Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

VAP (VENTILATOR ASOSIATED PNEUMONIA)

Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Stase ICU

Di susun Oleh :
Nama : Defindra Yudha Pramana
NIM : 108116037

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
2020
A. Definisi
VAP (Ventilator asosiated pneumonia) didefinisikan sebagai pneumonia
nosokomial yang terjadi setelah 48 jam pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik
baik itu melalui pipa endotrakeal maupun pipa trakeostomi. (Rozaliyani dan
Swidharmoko, 2010). Sedangkan American College of Chest Physicians
mendefinisikan VAP sebagai suatu keadaan dimana terdapat gambaran infiltrat baru
dan menetap pada foto toraks disertai salah satu tanda yaitu, hasil biakan darah atau
pleura sama dengan mikroorganisme yang ditemukan di sputum maupun aspirasi
trakea, kavitasi pada foto torak, gejala pneumonia atau terdapat dua dari tiga gejala
berikut yaitu demam, leukositosis dan sekret purulen (Marik & Varon, 2001; dikutip
Rozaliyani dan Swidharmoko, 2010).
Ventilator Associated Pneumonia (VAP) merupakan suatu peradangan pada paru
(Pneumonia) yang disebabkan oleh pemakaian ventilator dalam jangka waktu yang
lama pada pasien (Smeltzer & Bare, 2001; dikutip Yolanda 2013). Jadi Ventilator
Associated Pneumonia (VAP) adalah pneumonia akibat infeksi nosokomial pada
pasien ICU yang menggunakan ventilator baik melalui pipa endotrakeal maupun pipa
trakeostomi yang terjadi setelah 48 jam menggunakan ventilator disertai hasil biakan
darah atau pleura sama dengan mikroorganisme yang ditemukan di sputum maupun
aspirasi trakea.

B. Etiologi
Beberapa kuman di duga sebagai penyebab VAP. Berdasarkan hasil isolasi
kuman pada pasien dengan diagnosis VAP, bakteri gram negatif sangat sering
ditemukan, namun hasil isolasi dengan bakteri gram positif telah mengalami
peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, terutama pada neonates ( Afjeh dkk, 2010).
Bakteri penyebab VAP dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan onset
atau lamanya pola kuman. Bakteri penyebab VAP pada kelompok I adalah kuman
gram negatif (Enterobacter spp, Escherichia coli, Klebsiella spp, Proteus spp,
Serratai marcescens), Haemophilus influenza, Streptococcus pneumonia, dan
Methicillin Sensitive Staphylococcus Aureus (MSSA). Bakteri kelompok II adalah
bakteri penyebab kelompok I ditambah kuman anaerob, Legionella pneumophilia dan
Methicillin Resistan Staphylococcus Aureus (MRSA). Bakteri penyebab kelompok III
adalah Pseudomonas aeruginosa, Acetinobacter spp, dan MRSA (Wiryana, 2007).
Beberapa penelitian memberikan hasil yang bervariasi tentang kuman penyebab VAP,
seperti terlihat pada tabel di bawah ini (Vincent, dkk 2011).

C. Manifestasi Klinis
1. Demam
2. Leukositosis
3. Secret purulent
4. Kavitasi pada foto torak
5. Nilai oksigenasi PaO2 / FiO2 mmHg ≤ 240 dan tidak terdapat ARDS

