akibat
4. Pola nafas membaik terapi oksigen
Terapeutik
1. Bersihkan secret
pada mulut
2. Pertahankan
kepatenan jalan
napas
3. Berikan oksigen
tambahan
Edukasi
1. Ajarkan pasien
dan keluarga cara
menggunakan
oksigen di rumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi
penentuan dosisi
oksigen
2. Kolaborasi
penggunaan
oksigen saat
beraktivitas atau
tidur

d. Implementasi

Implementasi merupakan tahap yang muncul jika perencanaan yang dibuat

diaplikasikan pada klien. Sebelum melakukan implementasi, seharusnya

menerima laporan tindakan tindakan dari perawat shift sebelumnya hal-hal

tersebut merupakan kunci dari efisiensi kerja pertukaran shift (Deswani,

2009).

e. Evaluasi

Evalusi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Pada tahap ini

membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil.

Evaluasi berfokus pada klien, baik itu individu atau kelompok (Deswani,

2009).
DAFTAR PUSTAKA

Kokasih, Alvin. 2008. Diagnosis Dan Tatalasana Kegawatdaruratan Paru

Dalam Pratik Sehari-hari. Jakarta : Sagung Seto.

Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan

Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika

Sadguna, Dwija. 2011. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pasien

Gagal Nafas. http://www.scribd.com. Diakses tanggal 9 maret 2021 jam 21.12

WIB.

Swidarmoko, Boedi. 2010. Pulmonologi Intervensi dan Gawat Darurat Napas.

Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standart Diagnosa Keperawatan

Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan

Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standart Luaran Keperawatan Indonesia.

Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI


Kasus

Ny. K 35 tahun masuk ke UGD RSUD Pare pada tanggal 8 Maret 2021, sebelumnya

klien pernah di diagnose oleh dokter dengan diagnose medis “asma bronchial”.

Keluarga yang mengantar mengatakan klien bertambah sesak sejak kurang lebih 2

hari yang yang lalu setelah membersihkan gudang rumahnya dan mempunyai riwayat

asma sudah 2 tahun. Saat masuk UGD klien kesulitan berbicara karena sesak,

kelihatan sulit bernafas, klien tampak tidak nyaman saat bernafas, lelah saat bernafas,

klien tampak lemas dan berkeringat. Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil

kesadaran composmentis, GCS 456, klien tampak pucat, klien tampa lesu,

konjungtiva anemis, terdapat penggunaan otot bantu pernafasan, terdapat suara nafas

tambahan (wheezing). Hasil TTV sebagai berikut TD : 130/90 mmHg, Nadi : 100

x/menit, Suhu : 36 C, RR : 28x/menit.

Anda mungkin juga menyukai