Anda di halaman 1dari 45

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2

KONSEP MEDIS DAN ASUHAN KEPERAWATAN


HIPERSENSITIVITAS

SEMESTER/KELAS: 4/A
Disusun:Kelompok 4

Moh. Reza Firsandi (841419103) Zainudin Yunus (841419012)


Dwi Berliani Katili (841419016) Nadya Rizky Anasiru (841419005)
Nur Masita Apriliani Rachman (841419004) Hadijah Halid (841419036)
Sabriah Dwi Anhari (841419048) Yuniar Usman (841419042)
Pramesti Regita Hiyango (841419041) Siskawati Mahmud (841419045)
Tarisa Magendre (841419039) Rahmilia Ngadi (841419009)
n Aprilia Salim Wulan Aprilia Salim (841419008) Febriyanti Halid (841419007)
Wina Rasyid (841419014) Muh. Aldiansyah P. Abdul (841416118)

DOSEN PEMBIMBING : Ns. Nirwanto K. Rahim, M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAH RAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada tuhanyang maha esa, karena atas berkat dan
rahmatnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah Penulisan karya tulis ilmiah ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu tugas yang diberikan pada mata kuliah
Keperawatan medical bedah 2. Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini belum
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat
membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sangat
sulit bagi penulis untuk menyelesaikan karya tulis ini. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ns. Nirwanto K. Rahim, M. Kepselaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu
, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini
2. Teman-teman kelompok 4 yang telah membantu menyelesaikan karya tulis ilmiah ini
3. Orang tua yang telah memberikan dukungan
4. Serta pihak yang tidak dapat diesbutkan satu persatu
Akhir kata penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan pihak yang telah membantu.

Gorontalo, 28 Mei 2021

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ....................................................................................................................i
Daftar Isi ...............................................................................................................................ii
BAB I (KONSEP MEDIS)...................................................................................................1
1.1 Definisi.......................................................................................................................1
1.2 Etiologi.......................................................................................................................1
1.3 Manifestasi Klinis ......................................................................................................1
1.4 Patofisiologi ...............................................................................................................2
1.5 Komplikasi .................................................................................................................4
1.6 Prognosis ....................................................................................................................6
1.7 Pemeriksaan Penunjang .............................................................................................6
1.8 Penatalaksanaan .........................................................................................................8
1.9 Klasifikasi ..................................................................................................................8
1.10Pencegahan.................................................................................................................9
BAB II (KONSEP KEPERAWATAN) ..............................................................................10
2.1.Pengkajian ..................................................................................................................10
2.2.Pathway ......................................................................................................................13
2.3.Diagnosa Keperawatan ..............................................................................................15
2.4.Rencana Intervensi Keperawatan ...............................................................................21
2.5.Implementasi dan Evaluasi Keperawatan ..................................................................35
2.6.Dokumentasi ..............................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................42