D. Patofisiologi
Patofisiologi dari VAP, adalah melibatkan dua proses utama yaitu kolonisasi
pada saluran pernafasan dan saluran pencernaan serta aspirasi sekret dari jalan nafas
atas dan bawah. Kolonisasi bakteri mengacu pada keberadaan bakteri tanpa adanya
gejala. Kolonisasi bakteri pada paru-paru dapat disebabkan oleh penyebaran
organisme dari berbagai sumber, termasuk orofaring, rongga sinus, nares, plak gigi,
aluran pencernaan, kontak pasien, dan sirkuit ventilator. Inhalasi bakteri dari salah satu
sumber ini dapat menyebabkan timbulnya gejala, dan akhirnya terjadi VAP (Wiryana,
2007).
Kolonisasi mikroorganisme patogen dalam sekret akan membentuk biofilm
dalam saluran pernapasan. Mulai pada awal 12 jam setelah intubasi, biofilm
mengandung sejumlah besar bakteri yang dapat disebarluaskan ke dalam paru-paru
melalui ventilator. Pada keadaan seperti ini, biofilm dapat terlepas oleh cairan ke dalam
selang endotrakeal, suction, batuk, atau reposisi dari selang endotrakeal (Niederman
dkk, 2005).
Selang endotrakeal menyebabkan gangguan abnormal antara saluran napas
bagian atas dan trakea, melewati struktur dalam saluran napas bagian atas dan
memberikan bakteri jalan langsung ke saluran napas bagian bawah. Karena saluran
napas bagian atas kehilangan fungsi karena terpasang selang endotrakeal , kemampuan
tubuh untuk menyaring dan melembabkan udara mengalami penurunan. Selain itu,
refleks batuk sering mengalami penurunan bahkan hilang akibat pemasangan selang
endotrakeal dan kebersihan mukosasilier bisa terganggu karena cedera mukosa selama
intubasi. Selang endotrakeal menjadi tempat bagi bakteri untuk melekat di trakea,
keadaan ini dapat meningkatkan produksi dan sekresi lender ebih lanjut. Penurunan
mekanisme pertahanan diri alami tersebut meningkatkan kemungkinan kolonisasi
bakteri dan aspirasi.
Pneumonia akibat pemasangan ventilator (VAP) adalah umum di unit perawatan
intensif (ICU). VAP dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan kematian, lama
tinggal di rumah sakit, dan biaya. Tingkat kematian yang timbul dari VAP adalah 27%
dan mencapai 43% saat agen penyebab adalah resisten antibiotik. Lama tinggal di unit
perawatan intensif meningkat sebesar 5 sampai 7 hari dan memperpanjang lama
perawatan di rumah sakit 2 sampai 3 kali lipat pada pasien dengan VAP. Biaya
perawatan VAP diperkirakan bertambah $ 40000 per pasien dan sekitar $ 1,2 miliar per
tahun.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fungsi paru paru: volume makin menurun ( kongesti dan kolaps
alveolar) : tekanan saluran udara meningkat dan kapasitas pemenuhan udara
menurun, hipoksemia.
2. Analisis gas darah ( analysis blood gasses –ABGS) dan pulse oximetry :
Abnormalitas mungkin timbul tergantung dari luasnya kerusakan paru –paru.
3. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan
abses luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul (virus).
4. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi
jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru
untuk mengatasi organisme penyebab.
5. Periksa darah lengkap : untuk mengetahui kadar leukosit dalam tubuh.

F. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan optimal pada pasien yang dicurigai VAP membutuhkan
tindakan yang cepat dan tepat dengan pemberian antimikroba/antibiotik dan
perawatan menyeluruh. Walaupun pengambilan sampel mikrobiologi harus dilakukan
sebelum memulai terapi, hal ini tidak boleh menunda pemberian antibiotik. Sebagian
besar penelitian menunjukkan penundaan pemberian terapi yang efektif menyebabkan
peningkatan angka kematian. Pemberian antibiotik harus disesuaikan dengan
epidemiologi dan pola kuman setempat. Pada pasien dengan early onset VAP
yang sebelumnya belum pernah menerima terapi antibiotik bisa diberikan monoterapi
dengan generasi ketiga sefalosporin. Sedangkan pasien yang terkena VAP setelah
penggunaan ventilator mekanik jangka panjang dan telah pernah menggunakan
antibiotik sebelumnya memerlukan antibiotik kombinasi agar dapat mengatasi
patogen yang potensial (Hunter, 2006).

G. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan produksi secret
b. Ketidakefektifan pola nafas b.d suplay O2 tidak adekuat
c. Gangguan pertukaran gas b.d sekresi tertahan dan proses penyakit.
d. Nyeri akut b.d pemasangan pipa endotrakeal, prosedur suction dan proses
infeksi
e. Resiko tinggi terjadinya infeksi saluran nafas berhubungan dengan
pemasangan selang endotracheal dan penggunaan ventilator.

