Di susun Oleh :
Nama : Defindra Yudha Pramana
NIM : 108116037
B. Etiologi
Beberapa kuman di duga sebagai penyebab VAP. Berdasarkan hasil isolasi
kuman pada pasien dengan diagnosis VAP, bakteri gram negatif sangat sering
ditemukan, namun hasil isolasi dengan bakteri gram positif telah mengalami
peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, terutama pada neonates ( Afjeh dkk, 2010).
Bakteri penyebab VAP dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan onset
atau lamanya pola kuman. Bakteri penyebab VAP pada kelompok I adalah kuman
gram negatif (Enterobacter spp, Escherichia coli, Klebsiella spp, Proteus spp,
Serratai marcescens), Haemophilus influenza, Streptococcus pneumonia, dan
Methicillin Sensitive Staphylococcus Aureus (MSSA). Bakteri kelompok II adalah
bakteri penyebab kelompok I ditambah kuman anaerob, Legionella pneumophilia dan
Methicillin Resistan Staphylococcus Aureus (MRSA). Bakteri penyebab kelompok III
adalah Pseudomonas aeruginosa, Acetinobacter spp, dan MRSA (Wiryana, 2007).
Beberapa penelitian memberikan hasil yang bervariasi tentang kuman penyebab VAP,
seperti terlihat pada tabel di bawah ini (Vincent, dkk 2011).
C. Manifestasi Klinis
1. Demam
2. Leukositosis
3. Secret purulent
4. Kavitasi pada foto torak
5. Nilai oksigenasi PaO2 / FiO2 mmHg ≤ 240 dan tidak terdapat ARDS
D. Patofisiologi
Patofisiologi dari VAP, adalah melibatkan dua proses utama yaitu kolonisasi
pada saluran pernafasan dan saluran pencernaan serta aspirasi sekret dari jalan nafas
atas dan bawah. Kolonisasi bakteri mengacu pada keberadaan bakteri tanpa adanya
gejala. Kolonisasi bakteri pada paru-paru dapat disebabkan oleh penyebaran
organisme dari berbagai sumber, termasuk orofaring, rongga sinus, nares, plak gigi,
aluran pencernaan, kontak pasien, dan sirkuit ventilator. Inhalasi bakteri dari salah satu
sumber ini dapat menyebabkan timbulnya gejala, dan akhirnya terjadi VAP (Wiryana,
2007).
Kolonisasi mikroorganisme patogen dalam sekret akan membentuk biofilm
dalam saluran pernapasan. Mulai pada awal 12 jam setelah intubasi, biofilm
mengandung sejumlah besar bakteri yang dapat disebarluaskan ke dalam paru-paru
melalui ventilator. Pada keadaan seperti ini, biofilm dapat terlepas oleh cairan ke dalam
selang endotrakeal, suction, batuk, atau reposisi dari selang endotrakeal (Niederman
dkk, 2005).
Selang endotrakeal menyebabkan gangguan abnormal antara saluran napas
bagian atas dan trakea, melewati struktur dalam saluran napas bagian atas dan
memberikan bakteri jalan langsung ke saluran napas bagian bawah. Karena saluran
napas bagian atas kehilangan fungsi karena terpasang selang endotrakeal , kemampuan
tubuh untuk menyaring dan melembabkan udara mengalami penurunan. Selain itu,
refleks batuk sering mengalami penurunan bahkan hilang akibat pemasangan selang
endotrakeal dan kebersihan mukosasilier bisa terganggu karena cedera mukosa selama
intubasi. Selang endotrakeal menjadi tempat bagi bakteri untuk melekat di trakea,
keadaan ini dapat meningkatkan produksi dan sekresi lender ebih lanjut. Penurunan
mekanisme pertahanan diri alami tersebut meningkatkan kemungkinan kolonisasi
bakteri dan aspirasi.
Pneumonia akibat pemasangan ventilator (VAP) adalah umum di unit perawatan
intensif (ICU). VAP dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan kematian, lama
tinggal di rumah sakit, dan biaya. Tingkat kematian yang timbul dari VAP adalah 27%
dan mencapai 43% saat agen penyebab adalah resisten antibiotik. Lama tinggal di unit
perawatan intensif meningkat sebesar 5 sampai 7 hari dan memperpanjang lama
perawatan di rumah sakit 2 sampai 3 kali lipat pada pasien dengan VAP. Biaya
perawatan VAP diperkirakan bertambah $ 40000 per pasien dan sekitar $ 1,2 miliar per
tahun.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fungsi paru paru: volume makin menurun ( kongesti dan kolaps
alveolar) : tekanan saluran udara meningkat dan kapasitas pemenuhan udara
menurun, hipoksemia.
2. Analisis gas darah ( analysis blood gasses –ABGS) dan pulse oximetry :
Abnormalitas mungkin timbul tergantung dari luasnya kerusakan paru –paru.
3. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan
abses luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul (virus).
4. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi
jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru
untuk mengatasi organisme penyebab.
5. Periksa darah lengkap : untuk mengetahui kadar leukosit dalam tubuh.
F. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan optimal pada pasien yang dicurigai VAP membutuhkan
tindakan yang cepat dan tepat dengan pemberian antimikroba/antibiotik dan
perawatan menyeluruh. Walaupun pengambilan sampel mikrobiologi harus dilakukan
sebelum memulai terapi, hal ini tidak boleh menunda pemberian antibiotik. Sebagian
besar penelitian menunjukkan penundaan pemberian terapi yang efektif menyebabkan
peningkatan angka kematian. Pemberian antibiotik harus disesuaikan dengan
epidemiologi dan pola kuman setempat. Pada pasien dengan early onset VAP
yang sebelumnya belum pernah menerima terapi antibiotik bisa diberikan monoterapi
dengan generasi ketiga sefalosporin. Sedangkan pasien yang terkena VAP setelah
penggunaan ventilator mekanik jangka panjang dan telah pernah menggunakan
antibiotik sebelumnya memerlukan antibiotik kombinasi agar dapat mengatasi
patogen yang potensial (Hunter, 2006).
G. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan produksi secret
b. Ketidakefektifan pola nafas b.d suplay O2 tidak adekuat
c. Gangguan pertukaran gas b.d sekresi tertahan dan proses penyakit.
d. Nyeri akut b.d pemasangan pipa endotrakeal, prosedur suction dan proses
infeksi
e. Resiko tinggi terjadinya infeksi saluran nafas berhubungan dengan
pemasangan selang endotracheal dan penggunaan ventilator.
H. Intervensi Keperawatan
1. Intervensi dengan tujuan mencegah kolonisasi saluran cerna:
a. Mencegah penggunaan antibiotik yang tidak perlu
b. Membatasi profilaksis stress ulcer pada penderita risiko tinggi
c. Menggunakan sukralfat sebagai profilaksis stress ulcer
d. Menggunakan antibiotik untuk dekontaminasi e. saluran cerna secara selektif
e. Dekontaminasi dan menjaga kebersihan mulut Menggunakan antibiotik yang
sesuai pada penderita risiko tinggi
f. Selalu mencuci tangan sebelum kontak dengan penderita h. Mengisolasi
penderita risiko tinggi dengan kasus MDR
2. Intervensi dengan tujuan utama mencegah aspirasi:
a. Menghentikan penggunaan pipa nasogastrik atau pipa endotrakeal segera
mungkin
b. Posisi penderita semirecumbent atau setengah duduk
c. Menghindari distensi lambung berlebihan d. Intubasi oral atau non-nasal
d. Pengaliran subglotik
e. Pengaliran sirkuit ventilator
f. Menghindari reintubasi dan pemindahan penderita jika tidak diperlukan h.
Ventilasi masker noninvasif untuk mencegah intubasi trakea
g. Menghindari penggunaan sedasi jika tidak diperlukan
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA
A. Pengkajian
1. Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien yang mendapat nafas buatan dengan
ventilator adalah:
1) Biodata
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama,
alamt, dll. Pengkajian ini penting dilakukan untuk mengetahui latar belakang
status sosial ekonomi, adat kebudayaan dan keyakinan spritual pasien,
sehingga mempermudah dalam berkomunikasi dan menentukan tindakan
keperawatan yang sesuai.
2) Riwayat penyakit/riwayat keperawatan
Informasi mengenai latar belakang dan riwayat penyakit yang sekarang
dapat diperoleh melalui oranglain (keluarga, tim medis lain) karena kondisi
pasien yang dapat bentuan ventilator tidak mungkin untuk memberikan data
secara detail. Pengkajian ini ditujukan untuk mengetahui kemungkinan
penyebab atau faktor pencetus terjadinya gagal nafas/dipasangnya ventilator.
3) Keluhan
Untuk mengkaji keluhan pasien dalam keadaan sadar baik, bisa
dilakukan dengan cara pasien diberi alat tulis untuk menyampaikan
keluhannya. Keluhan pasien yang perlu dikaji adalah rasa sesak nafas, nafas
terasa berat, kelelahan dan ketidaknyamanan.
2. Sistem pernafasan
a) Setting ventilator meliputi:
1) Mode ventilator
a. CR/CMV/IPPV (Controlled Respiration/Controlled Mandatory
Ventilation/Intermitten Positive Pressure Ventilation)
b. SIMV (Syncronized Intermitten Mandatory Ventilation)
c. ASB/PS (Assisted Spontaneus Breathing/Pressure Suport)
d. CPAP (Continous Possitive Air Presure)
2) FiO2: Prosentase oksigen yang diberikan
3) PEEP: Positive End Expiratory Pressure
4) Frekwensi nafas
b) Gerakan nafas apakah sesuai dengan irama ventilator
c) Expansi dada kanan dan kiri apakah simetris atau tidak
d) Suara nafas: adalah ronkhi, whezing, penurunan suara nafas
e) Adakah gerakan cuping hidung dan penggunaan otot bantu tambahan
f) Sekret: jumlah, konsistensi, warna dan bau
g) Humidifier: kehangatan dan batas aqua
h) Tubing/circuit ventilator: adakah kebocoran tertekuk atau terlepas
i) Hasil analisa gas darah terakhir/saturasi oksigen
j) Hasil foto thorax terakhir
3. Sistem kardiovaskuler
Pengkajian kardiovaskuler dilakukan untuk mengetahui adanmya gangguan
hemodinamik yang diakibatkan setting ventilator (PEEP terlalu tinggi) atau
disebabkan karena hipoksia. Pengkajian meliputi tekanan darah, nadi, irama
jantung, perfusi, adakah sianosis dan banyak mengeluarkan keringat.
4. Sistem neurologi
Pengkajian meliputi tingkat kesadaran, adalah nyeri kepala, rasa ngantuk,
gelisah dan kekacauan mental.
5. Sistem urogenital
Adakah penurunan produksi urine (berkurangnya produksi urine
menunjukkan adanya gangguan perfusi ginjal)
6. Status cairan dan nutrisi
Status cairan dan nutrisi penting dikaji karena bila ada gangguan status
nutrisi dn cairan akan memperberat keadaan. Seperti cairan yang berlebihan dan
albumin yang rendah akan memperberat oedema paru.
7. Status psycososial
Pasien yang dirawat di ICU dan dipasang ventilator sering mengalami
depresi mental yang dimanifestasikan berupa kebingungan, gangguan orientasi,
merasa terisolasi, kecemasan dan ketakutan akan kematian.