ii
BAB I
KONSEP MEDIS
1.1. Definisi
Hipersensitivitas yaitu reaksi imun yang patologik yang terjadi akibat respon
imun yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh.
Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap terhadap
antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya.
Istilah Hipersensitivitas berkenan dengan ketidaktepatan reaksi imunologi,
daripada usaha untuk menyembuhkan. Reaksi ini menciptakan kerusakan jaringan dan
merupakan suatu bentuk penting dalam proses perjalanan penyakit secara
keseluruhan. Pada keadaan normal, mekanisme pertahanan tubuh baik humoral
maupun seluler tergantung pada sel B dan sel T. Aktivitas atau gangguan mekanisme
ini, akan menimbulkan keadaan imunopatologis yaitu reaksi hipersensitivitas.
(Wijanarko.2016)
1.2. Etiologi
Terdapat beberapa golongan alergen yang dapat menimbulkan reaksi anafilaksis,
yaitu makanan, obat-obatan, bisa atau racun serangga dan alergen lain yang tidak bisa
di golongkan. Secara umum penyebab anafilaksis dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
a. Obat
1) Antibiotik : penisilin, streptomisin, klorampenikol, sulfonamide, kanamisin,
dll.
2) Kemoterapeutik : carboplatin and doxorubicin.
3) Vaksin : difteri, morbili, parotitis, influenza, pertusis, rabies, tetanus, tipoid.
b. Makanan
1) Kacang tanah, kacang kedelai, susu sapi, telur, jamur, udang, ikan, kerang,
nasi.
2) Buah : nanas, mangga, nangka, apel, rambutan
c. Bisa/cairan binatang: serangga, ular, laba-laba, ubur-ubur, nyamuk.
d. Natural rubber latex (NRL): Dalam dunia kesehatan seperti masker, alat tensimeter,
stetoskop, handschoen, kateterm tourniquets. Selain itu barang - barang yang
mengandung NRL lain seperti, sarung tangan, kondom, dot bayi, balon, mainan,
dan alat olahraga.
e. Faktor lisis : panas, dingin, getaran, cahaya, tekanan.
1
f. Faktor kolinergik dan kegiatan jasmani
g. Idiopatik (Surbakt.2017)
1.3 Manifestasi Klinis
Pada penderita reaksi hipersensitivitas obat, banyak manifestasi klinis yang
dapat terlihat. Klinis yang terlihat, dapat membantu untuk melakukan penegakkan
diagnosis dan melakukan penanganan secara cepat pada penderita. Manifestasi akut
reaksi hipersensitivitas obat biasanya seperti, urtikaria, angioedema, rinitis,
konjungtivitis, bronkospasme, gejala gastrointestinal (mual, muntah, diare) atau
anafilaksis, dimana dapat mengakibatkan kolapsnya kardiovaskular. Reaksi lambat
hipersensitivitas obat sering mempengaruhi kulit dengan gejala kutaneus yang
bervariasi, seperti urtikaria yang lambat terjadi, erupsi makulopapular, fixed drug
eruptions (FDE), vaskulitis, penyakit blistering (Toxic Epidermal Necrosis (TEN),
Steven Jonhson Syndrome (SJS) dan FDE bula general), sindrom hipersensitivitas,
acute generalized exanthematous pustulosis (AGEP), dan symmetrical drug-related
intertriginous and flexural exanthemas (SDRIFE). Organ internal yang bisa terkena
baik secara tunggal atau dengan gejala pada kulit dan termasuk hepatitis, gagal ginjal,
pneumonitis, anemia, neutropeni, dan trombositopeni. (Wijanarko.2016)
1.4 Patofisiologi
a Hipersensitivitas Tipe I
Hipersensitivitas tipe I atau reaksi anafilaksis terjadi dalam reaksi jaringan
terjadi dalam beberapa menit setelah antigen bergabung dengan antibodi yang
sesuai. Urutan kejadian anafilaksis adalah sebagai berikut :
1) Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai
diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan basofil.
2) Fase Aktivasi, yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan
antigen yang spesifik dan sel mast melepas isinya yang menimbulkan reaksi.
3) Fase Efektor, yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai
efek mediator-mediator yang dilepas sel mast dengan aktivitas farmakologik.
Reaksi tipe I dapat terjadi sebagai suatu gangguan sistemik atau reaksi lokal.
Sering kali hal ini ditentukan oleh rute pajanan antigen. Pemberian antigen
protein atau obat secara sistemik (parental) menimbulkan anafilaksis sistemik.
Dalam beberapa menit setelah pajanan, pada pejamu yang tersensitisasi akan
muncul rasa gatal, urtikaria, dan eritema kulit, diikuti oleh kesulitan bernafas
berat yang disebabkan oleh bronkokonstriksi paru dan diperkuat dengan
2
hipersekresi mukus. Edema laring dapat memperberat persoalan dengan
menyebabkan obstruksi saluran pernafasan bagian atas. Selain itu, otot semua
saluran pencernaan dapat terserang, dan mengakibatkan vomitus, kaku perut, dan
diare. Tanpa intervensi segera, dapat terjadi vasodilatasi sistemik atau kondisi
syok anafilaktik, dan penderita dapat mengalami kegagalan sirkulasi dan
kematian dalam beberapa menit.
Reaksi lokal biasanya terjadi bila antigen hanya terbatas pada tempat tertentu
sesuai jalur pemajanannya, seperti di kulit (kontak, menyebabkan urtikaria),
traktus gastrointestinal (ingesti, menyebabkan diare), atau paru (inhalasi,
menyebabkan bronkokonstriksi). Bentuk umum alergi kulit, hay fever, serta
bentuk tertentu asma merupakan contoh reaksi anafilaktik yang terlokalisasi.
b Hipersensitivitas Tipe II
Mekanisme singkat dari reaksi tipe II ini sebagai berikut : IgG dan IgM
berikatan dengan antigen di permukaan sel. Fagositosis sel target atau lisis sel
target oleh komplemen, ADCC dan atau antibody. Pengeluaran mediator kimiawi.
Timbul manifestasi berupa anemia hemolitik autoimun, eritroblastosis fetalis,
sindrom Good Pasture, atau pemvigus vulgaris. Hipersensitivitas tipe II
diakibatkan oleh antibodi berupa imunoglobulin G (IgG) dan imunoglobulin E
(IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan matriks ekstraseluler.
Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada sel atau jaringan yang secara langsung
berhubungan dengan antigen tersebut. Pada umumnya, antibodi yang langsung
berinteraksi dengan antigen permukaan sel akan bersifat patogenik dan
menimbulkan kerusakan pada target sel. Hipersensitivitas dapat melibatkan reaksi
komplemen (atau reaksi silang) yang berikatan dengan antibodi sel sehingga
dapat pula menimbulkan kerusakan jaringan.
c Hipersensitivitas Tipe III
Reaksi hipersensitivitas tipe 3 terjadi karena pengendapan kompleks imun
(antigen-antibodi) yang susah difagosit sehingga akan mengaktivasi komplemen
dan mengakumulasi leukosit polimorfonuklear di jaringan. Mekanisme reaksi ini
secara umum sebagai berikut : Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang
sulit difagosit, Mengaktifkan komplemen, Menarik perhatian Neutrofil, Pelepasan
enzim lisosom, Pengeluaran mediator kimiawi, Timbul manifestasi berupa reaksi
Arthus, serum sickness, LES, AR, glomerulonefritis, dan pneumonitis. Dalam
keadaan normal kompleks imun dalam sirkulasi diikat dan diangkut eritrosit ke
3
hati, limpa dan disana dimusnahkan oleh sel fagosit mononuklear, terutama di
hati, limfa dan paru tanpa bantuan komplemen.
a Hipersensitivitas Tipe IV
Mekanisme reaksi ini secara umum sebagai berikut : Limfosit T tersensitasi,
Pelepasan sitokin dan mediator lainnya atau sitotoksik yang diperantarai oleh sel
T langsung, Timbul manifestasi berupa tuberkulosis, dermatitis kontak dan reaksi
penolakan transplant. Hipersensitivitas tipe IV (tipe lambat) atau yang
dipengaruhi oleh sel merupakan salah satu aspek imunitas yang dipengaruhi oleh
sel. Antigen akan mengaktifkan makrofag yang khas dan membuat limfosit T
menjadi peka sehingga mengakibatkan terjadinya pengeluaran limfokin. Reaksi
lokal ditandai dengan infiltrasi sel-sel berinti tunggal. (Premana.2017)
1.5 Komplikasi
a. Eritroderma eksfoliativa sekunder
Eritroderma ( dermatitis eksfoliativa ) adalah kelainan kulit yang ditandai
dengan adanya eritema seluruh / hampir seluruh tubuh, biasanya disertai skuama.
Etiologi eritroderma eksfoliativa sekunder :
1) Akibat penggunaan obat secara sistemik yaitu penicillin dan derivatnya ,
sulfonamide , analgetik / antipiretik dan ttetrasiklin.
2) Meluasnya dermatosis ke seluruh tubuh , dapat terjadi pada liken planus ,
psoriasis , pitiriasis rubra pilaris , pemflagus foliaseus , dermatitis seboroik
dan dermatitis atopik.
3) Penyakit sistemik seperti Limfoblastoma.
b. Abses limfedenopati
Limfadenopati merujuk kepada ketidaknormalan kelenjar getah bening dalam
ukuran, konsistensi ataupun jumlahnya. Limfadenopati dapat timbul setelah
pemakaian obatobatan seperti fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti
allupurinol, atenolol, captopril, carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine,
penicilin, pirimetamine, quinidine, sulfonamida, sulindac). Pembesaran karena
obat umumnya seluruh tubuh (generalisata).
c. Furunkulosis
Furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan jaringan
yangdisekitarnya, yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Apabila
furunkelnya lebihdari satu maka disebut furunkolosis. Faktor predisposisi:
1) Hygiene yang tidak baik
4
2) Diabetes mellitus
3) Kegemukan
4) Sindrom hiper IgE
5) Carier kronik S.aureus (hidung)
6) Gangguan kemotaktik
7) Ada penyakit yang mendasari, seperti HIV
8) Sebagai komplikasi dari dermatitis atopi, ekscoriasi, scabies atau pedikulosis
(adanya lesi pada kulit atau kulit utuh bisa juga karena garukan atau sering
bergesekan)
d. Rinitis
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi
pada pasien atopi yang sebe lumnya sudah ter sens itisa si dengan al ergen yang
sama serta dilepaskannya suatumediator kimia ketika terjadi paparan ulangan
dengan alergen spesifik tersebut
e. Stomatitis
Stomatitis Aphtous Reccurent atau yang di kalangan awam disebut sariawan
adalah luka yang terbatas pada jaringan lunak rongga mulut. Hingga kini,
penyebab dari sariawan ini belum dipastikan, tetapi ada faktor-faktor yang diduga
kuat menjadi pemicu atau pencetusnya. Beberapa diantaranya adalah:
1) Trauma pada jaringan lunak mulut (selain gigi), misal tergigit, atau ada gigi
yang posisinya di luar lengkung rahang yang normal sehingga menyebabkan
jaringan lunak selalu tergesek/tergigit pada saat makan/mengunyah
2) Kekurangan nutrisi,terutama vitamin B12, asam folat dan zat besi.
3) Stress
4) Gangguan hormonal, seperti pada saat wanita akan memasuki masa menstruasi
di mana terjadi perubahan hormonal sehingga lebih rentan terhadap iritasi
5) Gangguan autoimun / kekebalan tubuh, pada beberapa kasus penderita
memiliki respon imun yang abnormal terhadap jaringan mukosanya sendiri.
6) Penggunaan gigi tiruan yang tidak pas atau ada bagian dari gigi tiruan yang
mengiritasi jaringan lunak
7) Pada beberapa orang, sariawan dapat disebabkan karena hipersensitivitas
terhadap rangsangan antigenik tertentu terutama makanan.
f. Konjungtivitis