H. Intervensi Keperawatan
1. Intervensi dengan tujuan mencegah kolonisasi saluran cerna:
a. Mencegah penggunaan antibiotik yang tidak perlu
b. Membatasi profilaksis stress ulcer pada penderita risiko tinggi
c. Menggunakan sukralfat sebagai profilaksis stress ulcer
d. Menggunakan antibiotik untuk dekontaminasi e. saluran cerna secara selektif
e. Dekontaminasi dan menjaga kebersihan mulut Menggunakan antibiotik yang
sesuai pada penderita risiko tinggi
f. Selalu mencuci tangan sebelum kontak dengan penderita h. Mengisolasi
penderita risiko tinggi dengan kasus MDR
2. Intervensi dengan tujuan utama mencegah aspirasi:
a. Menghentikan penggunaan pipa nasogastrik atau pipa endotrakeal segera
mungkin
b. Posisi penderita semirecumbent atau setengah duduk
c. Menghindari distensi lambung berlebihan d. Intubasi oral atau non-nasal
d. Pengaliran subglotik
e. Pengaliran sirkuit ventilator
f. Menghindari reintubasi dan pemindahan penderita jika tidak diperlukan h.
Ventilasi masker noninvasif untuk mencegah intubasi trakea
g. Menghindari penggunaan sedasi jika tidak diperlukan
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN VENTILATOR ASSOCIATED PNEUMONIA

A. Pengkajian
1. Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien yang mendapat nafas buatan dengan
ventilator adalah:
1) Biodata
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama,
alamt, dll. Pengkajian ini penting dilakukan untuk mengetahui latar belakang
status sosial ekonomi, adat kebudayaan dan keyakinan spritual pasien,
sehingga mempermudah dalam berkomunikasi dan menentukan tindakan
keperawatan yang sesuai.
2) Riwayat penyakit/riwayat keperawatan
Informasi mengenai latar belakang dan riwayat penyakit yang sekarang
dapat diperoleh melalui oranglain (keluarga, tim medis lain) karena kondisi
pasien yang dapat bentuan ventilator tidak mungkin untuk memberikan data
secara detail. Pengkajian ini ditujukan untuk mengetahui kemungkinan
penyebab atau faktor pencetus terjadinya gagal nafas/dipasangnya ventilator.
3) Keluhan
Untuk mengkaji keluhan pasien dalam keadaan sadar baik, bisa
dilakukan dengan cara pasien diberi alat tulis untuk menyampaikan
keluhannya. Keluhan pasien yang perlu dikaji adalah rasa sesak nafas, nafas
terasa berat, kelelahan dan ketidaknyamanan.
2. Sistem pernafasan
a) Setting ventilator meliputi:
1) Mode ventilator
a. CR/CMV/IPPV (Controlled Respiration/Controlled Mandatory
Ventilation/Intermitten Positive Pressure Ventilation)
b. SIMV (Syncronized Intermitten Mandatory Ventilation)
c. ASB/PS (Assisted Spontaneus Breathing/Pressure Suport)
d. CPAP (Continous Possitive Air Presure)
2) FiO2: Prosentase oksigen yang diberikan
3) PEEP: Positive End Expiratory Pressure
4) Frekwensi nafas
b) Gerakan nafas apakah sesuai dengan irama ventilator
c) Expansi dada kanan dan kiri apakah simetris atau tidak
d) Suara nafas: adalah ronkhi, whezing, penurunan suara nafas
e) Adakah gerakan cuping hidung dan penggunaan otot bantu tambahan
f) Sekret: jumlah, konsistensi, warna dan bau
g) Humidifier: kehangatan dan batas aqua
h) Tubing/circuit ventilator: adakah kebocoran tertekuk atau terlepas
i) Hasil analisa gas darah terakhir/saturasi oksigen
j) Hasil foto thorax terakhir
3. Sistem kardiovaskuler
Pengkajian kardiovaskuler dilakukan untuk mengetahui adanmya gangguan
hemodinamik yang diakibatkan setting ventilator (PEEP terlalu tinggi) atau
disebabkan karena hipoksia. Pengkajian meliputi tekanan darah, nadi, irama
jantung, perfusi, adakah sianosis dan banyak mengeluarkan keringat.
4. Sistem neurologi
Pengkajian meliputi tingkat kesadaran, adalah nyeri kepala, rasa ngantuk,
gelisah dan kekacauan mental.
5. Sistem urogenital
Adakah penurunan produksi urine (berkurangnya produksi urine
menunjukkan adanya gangguan perfusi ginjal)
6. Status cairan dan nutrisi
Status cairan dan nutrisi penting dikaji karena bila ada gangguan status
nutrisi dn cairan akan memperberat keadaan. Seperti cairan yang berlebihan dan
albumin yang rendah akan memperberat oedema paru.
7. Status psycososial
Pasien yang dirawat di ICU dan dipasang ventilator sering mengalami
depresi mental yang dimanifestasikan berupa kebingungan, gangguan orientasi,
merasa terisolasi, kecemasan dan ketakutan akan kematian.