5
Konjungtivitis adalah radang atau infeksi pada konjungtiva dimana batasnya
dari kelopak mata hingga sebagian bola mata. Etiologi:
1) Infeksi oleh virus
2) Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang
3) Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi lainnya
4) Kelainan saluran air mata, dll.
g. Kolitis Bronkolitis
h. Hepatomegali (Premana.2017)
1.6 Prognosis
Prognosis hipersensivitas tergantung pada tingkat keparahan gangguan,
perluasan peradangan dan kerusakan jaringan, dan pengobatan yang tersedia serta
keefektifannya untuk mengendalikan penyakit. Jika datang dengan timoma, 68%
orang yang terkena memiliki kelangsungan hidup 5 tahun. Pada SLE, kira-kira 80%
bertahan hidup pada 15 tahun jika dirawat. Eksim atopik (dermatitis) biasanya paling
parah pada masa bayi dan membaik seiring bertambahnya usia pada 80% kasus. Asma
bronkial alergi yang tidak merespons steroid memiliki prognosis yang tetap (Liao et
all, 2019)
1.7 Pemeriksaan Penunjang
a. RAST (Radio Allergo Sorbent Test) atau ELISA (Enzym Linked Immunosorbent
Assay test )
Pemeriksaan yang lebih bermakna yaitu IgE spesifik, namun memerlukan biaya
yang mahal. Tes ini untuk mengetahui alergi terhadap alergen hirup dan
makanan. Tes ini memerlukan sampel serum darah sebanyak 2 cc. Lalu serum
darah tersebut diproses dengan mesin komputerisasi khusus,hasilnya dapat
diketahui setelah 4 jam. Kelebihan tes ini : dapat dilakukan pada usia berapapun,
tidak dipengaruhi oleh obatobatan.
b. Skin Prick Test (Tes tusuk kulit) Tes ini untuk memeriksa alergi terhadap alergen
hirup dan makanan, misalnya debu, tungau debu, serpih kulit binatang, udang,
kepiting dan lain-lain. Tes ini dilakukan di kulit lengan bawah sisi dalam, lalu
alergen yang diuji ditusukkan pada kulit dengan menggunakan jarum khusus
(panjang mata jarum 2 mm), jadi tidak menimbulkan luka, berdarah di kulit.
Hasilnya dapat segera diketahui dalam waktu 30 menit Bila positif alergi
terhadap alergen tertentu akan timbul bentol merah gatal. Syarat tes ini :

6
1) Pasien harus dalam keadaan sehat dan bebas obat yang mengandung
antihistamin (obat anti alergi) selama 3 – 7 hari, tergantung jenis obatnya.
2) Umur yang di anjurkan 4 – 50 tahun.
c. Skin Test (Tes kulit) Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat
yang disuntikkan. Dilakukan di kulit lengan bawah dengan cara menyuntikkan
obat yang akan di tes. Hasil tes yang positif menunjukkan adanya reaksi
hipersensitivitas yang segera pada individu tersebut, atau dengan kata lain pada
epikutan individu tersebut terdapat kompleks IgE mast.
d. Patch Test (Tes Tempel) Tes ini untuk mengetahui alergi kontak terhadap bahan
kimia, pada penyakit dermatitis atau eksim. Tes ini dilakukan di kulit punggung.
Hasil tes ini baru dapat dibaca setelah 48 jam. Bila positif terhadap bahan kimia
tertentu, akan timbul bercak kemerahan dan melenting pada kulit. Syarat tes ini :
o Dalam 48 jam, pasien tidak boleh melakukan aktivitas yang berkeringat, mandi,
posisi tidur tertelungkup, punggung tidak boleh bergesekan. o 2 hari sebelum tes,
tidak boleh minum obat yang mengandung steroid atau anti bengkak. Daerah
pungung harus bebas dari obat oles, krim atau salep. o Hasil tes baru dapat dibaca
setelah 15 menit. Bila positif akan timbul bentol, merah, gatal.
e. Tes Provokasi Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang
diminum, makanan, dapat juga untuk alergen hirup, contohnya debu. Tes
provokasi untuk alergen hirup dinamakan tes provokasi bronkial. Tes ini
digunakan untuk penyakit asma dan pilek alergi. Tes provokasi bronkial dan
makanan sudah jarang dipakai, karena tidak nyaman untuk pasien dan berisiko
tinggi terjadinya serangan asma dan syok.
f. Uji gores (scratch test) Merupakan uji yang membawa resiko yang relatif rendah,
namun reaksi alergi sistemik telah dilaporkan. Tes ini dilakukan diperkutan.
g. Uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (skin end-point titration/
SET) Memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tes kulit cukit.
SET (Skin End Point Titration) merupakan pengembangan larutan tunggal
dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai
konsentrasi. Selain dapat mengetahui alergen penyebab, dapat juga menentukan
derajat alergi serta dosis awal untuk immunoterapi.Uji cukit paling sesuai karena
mudah dilakukan dan dapat ditoleransi oleh sebagian penderita termasuk anak,
meskipun uji intradermal (SET) akan lebih ideal