B. rencana asyhan keperawatan


Diagnos Rencana keperawatan Rasional Tindakan
Tujuan Rencana Tindakan
a
1. Ketidakefektif Setelah diberikan 1. Posisikan pasien untuk 1. posisi semifowler
Keperawatan
keperawata
an asuhan memaksimalka mencegah refluks dan
nbersihan jalan keperawatan n ventilasi aspirasi bakteri dari
nafas selama 1 x 24 jam 2. Auskultasi suara nafas. lambung ke dalam
berhubunga jalan nafas dapat Catat adanya saluran napas.
n dengan kembali efektif suara nafas 2. Suara nafas tambahan
peningkata dengan tambahan menunjukkan jalan
n produksi kriteria hasil: 3. Lakukan fisioterapi nafas yang tidak paten
secret dada bila perlu 3. Fisioterapi dada
Rentang nafas 4. Lakukan suction membantu
normal pada pipa mengalirkan secret
Tidak trakeostomi 4. untuk
terjadi 5.Kolaborasi pemberian mempertahankan
aspirasi terapi untuk patensi jalan napas,
Tidak ada membantu memudahkan
dispnea mengencerkan sekret penghilangan sekret
jalan napas
5. membantu
pengenceran sekresi agar
mudah dikeluarkan
2. Ketidakefekti setelah diberikan 1. Monitor vital sign 1. Mengobservasi data
fan pola nafas b.d asuhan 2. Keluarkan dasar
suplay O2 tidak keperawatan secret dengan 2. Untuk
adekuat selama 1 x 24 jam suction mempertahankan
pasien tidak 3. Monitor respirasi dan patensi jalan nafas
mengalami ststus O2 3. Respirasi dan status O2
gangguan pola 4. observasi adanya menunjukkan
napas dengan tanda- keefektifan pola nafas
kriteria hasil : tanda 4. Mencegah terjadi
hipoventilasi hipoventilasi
Menunjukkan 5. Monitor selang / 5. Menjaga kebutuhan
jalan nafas cubbing ventilator ventilasi
yang paten dari terlepas , terlipat,
(klien tidak bocor atau tersumbat.
merasa
tercekik, RR
dalam batas
normal,
tidak ada
suara nafas
abnormal)
TTV dalam
rentang
Normal
2. Gangguan Setelah dilakukan 1. Monitor respirasi dan 1. Memonitor status
pertukaran tindakan status O2 pernafasan pasien
gas b.d keperawatan 2. Keluarkan secret 2. Menjaga patensi
sekresi 2x 24 jam dengan batuk jalan nafas
tertahan diharapkan atau suction 3. Mencegah
danproses gangguan 3. Monitor tanda terjadinya
penyakit pertukaran gas hipoksia dan hipoksia
dapat teratasi hiperkapnea dan
dengan kriteria 4. Monitor hasil Lab hiperkapne
hasil: AGD a
5. Kolaborasi 4. Pemeriksaan AGD
Adanya pemberian terapi untuk melihat
peningkata yang sesuai adanya gangguan
n ventilasi metabolic
dan dan respiratorik
oksigenasi 5. Terapi yang
yang tepat untuk
adekuat kesembuhan
Tidak Klien
terjadi
sianosis
pernafasan
Nilai AGD
dalam
rentang
normal
TTV
dalam
rentang
normal
4. Nyeri akut setelah 1. Lakukan pengkajian 1. Untuk mengetahui
b.d dilakukan nyeri secara skala nyeri
pemasanga tindakan komprehens yang
n pipa keperawatan if dirasakan
endotrakeal, 1x 24 jam 2. Observasi reakasi klien
prosedur diharapkan nyeri nonverbal dari 2. Menilai
suction dan yang dirasakan dapat ketidaknyaman ketidaknyamanan
proses berkurang dengan an yang diaami klien
infeksi kriteria hasil 3. Tingkatkan istrirahat 3. Menngurangi
4. Kolaborasi perasaan
Pasien pemberian analgetik nyeri
tampak yang diperlukan 4. Analgedi
nyaman tergantung tipe dan membantu
setelah beratnya nyeri meredakan nyeri
nyeri secara farmakologis
berkurang
Pasien
tidak
mengalami
kesulitan
tidur
4. Resiko Setelah 1. Monitor TTV 1. Mengetahui data
tinggi dilakukan 2. Lakukan dasat
terjadiny tindakan perawatan mulut 2. Menegah
a infeksi keperawatan dan perawatan pipa perkembangan
saluran 1x 24 jam trakeostomi bakteri
nafas diharapkan suhu 3. Observasi pathogen di mulut
berhubunga tubuh pasien adanya tanda dan area sekitar
n dapat kembali infeksi pipa
dengan normal dengan 4. Berikan trakeostomi
pemasanga kriteria hasil : kompres hangat 3. Menilai tanda
n pipa di dahi dan infeksi
trakeostom Suhu axial bila ada 4. Kompres
i tubuh dalam peningkatan hangat
rentang suhu tubuh membantu
normal 5. Kolaborasi menurunkan
(36.5- pemberian suhu tubuh
37.5 antipiretik jika ada 5. Antipiretik
oC) peningkatan suhu membantu