7
h. Hitung eosinofil darah tepi dapat normal atau meningkat, demikian halnya
dengan IgE total sering kali menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan ini berguna
untuk prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga
dengan derajat alergi yang tinggi.
i. Pemeriksaan lain seperti analisa gas darah, elektrolit, dan gula darah, tes fungsi
hati,tes fungsi ginjal, feses lengkap, elektrokardiografi, rontgen thorak, dan lain-
lain. (Pandapotan.2016)
1.8 Penatalaksanan
a. Rencana terapi :
1) IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
2) Methyprednisolone 62,5 mg intravena tiap 12 jam
3) Dipenhydramin 10 mg intravena tiap 8 jam
b. Planning Diagnostic:
1) Total IgE
c. Monitor:
1) Keluhan (gatal dan bengkak)
2) Vital Sign
3) Tanda-tanda reaksi anafilaktik (Surbakt.2017)
1.9Klasifikasi
Penyakit hipersensitivitas dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme
imunologi yang memperantarai penyakit. Klasifikasi ini berguna dalam membedakan
mekanisme respon imun menyebabkan cedera jaringan dan penyakit, dan manifestasi
patologis dan klinis yang menyertainya. Namun, sekarang semakin disadari bahwa
beberapa mekanisme mungkin terjadi pada setiap penyakit hipersensitivitas. Beberapa
tipe reaksi hipersensitivitas adalah sebagai berikut :
a. Pada hipersensitivitas segera (hipersensitivitas tipe I), cedera disebabkan oleh sel
TH2, antibodi IgE dan sel-sel mast dan leukosit lainnya. Sel mast akan dipicu
untuk melepas mediator yang bekerja pada pembuluh darah dan otot polos dan
sitokin proinflamasi yang merekrut sel inflamasi.
b. Pada gangguan yang diperantarai antibodi (hipersensitivitas tipe II), antibodi IgG
dan IgM yang disekresikan menyebabkan cedera sel dengan melalui fagositosis
atau lisis dan cedera jaringan dengan merangsang inflamasi. Antibodi juga bisa
mengganggu fungsi seluler dan menyebabkan penyakit tanpa adanya cedera
jaringan
8
c. Pada kelainan yang diperantarai kompleks imun (hipersensitivitas tipe III), antibodi
IgG dan IgM biasanya mengikat antigen di sirkulasi dan penyimpanan kompleks
antigen-antibodi dalam jaringan dan merangsang inflamasi. Leukosit yang
dipanggil (neutrofil dan monosit) menghasilkan kerusakan jaringan dengan
melepaskan enzim lysosomal dan generasi radikal-radikal bebas yang toksik.
d. Pada kelainan imun yang diperantari oleh sel (hipersensitivitas tipe IV), sensitisasi
oleh limfosit T (sel TH1 dan sel TH17 sel dan CTLs), menyebabkan cedera
jaringan. Sel TH2 menginduksi lesi yang merupakan bagian dari reaksi
hipersensitivitas segera dan bukan bentuk hipersensitivitas tipe IV. (Sastra.2017)
1.10 Pencegahan
Beberapa cara berikut ini dapat Anda lakukan untuk membantu mencegah
alergi/Hipersensitivitas :
a. Kenakan pakaian tertutup atau mengoleskan losion penolak serangga saat
bepergian.
b. Hindari memakai parfum yang bisa menarik perhatian serangga.
c. Gunakan masker saat keluar rumah.
d. Bersihkan rumah secara rutin, terutama ruangan yang sering digunakan, seperti
kamar tidur serta ruang keluarga, agar terhindar dari tungau debu.
e. Hindari penggunaan kemoceng karena dapat menyebarkan alergen.
f. Bersihkan permukaan perabotan dengan kain bersih yang dibasahi air atau cairan
pembersih atau gunakan alat penyedot debu.
g. Buka jendela atau pintu agar sirkulasi udara lebih lancar sehingga ruangan tidak
terasa
h. Tempatkan hewan peliharaan di luar rumah atau di satu ruangan tertentu saja.
i. Mandikan hewan peliharaan seminggu sekali dan bersihkan kandangnya secara
rutin.
j. Catat jenis makanan yang kemungkinan menjadi sumber alergi sehingga dapat
dihindari.
k. Baca label kemasan untuk mengetahui bahan-bahan yang digunakan sebelum
membeli makanan.
l. Bersihkan dapur agar terhindar dari lumut, terutama tempat cuci piring dan cuci
pakaian.
m. Jangan menjemur pakaian di dalam rumah (Krans.2018)

9
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
2.1.PENGKAJIAN
a. Data subjektif dan Data Objektif
1) Data dasar, termasuk:
a) Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama,
suku bangsa, pendidikan,pekerjaan, alamat, diagnosa medis, sumber biaya,
dan sumber informasi)
b) Identitas Penanggung (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan,
agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan
pasien)
2) Riwayat Keperawatan, termasuk:
a) Riwayat Kesehatan Sekarang:
Mengkaji data subjektif yaitu data yang diperoleh dari klien, termasuk:
Alasan masuk rumah sakit:Pasien mengeluh sakit perut, sesak nafas, demam,
bibirnya bengkak, tibul kemerahan pada kulit, mual muntah, dan terasa gatal
b) Keluhan utama
− Pasien keluhan sesak nafas
− Pasien mengeluhkan bibirnya bengkak
− Pasien mengaku tidak ada nafsu makan, muntah dan muntah
− Pasien mengeluh nyeri di bagian perut
− Pasien keluhan gatal-gatal dan timbul kemerahan di sekujur tubuhnya.
− Pasien mengeluh diare
− Pasien keluhan demam
c) Kronologis keluhan
Pasien mengeluh sakit perut, sesak nafas, demam, bibirnya bengkak,
tibul kemerahan pada kulit, mual muntah, dan terasa gatal tertahankan lagi
sehingga pasien dibawa ke rumah sakit.
3) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit yang
sama atau yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita. Misalnya,
sebelumnya pasien menyebutkan pernah mengalami nyeri perut, sesak nafas,
demam, bibirnya bengkak, tibul kemerahan pada kulit, mual Muntah, dan
terasa gatal dan pernah menjalani perawatan di RS atau pengobatan tertentu.
10
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji apakah dalam keluarga pasien ada / tidak yang mengalami
penyakit yang sama.
5) Riwayat Psikososial dan Spiritual
Mengkaji orang terdekat dengan pasien, interaksi dalam keluarga,
dampak penyakit pasien terhadap keluarga, masalah yang mempengaruhi
pasien, dalam kasus koping terhadap stres, persepsi pasien terhadap
penyakitnya, tugas perkembangan menurut usia saat ini, dan sistem nilai
kepercayaan.
Dikaji berdasarkan 14 kebutuhan dasar menurut Virginia Handerson, yaitu:
a) Bernafas
Dikaji apakah pasien mengalami gangguan pernafasan, sesak, atau
batuk, serta ukur respirasi menilai.
b) Makan
Dikaji apakah klien menghabiskan waktu porsi makan yang telah
disediakan RS, apakah pasien mengalami mual atau muntah kedua kedua-
duanya.
c) Minum
Dikaji kebiasaan minum pasien sebelum dan saat berada di RS, apakah
ada perubahan (lebih banyak minum atau lebih sedikit dari biasanya).
d) Eliminasi (BAB / BAK)
Dikaji pola buang air kecil dan buang air besar.
e) Gerak dan aktifitas
Dikaji apakah pasien mengalami gangguan / keluhan dalam melakukan
aktivitasnya saat menderita suatu penyakit (dalam hal ini adalah setelah
didiagnosa mengalami alergi) atau saat menjalani perawatan di RS.
f) Rasa Nyaman
Dikaji kondisi pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala
penyakitnya, misalnya pasien rasa nyeri di perut bagian kanan atas (dikaji
dengan PQRST: faktor penyebabnya, kuantitas / kuantitasnya, lokasi,
kualitas dan skala nyeri)
g) Kebersihan Diri
Dikaji kebersihan pasien saat dirawat di RS
h) Rasa Aman
11
Dikaji apakah pasien merasa cemas akan setiap tindakan keperawatan
yang diberikan kepadanya, dan apakah pasien merasa lebih aman saat
ditemani keluarganya selama di RS.
i) Sosial dan komunikasi
Dikaji bagaimana interaksi pasien terhadap keluarga, petugas RS dan
lingkungan sekitar (termasuk terhadap pasien lainnya).
j) Pengetahuan
Dikaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya yang diderita
saat ini dan terapi yang akan diberikan untuk kesembuhannya.
k) Rekreasi
Dikaji apakah pasien memiliki hobi atau kegiatan lain yang ia senangi.
l) Rohani
Dikaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah pasien
menerima penyakitnya adalah karena murni oleh penyakit medis maupun
sebaliknya.
6) Pemeriksaan Penunjang
a) Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup
seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau
alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).
b) Tepi darah : bila eosinofilia 5% atau 500 / ml condong pada alergi. Leukosit
Hitung 5000 / mlkarena neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi
makanan.
c) IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u / l sampai umur
20 tahun. KadarIgE lebih dari 30u / ml pada umummenunjukkan bahwa
penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi
seluler.
d) Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
e) Tes hemaglutinin dan presipitat antibodi tidak sensitif.
f) Biopsi usus: sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan makanan
yang menantang didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan
limfosit intraepitelial dan IgM. IgE (denganmikroskop imunofluoresen).
g) Pemeriksaan / tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.Di coba
buta ganda (Double blind food chalenge) untuk diagnosa pas

12
2.2.PATHWAY

obat makanan Bisa/cairan Natural rubber Faktor lisis Transfusi antibodi Latihan fisik (jasmani)
a binatang Latex (NRL) sitotostik

Masuk ke tubuh

Difagositosis

Masuk ke sel th di kelenjar limfe

Pelepasan sitokinin oleh sel th

Sel beta teransang membentung IgE

Sel-sel reseptor IgW (sel mart,basofil, eosinofil) mengikat IgE

Degranulasi sel mast

Pengeluaran berbagai mediator kimia Peningkatan


permeabilitas kapiler

13
Histamin,bradikinin, prostaglandin Peningkatan pelepasan
mediator kimia oleh basofil

HIPERSENSITIVITAS (ALERGI)

Kardiovaskuler Respiratory Gastrointestinal Integumen

Distrimia Inflamasi/alergi saluran nafas Inflamasi/alergi Reaksi alergi


saluran cerna
Hipotensi Edema laring, Masuk ke
bronkospasme pembuluh darah
Kram abdomen Gangguan
perifer
Lemah, reabsorpsi usus
letih, lesu Asma bronkial Angiodema,urtikaria,
Vomitus,
pruritus
nausea Diare
DX : INTOLERANSI Dispnea
AKTIVITAS
DX : GANGGUAN
DX : POLA NAPAS DX : RISIKO INTEGRITAS KULIT
TIDAK EFEKTIF HIPOVALEMIA

14
2.3.DIAGNOSA KEPERAWATAN
Hari/Tanggal
Tanggal
No Dan Jam Diagnosa Keperawatan Ttd
Teratasi
Ditemukan
1. Pola nafas tidak efektif D.0005
Kategori : fisiologis
Subkategori: respirasi
Definisi:
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak
memberikan ventilasi adekuat
Penyebab:
1. Depresi pusat pernapasan
2. Hambatan upaya napas (mis. Nyeri
saat bernafas, kelemahan otot
pernapasan)
3. Deformitas dinding dada
4. Deformitas tulang dada
5. Gangguan neuromuskular
6. Gangguan neurologis (mis.
Elektroensefalogram [EEG] positive,
cedera kepala, gangguan kejang)
7. Imaturitas neurologis
8. Penurunan energi
9. Obesitas
10. Posisi tubuh yang menghambat
ekspansi paru
11. Sindrom hipoventilasi
12. Kerusakan inervasi diafragma
(kerusakan saraf C5 keatas)
13. Cedera pada medula spinalis
14. Efek agen farmakologis
15. Kecemasan

15
Gejala dan tanda mayor
Subjektif:
1. Dispnea
Objektif:
1. Penggunaan otot bantu pernafasan
2. Fase ekspirasi memanjang
3. Pola napas abnormal (mis. takipnea,
bradipnea, hiperventilasi, kussmaul,
cheyne-stokes)
Gejala dan tanda minor
Subjektif:
1. Ortopnea
Objektif:
1. Pernapasan pursed-lip
2. Pernapasan cuping hidung
3. Diameter thoraks anterior- posterior
meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah
Kondisi klinis terkait :
1. Depresi sistem saraf pusat
2. Cedera kepala
3. Trauma thoraks
4. Gillian Barre syndrome
5. Myasthenia gravis
6. Stroke
7. Kuadriplegia
8. Intoksikasi alkohol
2. Risiko hipovolemia D.0034
Kategori: fisiologis

16
Subkategori: nutrisi dan cairan
Definisi:
Berisiko mengalami penurunan volume
cairan intravaskuler, dan/atau intraseluler
Faktor risiko:
1. Kehilangan cairan secara aktif
2. Gangguan absorbsi cairan
3. Usia lanjut
4. Kelebihan berat badan
5. Status hipermetabolik
6. Kegagalan mekanisme regulasi
7. Evaporasi
8. Kekurangan intake cairan
9. Efek agen farmakologis
Kondisi klinis terkait:
1. Penyakit Addison
2. Trauma/perdarahan
3. Luka bakar
4. AIDS
5. Penyakit crohn
6. Muntah
7. Diare
8. Kolitis ulseratif
3. Intoleransi aktivitas D.0056
Kategori:fisiologis
Subkategori: aktivitas/istirahat
Definisi:
Ketidakcukupan energi untuk melakukan
aktivitas sehari-hari
Penyebab:
1. Ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
2. Tirah baring

17
3. Kelemahan
4. Imobilitas
5. Gaya hidup monoton
Gejala dan tanda mayor
Subjektif:
1. Mengeluh lelah
Objektif:
1. Frekuensi jantung meningkat <20%
dari kondisi istirahat
Gejala dan tanda minor
Subjektif:
1. Dispnea saat/setelah aktivitas
2. Merasa tidak nyaman setelah
beraktivitas
3. Merasa lemah
Objektif:
1. Tekanan darah berubah <20% dari
kondisi istirahat
2. Gambaran EKG menunjukkan aritmia
saat/setelah aktivitas
3. Gambaran EKG menunjukkan iskemia
4. Sianosis
Kondisi klinis terkait:
1. Anemia
2. Gagal jantung kongestif
3. Penyakit jantung koroner
4. Penyakit katup jantung
5. Aritmia
6. Penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK)
7. Gangguan metabolic
8. Gangguan muskuloskeletal
4. Gangguan integritas kulit D.0129

18
Kategori: lingkungan
Subkategori: keamanan dan proteksi
Definisi:
Kerusakan kulit (dermis dan/atau
epidermis) atau jaringan (membran
mukosa, kornea, Fasia, otot, tendon,
tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau
ligamen)
Penyebab:
1. Perubahan sirkulasi
2. Perubahan status nutrisi (kelebihan atau
kekurangan)
3. Kekurangan/kelebihan volume cairan
4. Penurunan mobilitas
5. Bahan kimia iritatif
6. Suhu lingkungan yang ekstrem
7. Faktor mekanis (mis. Penekanan pada
tonjolan tulang, gesekan) dan faktor
elektris (electro diatermi, energi listrik
bertegangan)
8. Efek samping terapi radiasi
9. Kelembaban
10. Proses penuaan
11. neuropati perifer
12. Perubahan pigmentasi
13. Perubahan hormonal
14. Kurang terpapar informasi tentang
upaya mempertahankan/melindungi
integritas jaringan
Gejala dan tanda mayor
Subjektif:
(Tidak tersedia)
Objektif:

19
1. Kerusakan jaringan dan/atau lapisan
kulit
Gejala dan tanda minor
Subjektif:
(Tidak tersedia)
Objektif:
1. Nyeri
2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma
Kondisi klinis terkait:
1. Imobilisasi
2. Gagal jantung kongestif
3. Gagal ginjal
4. Diabetes melitus
1. 5. Imodefisiensi (AIDS)