Tidak 6. Kolaborasi menurunkan suhu

ada pemberian dengan farmakologi

perubahan antibiotik jika 6. Antibiotic

warna kulit ditemukan membantu


adanya tanda menekan
TTV
dan gejala pertumbuhan
dalam
infeksi kuman pathogen
rentang
norma
l
DAFTAR PUSTAKA

Afjeh SA, Sabzehei MK, Karimi A, Shiva F, Shamshiri AR.(2010). Surveillance


of ventilator- associated pneumonia in neonatal intensive care unit
:characteristics, risk factor and outcome. Pejouhandeh (Serial on Internet)
(diakses pada 13 juli 216);15(4):157-64. Available from:
http://pajoohande.sbmu.ac.ir/browse.php?A_code=A-10-1-
644&sid=1&slc_lang=en
Fartoukh M, Maitre B, Honore S, Cerf C, Zahar JR, Buisson CB.
(2003).Diagnosing pneumonia during Mechanical ventilation. Am J Respir
Crit Care Med; 168:173-9.
Hunter JD. Ventilator associated pneumonia. Postgrad Med J(Serial on Internet)
(2006) (diakses pada 13 juli 2016); 82: 172-8. Available from:
http://pmj.bmj.com/content/82/965/172.full
Ibrahim EH, Tracy L, Hill C, Fraser VJ, Kollef MH. The occurrence of ventilator-
associated pneumonia in a community hospital. Chest (2001) ; 120:555-
61. Diakses 13 Juli 2016 dari http://www.
.majalahfk.uki.ac.id/assets/majalahfile/artikel/2010-01-artikel-06.pdf
Ioanas M, Ferrer R, Angrill J, Ferrer M, Torres A.( 2001) Microbial investigation
in ventilatorassociated Pneumonia. Eur Respir J; 17:791-801.
Kollef MH.(2005). The prevention of ventilator associated pneumonia. N Engl J
Med;340:627-34
Luna CM, Blanzaco D, Niederman MS, Matarucco W, Baredes NC, Desemery P,
et al. (2003).Resolution of ventilator-associated pneumonia: prospective
evaluation of the clinical pulmonary infection score as an early clinical
predictor of outcome. Crit Care Med; 31:676-82. Diakses
13 juli 2016 dari
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/123/jtptunimus-gdl-dewisuprap-
6104-2-babii.pdf
Niederman MS, Craven DE. (2005) Guidelines for the management of adult with
hospital- acquired, ventilator associated, and healthcare-associated
pneumonia. Am J Respi Crit Care Med;171:388-416
Rozaliyani, A & Swidharmoko, B. (2010). Diagnosis dan Penatalaksanaan
Ventilator- Associated Pneumonia. Majalah Kedokteran FK UKI 2010 Vol
XXVII No.1
Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. (2010) Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: internapublishing;p.166-74
Torres A, Ewig S. (2004) Diagnosing ventilatorassociated Pneumonia. N Engl J
Med;350:433-5.
Vincent JL, Abraham E, Kochanek P, Moore FA, Fink MP.( 2011).Textbook of
Critical Care Sixth Edition. China: Elsevier Sunders;p.328-479
Wiryana M. (2007).Ventilator associated pneumonia. J Peny Dalam (Serial on
Internet) (diakses pada 13 juli 216) ;8(3):254-65

Anda mungkin juga menyukai