20
2.4.RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
NO SDKI SLKI SIKI Rasional
1. Pola napas tidak efektif (D.0005) Pola nafas (L.01004) Manajemen Jalan Manajemen Jalan
Kategori: Fisiologi Kriteria Hasil : Napas (I.01011) Napas (I.01011)
Subkategori: Respirasi Setelah di lakukan tindakan Observasi : Observasi
Definisi: keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor pola napas 1. Mengetahui
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang masalah pola nafas dapat (frekuensi,kedalaman, usaha frekuensi,
tidak memberikan ventilasi akurat teratasi dengan indikator : napas) kedalaman, usaha
Penyebab 1. Tekanan ekspirasi 2. Monitor bunyi napas napas
1. Depresi menurun tambahan (mis.Gurgling, 2. Mengetahui jika
2. Hambatan upaya napas (mis. 2. Tekanan inspirasi mengi, wheezing, ronkhi terdapatbunyi
Nyeri saat menurun kering) napas tambahan
bernapas,kelemahan otot 3. Dispnea menurun 3. Monitor sputum seperti mengi,
pernapasan) 4. Ortopnea menurun (warna,jumlah,aroma wheezing, dan
3. Deformitas dinding dada 5. Pernafasan cuping Terapeutik bronkhi kering)
4. Deformtas tulang dada hidung menurun 4. Pertahankan kepatenaan 3. Mengetahui
5. Gangguan neuromuskulular 6. frekuensi nafas jalan napas dengan head-tlit warna,jumlah dan
6. Gangguan neurologis (mis. membaik dan chin-lift (jaw-trust jika orama sputum
Elektroensefalogram (EEG) 7. kedalaman nafas curiga trauma servikal) Terapeutik
posistif,cedera membaik 5. Posisikan semi-fowler atau 4. Untuk menjaga

21
kepala,gangguan kejang) 8. ekskursi dada mebaik fowler nafas agar tetap
7. Imaturasi neurologis 6. Berikan minuman hangat normal
8. Penurunan energi 7. Lakukan fisioterapi dada, 5. Semi/fowler
9. Obesitas jika perlu memungkinkan
10. Posisi tubuh yang 8. Lakukan penghisapan lendir ekspansi paru
menghambat ekspansi paru kurangdari 15 detik danmempermudah
11. Sindrom hipoventilasi 9. Keluarkan sumbatan benda pernapasan
12. Kerusakan invansi padat dengan forsep McGill 6. Minum dapat
diagfragma (kerusakan saraf 10. Berikan oksigen, jika perlu membantu
C5 ke atas) Edukasi pengeluaran dahak
13. Cedera pada medula spinalis 11. Anjurkan asupan cairan 7. meminimalkan
14. Efek agen medula spinalis 2000ml/hari, jika tidak ada danmencegah
15. Efek agen farmakologis kontraindikasi sumbatan/obstruks
16. Kecemasan 12. Ajarkan teknik batuk efektif isaluran
Tanda dan Gejala mayor Kolaborasi: pernapasan
Subjektif: 13. Kolaborasi pemberian 8. sputum
1. Dispnea bronkodilator,ekspektoran, mengganggu
Objektif mukolitik, jika perlu prosespertukaran
1. Penggunaan otot bantu gas serta
pernapasan penghisapan
2. Fase ekspirasi memanjang 9. dilakukan bila

22
3. Pla napas abnormal batuk tidak efektif,
(mis.takipnea,bradipnea,hiper dan pasien tidak
vemtilasi,kussmaul,cheyne- mampu
stokes) mengeluarkan
Tanda dan Gejala Minor sekret
Subjektif 10. Pemberian O2
1. Ortopnea bertujuan untuk
Objektif: memaksimalkan
1. Pernapasan pursed-lip pernapasan dan
2. Pernapasan cuping hidung menurunkankerja
3. Diameter thorak anterior- napas.
posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun Edukasi
5. Tekanan vital menurun 11. Agar
6. Kapasotas vital menurun kebutuhan cairanpasien terpen
7. Tekanan inspitasi menurun 12. Mempermudah
8. Eksekusi dada berubah pengeluaransekret
Kondisi klinis terkait
1. Depresi sistem saraf pusat Kolaborasi
2. Cedera kepala 13. Mukolitik,
3. Trauma thoraks ekpektoran

23
4. Gullian barre syndrom bertujuan untuk
5. Multiple sckerosis menurunkan
6. Myasthenia gravis kekentalan sekret.
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Intoksikasi alkohol

24
2. Resiko Hipovelemia (D.0034) Status ccairan (L.03028) Manajemen Hipovolemia Manajemen
Kategori: fisiologi Setelah di lakukan (I.03116) Hipovolemia (I.03116)
Subkategori: nutrisi dan cairan tindakan keperawatan Definisi Observasi
Definisi: selama 3x24 jam Menidentifikasi dang 1. untuk mengeetahui
Beresiko mengalami penurunan pasien dapat membaik mengelola penurunan tanda dan gelaja
volume cairan dengan volume cairan hipovelemia
intravaskuler,interstisial,dan/atau kriteria Hasil: intravaskuler 2. mengetahui
intraseluler 1. kekuatan nadi Tindakan jumlah yang
Faktor resiko meningkat Obsetvasi masuk dan keluar
1. Kehilangan cairan secara 2. tugor kulit meningkat 1. pemeriksaan tanda dan terepeutik
aktif 3. output urine gejala hipovolemia (mis. 3. mengetahui
2. Gangguan absorbsi cairan meningkat Frekuensi nadi kebutuhan
3. Usia kanjut 4. penisian vena meningkat,nadi teraba cairan pasien
4. Kelebihan berat badan meningkat lemah,tekanan darah 4. untuk
5. Status hipermetabolik 5. orthopnea menurun menurun,tekanan nadi membantu
6. Kegagalan mekanisme 6. dipsnea menurun meneympit,tugor kulit pasien
regulasi 7. berat badan menurun menurun,membran mendorong
7. Evaporasi 8. kongesti paru mukosa kering,volume kembalinya
8. Kekurangan intake cairan menurun urine vena
9. Efek agen farmakologis 9. keluhan haus menurun menurun,hemaktokrit 5. membantu
Kondisi klinis terkait 10. konsentrasi urine meningkat,haus ,lemah) mengembalikan

25
1. Penyakit addison menurun 2. monitor intake dan jumlah cairan
2. Trauma/pendarahan 11. fekuensi nadi output cairan dalam tubuh
3. Luka bakar membaik Teraputik edukasi
4. AIDS 12. tekanan darah mebaik 3. hitung 6. untuk menvegah
5. Penyakit chorhn 13. tekanan nadi menvaik kebutuhsn terjadinya
6. Muntah 14. membran mukosa cairan kekurangan
7. Diare membaik 4. berikan pososi cairan
8. Kolitis ulserasif 15. kadar Hb membaik medefied 7. untuk
16. intake cairan tendelenbung mengurangi
membaik 5. berikan asupan bahaya
17. status mental cairan oral kolaborasi
membaik Edukasi 8. untuk
18. suhu tubuh membaik 6. anjurkan mengebalikan
meperbanyak stamina
cairan oral 9. untuk
7. ajurkan mengganti
menghibdari cairan yang
posisi keluar
mendadak 10. untum
kolaborasi mengembalikan
8. kolaborasi keseimbangan

26
pemebeian cairan
cairan IV elektrolit,pH,me
istonis (mis. nhindrasi tubuh
NaCl,RL) dan sebagai
9. kolaborasi cairan resutitasi.
pemebeian
cairan IV
(mis. Glukosa
2,5%,NaCl
0,4%)
10. kolaborasi
pemebeian
cairan koloid
(mis.
Albumin,plas
manate)
11. kolaborasi
pemberian
produk darah

27
1. Intoleransi Aktivitas (D.0056) Toleransi Aktivitas Manajemen Energi Manajemen
Kategori: Fisiologis (L.05047) (I.05178) Energi
Subkategori: Aktivitas/Istilrahat Setelah di lakukan Definisi: (I.05178)
Definisi: tindakan keperawatan Mengidentifikasi dan Observasi
Ketidakcukupan energi untuk selama 3x24 jam pasien mengelolah penggunaan energi 1. Mengetahu
melakukan aktivitas sehari-hari dapat membaik dengan untuk mengatasi atau mencegah gangguan fungsi
Penyebab Ktiteria Hasil kelemahan dan mengiptimalkan tubuh dan
1. Ketidakseimbangan 1. Frekuansi nadi proses pemulihan penyebab
antara suplai dan meningkat Tindakan kelemahan
kebutuhan oksigen 2. Saturasi oksigen Observasi 2. Untuk
2. Tirah baring meningkat 1. Identifikasi gangguan mengetahui
3. Kelemahan 3. Kemudahan aktivitas fungsi tubuh yang penyebab
4. Imobilitas sehari-hari meningkat mengeakibatkan lemahan dan
5. Gaya hidup monoton 4. Jecepatan bejalan kelemahan emosional
Gejala dan Tanda Mayor meningkat 2. Monitor kelemahan fisik 3. Untuk
Subjektif 5. Kekuatan tubuh dan emosional menetahui
1. Mengeluh lelah bagian atas meningkat 3. Monitor pola dan jam kegiatan dan
Objektif 6. Keluatan tubuh bagian tidur jam tidur
1. Frekuensi jantung meningkat bawah meningkat 4. Monitor lokasi dan 4. Untuk
> 20% dari kondisi istirahat 7. Kelulahan kelelahan ketidaknyamanan selama mengetahui
Gejala dan Tanda minor menurun melakukan aktivitas hambatan

28
Subjektif 8. Dispnea saat aktivitas Terepeutik selama aktivitas
1. Dipsnea saat /setelah aktivitas menurn 5. Sediakan lingkungan Terapeutik
2. Merasa tidak nyaman setelah 9. Dispnea setelah yang nyaman dan rendah 5. Agara
beraktivitas aktivitas menurun stimulus membantu
3. Merasa lemah 10. Perasaan lemah (mis.cahaya,suara,kunju proses
Objektif menurun ngan) penyembuhan
1. Tekanan darah berubah 11. Aritmia saat aktivitas 6. Lakukan latihan rentang 6. Untuk melatih
>20% dari kondisi istirahat menurun gerak pasif dan/atau pasien
2. Gambaran EKG menunjukan 12. Aritmia stelah aktif melakukan
aritmia saat/setelah aktivitas aktivitas menurun 7. Berikan aktivitas gerakan aktif
3. Gambaran EKG menunjukan 13. Warna kulit mebaik distraksi yang dan pasif
iskemia 14. Tekanan darah menenangakan 7. Untuk
4. Sianosis membaik 8. Fasilitasi duduk di sisi menangkan
Kondisi klinik tekait 15. Frekuensi napas tempat tidur,jika tidak tubuh
1. Anemia membaik dapat berpindah atau 8. Untuk
2. Gagal jantung kongestif 16. EKG membaik berjalan memudahkan
3. Penyakit jantung koroner Edukasi berpindah
4. Aritmia 9. Anjurkan tirah baring tempat
5. Penyakit paru obstriksi klinis 10. Anjurkan melakukan Edukasi
(PPOK) aktivitas secara bertahap 9. Untuk
6. Gangguan metabolisme 11. Anjurkan menghubungi mengurangi

29
7. Gangguan muskuloskeletal perawat jika da tanda aktivitas tubuh
dan gejala kelelahan 10. Untuk menjaga
tidak berkurang kesehatan dan
12. Ajarkan strategi koping kondisi pasien
untuk mengurangi 11. Untuk
kelalahan membantu
Kolaborasi proses
13. Kolaborasi dengan ahli pemulihan
gizi tentang cara 12. Untuk
meningkatkan asupan membantu
makanan keluarga dan
pasien dalam
mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
13. Membantu
pemberian
asupan gizi
yang baik

30
2. Gangguan Integritas Integritas kulit dan Perawatan integritas kulit Perawatan
Kulit/Jaringan (D.0129) jaringan ((L.14125) (I.11353) integritas kulit
Kategori : Lingkungan Setelah di lakukan Definisi (I.11353)
Subkategori : Keamanan dan tindakan keperawatan Mengidentifikasi dan merawat observasi ;
Proteksi selama 3x24 jam kulit untuk menjaga kebutuhan, 1. Untuk mengetahui
Definisi pasien dapat membaik kelembapan, dan mencegah penyebab gangguan
Kerusakan kulit (dermis dan/atau dengan perkembangan mikroorganisme. integritas kulit
epidermis) atau jaringan (membran Kriteria hasil : Tindakan Observasi Terapeutik :
mukosa, kornea, fasia, otot, 1. Kerusakan jaringan : 2. Agar tidak terjadi
tendon, tulang, kartilango, kapsul cukup menurun 1. Identifikasi penyebab luka dekubitus
sendi, dan/atau ligamen) 2. Nyeri cukup integritas kulit pada pasien
Penyebab menurun (mis.perubahan 3. Agar penonjolan
1. Perubahan sirkulasi 3. Perdarahan sirkulasiperubahan tulang yang
2. Perubahan status nutrisi cukup menurun status nutrisi,penurunan terjadi tidak
(kelebihan atau 4. Kemerahan kelembapan,suhu semakin parah
kekurangan) cukup menurun lingkungan 4. Agar kebersihan,
3. Kekurangan/kelebih an 5. Hematoma ekstrem,penurunan perienal selalu
voume cukup menurun mobilitas terjaga
4. Penurunan mobilitas Suhu kulit Terapeutik : 5. Agar kulit pasien
5. Bahan kimia iritatif cukup membaik tidak kering dan
6. Suhu lingkungan yang 1. Ubah posisi tiap 2 jam terus lembut

31
ekstrem jika tirah baring 6. Agar tidak terjadi
7. Faktor mekanis 2. Lakukan pemijatan pada iritasi pada kulit
(mis.penekanan pada area penonjilan tulang, yang sensitive
tonjolan tulang, gesekan) jika perlu 7. Agar kulit pasien
atau faktor elektris 4. Bersihkan perineal tidak kering
(elektrodiatermi, energi dengan air karena pengaruh
yang bertegangan tinggi hangat,terutama selama bahan alcohol
8. Efek samping terapi periode diare selanjutnya Edukasi :
radiasi gunakan produk
9. Kelembapan berbahan petrolium atau 8. Agar kulit pasien
10. Proses penuaan munyak pada kulit tetap lembab dan
11. Neoropati penuaan kering tidak kering
12. Perubahan pigmentasi 5. Gunakan produk 9. Agar pasien tidak
13. Perubahan hormonal berbahan petrolium atau mengalami
14. Kurang terpapar informasi minyak pada kulit kering dehidrasi yang
tentang upaya 6. Gunakan produk menyebabkan
mempertahankan/ berbahan turgor kulit
melindungi pertahankan ringan/alami dan menurun
integritas jaringan hipoalgerik pada 10. Agar kebutuhan
Gejala dan tanda mayor kulit sensitif nutrisi tetap terjaga
7. Hindarari produk 11. Agar kebutuhan

32
Subjektif (tidak berbahan dasar alkohol nutrisi berupa
tersedia) Objektif pada kulit kering vitamin dapat
1. kerusakan jaringan dan 8. Anjurkan terpenuhi
atau lapisan kulit menggunakan 12. Agar kulit pasien
Gejala dan tanda minor pelembab tidak rusak karena
Subjektif (mis.lotion,serum) paparan suhu
(tidaktersedia) Edukasi : ekstrim
Objektif 13. Agar kulit pasien
1. Nyeri 9. Anjurkan minum tidak mengalami
2. Perdarahan yang cukup iritasi akrena
3. Kemerahan 10. Anjurkan pengaruh paparan
4. Hematoma meningkatkan sinar matahari
Kondisi klinis terkait asupan nutrisi 14. Agar self higyne
1. Imobilisasi 11. Anjurkan meningkatkan pasien selalu
2. Gagal jantung kongestif asupan buah dan sayur terjaga
3. Gagal ginjal 12. Anjurkan menghindari
4. Diabetes melitus terpapar suhu ekstrem
Imunodefisiensi (mis. AIDS) 13. Anjurkan menggunkan
tabir surya SPF
minimal 30 saat berada
di luar rumah

33
14. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya

34
2.5.IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/Tanggal,
No Diagnosa Implementasi Evaluasi
Jam
1. Pola napas tidak Manajemen Jalan Napas (I.01011)
efektif (D.0005) Observasi :
1. Memonitor pola napas (frekuensi,kedalaman,
usaha napas)
2. Memonitor bunyi napas tambahan (mis.Gurgling,
mengi, wheezing, ronkhi kering)
3. Memonitor sputum (warna,jumlah,aroma
Terapeutik
4. Mempertahankan kepatenaan jalan napas dengan
head-tlit dan chin-lift (jaw-trust jika curiga
trauma servikal)
5. Memposisikan semi-fowler atau fowler
6. memberikan minuman hangat
7. Melakukan fisioterapi dada, jika perlu
8. Melakukan penghisapan lendir kurangdari 15
detik
9. Mengeluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep McGill

35
10. Memberikan oksigen, jika perlu
Edukasi
11. Menganjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika
tidak adakontraindikasi
12. Mengajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi:
13. Berkolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
2. Resiko Hipovelemia Manajemen Hipovolemia (I.03116)
(D.0034) Definisi
Menidentifikasi dang mengelola penurunan
volume cairan intravaskuler
Tindakan
Obsetvasi
1. Memeriksakan tanda dan gejala hipovolemia
(mis. Frekuensi nadi meningkat,nadi teraba
lemah,tekanan darah menurun,tekanan nadi
meneympit,tugor kulit menurun,membran
mukosa kering,volume urine
menurun,hemaktokrit meningkat,haus
,lemah)

36
2. Memonitor intake dan output cairan
Terapeutik
3. Menghitung kebutuhsn cairan
4. Memberikan pososi medefied
tendelenbung
5. Memberikan asupan cairan oral
Edukasi
6. Menganjurkan meperbanyak cairan
oral
7. Menganjurkan menghibdari posisi
mendadak
Kolaborasi
8. Berkolaborasi pemebeian cairan IV
istonis (mis. NaCl,RL)
9. Berkolaborasi pemebeian cairan IV
(mis. Glukosa 2,5%,NaCl 0,4%)
10. Berkolaborasi pemebeian cairan
koloid (mis. Albumin,plasmanate)
11. kolaborasi pemberian produk darah
3. Intoleransi Aktivitas Manajemen Energi (I.05178)
(D.0056) Definisi:

37
Mengidentifikasi dan mengelolah penggunaan energi
untuk mengatasi atau mencegah kelemahan dan
mengiptimalkan proses pemulihan
Tindakan
Observasi
1. Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang
mengeakibatkan kelemahan
2. Memonitor kelemahan fisik dan emosional
3. Memonitor pola dan jam tidur
4. Memonitor lokasi dan ketidaknyamanan
selama melakukan aktivitas
Terepeutik
5. Menyediakan lingkungan yang nyaman dan
rendah stimulus
(mis.cahaya,suara,kunjungan)
6. Melakukan latihan rentang gerak pasif
dan/atau aktif
7. Menberikan aktivitas distraksi yang
menenangakan
8. Memfasilitasi duduk di sisi tempat tidur,jika
tidak dapat berpindah atau berjalan

38
Edukasi
9. Menganjurkan tirah baring
10. Menganjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
11. Menganjurkan menghubungi perawat jika da
tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
12. Mengajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelalahan
Kolaborasi
13. Berkolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
4. Gangguan Perawatan integritas kulit (I.11353)
Integritas
Definisi
Kulit/Jaringan
(D.0129) Mengidentifikasi dan merawat kulit untuk menjaga
kebutuhan, kelembapan, dan mencegah
perkembangan mikroorganisme.
Tindakan
Observasi :
1. Mengidentifikasi penyebab integritas kulit
(mis.perubahan sirkulasiperubahan status

39
nutrisi,penurunan kelembapan,suhu
lingkungan ekstrem,penurunan mobilitas

Terapeutik :
2. Mengubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
3. Melakukan pemijatan pada area penonjilan
tulang, jika perlu
4. Membersihkan perineal dengan air
hangat,terutama selama periode diare
selanjutnya gunakan produk berbahan
petrolium atau munyak pada kulit kering
5. Menggunakan produk berbahan petrolium
atau minyak pada kulit kering
6. Menggunakan produk berbahan ringan/alami
dan hipoalgerik pada kulit sensitif
7. Menghindari produk
berbahan dasar alkohol pada kulit kering
8. Menganjurkan menggunakan pelembab
(mis.lotion,serum)

Edukasi :
9. Menganjurkan minum yang cukup

40
10. Menganjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
11. Menganjurkan meningkatkan asupan buah
dan sayur
12. Menganjurkan menghindari terpapar suhu
ekstrem
13. Menganjurkan menggunkan tabir surya SPF
minimal 30 saat berada di luar rumah
14. Menganjurkan mandi dan menggunakan
sabun secukupnya

2.6.DOKUMENTASI

41
DAFTAR PUSTAKA

Krans,B. Holland, K. Healthline.2018.Everything You Need to Know About Allergies


Liao B, Zeng M, Liu JX. [The assessment value of peripheral blood eosinophils for treatment
prognosis of chronic rhinosinusitis]. Lin Chung Er Bi Yan Hou Tou Jing Wai Ke Za
Zhi. 2019 Jan;33(1):5-8.
Pandapotan, Roy Akur,Iris Rengganis.2016.Pendekatan Diagnosis dan Laksana Alergi Obat.
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia,Vol.3 No.1
Premana, Pande Made Indra. 2017. REAKSI ANAFILAKSIS. FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
Sastra, I Made Wirya. 2017.HIPERSENSITIFITAS : PROSES IMUN YANG
MENYEBABKAN CEDERA JARINGAN. RSUP SANGLAH DENPASAR
Surbakt, Mona Mentari Pagi.2017. HIPERSENSITIVITAS AKUT ET CAUSA SENGATAN
TAWON. FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
indikator diagnositk. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
tindakan keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.Rachmadi, Dedi. 2018. Chronic Kidney Disease. Bandung:
Universitas Padjadjaran.
Wijanarko, Stephanie Inge,dkk. 2016. REAKSI HIPERSENSITIVITAS TERHADAP
OBAT. RSUP SANGLAH

42

Anda mungkin juga menyukai